You are on page 1of 10

HISTOLOGI I

Nama : Hastya Tri Andini


NIM : B1A017081
Rombongan : B1
Kelompok :5
Asisten : Rahmi Mutia Mawardi

LAPORAN PRAKTIKUM
STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO

2018
I. PENDAHULUAN
Cabang ilmu biologi yang mempelajari jaringan adalah histologi, sedangkan
cabang ilmu biologi yang mempelajari jaringan dalam hubungannya dengan penyakit
adalah histopatologi. (Wahyu, 2008). Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang
mempunyai struktur dan fungsi yang sama, serta mengadakan hubungan dan
koordinasi satu dengan yang lainya yang mendukung pertumbuhan pada tumbuhan.
Tumbuhan berpembuluh matang dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yang semua
dikelompokkan menjadi jaringan (Kimball, 1992).
Berdasarkan asal pembentukannya, jaringan pada tumbuhan dibedakan
menjadi dua macam, yaitu jaringan primer dan jaringan sekunder. Jaringan primer
adalah jaringan yang berasal dari titik tumbuh primer (prokambium = meristem
primer), contoh jaringan primer misalnya epidermis, korteks, xilem primer, floem
primer, kambium, dan empulur (Saktiyono, 1989). Epidermis merupakan lapisan sel
teluar dari daun, bagian bunga, buah dan biji, serta dari batang dan akar sebelum
menjalani penebalan sekunder. Epidermis merupakan bagian dari jaringan pelindung
pada tumbuhan. Epidermis berasal dari jaringan meristem, lebih tepatnya yaitu
protoderma, dan berdiferensiasi menjadi jaringan pelindung berupa epidermis
(Santoso, 1987).
Jaringan sekunder adalah jaringan yang terbentuk akibat aktivitas titik
tumbuh sekunder (meristem sekunder). Pertumbuhannya disebut pertumbuhan
sekunder, ada pada Gymnospermae dan dikotil. Titik tumbuh sekunder meliputi
kambium vasis, kambium intervasis, perikambium (perisikel), dan kambium gabus
(felogen). Jaringan akan membentuk organ tertentu pada tumbuhan, seperti akar,
batang, dan daun (Saktiyono, 1989). Parenkim adalah jaringan penting pada xilem
sekunder tanaman benih, dengan fungsi mulai dari penyimpanan hingga pertahanan
dan dengan efek pada sifat fisik dan mekanik kayu (Morris et al, 2015).

II. TUJUAN
Tujuan praktikum acara sitologi yang telah dilakukan adalah:
1. Mengamati derivat epidermis seperti stomata, trikoma, sel silika dan sel
gabus.
2. Mengamati jaringa dasar seperti aktinemkim dan aerenkim.
III. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum acara histologi I diantaranya
mikroskop cahaya, object glass, cover glass, pipet, laporan sementara dan silet.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum acara histologi I adalah
irisan membujur batang tebu (Saccharum officinarum), irisan membujur daun
sosongkokan (Rhoeo discolor), irisan membujur daun jagung (Zea mays), irisan
melintang daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus), irisan membujur daun
durian (Durio zibethinus), irisan melintang petiolus bunga tasbih (Canna sp.), dan
akuades.
B. Metode
Metode yang dilakukan dalam praktikum acara histologi I antara lain:
1. Irisan membujur batang tebu (Saccharum officinarum), daun sosongkokan
(Rhoeo discolor), daun jagung (Zea mays), dan daun durian (Durio
zibethinus) dibuat setipis mungkin dengan menggunakan silet. Irisan
diletakkan di atas kaca benda, ditetesi akuades, dan ditutup dengan kaca
penutup.
2. Preparat Saccharum officinarum, Rhoeo discolor, dan Zea mays diamati
dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x, sedangkan preparat Durio
zibethinus diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x.
3. Irisan melintang daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus) dan petiolus
bunga tasbih (Canna sp.) dibuat setipis mungkin dengan menggunakan silet.
Irisan diletakkan di atas kaca benda, ditetesi akuades, dan ditutup dengan
kaca penutup.
4. Preparat Orthosiphon stamineus diamati dibawah mikroskop dengan
perbesaran 400x, sedangkan Canna sp. Diamati di bawah mikroskop dengan
perbesaran 100x
5. Semua preparat diamati, letak sel silika dan sel gabus diperhatikan, bentuk sel
epidermisnya panjang dengan dinding sel berlekuk-lekuk. Bentuk sel penutup
pada stoma diamati dan tipenya ditentukan. Bentuk dan tipe trikoma diamati
dan diperhatikan.
6. Bentuk dan susunan sel-sel parenkim diamati.
7. Semua preparat kemudian digambar dan diberi keterangan selengkapnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Keterangan :
1. Sel epidermis
1 2. Sel gabus
3. Sel silika
2
.
3

Gambar 1. Ø.B Epidermis Batang Tebu (Saccharum officinarum) Perbesaran


400x

Keterangan :
1. Sel penutup bentuk
2 halter
2. Sel tetangga
3 3. Porus
4. Sel epidermis
1 Tipe stoma : Graminae
4
Gambar 2. Ø.B Daun Jagung (Zea mays) Perbesaran 400x
Keterangan :
1. Sel penutup bentuk
1 ginjal
2. Sel tetangga
3 3. Porus
4. Sel epidermis
2
4 Tipe stoma :
Amaryllidaceae
Gambar 3. Ø.B Epidermis Daun Sosongkokan (Rhoeo discolor) Perbesaran
400x

Keterangan :
1. Jaringan Epidermis
1
atas
3 2. Jaringan Epidermis
bawah
4 3. Jaringan palisade
4. Jaringan spons
2 5. Trikoma

5 Tipe trikomata: Glanduler

Gambar 4. Ø.L Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus) Perbesaran 400x


\ Keterangan :
1. Trikoma bentuk sisik
2. Trikoma bentuk bintang

Tipe trikoma :
Non glanduler
2

1
Gambar 5. Ø.B Epidermis Bawah Daun Durian (Durio zibethinus) Perbesaran
100x

Keterangan :
1. Aktinenkim
2. Aerenkim

Gambar 6. Ø.L Petiolus Bunga Tasbih (Canna sp) Perbesaran 100x


B. Pembahasan
Jaringan permanen dibagi menjadi dua yaitu jaringan epidermis dan
jaringan parenkim (Yatim, 1987). Jaringan epidermis merupakan lapisan sel-sel
paling luar dan menutupi permukaan daun, bunga, buah, biji, batang dan akar.
Jaringan epidermis berfungsi melindungi jaringan dari lingkungan luar, berperan
dalam pengaturan pertukaran gas pada daun dan bagian permukaan luarnya
dilapisi oleh kutikula (Anu, 2017). Jaringan ini berfungsi melindungi jaringan
yang ada disebelah dalamnya. Jaringan ini tidak terdapat klorofil kecuali pada
daerah sekitar stomata. Jaringan dasar tersusun atas sel-sel parenkim yang
membentuk suatu jaringan yang sederhana pada tumbuhan yang menempati
tempat disebelah dalam jaringan epidermis. Jaringan parenkim terdiri atas sel-sel
hidup, letak selnya renggang sehingga terdapat rongga antar interseluler. Jaringan
parenkim yang terdiri atas jaringan tiang dan jaringan spons berfungsi sebagai
tempat terjadinya proses fotosintesis dan tempat menyimpan cadangan makanan
(Pratiwi, 2000).
Derivat epidermis adalah alat tambahan pada epidermis yang berasal dari
epidermis itu sendiri. Macam-macam derivat epidermis antara lain stomata,
trikomata, sel silika, dan sel gabus. Stomata berupa suatu pintu yang mempunyai
dua sel penutup di kedua samping kanan dan kirinya. Stomata lebih banyak di
permukaan bawah helaian daun dibandingkan dengan permukaan atas (Tambaru
et al, 2014). Stomata dapat berfungsi sebagai pintu keluar dan masuk udara dari
dan untuk fotosintesis, juga berfungsi dalam evaporasi untuk menjaga kestabilan
air dalam tumbuhan (Hidayat, 1995). Ada beberapa tipe stomata yang terdapat
pada tumbuhan yaitu tipe anomositik, tipe diasitik, tipe parasitik, tipe aktinositik,
tipe siklositik (Woelaningsih, 1988).
Trikomata merupakan rambut bersel satu atau bersel banyak dibentuk dari
sel epidermis yang tersusun oleh jaringan. Trikoma dibagi menjadi dua jenis yaitu
trikoma non glandular (tidak menghasilkan sekret) dan trikoma glandular
(menghasilkan sekret). Fungsi trikoma ialah untuk mengurangi penguapan,
mengurangi gangguan hewan, meneruskan rangsang, mengeluarkan madu untuk
menarik serangga, membantu penyerbukan, mencegah gangguan serangga yang
akan merusak biji, menyerap air, serta untuk memanjat (Rasyid et al., 2017).
Diantara sel-sel epidermis yang memanjang, di sebelah atas tulang daun,
terdapat sel silika dan sel gabus yang sering kali berturut-turut dibentuk dalam
pasangan. Sel silika yang berkembang mengandung badan silika yang berupa
massa silika yang isotropik dan ditengahnya berupa granula renik. Sel gabus
dindingnya mengandung suberin dan sering mengandung bahan organik yang
padat. Distribusinya menyebabkan pengerasan pada kulit batang (Mulyani, 2006).
Parenkim merupakan tipe sel yang paling banyak ditemui serta memegang
kunci dalam fungsi metabolisme. (Jensen, 2017). Parenkim terdiri atas kelompok
sel hidup yang bentuk, ukuran, maupun fungsinya berbeda-beda. Ciri utama sel
parenkim adalah memiliki dinding sel yang tipis, serta lentur. Beberapa sel
parenkim mengalami penebalan, seperti pada parenkim xilem. Sel parenkim
berbentuk kubus atau memanjang dan mengandung vakuola sentral yang besar.
Ciri khas parenkim yang lain adalah sel-selnya banyak memiliki ruang antarsel
karena bentuk selnya membulat. Parenkim yang mempunyai ruang antarsel adalah
daun. Ruang antarsel ini berfungsi sebagai sarana pertukaran gas antar klorenkim
dengan udara luar. Dinding selnya tipis, dalam hal ini jika terjadi penebalan akan
tipis pula, penebalan ini biasanya terdiri dari selulosa yang keadaannya masih
lentur (Fahn, 1991).
Sel parenkim memiliki banyak fungsi, yaitu untuk berlangsungnya proses
fotosintesis (parenkim asimilasi), penyimpanan makanan (parenkim penimbun),
pertukaran udara (parenkim udara), penyimpan air (parenkim air), dan fungsi
metabolisme lain. Parenkim asimilasi ini mengandung kloroplas dan dalam
kloroplas sering berisi butir-butir tepung asimilasi, parenkim ini berfungsi dalam
proses fotosintesis. Parenkim penimbun sebagai tempat menyimpan cadangan
makanan. Parenkim air digunakan sebagai jaringan penyimpan air, di mana air ini
terikat dalam vakuola dari sel-selnya secara aktif. Parenkim udara dengan ruang
antar sel yang besar, berperan dalam pertukaran udara/gas. Parenkim pengangkut
dengan sel yang memanjang menurut arah pengangkutannya, umumnya pada
batang (Sumardi, 1993).
Berdasarkan pengamatan, pada irisan membujur epidermis batang
Saccharum officinarum terdapat sel silika dan sel gabus di antara sel-sel
epidermisnya. Menurut Mulyani (2006), sel silika mengandung SiO2, sementara
sel gabus mengandung gabus. Sel gabus dan sel silika berfungsi untuk
memperkuat epidermis. Daun Zea mays dari Poaceae memiliki stoma bertipe
Graminae. Stomata dengan tipe gramineae memiliki ciri-ciri sel penutup
berbentuk halter, arah membukanya sel penutup sejajar dengan permukaan
epidermis (Dwijoseputro, 1984). Epidermis daun Rhoeo discolor bertipe stoma
yaitu Amaryllidaceae. Stomata tipe ini mempunyai sel penutup jika dilihat dari
atas berbentuk ginjal. Dinding punggung tipis, dinding perut lebih tebal, dinding
atas dan bawah terjadi penebalan kutikula, serta sel-sel tetangga berbatasan
dengan sel penutup (Fahn, 1991).
Daun Orthosiphon stamineus memiliki tipe trikoma yaitu glandular.
Trikom ini dapat bersel satu, bersel banyak, atau berupa sisik. Trikom glandular
terlibat dalam sekresi berbagai bahan (Campbell, 2003). Epidermis bawah daun
Durio zibethinus bertipe trikoma non glandular. Rambut uniselular sederhana
atau multiselular uniseriat, yang tidak memipih, umum dijumpai pada Lauraceae,
Moraceae, Triticium, Hordeum, Pelargonium, dan Gossypium (Mulyani, 2006).
Parenkim pada petiolus Canna sp adalah aktinenkim dan aerenkim. Parenkim
bintang (aktinenkim) dinamakan sesuai bentuknya yang menyerupai bintang
karena bersegi lima menjuntai atau lebih. Aerenkim adalah jaringan parenkim
yang mampu menyimpan udara karena mempunyai ruang antar sel yang
besar. Aerenkim banyak terdapat pada batang dan daun tumbuhan hidrofit
(Syamsuni, 2009).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Epidermis batang tebu (Saccharum officinarum) memiliki derivat epidermis
berupa stoma yaitu sel silika dan sel gabus. Daun jagung (Zea mays) memiliki
derivat epidermis berupa stoma bertipe Graminae. Epidermis daun
sosongkokan (Rhoeo discolor) memiliki derivat epidermis berupa bertipe
stoma yaitu Amaryllidaceae. Daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus)
memiliki derivat epidermis berupa tipe trikoma yaitu glandular. Epidermis
bawah daun durian (Durio zibethinus) bertipe trikoma non glandular
2. Parenkim pada petiolus bunga tasbih (Canna sp.) adalah aktinenkim dan
aerenkim. Aktinenkim adalah parenkim bercabang-cabang seperti bintang,
sedangkan aerenkim ialah parenkim penyimpan udara.
B. Saran
Praktikan disarankan untuk lebih cekatan dalam pembuatan preparat,
terutama dalam membuat preparat dengan cara mengiris, kebanyakan praktikan
masih belum dapat membuat preparat yang tipis sehingga pengamatan di bawah
mikroskop sulit diamati karena sel bertumpuk yang disesbabkan kurang tipisnya
preparat. Praktikan juga diharapkan teliti dalam mengamati preparat jaringan yang
diamati.
DAFTAR REFERENSI

Anu, O., Rampe, H. L., Pelealu, J. J. 2017. Struktur Sel Epidermis dan Stomata Daun
Beberapa Tumbuhan Suku Euphorbiaceae. Jurnal MIPA Unsrat Online, 6(1),
pp. 69-73.

Campbell, N., 2003. Biologi Jilid 3. Jakarta : Erlangga.

Dwijoseputro, D., 1984. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Gramedia.

Fahn A. 1991. Anatomi Tumbuhan, Edisi Ketiga. Yogyakarta: UGM Press.

Hidayat, E. B., 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung : ITB.

Jensen, J. K., Wilkerson, C. G. 2017. Brachypodium as an Experimental System for


The Study of Stem Parenchyma Biology in Grasses. PLoS One. 12(3), pp. 1-
13.

Kimball, J. W., 1992. Biologi. Jakarta : Erlangga.

Morris, H., 2016. A global analysis of parenchyma tissue fractions in secondary


xylem of seed plants. New Phytologist, Volume 209, pp. 553–1565.

Mulyani, S., 2006. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Pratiwi., 2000. Biologi. Jakarta : Erlangga.

Rasyid, M., Mimien, H. I., & Murni, S., 2017. Anatomi Daun Ficus racemosa L.
(Biraeng) Dan Potensinya Di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Jurnal Pendidikan, (2) 6, pp. 861-866
Saktiyono., 1989. Biologi 2. Jakarta : Bumi Aksara.

Santoso, W., 1987. Anatomi Tumbuhan. Jakarta: Penerbit Karnunika.

Sumardi, I., 1993. Struktur Perkembangan Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.

Syamsuni., 2009. Diktat Anatomi Tumbuhan. Indramayu : Universitas Wiralodra.

Tambarua, E., Umara, M. R., Latunra, A. R. & Sulaeman, M. 2014. Peranan Stomata
Bambu Betung Dendrocalamus asper (Schult f.) Backer ex Heyne Sebagai
Pengabsorbsi Karbon Dioksida di Kabupaten Toraja Utara. Jurnal Alam dan
Lingkungan, 5(10), pp. 1-6.

Wahyu, W., 2008. Potensi Antioksidan sebagai Antidiabetes. Jurnal Kedokteran


Maranatha, 2(7), pp. 193-202.

Woelaningsih, S., 1988. Diktat Penuntun Praktikum Botani Dasar: Histologi.


Yogyakarta : Lab. Anatomi Tumbuhan Fakultas Biologi Universitas Gadjah
Mada.

Yatim, W., 1987. Biologi. Bandung : Tarsito.

You might also like