You are on page 1of 4

ADAT ISTIADAT BERNIAGA MELAYU

A. Awal Mula Bangsa Melayu Menguasai Perdagangan

Dilihat dari sisi sejarahnya, perdagangan masyarakat rumpun Melayu di jalur Selat
Malaka sudah terbentuk sejak zaman Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7. Waktu itu,
Kerajaan Sriwijaya yang di Palembang jalani jalur perdagangan di Selat Malaka. Wilayah
penguasa Sriwijaya pun membentang luas dari Semenanjung Sumatera dan Semenanjung
Malaka. Dalam perkembangan sejarah, pusat-pusat kota yang menjadi kejayaan
perdagangan silih berganti. Setelah Kerajaan Sriwijaya di Palembang aktif, Kerajaan Malaka
menjadi pusat perdagangan yang ramai.

Dalam buku kisah perjalanan Tome Pires berbagai macam bangsa yang berdagang
di Malaka. Bangsa-bangsa itu antara lain Kairo (Mesir), Turki, Gujarat, Pahang, Kamboja,
Cina, Madura, Jawa, Sunda, Palembang, Jambi, Indragiri (Riau), dan Minangkabau. Berbagai
macam bangsa meramaikan perdagangan di Malaka, identitas orang Melayu dalam
perdagangan tetap dominan dan terlihat. Kebudayaan Melayu tetap menonjol dan menjadi
peradaban dalam sejarah perdagangan di Selat Malaka saat itu.

Penulis sejarah Anthony Reid, dalam bukunya Asia Tenggara di Kurun Niaga 1450-
1680 (terjemahan Mochtar Pabotinggi), mengutarakan, kelas pedagang kosmopolitan dari
kota-kota niaga besar di Asia Tenggara kemudian dikenal sebagai orang Melayu. Alasannya,
menurut Anthony, orang-orang kelas pedagang di kota-kota niaga itu menggunakan bahasa
Melayu (dan memeluk agama islam). Bahasa Melayu pun menjadi bahasa niaga utama di
seluruh Asia Tenggara.

B. Kemunduran Perdagangan Bangsa Melayu Nusantara (Indonesia)

Akan tetapi, dalam perkembangan sejarah, kerajaan-kerajaan Melayu-termasuk


orang Melayu-menjadi kurang berperan. Setelah orang-orang Eropa, seperti Portugis,
Inggris, dan Belanda menguasai kawasan Asia Tenggara, peran orang Melayu dalam
perdagangan semakin tajam dan terpecah.

Lestari sejak adanya Traktat London 1824, Belanda dan Inggris membagi daerah
kolonisasinya menjadi dua. Wilayah bagian utara Selat Malaka, yaitu Semenanjung Malaka,
termasuk Temasek atau Tumasik (Singapura), dikuasai Inggris. Sebelah selatan Selat
Malaka, yaitu Semanjung Sumatera, dikuasai Belanda. Sejak itu pula, orang-orang Melayu di
Malaysia, indonesia, dan Singapura berangsur-angsur menjadi "rumpun bangsa" sendiri.
Traktat London tahun 1924 itu, menurut Peneliti Yayasan Pendidikan Maritim
Indonesia, Heri Muliono, menjadi tonggak yang merupakan awal Singapura menjadi
pelabuhan dan pusat perdagangan yang maju. Kejayaan Malaka, yang kemudian diteruskan
Kerajaan Riau-Johor dan Riau-Lingga, digantikan oleh Singapura. Inggris yang memiliki
kekuatan maritim melakukan penetrasi perdagangan dan membuka jalur-jalur pelayaran
dengan kota-kota lain seperti Hongkong.

Dibandingkan dengan negara dagang seperti Singapura dan Malaysia, Riau


(Indonesia) yang memiliki posisi strategis mungkin kurang beruntung. Orang Melayu-Riau,
termasuk masyarakat pesisir pantai Sumatera dan masyarakat Indonesia, saat ini tidak
dapat menikmati manfaat yang lebih besar dari jalur perdagangan di Selat Malaka.

C. Hubungan Perdagangan Masyarakat Melayu dengan Kewirausahaan

Kewirausahaan dalam budaya Melayu merupakan bagian terpenting dalam


kehidupan masyarakat. Kebiasaan berdagang dan berjual beli tidak hanya dilakukan Raja
atau Sultan tetapi juga oleh masyarakat. Pada masanya Sultan berdagang ke Singapore,
Johor dan Semenanjung Melaka dengan membawa hasil alam termasuk hasil produksi
masyarakat hingga keberbagai mancanegara. Kebiasaan berdagang dan berjual beli telah
lama tertanam dalam masyarakat Melayu, terutama dilakukan di daerah pesisir dan sungai
yang merupakan urat nadi perekonomian masyarakat. Bahkan diawali melalui
perdagangan barter sampai dengan perdagangan dengan menggunakan mata uang. Nilai-
nilai kewirausahaan ditunjukkan oleh sang pemimpin terhadap rakyatnya, artinya
masyarakat tidak hanya menanam, berproduksi dan menghasilkan sesuatu tetapi lebih dari
itu harus mampu menjual hingga sampai kengeri orang lain. Falsafah inilah yang melandasi
bahwa orang Melayu itu pandai berdagang, melaut dan berlayar hingga sampai ke
Madagaskar.

Bakat dan mental dagang dalam masyarakat Melayu telah ada sejak dahulu hingga
sekarang ini sehingga disebut sebagai bangsa ”Peniaga”, artinya sudah ada bakat dan
mental kewirausahaan yang tertanam, sehingga kalau adanya ungkapan yang mengatakan
bangsa Melayu itu ”Pemalas”, sangat bertentangan dengan adat istiadat melayu.

D. Ciri atau tanda atau sifat Masyarakat Melayu Riau dalam berdagang
1. Jujur
Tunjuk ajar melayu amat banyak menyebutkan keutamaan sifat jujur. Orang melayu
menanamkan sifat jujur kepada anak-anaknya sejak dini. Cerita rakyat lazim
mencerminkan keberuntungan orang yang jujur dan keburukan orang yang tidak
jujur.
2. Kerja keras, rajin dan tekun
Orang tua-tua mengatakan, bahwa kejayaan Melayu ditentukan oleh ketekunan dan
kesungguhan mereka. Dalam ungkapan dikatakan, “kalau Melayu hendak berjaya,
bekerja keras dengan sesungguhnya”, “siapa rajin, hidup terjamin”, atau “siapa tekun,
berdaun rimbun”.
3. Percaya diri
Percaya diri menimbulkan keberanian, membangkitkan semangat dan meluaskan
wawasan, serta mampu menghadapi cabaran. Melalui ungkapan dikatakan, “Orang
ternama tekun bekerja, orang terpuji percaya diri”, “Siapa percaya ke diri sendiri,
Dalam bersaing ia tak ngeri” dan “Ke diri sendiri hendaklah percaya, Supaya
pekerjaan boleh berjaya”.
4. Berpandang jauh ke depan
Orang tua-tua Melayu mengajarkan agar masyarakat berpandang jauh ke depan dan
berpikir panjang. Dengan memandang jauh ke depan, seseorang diharapkan
memiliki wawasan luas, pikiran panjang, dan perhitungan yang semakin cermat.

Dan masih banyak ciri atau tanda Masyarakat Melayu Riau dalam berdagang seperti
mengambil risiko dengan penuh perhitungan, memiliki daya kreasi, motivasi dan
imajinasi, mampu menganalisis kesempatandan melihat peluang-peluang untuk
pengembagna usaha dan sebagainya.

E. Alat yang digunakan dalam berdagang


1. Dacing adalah alat yang digunakan untuk mengukur atau menimbang berat suatu
barang. Alat yang terbuat dari perunggu ini digunakan oleh para pedagang untuk
menimbang berat suatu barang.
2. Gantang adalah alat yang digunakan untuk menakar volume beras. Dari segi
bahannya, alat ini ada yang terbuat dari kayu dan ada yang terbuat dari logam. Kayu
yang dijadikan alat ini adalah kayu yang keras tetapi seratnya lembut. Dan, kayu itu
oleh masyarakat setempat disebut padero. Kayu berbentuk bulat lonjong dengan
tinggi sekitar 1,5 cm dan lebar “mulutnya” berdiameter 10 cm. Sedangkan, gantang
yang terbuat dari logam dapat diperoleh dengan mudah karena telah diproduksi
oleh pabrik. Gantang logam ini disamping mudah didapat tetapi juga tahan lama.
Oleh karena itu, gantang kayu sudah mulai ditinggalkan.
3. Kaleng juga dapat dipakai untuk menakar volume beras. Namun, jarang yang
melakukannya. Kebanyakan kaleng dipakai untuk menakar kacang tanah, jagung
dan cabe giling. yang berbentuk kotak.
4. Cupak adalah alat yang digunakan untuk menakar atau menentukan volume suatu
barang yang berbutir (beras, kedelai, kacang tanah dan lain-lain). Alat ini dibuat dari
tempurung kelapa yang sudah dibersihkan dan dihaluskan. Selain untuk alat takar,
cupak juga digunakan oleh para ibu rumah tangga untuk mengukur/menakar beras
yang akan ditanak.
5. Canting fungsinya sebenarnya sama dengan cupak, yaitu alat untuk menakar beras.
Bedanya, jika cupak terbuat dari tempurung kelapa, maka canting terbuat dari seng
(kaleng bekas produk susu).
6. Taning adalah tali yang terbuat dari ilalang atau kulit bambu yang diikatkan pada
buah-buahan yang dipetik dengan tangkainya (rambai, petai, rambutan dan lain-
lain). Jadi taning dapat berarti ikat. Contohnya, satu taning rambai berarti satu ikat
rambai, satu taning petai berarti satu ikat petai. Dalam satu taning terdiri dari 5--10
tangkai buahan-buahan.

F. Nilai-nilai kewirausahaan orang Melayu

Nilai-nilai kewirausahaan orang Melayu sangat dilandasi oleh, Keyakinan dalam


berusaha karena berusaha itu adalah ibadah, Kejujuran sebagai modal dasar untuk
menanamkan kepercayaan pada orang lain, Mewarisi dan mengembangkan nilai-nilai
tradisional dan kultural dari orang tua, Menumbuhkan semangat kemandirian dalam
berusaha memenuhi kebutuhan keluarga, Mengikuti anjuran agama dan pemimpin, dan
banyak lagi nilai-nilai sosial yang terkandung didalam falsafah orang Melayu dalam
berdagang dan berniaga.

You might also like