You are on page 1of 15

1

Perkembangan Otoritas Jasa Keuangan Bank dan Non Bank di Indonesia


Oleh : Yusuf, SE, MPd, MAk

Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas


Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI), pemerintah diamanatkan
membentuk lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, selambat-lambatnya
akhir tahun 2010. Lembaga ini bertugas mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun,
pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
Alasan pembentukan OJK ini antara lain makin kompleks dan bervariasinya produk jasa
keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globalisasi industri
jasa keuangan. Tujuan OJK dibentuk antara lain agar keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa
keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan
sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat. Disamping itu tujuan pembentukan OJK ini agar BI
fokus kepada pengelolaan moneter dan tidak perlu mengurusi pengawasan bank karena bank
itu merupakan sektor perekonomian.

2. Sejarah Perkembangan Perbankan di Indonesia


Dalam sejarah perbankan, arti bank dikenal sebagai meja tempat menukarkan uang. Dalam
perjalanan sejarah kerajaan tempo dulu mungkin penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan
yang satu dengan kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran uang ini sekarang dikenal dengan
nama pedagang valuta asing (money changer) yang berlanjut menjadi tempat penitipan uang
dan kegiatan peminjaman uang. Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman
penjajahan Hindia Belanda. Pada saat itu terdapat beberapa bank yang memegang peranan
penting di Hindia Belanda. Bank-bank yang ada, yaitu antara lain :
a. De Javasche NV
b. De Post Paar Bank
c. De Algemenevolks Crediet Bank
d. Nederland Handles Maatscappij (NHM)
e. Nationale Handles Bank (NHB)
f. De Escompo Bank NV
Di zaman kemerdekaan perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang lagi.
Beberapa bank Belanda dinasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia. Bank-bank yang ada di
zaman awal kemerdekaan antara lain :
a. Bank Negara Indonesia yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 kemudian menjadi BNI 1946.
b. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal dari De
Algemene Volks Crediet Bank atau Syomin Ginko
c. Bank Surakarta MAI (Maskapai Adil Makmur) tahun 1945.
d. Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
e. Bank Dagang Nasional Indonesia Tahun 1946 di Medan.
f. Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank
Amerta.
g. NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
h. Bank Dagang Indonesia NV di Banjarmasin tahun 1949.
i. Kalimantan Corporation Trading di Samarinda tahun 1950 kemudian merger dengan Bank
Pasifik.
2

j. Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari, kemudian merger
dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.
Adapun perkembangan sejarah perbankan setelah kemerdekaan Indonesia adalah:
a. Bank Sentral. Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) berdasarkan UU No. 13
Tahun 1968. Kemudian ditegaskan lagi dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999.
Bank ini sebelumnya berasal dari De Javasche Bank yang dinasionalisasi tahun 1951.
b. Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor. Bank ini berasal dari De Algemene
Volkcrediet Bank, kemudian dilebur setelah menjadi Bank Tunggal dengan nama Bank
Nasional Indonesia (BNI) unit II yang bergerak di bidang rural dengan eksim dipisahkan
lagi menjadi :
1) Yang membidangi rural menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan UU No. 21 Tahun
1968.
2) Yang membidangi eksim dengan UU No. 22 1968 menjadi Bank Ekspor Impor
Indonesia.
c. Bank Negara Indonesia 1946 (BNI). Bank ini menjalankan fungsi BNI unit III dengan UU
No 17 Tahun 1968 berubah menjadi Bank Negara Indonesia 1946.
d. Bank Dagang Negara (BDN). BDN berasal dari Escompto Bank yang dinasionalisasi dengan
PP No. 13 Tahun 1960, namun PP ini dicabut dan diganti dengan UU No. 18 Tahun 1968
menjadi Bank Negara. BDN satu-satunya bank pemerintah yang berada di luar Bank Negara
Indonesia Unit.
e. Bank Bumi Daya (BBD). BBD semula berasal dari Nederlandsch Indische Handles. Bank ini
kemudian menjadi Nationale Handlesbank, selanjutnya bank ini menjadi Bank Negara
Indonesia Unit IV dan berdasarkan UU No. 19 Tahun 1968 menjadi Bank Bumi Daya.
f. Bank Pembangunan Indonesia (BAPINDO). BAPINDO didirikan dengan UU No. 21 Tahun
1960 yang merupakan kelanjutan dari Bank Industri Negara (BIN) tahun 1951.
g. Bank Pembangunan Daerah (BPD). Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar
hukum pendiriannya adalah UU No.12 Tahun 1962.
h. Bank Tabungan Negara (BTN). BTN berasal dari De Post Paar Bank yang kemudian menjadi
Bank Tabungan Pos Tahun 1950. Selanjutnya menjadi Bank Negara Indonesia Unit V dan
terakhir menjadi Bank Tabungan Negara dengan UU No. 20 Tahun 1968.
i. Bank Mandiri. Bank ini merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya, Bank Dagang
Negara, Bank Pembangunan Indonesia dan Bank Ekspor Impor. Hasil merger keempat bank
ini dilaksanakan pada tahun 1999.
Adapun perkembangan industri perbankan di Indonesia dapat dirangkum seperti berikut
ini:
a. Periode 1988 – 1996
Dikeluarkannya paket deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto 88), antara lain berupa relaksasi
ketentuan permodalan untuk pendirian bank baru telah menyebabkan munculnya sejumlah
bank umum berskala kecil dan menengah. Pada puncaknya, jumlah bank umum di Indonesia
membengkak dari 111 bank pada Oktober 1988 menjadi 240 bank pada tahun 1994-1995,
sementara jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) meningkat drastis dari 8.041 pada tahun
1988 menjadi 9.310 BPR pada tahun 1996
b. Periode 1997 – 1998
Pertumbuhan pesat yang terjadi pada periode 1988 – 1996 berbalik arah ketika memasuki
periode 1997 – 1998 karena terbentur pada krisis keuangan dan perbankan. Bank Indonesia,
Pemerintah, dan juga lembaga-lembaga internasional berupaya keras menanggulangi krisis
tersebut, antara lain dengan melaksanakan rekapitalisasi perbankan yang menelan dana lebih
dari Rp 400 triliun terhadap 27 bank dan melakukan pengambilalihan kepemilikan terhadap
3

7 bank lainnya. Secara spesifik langkah-langkah yang dilakukan untuk menanggulangi krisis
keuangan dan perbankan tersebut adalah:
1) Penyediaan likuiditas kepada perbankan yang dikenal dengan
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
2) Mengidentifikasi dan merekapitalisasi bank-bank yang masih
memiliki potensi untuk melanjutkan kegiatan usahanya dan bank-bank yang memiliki
dampak yang signifikan terhadap kebijakannya
3) Menutup bank-bank yang bermasalah dan melakukan konsolidasi perbankan dengan
melakukan marger
4) Mendirikan lembaga khusus untuk menangani masalah yang ada di industri
perbankan seperti Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
5) Memperkuat kewenangan Bank Indonesia dalam pengawasan perbankan melalui
penetapan Undang-Undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang menjamin
independensi Bank Indonesia dalam penetapan kebijakan.
c. Periode 1999 – 2002
Krisis perbankan yang demikian parah pada kurun waktu 1997 – 1998 memaksa
pemerintah dan Bank Indonesia untuk melakukan pembenahan di sektor perbankan dalam
rangka melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegah terulangnya krisis. Langkah
penting yang dilakukan sehubungan dengan itu adalah:
1) Memperkuat kerangka pengaturan dengan menyusun rencana implementasi yang jelas
untuk memenuhi 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision yang
menjadi standar internasional bagi pengawasan bank.
2) Meningkatkan infrastruktur sistem pembayaran dengan mengembangkan Real Time
Gross Settlements (RTGS)
3) Menerapkan bank guarantee scheme untuk melindungi simpanan masyarakat di bank
4) Merekstrukturisasi kredit macet, baik yang dilakukan oleh BPPN, Prakarsa Jakarta
maupun Indonesian Debt Restrukturing Agency (INDRA)
5) Melaksanakan program privatisasi dan divestasi untuk bank-bank BUMN dan bank-
bank yang direkap
6) Meningkatkan persyaratan modal bagi pendirian bank baru.

d. Periode 2002 – Sekarang


Berbagai perkembangan positif pada sektor perbankan sejak dilaksanakannya
program stabilisasi antara lain tampak pada pemberian kredit yang mulai meningkat pada
inovasi produk yang mulai berjalan, seperti pengembangan produk derivatif (antara lain
credit linked notes), serta kerjasama produk dengan lembaga lain (reksadana dan
bancassurance)

3. Sejarah Perkembangan Pasar Modal


Untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan globalisasi ekonomi dan
pembangunan nasional secara bersamaan, pasar modal sebagai salah satu alternatif
pembiayaan pembangunan, diharapkan dapat memfasilitasi perkembangan ekonomi pasar.
Adapun perkembangan sejarah pasar modal di Indonesia adalah:
a. Era sebelum Tahun 1976
Kegiatan jual-beli saham dan Obligasi di Indonesia sebenarnya telah dimulai pada Abad ke-
19, yaitu dengan berdirinya cabang bursa efek Vereniging Voor de Effectenhandel di
Batavia pada tanggal 14 Desember 1912. Kegiatan usaha bursa pada saat itu adalah
memperdagangkan saham dan obligasi perusahaanperusahaan perkebunan Belanda yang
4

beroperasi di Indonesia, Obligasi Pemerintah Kotapraja dan sertifikat saham perusahaan-


perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh Kantor Administrasi di Belanda. Selain cabang
di Batavia, selanjutnya diikuti dengan pembukaan cabang Semarang dan Surabaya. Sejak
terjadi perang dunia ke-2, Pemerintah Hindia Belanda menutup ketiga bursa tersebut pada
tanggal 17 Mei 1940 dan mengharuskan semua efek disimpan pada bank yang telah
ditunjuk.
Pasar modal di Indonesia mulai aktif kembali pada saat Pemerintah Republik Indonesia
mengeluarkan obligasi pemerintah dan mendirikan bursa efek di Jakarta, yaitu pada tanggal
31 Juni 1952. Keadaan ekonomi dan politik yang sedang bergejolak pada saat itu telah
menyebabkan perkembangan bursa berjalan sangat lambat yang diindikasikan oleh
rendahnya nilai nominal saham dan obligasi, sehingga tidak menarik bagi investor.
b. Pra-Deregulasi (1976 - 1987)
Presiden melalui Keppres RI No. 52 mengaktifkan kembali pasar modal yang kemudian
disusul dengan go publiknya beberapa perusahaan. Sampai dengan tahun 1983, telah
tercatat 26 perusahaan yang telah go publik dengan dana yang terhimpun sebesar Rp
285,50 miliar. Aktifitas go publik dan kegiatan perdagangan saham di pasar modal pada
saat itu masih berjalan sangat lambat, walaupun pemerintah telah memberikan beberapa
upaya kemudahan antara lain berupa fasilitas perpajakan untuk merangsang kegiatan di
bursa efek. Beberapa hal berikut ini merupakan faktor penyebab kurang bergairahnya
aktifitas pasar modal:
1) Ketentuan laba minimal sebesar 10% dari modal sendiri sebagai syarat go publik
adalah sangat memberatkan emiten; - Investor asing tidak diijinkan melakukan
transaksi dan memiliki saham di bursa efek;
2) Batas maksimal fluktuasi harga saham sebesar 4% per hari;
3) Belum dibukanya kesempatan bagi perusahaan untuk mencatatkan seluruh saham yang
ditempatkan dan disetor penuh di bursa efek.
c. Era Deregulasi (1987 - 1990)
Pemerintah kemudian mengeluarkan beberapa paket deregulasi untuk merangsang seluruh
sektor dalam perekonomian termasuk aktifitas di pasar modal, antara lain sebagai berikut:
1) Paket Kebijaksanaan Desember 1987 (atau dikenal dengan PAKDES '87), yang antara lain
berisi tentang penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, penghapusan
biaya pendaftaran emisi efek yang ditetapkan oleh Bapepam, kesempatan bagi pemodal
asing untuk membeli efek maksimal 49% dari nilai emisi, penghapusan batasan fluktuasi
harga saham di bursa efek dan memperkenalkan adanya bursa paralel
2) Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 (atau dikenal dengan PAKTO '88), yang antara lain
berisi tentang ketentuan legal lending limit dan pengenaan pajak atas bunga deposito
yang berdampak positip terhadap perkembangan pasar modal;
3) Paket Kebijaksanaan Desember 1988 (atau dikenal dengan PAKDES '88) di mana
pemerintah memberikan peluang kepada swasta untuk menyelenggarakan bursa.
Beberapa paket kebijaksanaan tersebut telah mampu meningkatkan aktivitas pasar
modal sehingga pada akhir tahun 1990 telah tercatat sebanyak 153 perusahaan publik
dengan dana yang terhimpun sebesar Rp 16,29 triliun.

d. Masa Konsolidasi (1991 - 2000)


Pada masa ini, pasar modal di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat cepat.
Kegiatan go publik di bursa efek dan aktivitas perdagangan efek semakin ramai. Jumlah
emiten meningkat dari sebanyak 145 perusahaan pada tahun 1991 menjadi sebanyak 288
perusahaan pada bulan Juli 2000 dengan jumlah saham beredar sebanyak 1.090,41 triliun
5

saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak naik hingga menembus angka 600
pada awal tahun 1994 dan pernah mencapai angka 712,61 pada bulan Pebruari 1997.
Setelah swastanisasi bursa efek pada tahun 1992, pasar modal Indonesia mengalami
peningkatan kapitalisasi pasar dan jumlah transaksinya. Pada tanggal 22 Mei 1995
diterapkan otomasi sistem perdagangan di Bursa Efek Jakarta yang dikenal dengan JATS
(The Jakarta Automated Trading System) yang memungkinkan dilakukannya transaksi
harian sebanyak 200.000 kali dibandingkan dengan sistem lama yang hanya mencapai
3.800 transaksi per hari. Pada bulan September 1996, Bursa Efek Surabaya
memperkenalkan sistem S-MART (The Surabaya Market Information and Automated
Remote Trading) yang memungkinkan terlaksananya perdagangan jarak jauh.
e. Masa Peralihan ke Otoritas Jasa Keuangan (2001 – Sekarang)
Persiapan menuju independensi OJK harus segera dilaksanakan, karena dasar hukum untuk
mengimplementasikannya sudah ada, yaitu :
1) Amanat GBHN (1999-2004) Bab IV huruf b angka 8.
Mengembangkan pasar modal yang sehat, transparan, efisien, dan meningkatkan
penerapan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan standar internasional
yang diawasi oleh lembaga independen.
2) UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Penjelasan Pasal 34. Lembaga
pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan pengawasan terhadap
bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya, yaitu asuransi, dana
pensiun, sekuritas, perusahaan pembiayaan, dan badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga ini bersifat independen
dalam menjalankan tugasnya, kedudukannya berada di luar kendali pemerintah serta
berkewajiban menyampaikan laporan kepada BPK dan DPR.
3) Amandemen UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah diselesaikan
oleh Panitia Khusus DPR RI. Hasil amandemen tersebut menyatakan bahwa Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) harus sudah terbentuk selambat-lambatnya pada tanggal 31
Desember 2010.
Perkembangan terbaru berkaitan dengan independensi Bapepam yaitu mengenai
pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti yang tersebut dalam poin huruf c di
atas. UU No. 23 Tahun 1999 dan kemudian disempurnakan melalui UU No. 3 Tahun 2004
yang mengamanatkan fungsi pengawasan perbankan dan keuangan lainnya akan dialihkan
ke Lembaga Pengawas Jasa Keuangan (LPJK) independen atau sering disebut dengan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 2004, OJK harus
terbentuk selambat-lambatnya 31 Desember 2010 sebagai lembaga independen yang
mengawasi lembaga keuangan, baik bank maupun bukan bank, seperti perusahaan
sekuritas, anjak piutang, sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan pembiayaan, reksa
dana, asuransi, dan dana pensiun serta lembaga lain yang berkegiatan mengumpulkan dana
masyarakat.

4. Sejarah Perkembangan Lembaga Pembiayaan


Perusahaan Pembiayaan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, dalam pasal 1 huruf (b) dikatakan bahwa
Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan
Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha
Lembaga Pembiayaan.
6

Eksistensi Leasing di Indonesia baru terjadi di awal dasawarsa tahun 1970- an, dan
perkembangan sejarah bisnis Leasing di Indonesia sangat terkait secara erat dengan
kebijaksanaan pemerintah. Perkembangan Leasing dalam sejarah di Indonesia tersebut dapat
diklasifikasikan ke dalam (3) tiga fase, sebagai berikut :
a. Fase Pengenalan
Yaitu merupakan fase pertama dari bisnis Leasing di Indonesia, yang terjadi antara tahun
1974 sampai dengan tahun 1983. Fase pertama ini dimulai dengan keluarnya beberapa
peraturan pada tahun 1974, yang khusus mengatur tentang hukum Leasing tersebut. Dalam
fase ini, Leasing belum begitu dikenal dalam masyarakat, dan perkembangannya tidak
begitu pesat. Konsekuensinya, jumlah perusahaan Leasing pada waktu itu belum seberapa
dan jumlah transaksinya juga masih relatif kecil.
b. Fase pengembangan
Yaitu merupakan fase kedua, yang terjadi antara tahun 1984 sampai dengan tahun 1990.
Dalam fase ini, bisnis Leasing cukup pesat perkembangannya, hal ini bersamaan dengan
pesatnya pertumbuhan bisnis di Indonesia. Dimana perkembangan perusahaan dan jumlah
besarnya kontrak Leasing mengalami peningkatan. Pada fase kedua ini, beberapa segi
operasionalisasi Leasing telah berubah, misalnya dalam hal metode perhitungan
penyusutan aset untuk kepentingan perpajakan. Hal ini merupakan akibat berlakunya
Undang-Undang Pajak tahun 1984, sementara itu sistem peloporan pajak dalam periode ini
masih menggunakan Operating method seperti fase sebelumnya.
c. Fase Konsolidasi
Yaitu merupakan fase ketiga, merupakan fase Konsolidasi dari fase perkembangan
Leasing di Indonesia, yang terjadi sejak tahun 1991 sampai sekarang. Pada periode ini,
izin-izin pendirian perusahaan Leasing yang sebelumnya agak diperketat, kemudian
dibuka kembali. Perusahaan Multi Finance juga didirikan pada periode ini. Salah satu
perubahan yang terjadi pada fase ini adalah diubahnya sistem perpajakan, dari semula
dengan Operating method berubah menjadi Financial method. Perubahan sistem
perhitungan pajak ini mulai berlaku sejak 19 Januari 1991, berdasarkan ketentuan dalam
Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991.
Perkembangan bisnis Leasing sudah mulai terasa di Indonesia, banyak pihak yang
mengatakan bahwa perkembangannya masih jauh dari yang diharapkan. Hal itu disebabkan
bisnis Leasing masih terbilang relatif baru, kurangnya promosi dan lemahnya aturan hukum,
masyarakat masih lebih terfokus pada barang-barang primer, dan belum terhadap barang-
barang lainnya, Ada anggapan sementara pihak, bahwa beban yang dipikul oleh para pihak
lebih besar dibandingkan dengan fasilitas perbankan dan untuk Leasing barang-barang tertentu
dibutuhkan jaminan, sehingga orang cenderung memilih sistem perbankan karena sama saja.

5. Sejarah Perkembangan Perusahaan Efek


Perusahaan Efek adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha dari Bapepam untuk
dapat melakukan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, atau
Manajer Investasi. Perusahaan Efek lebih dikenal sebagai Perusahaan Sekuritas (Securities
Company). Melihat besarnya ruang lingkup kegiatan Perusahaan Efek itu, maka diharuskan
bagi Perusahaan Efek untuk mempunyai tenaga yang profesional di bidangnya. Dengan
adanya Securities Company, maka potensi penyerapan dana emisi akan menjadi semakin
kuat, keaktifan perdagangan di pasar akan meningkat. Pada umumnya Perusahaan Efek
dilihat dari sudut kepemilikannya dapat dibedakan atas:
7

a. Perusahaan Efek Nasional, yaitu Perusahaan Efek yang seluruh sahamnya dimiliki oleh
orang perseorangan Warga Negara Indonesia dan atau Badan Hukum Indonesia
b. Perusahaan Efek Patungan, yaitu Perusahaan Efek yang sahamnya dimiliki oleh orang
perseorangan Warga Negara Indonesia, Badan Hukum Indonesia dan atau Badan Hukum
Asing yang bergerak di bidang keuangan.
Perusahaan Efek sahamnya dimiliki seluruhnya oleh Warga Negara Indonesia (WNI)
dan atau badan hukum Indonesia atau perusahaan patungan yang sahamnya dimiliki oleh WNI
dan atau Badan Hukum Indonesia dan Warga Negara Asing (WNA) dan atau badan hukum
asing. Berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan dari Perusahaan Efek itu sendiri maka harus
mendapat izin dari Bapepam yang diatur dalam Peraturan Bapepam Nomor V.A.1 tentang
Perizinan Perusahaan Efek. Selain itu mengingat bahwa Perusahaan Efek memiliki peran yang
penting di dalam pengelolaan dana masyarakat maka diberlakukan persyaratan permodalan
Perusahaan Efek. Perusahaan Efek harus memenuhi persyaratan permodalan sebagaimana
diatur di dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 179/KMK.010/2003 tentang Permodalan
Perusahaan Efek dan Keputusan Ketua Bapepam No. 20/PM/2003 (Peraturan Bapepam Nomor
V.D.5 Tentang Pemeliharaan Dan Pelaporan Modal Kerja Bersih Disesuaikan).
Perkembangan perusahaan efek berkaitan dengan perkembangan bursa efek, maka
perkembangan perusahaan efek di Indonesia mengikuti perkembangan pasar modal di
Indonesia.

6. Sejarah Perkembangan Perasuransian


Menurut KUHP Pasal 246: “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian,
dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan
menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang di harapkan, yang mungkin akan diderita karena
sesuatu yang tak tertentu.
Usaha perasuransian telah cukup lama hadir dalam perekonomian Indonesia dan
berperan dalam perjalanan sejarah bangsa berdampingan dengan sektor usaha lainnya dan
sejauh ini kehadiran usaha perasuransian sejalan dengan perkembangan pembangunan
ekonomi yang semakin meningkat serta dalam rangka pengamanan kepentingan masyarakat
atas hak milik maupun diri dan keluarganya. Dalam era sepuluh tahun ini sedemikian
pesatnya terlebih dengan telah diundangkannya Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang
Usaha Perasuransian beserta peraturan pelaksanaannya baik ditingkat Keputusan Presiden
dan Keputusan Menteri Keuangan terutama perkembangan baik dalam jumlah perusahaan
maupun perolehan premi asuransinya pada perusahaan asuransi kerugian perusahaan asuransi
jiwa. Perusahaan penunjang kegiatan perasuransian sedangkan dalam bidang reasuransi
jumlah perusahaannya relatif tetap akan tetapi perolehan premi asuransinya meningkat dari
tahun ke tahun.
Pengaturan hukum asuransi di Indonesia dewasa ini antara lain dijumpai dalam Buku I
Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) mulai pasal 246- pasal 286, Undang-undang
Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas jo Peraturan Dana Kecelakaan
Lalu Lintas Jalan, Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian jo
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1992 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara
Republik Indonesia Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan dan beberapa Keputusan
Menteri Keuangan.
8

B. Lingkup Bidang Kerja


1. Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri
perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Pada
dasarnya UU tentang OJK ini hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan
kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan didalam pengaturan dan
pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena itu, dengan dibentuknya OJK
diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif didalam penanganan
masalah-masalah yang timbul didalam sistem keuangan. Dengan demikian dapat lebih
menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan adanya pengaturan dan pengawasan yang
lebih terintegrasi.
Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini sebagai suatu lembaga pengawas sektor
keuangan di Indonesia perlu untuk diperhatikan, karena harus dipersiapkan dengan baik segala
hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 menyebutkan Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat dengan OJK, adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia didasari dari keinginan
pemerintah dalam melakukan regulasi baru dalam hal pengawasan perbankan yang dianggap
mulai mengalami kelemahan. Kedudukan OJK yang menjadi lembaga yang independen dan
memiliki kewenangan yang cukup luas dan tegas dalam pengawasan perbankan diharapkan
dapat memperbaiki permasalahan yang saat ini timbul di bidang pengawasan perbankan.
Setelah keluarnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
yang diundangkan tanggal 22 November 2011, pengaturan dan pengawasan sektor perbankan
yang semula berada pada Bank Indonesia telah dialihkan pada Otoritas Jasa Keuangan. Dalam
penjelasan Undang-undang OJK disebutkan bahwa dibutuhkan lembaga pengaturan dan
pengawasan sektor jasa keuangan yang lebih terintegrasi dan komprehensif agar dapat dicapai
mekanisme koordinasi yang lebih efektif dalam menangani permasalahan yang timbul dalam
sistem keuangan sehingga dapat menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.

2. Perbankan
Lembaga keuangan bank memiliki berbagai macam aktivitas dalam menjalankan
usahanya. Aktivitas aktivitas lembaga keuangan bank tersebut antara lain yaitu menghimpun
dana (funding), menyalurkan dana (lending), dan memberikan jasa layanan (service). Adapun
produk perbankan secara umum adalah:
a. Menghimpun Dana (Funding)
Menghimpun dana berarti mengumpulkan dana dengan cara membeli dari masyarakat luas
dalam bentuk simpanan giro (demand deposit), tabungan (saving deposit) dan deposito (time
deposit). Bank mencari strategi jitu untuk merangsang masyarakat agar tertarik dan mau
menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan bank. Strategi bank dalam
menghimpun dana yaitu dengan cara memberi imbalan yang menarik dan menguntungkan.
Imbalan jasa tersebut dapat berupa perhitungan suku bunga (interest), hadiah (reward), dan
pelayanan menarik (service). Semakin menarik dan menguntungkan imbalan yang diberikan
maka semakin besar minat masyarakat untuk menyimpan dananya di bank. Sumber dana
bagi perbankan ada tiga, yakni:
1). Dana Internal, Sumber dana ini diperoleh dari setoran modal pemegang saham, cadangan
bank (laba tahun lalu), dan laba bank yang belum dibagikan (modal sementara).
9

2). Dana dari Masyarakat/Deposan (Dana ekstern), Sumber dana ini cukup mudah diperoleh
dengan memberikan bunga dan fasilitas menarik lainnya. Contoh sumber dana ini yaitu
Giro (demand deposit), Tabungan (saving deposit), dan Deposito (time deposit).
3). Dana ini merupakan dana tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian
sumber dana pertama dan kedua. Sumber dana ini berupa:
a) Call Money. Pinjaman jangka pendek dari bank lain yang sering dipergunakan bank
untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak dalam jangka pendek.
b) Pinjaman Antar Bank. Pinjaman jangka pendek dan menengah dari bank lain untuk
memenuhi suatu kebutuhan dana yang lebih terencana dalam rangka pengembangan
usaha atau meningkatkan penerimaan bank.
c) Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Kredit yang diberikan Bank Indonesia terutama
kepada bank yang sedang mengalami kesulitan likuiditas.
d) Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Bank menerbitkan SBPU, kemudian
diperjualbelikan pada pihak yang berminat.
e) Dana transfer, Pemindahan dana berupa pemindahbukuan antarrekening, dari uang
tunai ke suatu rekening, dan dari suatu rekening yang ditarik tunai.
f) Setoran jaminan, Sejumlah dana yang wajib diserahkan oleh nasabah yang
menerima jasajasa tertentu dari bank.
g) Diskonto Bank Indonesia, Penyediaan dana jangka pendek oleh BI dengan cara
pembelian promes yang diterbitkan oleh bank-bank atas dasar diskonto.
b. Menyalurkan Dana (Lending)
Menyalurkan dana berarti melemparkan kembali dana yang telah dihimpun melalui
simpanan giro, tabungan dan deposito kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredit).
Tinggi rendahnya tingkat bunga pinjaman tergantung oleh tinggi rendahnya tingkat bunga
simpanan. Semakin tinggi tingkat bunga simpanan, maka semakin tinggi pula tingkat bunga
pinjaman dan sebaliknya. Secara umum alokasi dari dana yang telah berhasil dihimpun oleh
bank berbentuk
1) Cadangan likuiditas, Ditujukan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek.
Resikonya relative rendah dan bank tidak dapat berharap banyak akan adanya
penerimaan dalam jumlah besar (aktiva yang tidak produktif). Cadangan likuiditas ini
terdiri dari dua kategori, yaitu:
a) Cadangan primer. Aktiva ini ditujukan untuk kegiatan usaha sehari-hari seperti
penarikan dana oleh nasabah, pemberian kredit dan kewajiban yang akan jatuh
tempo.
b) Cadangan sekunder, Aktiva ini dapat berupa Surat Berharga Pasar Uang (SBPU),
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Deposito.
2) Penyaluran Kredit, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu. Tingkat
penerimaan penyaluran kredit ini tergolong tinggi (aktiva produktif) dan merupakan
penghasilan utama bank.
3) Investasi, Investasi dapat berupa penanaman dana dalam bentuk surat- surat berharga
seperti saham dan obligasi. Seperti halnya penyaluran kredit, aktiva ini tergolong aktiva
produktif sehingga aktiva ini mengandung risiko yang relatif tinggi.
4) Aktiva Tetap, Aktiva yang berupa kantor, kendaraan, komputer dan lain-lain. Tergolong
aktiva yang tidak produktif dan berisiko tinggi. Resiko ini dikaitkan kemungkinan rusak,
terbakar atau hilang.
10

c. Memberikan Jasa Layanan (Service)


Jasa bank merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan dalam
menghimpun dan menyalurkan dana serta untuk memberikan pelayanan kepada nasabahnya.
Jasa-jasa tersebut telah disusun sedemikian rupa agar nasabah merasa aman dan nyaman.
Bentuk jasa-jasa bank yang saat ini ada antara lain yaitu Pengiriman Uang, Leter of Credits,
Bank Garansi, Kliring dan Inkaso, Kartu Plastik, Money Changer, Traveller’s Check,
Telebanking, Kustodian, Wali Amanat, Standing Order, dan Safe Deposit Box.

3. Pasar Modal
Pada dasarnya, pasar modal menjembatani hubungan antara pemilik dana (investor)
dan pengguna dana. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pasar modal adalah wahana
investasi bagi investor dan wahana sumber dana bagi pengguna dana. Peranan lain dari pasar
modal adalah mengumpulkan dan mengerahkan tabungan masyarakat untuk keperluan
investasi. Pasar modal tergolong dalam pengertian “financial market” yang bertujuan untuk
mengadakan alokasi tabungan (saving) secara efisien dari pemilik dana (saver) kepada
pemakai dana terakhir (ultimate user).
Dengan meningkatnya investasi, maka kapasitas produksi akan meningkat, yang berarti
menambah barang dan jasa yang diperlukan masyarakat serta memperluas lapangan kerja.
Sektor swasta menjadi lebih kompetitif dan pasar modal yang maju terutama bagian
sekuritasnya memungkinkan individu, bagaimanapun kecilnya kontribusi mereka, menikmati
kemakmuran karena adanya sektor swasta yang kompetitif. Dalam menjalankan fungsinya, pasar
modal dibagi menjadi tiga macam, yaitu pasar perdana, pasar sekunder, dan pasar paralel.
a. Pasar Perdana
Pasar perdana adalah pasar saham dalam masa penawaran efek dan perusahaan penjual
efek (emiten) kepada masyarakat untuk pertama kalinya. Dengan demikian, berarti
kegiatan pasar modal yang berkaitan dengan penawaran umum berlangsung di pasar
perdana atau pasar primer. Pasar perdana adalah penjualan perdana efek oleh perusahaan
yang menerbitkan efek sebelum efek tersebut dijual dengan harga emisi sehingga
perusahaan yang menerbitkan dana dari penjualan tersebut.
b. Pasar Sekunder
Pasar sekunder adalah titik sentral kegiatan pasar modal karena pada pasar sekunder terjadi
aktivitas perdagangan yang mempertemukan penjual dan pembeli efek. Di pasar sekunder
ini penerbit efek disebut investor jual sedangkan pembeli efek disebut pembeli. Pasar
sekunder adalah penjualan efek setelah penjualan pada pasar perdana berakhir. Pada pasar
sekunder ini harga efek ditentukan berdasarkan kurs efek tersebut. Jadi pasar sekunder
adalah penjualan efek/sertifikat setelah pasar perdana berakhir. Pada pasar ini efek yang
diperdagangkan dengan harga kurs.
c. Bursa Paralel
Bursa paralel merupakan bursa efek yang ada. Bagi perusahaan yang menerbitkan efek
yang akan menjual efeknya melalui bursa dapat dilakukan melalui bursa paralel. Bursa
paralel merupakan alternatif bagi perusahaan yang go public memperjualbelikan efeknya
jika dapat memenuhi syarat yang ditentukan pada bursa efek. Jadi, bursa paralel
merupakan suatu sistem perdagangan efek yang terorganisir di luar Bursa Efek Indonesia
(BEI), dengan bentuk pasar sekunder, diatur dan diselenggarakan oleh Perserikatan
Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE), diawasi dan dibina oleh OJK
11

Di dalam pasar modal terdapat lembaga-lembaga yang menjalani kegiatan-kegitatan


pasar modal, yang antara lain sebagai berikut :
a. Emiten
Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum.
b. Perusahaan Publik
Perusahaan publik adalah perseroan dengan jumlah pemegang saham dan modal disetor
yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
c. OJK
Pengawas pasar modal yang bertujuan mewujudkan tercipatanya kegiatan pasar modal
yang teratur, wajar, dan efisien serta melindungi kepentingan pemodalnya dan
masyarakat.
d. Bursa Efek
Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau
sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek, pihak-pihak lain dengan
tujuan memperdagangkan efek di antara mereka.
e. Lembaga Kliring Penjaminan
Lembaga kliring dan penjaminan adalah pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan
penjaminan penyelenggaraan transaksi bursa (Pasal 1 angka 9 UUPM), yaitu kontrak
yang dibuat oleh anggota bursa efek, yaitu perantara pedagang efek yang telah
memperoleh izin usaha dari Bapepam dan mempunyai hak untuk memperdagangkan
sistem dan atau saran bursa efek menurut peraturan bursa efek.
f. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP)
Lembaga penyimpanan dan penyelesaian adalah pihak yang menyelenggarakn kegiatan
kustodian sentral bagi bank kustodian, perusahaan efek, dan pihak lain.
g. Reksa Dana
Reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat
pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.
h. Perusahaan efek
Perusahaan efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi
efek, perantara pedagang efek atau manajer investasi.
i. Wakil Perusahaan Efek
Wakil dari pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek,
perantara pedagang efek atau manajer investasi.
j. Perantara Pedagang Efek
Perantara Pedagang Efek adalah pihak yang melakukan usaha jual beli efek untuk
kepentingan sendiri atau pihak lain.
k. Penjamin Emisi Efek
Penjamin emisi efek adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk
melakukan perdagangan umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban
untuk membeli sisa efek yang tidak terjual.
l. Penasihat Investasi
Penasihat investasi adalah pihak yang memberi nasihat kepada pihak lain mengenai
penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh imbalan jasa.
m. Manajer Investasi
Manajer investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk
para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah,
12

kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan
usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
n. Investor atau pemodal
Investor adalah pihak yang melakukan kegiatan investasi atau menanamkan modalnya di
pasar modal. Investor yang dikenal di pasar modal terdiri atas investor perorangan dan
kelembagaan.
o. Lembaga Penunjang Pasar Modal
1). Kustodian
Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dari harta lain yang
berkaitan dengan efek dan jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga dan hal-hal
lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi
nasabahnya (pasal 1 angka 8 UUPM).
2) Biro Administrasi Efek
Biro administrasi efek adalah pihak berdasarkan kontrak dengan emiten
melaksanakan pencatatan pemilikan efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan
efek.
3) Wali Amanat
Wali amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek yang bersifat
utang.
4) Bank Kustodian
Bank kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan kolektif dan harta
lainnya yang berkaitan dengan efek.
5) Pemeringkat Efek
Perusahaan pemeringkat efek adalah pihak yang menerbitkan peringkat-peringkat
bagi surat utang (debt securities), seperti obligasi dan commercial paper.
p. Profesi Penunjang Pasar Modal
1) Akuntan Publik
Akuntan publik adalah pihak yang memberikan pendapat atas kewajaran dalam semua
hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, serta arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Akuntan publik berperan dalam mengungkapkan
informasi keuangan perusahaan dan memberikan pendapat mengenai kewajaran atas
data yang disajikan dalam laporan keuangan.
2) Konsultan Hukum
Konsultan hukum merupakan ahli dalam bidang hukum yang memberikan dan
menandatangani pendapat hukum mengenai emisi dan atau emiten. Peran konsultan
hukum diperlukan dalam setiap emisi efek karena lembaga ini mempunyai fungsi
untuk membuktikan pendapat dari segi hukum (legal opinion) mengenai keadaan
emiten.
3) Penilai
Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian terhadap aktiva perusahaan. Peran
penilai adalah dalam menentukan nilai wajar dari harta milik perusahaan. Nilai ini
diperlukan sebagai bagan informasi bagi para investor bagi para investor di dalam
mengambil keputusan investasi.
4) Penasihat Investasi
Penasihat investasi adalah pihak yang memberi nasihat kepada pihak lain mengenai
penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh imbalan jasa.
5) Notaris
13

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat aka otentik dan kewenagan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris. Dalam pasar modal, notaris merupakan pejabat umum yang berwenang
membuat anggaran dasar dan akta perubahan anggaran dasar, termasuk pembuatan
perjanjian penjaminan emisi efek, perjanjian antarpenjamin emisi efek, perjanjian
perwaliamanatan, perjanjian agen penjual, dan perjanjian lain yang diperlukan.

4. Lembaga Pembiayaan
Perusahaan Pembiayaan merupakan badan usaha yang melaksanakan kegiatan usaha dari
lembaga pembiayaan. Kegiatan Perusahaan Pembiayaan merupakan sebagian kegiatan yang
dilakukan oleh lembaga pembiayaan. Dalam pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, disebutkan bahwa bentuk kegiatan usaha
dari Perusahaan Pembiayaan antara lain :
a. Sewa Guna Usaha
Sewa Guna Usaha (Leasing) merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance lease) maupun
Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa
Guna Usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara
angsuran. Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk pengadaan barang modal
bagi Penyewa Guna Usaha, baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli barang
tersebut. Pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara membeli barang
Penyewa Guna Usaha yang kemudian disewagunausahakan kembali. Sepanjang
perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing) masih berlaku, hak milik atas barang modal objek
transaksi Sewa Guna Usaha berada pada Perusahaan Pembiayaan.
b. Anjak Piutang
Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang
dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.
Dalam pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang
Perusahaan Pembiayaan, dijelaskan bahwa kegiatan anjak piutang dilakukan dalam
bentuk piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang
tersebut.
Kegiatan anjak piutang tersebut, dapat dilakukan dalam bentuk anjak piutang tanpa
jaminan dari penjual piutang (Without Recourse) dan anjak piutang dengan jaminan dari
penjual piutang (With Recourse).
Anjak piutang tanpa jaminan dari penjual piutang (Without recourse) adalah kegiatan
anjak piutang dimana Perusahaan Pembiayaan menanggung seluruh resiko tidak
tertagihnya Piutang. Sedangkan anjak piutang dengan jaminan dari penjual piutang
(With recourse) adalah kegiatan anjak piutang dimana penjual piutang menanggung
resiko tidak tertagihnya sebagian atau seluruh piutang yang dijual kepada Perusahaan
Pembiayaan.
c. Usaha Kartu Kredit
Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang
dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit. Kegiatan usaha kartu kredit dilakukan
dalam bentuk penerbitan kartu kredit yang dapat dimanfaatkan oleh pemegangnya untuk
pembelian barang dan/atau jasa.
Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha kartu kredit, sepanjang
berkaitan dengan sistem pembayaran wajib mengikuti ketentuan Bank Indonesia.
14

d. Pembiayaan Konsumen.
Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk
pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara
angsuran. Kegiatan Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana
untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara
angsuran. Kebutuhan konsumen yang dimaksud meliputi antara lain :
a) Pembiayaan kendaraan bermotor;
b) Pembiayaan alat-alat rumah tangga;
c) Pembiayaan barang-barang elektronik;
d) Pembiayaan perumahan.

5. Perusahaan Efek
Pengembangan Pasar Modal tidak dapat dilepaskan dari pendidikan dan pemasaran
jangka panjang yang dibiayai oleh industri perdagangan Efek. Apabila Bursa Efek, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP), serta Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) berperan
di dalam menyediakan sarana dan fasilitas perdagangan Efek dan penyelesaiannya, maka
Perusahaan Efek akan memainkan perannya di dalam pengembangan kegiatan perdagangan,
pelayanan, dan penciptaan produk baru.
Pada dasarnya perusahaan efek mempunyai peran yang sangat penting dalam proses Go
Public. Secara garis besar, peran dan fungsi perusahaan efek dalam proses Go Public adalah
sebagai berikut:
a) Memberikan jasa konsultasi kepada emiten dalam rangka Go Public, Penjamin Emisi
merupakan mitra dalam membuat perencanaan, pelaksanaan serta pengendalian proses
emisi sampai menjualnya di dalam pasar perdana.
b) Menjamin Efek yang diterbitkan oleh emiten. Dalam hal ini Penjamin Emisi bertanggung
jawab atas keberhasilan penjualan seluruh saham emiten kepada masyarakat luas. Dalam
suatu penjaminan akan terkandung suatu resiko, unyuk itu Penjamin Emisi bisa melakukan
bersama-sama dengan penjamin lain dalam bentuk sindikasi agar tingkat keberhasilan
penjualan saham menjadi semakin tinggi.
c) Melakukan kegiatan pemasaran Efek yang diterbitkan oleh emiten agar masyarakat
investor dapat memperoleh informasi secara baik. Sehingga dilakukan pendisainan dan
pendistribusian Efek secara akurat dan tepat waktu. Di Amerika Serikat, peran Penjamin
Emisi dilakukan oleh Investment Bank selaku Issuing House. Karena Penjamin Emisi
diartikan sebagai The business of investment bankers to assume the risk of buying new
issues from a corporation or government entity and distributing them to the public.

6. Perasuransian
Pembangunan bidang ekonomi ditandai oleh munculnya perusahaan besar yang
memerlukan banyak modal melalui kredit, bangunan kantor, tenaga kerja yang membutuhkan
jaminan perlindungan dari ancaman bahaya kemacetan, kebakaran, dan kecelakaan kerja. Hal
ini mendorong perkembangan asuransi kredit, asuransi kebakaran, dan asuransi tenaga kerja.
Perkembangan usaha perasuransian mengikuti perkembangan ekonomi masyarakat.
Makin tinggi pendapatan per kapita masyarakat, makin mampu masyarakat memiliki harta
kekayaan dan makin dibutuhkan pula perlindungan keselamatannya dari ancaman bahaya.
Karena pendapatan masyarakat meningkat, maka kemampuan membayar premi asuransi juga
meningkat. Dengan demikian, usaha perasuransian juga berkembang. Kini banyak sekali jenis
asuransi yang berkembang dalam masyarakat yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa,
15

dan asuransi sosial yang diatur dalam berbagai undang-undang. Khusus mengenai asuransi
sosial bukan didasarkan pada perjanjian, melainkan diatur dengan undang-undang sebagai
asuransi wajib (compulsory insurance).
Macam-macam Asuransi :
a. Asuransi kerugian adalah asuransi yang memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang
menderita kerugian barang atau benda miliknya, kerugian mana terjadi karena bencana
atau bahaya terhadap mana pertanggungan ini diadakan, baik kerugian itu berupa:
kehilangan nilai pakai, kekurangan nilainya dan kehilangan keuntungan yang diharapkan
oleh tertanggung. Penanggung tidak harus membayar ganti rugi kepada tertanggung
kalau selama jangka waktu perjanjian objek pertanggungan tidak mengalami bencana
atau bahaya yang dipertanggungkan.
b. Asuransi jiwa adalah perjanjian tentang pembayaran uang dengan nikmat dari premi dan
yang berhubungan dengan hidup atau matinya seseorang termasuk juga perjanjian
asuransi kembali uang dengan pengertian catatan dengan perjanjian dimaksud tidak
termasuk perjanjian asuransi kecelakaan (yang masuk dalam asuransi kerugian)
berdasarkan pasal I a Bab I Staatblad 1941 – 101). Dalam asuransi jiwa (yang
mengandung SAVING) penanggung akan tetap mengembalikan jumlah uang yang
diperjanjikan kepada tertanggung.
c. Asuransi Sosial ialah asuransi yang memberikan jaminan kepada masyarakat dan
diselenggarakan oleh pemerintah, yaitu: Asuransi kecelakaan lalu lintas (jasa raharja)
dan Asuransi BPJS.

You might also like