You are on page 1of 9

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KEKRITISAN

DAERAH RESAPAN DI SUB DAS AEK SILANG


DAERAH ALIRAN SUNGAI DANAU TOBA
Irwan Valentinus Sihotang
Pengendali Ekosistem Hutan Muda, Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Asahan
Barumun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Email: irwanvalen.sihotang@gmail.com.

ABSTRACT
Recharge areas was instrumental in arranging water transportation system, therefore
has the ability to control surface water to absorb water into the ground so that it can overcome
the problem of flooding and drought. Conditions recharge areas greatly affected by the climate
(rainfall), soil type, slope and land use types. The research objective was to assess the effect
of environmental factors on the critical level of recharge areas and efforts to rehabilitate the
recharge areas. Analysis method using valuation techniques critically recharge areas through
overlaying maps of slope, soil type, rainfall and land use types in which each map beforehand
transformed into map form infiltration. Classification potential criticality ratings recharge areas
in the top six classes, namely good, normal naturally, potential critical, fairly critical, critical and
very critical. The results show the criticality classification recharge areas in the Aek Silang sub
watershed there are four classes, namely good, normal naturally, potential critical and fairly
critical. Recharge areas be rehabilitated is a potential critical and fairly critical start with an
area of each 7607.94 ha (38.40%) and 1384.63 ha (6.99%). Environmental factor that is
possible to do the rehabilitation effort is a land use factor, since this factor is more influenced
by aspects of human activity, while factors of slope, soil type and rainfall is difficult to control
because it is natural. Efforts to rehabilitate both vegetatively and civil technically should be
adapted to the physical condition of the land, land capability and suitability.
Keywords: recharge areas, environmental factor, critically valuation, vegetatif, civil technically

PENDAHULUAN perekonomian daerah di Sumatera Utara


Salah satu hasil sumberdaya alam khususnya dan Indonesia umumnya.
yang memiliki peranan sangat penting bagi Salah satu Sub DAS yang masih berfungsi
kehidupan setiap mahkluk hidup adalah sebagai penyumbang air secara permanen
air. Air termasuk jenis sumberdaya alam (sepanjang tahun) ke Danau Toba adalah
yang dapat diperbaharui. Pemanfaatan air Sub DAS Aek Silang (Loebis, 1999). Sub
selain untuk keperluan domestik dan DAS Aek Silang memiliki luas 19.814,72
keperluan usahatani, air juga dibutuhkan ha juga memiliki nilai strategis, karena air
untuk sektor industri dan sektor energi dari sungai tersebut dimanfaatkan untuk
yaitu pembangkit listrik. industri pembangkit listrik mini hidro
Danau Toba sebagai danau dengan kapasitas produksi listrik sebesar
terbesar di Indonesia ( 116.002,06 ha), 750 KWh.
memiliki sumberdaya air yang Faktor-faktor lingkungan, seperti
dimanfaatkan untuk berbagai sektor. Hal iklim dan karakteristik Daerah Aliran
ini menggambarkan bahwa ketersediaan Sungai (DAS) seperti bentuk dan ukuran
air Danau Toba memegang peranan DAS, topografi, geologi, tata guna lahan
penting baik bagi kelangsungan dan aktivitas manusia (Asdak, 2010;
kehidupan, juga bagi kemajuan

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KEKRITISAN


DAERAH RESAPAN DI SUB DAS AEK SILANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DANAU 23
TOBA : Irwan Valentinus Sihotang
Smith, dkk., 2015) akan mempengaruhi kondisi daerah resapan suatu wilayah
. Putri dan Purwadio (2013) (penyebaran hujan), jenis tanah,
menyatakan bahwa perubahan daerah kemiringan lahan dan jenis penggunaan
resapan menjadi lahan terbangun akan lahan terhadap tingkat kekritisan daerah
menyebabkan penurunan volume air resapan adalah dengan metode
tanah. Hal ini menggambarkan bahwa penumpang-tindihan peta (map overlay)
daerah resapan sangat berperan dalam dari masing-masing faktor lingkungan,
mengatur sistem transportasi air, karena dengan menggunakan software ARC.GIS
daerah resapan memiliki kemampuan ver.10 (Anonim, 2009; Hartono, dkk.,
mengendalikan air permukaan dengan 2013).
meresapkan air ke dalam tanah sehingga Adapun kriteria kekritisan daerah
dapat mengatasi masalah banjir dan resapan adalah sebagai berikut, Kondisi
kekeringan. baik, yaitu jika nilai infiltrasi aktual lebih
Pengubahan bentang alam, besar dibanding nilai infiltrasi potensial,
bentuk lahan dan pemanfaatan lahan misalnya skor notasi A (5) lebih besar dari
sangat berpengaruh terhadap neraca air skor notasi b (4), atau skor notasi B (4)
khususnya keajegan pengaliran, sebaran, lebih besar dari notasi c (3) dan
jumlah dan kualitas air, cadangan, seterusnya. Kondisi normal alami, yaitu
pemasukan ke tanah dan limpasan (Liu, jika nilai infiltrasi aktual sama atau tetap
2005; Ngabekti, dkk., 2007; Ongkosongo, seperti nilai infiltrasi potensialnya,
2010). Dengan kata lain, perlindungan misalnya skor notasi A (5) sama dengan
daerah resapan mampu mengatur skor notasi a (5), atau skor notasi B (4)
pendistribusian air, yaitu menyimpan air sama dengan skor notasi b (4) dan
saat musim hujan dan mengalirkannya seterusnya. Kondisi mulai kritis, yaitu
kembali pada saat musim kemarau. jika nilai infiltrasi aktual sudah turun
Kondisi faktor-faktor lingkungan suatu setingkat dari nilai infiltrasi potensialnya,
wilayah tertentu perlu dianalisis, untuk misalnya skor notasi B (4) lebih kecil 1
mengetahui tingkat kekritisan daerah tingkat dari notasi a (5), atau skor notasi C
resapan di wilayah tersebut. (3) lebih kecil 1 tingkat dari skor notasi b
Penelitian ini bertujuan untuk (4) dan seterusnya. Kondisi agak kritis,
mengkaji pengaruh faktor-faktor yaitu jika nilai infiltrasi aktual sudah turun
lingkungan terhadap tingkat kekritisan dua tingkat dari nilai infiltrasi potensialnya,
daerah resapan dan menentukan upaya- misalnya skor notasi C (3) lebih kecil 2
upaya rehabilitasi untuk mengatasi daerah tingkat dari notasi a (5), atau skor notasi
resapan yang kritis. D (2) lebih kecil 2 tingkat dari skor notasi b
(4) dan seterusnya. Kondisi kritis, yaitu
METODE PENELITAN jika nilai infiltrasi aktual sudah turun tiga
Penelitian dilaksanakan selama tingkat dari nilai infiltrasi potensialnya,
empat bulan yaitu antara Juli-Oktober misalnya skor notasi D (2) lebih kecil 3
2014. Pengumpulan data dilakukan tingkat dari skor notasi a (5), atau skor
melalui interpretasi peta kemiringan notasi E (1) lebih kecil 3 tingkat dari skor
lereng, jenis tanah, curah hujan dan tipe notasi b (4). Kondisi sangat Kritis, yaitu
penggunaan lahan di Sub DAS Aek jika nilai infiltrasi aktual sangat kecil
Silang, DAS Danau Toba, Propinsi daripada infiltrasi potensial, yaitu skor
Sumatera Utara. Peta Sub DAS Aek notasi E (1) lebih kecil dari skor notasi a
Silang. (5).
Untuk mengetahui hubungan
faktor-faktor lingkungan seperti faktor iklim

Sp SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 17 No. 2 September 2017
24
HASIL DAN PEMBAHASAN Kemiringin Lereng (Topografi)
Penjelasan mengenai kondisi Kemiringan lereng semakin datar,
kemiringan lereng (topografi), jenis tanah, maka tingkat infiltrasinya cenderung tinggi,
curah hujan, tipe penggunaan lahan, hal ini disebabkan laju pergerakan aliran
penilaian tingkat kekritisan daerah air permukaan (runoff) lebih lambat,
resapan, daerah resapan mulai kritis, sehingga potensi infiltrasi semakin besar.
daerah resapan agak kritis, upaya Klasifikasi tingkat kemiringan lereng dan
rehabilitasi secara vegetatif, dan upaya tingkat infiltrasinya secara terperinci dapat
rehabilitasi secara sipil teknis disajikan dilihat pada Tabel 1.
dibawah ini.

Tabel 1. Hubungan kemiringan lereng dengan tingkat infiltrasi


Lereng Infiltrasi
Klas Deskripsi Notasi Skor Luas (Ha) %
(%) (cm/hari)
I <8 Datar > 0,80 a 5 16.314,46 82,34
II 8 – 15 Landai 0,70 – 0,80 b 4 2.105,75 10,63
III 15 – 25 Bergelombang 0,50 – 0,70 c 3 1.030,01 5.20
IV 25 – 40 Curam 0,20 – 0,50 d 2 338,50 1,71
V > 40 Sangat curam < 0,20 e 1 26,00 0,13
Jumlah 19.814,72 100,00
Sumber : Hasil analisis peta Sub DAS Aek Silang, 2014

Jenis Tanah dapat diklasifikasi sebagaimana pada


Hasil transformasi faktor jenis Tabel 2.
tanah dalam hubungannya dengan
potensi infiltrasi (permiabilitas tanah),
Tabel 2. Potensi infiltrasi untuk setiap jenis tanah
Jenis Tanah Deskripsi Permeabilitas Infiltrasi Notasi Skor Luas %
USDA PPT (cm/jam) (cm/hari) (Ha)
Inceptisol Regosol Sedang 2,00 – 6,30 0,10–0,20 c 3 19.692,79 89,29
Oxisol Latosol Agak Kecil 0,50 – 2.00 0,04-0,10 d 4 2.037,40 10,28
Ultisol PMK Agak Kecil 0,50 – 2,00 0,04-0,10 d 4 84,53 0,43
Jumlah 19.814,72 100,0
Sumber : Hasil analisis peta Sub DAS Aek Silang, 2014

Curah Hujan 2003 sampai 2012 berdasarkan metode


Periode waktu curah hujan lebih Isohiet adalah sebesar 2.312,09 mm,
panjang maka potensi infiltrasi akan lebih sementara hari hujan sebanyak 182 hari.
besar dibandingkan dengan curah hujan Hujan infiltrasi (RD) akhirnya diperoleh
yang memiliki periode waktu yang lebih sebesar (2.312,09 x 182)/100 = 4.208
pendek. Berdasarkan kondisi tersebut, mm/tahun.
maka faktor hujan dikembangkan sebagai
faktor “hujan infiltrasi” atau disingkat “RD”,
yaitu jumlah hujan tahunan dikali jumlah
hari hujan dan dibagi 100. Curah hujan
rata-rata di Sub DAS Aek Silang tahun

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KEKRITISAN 24


DAERAH RESAPAN DI SUB DAS AEK SILANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DANAU
TOBA : Irwan Valentinus Sihotang
Tabel 3. Klasifikasi nilai “hujan infiltrasi” RD
Klas Deskripsi Nilai “RD” (mm/tahun) Notasi
III Agak besar 3500 – 4500 c
Sumber : Hasil analisis data curah hujan, 2003 – 2012

Tipe Penggunaan Lahan perkolasi melalui transpirasi. Berdasarkan


Penggunaan lahan berpengaruh fungsi dari vegetasi dan/atau penggunaan
terhadap infiltrasi lewat tiga bentuk, yaitu lahan tersebut, maka nilai tingkat infiltrasi
perakaran dan pori-pori memperbesar aktual di Sub DAS Aek Silang secara
permeabilitas tanah, vegetasi menahan kualitatif dapat dilihat pada Tabel 4.
runoff dan vegetasi mengurangi jumlah air
Tabel 4. Nilai tingkat infiltrasi aktual masing-masing penggunaan lahan
Klas Penggunaan Lahan Deskripsi Notasi Luas (Ha) %
I Hutan lahan kering sekunder Besar A 2.538,11 12,81
II Hutan tanaman industri Agak besar B 6.187,48 31,23
III Semak belukar Sedang C 1.919,16 9,69
IV Pertanian lahan kering Agak kecil D 7.697,56 38,85
V Lahan terbuka Kecil E 357,03 1,80
VI Pemukiman Kecil E 62,04 0,31
VII Sawah Kecil E 1.053,35 5,32
Jumlah 19.814,72 100,0
Sumber : Hasil analisis peta penutupan lahan di Sub DAS Aek Silang, 2014

Penilaian Tingkat Kekritisan Daerah dilakukan penumpang-tindihan peta-peta


Resapan tersebut untuk menghasilkan penilaian
Hasil transformasi nilai-nilai dan tingkat kekritisan daerah resapan. Hasil
pengkajian terhadap peta kemiringan penilaian tingkat kekritisan daerah resapan
lereng, jensi tanah, curah hujan dan peta dapat dilihat pada Tabel 5.
tipe penggunaan lahan, selanjutnya
Tabel 5. Penilaian kekritisan daerah resapan di sub DAS Aek Silang
Notasi Deskripsi Luas (Ha) %
cA Baik 2.460,21 12,42
cB Baik 6.174,70 31,16
cC Normal alami 1.894,10 9,56
cD Mulai kritis 7.531,47 38,01
cE Agak kritis 1.384,63 6,99
dA Baik 64,56 0,33
dB Baik 70,53 0,36
dC Baik 21,10 0,11
dD Normal alami 136,94 0,69
dE Mulai kritis 76,47 0,39
Jumlah 19.814,72 100,00
Sumber : Hasil Analisis Peta Sub DAS Aek Silang, 2014.
Tingkat kekritisan daerah resapan sangat kritis tidak ada/belum terjadi.
di Sub DAS Aek Silang dari Tabel 5. Rekapitulasi luas masing-masing
terbagi atas 4 (empat) klasifikasi, yaitu klasifikasi tingkat kekritisan daerah
baik, normal alami, agak kritis dan mulai resapan yang ada dapat dilihat pada Tabel
kritis, sementara klasifikasi kritis dan 6.

SP
24
SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 17 No. 2 September 2017
Tabel 6. Luas masing-masing tingkat kekritisan daerah resapan
Deskripsi Luas (Ha) %
Baik 8.791,11 44,37
Normal alami 2.031,04 10,24
Mulai kritis 7.607,94 38,40
Agak kritis 1.384,63 6,99
Jumlah 19.814,72 100,00
Sumber : Hasil analisis peta daerah resapan Sub DAS Aek Silang, 2014.
Kondisi daerah resapan di Sub DAS direhabilitasi, maka daerah resapan
Aek Silang dari Tabel 6, masih di dominasi kondisi baik dan normal alami termasuk
dengan kondisi “baik” yaitu seluas kelompok daerah resapan yang perlu
8.791,10 ha (44,37%), sedangkan kondisi dijaga kelestariannya dengan luas
daerah resapan “mulai kritis” dan “agak 10.822,15 ha (54,61%), sementara daerah
kritis” masing-masing seluas 7.607,94 ha resapan kondisi mulai kritis dan agak kritis
(38,40%) dan 1.384,63 ha (6,99%), dan termasuk kelompok daerah yang perlu
daerah resapan kategori “normal alami” direhabilitasi dengan luas 8.992,57 ha
seluas 2.031,04 ha (10,24%). Apabila (45,39%). Peta hasil penilaian tingkat
kondisi daerah resapan yang ada dibagi kekritisan daerah resapan Sub DAS Aek
atas 2 (dua) kelompok besar, yaitu daerah Silang dapat dilihat pada Gambar 2.
resapan yang perlu dijaga kelestariannya
dan daerah resapan yang perlu

Gambar 2. Peta tingkat keritisan daerah resapan di Sub DAS Aek Silang

Daerah resapan di Sub DAS Aek peningkatan kerusakan atau kekritisan


Silang yang sudah mulai kritis yaitu seluas daerah resapan menjadi agak kritis.
7.6007,94 ha (38,40%) apabila tidak Daerah resapan yang termasuk ke
dilakukan upaya-upaya konservasi melalui dalam klasifikasi agak kritis adalah daerah
kegiatan rehabilitasi akan menyebabkan yang berpenutupan lahan-lahan terbuka
dan areal persawahan. Hal ini disebabkan

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KEKRITISAN 24


DAERAH RESAPAN DI SUB DAS AEK SILANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DANAU
TOBA : Irwan Valentinus Sihotang
jenis tanaman yang ada di wilayah-wilayah yaitu seluas 1.384,63 ha (6,99%) apabila
tersebut menyebabkan tanah tidak tidak dilakukan upaya-upaya konservasi
memiliki kemampuan untuk menyerap air melalui kegiatan rehabilitasi akan
secara baik. Kondisi agak kritis berarti jika menyebabkan peningkatan kerusakan
nilai infiltrasi aktual (nilai kemampuan jenis atau kekritisan daerah resapan menjadi
tanaman untuk infiltrasi) lebih kecil dua kritis.
tingkat dari nilai infiltrasi potensialnya
(nilai/skor gabungan faktor kemiringan Upaya Rehabilitasi Secara Vegetatif
lereng, jenis tanah dan curah hujan), Penanaman hutan rakyat dapat
misalnya dari a menjadi C, atau dari b dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu
menjadi D dan dari c menjadi E. tumpang sari dan tanaman tunggal
Areal persawahan pada umumnya (monoculture) dengan jumlah tanaman
berada pada topografi yang cenderung sebanyak 400 batang/ha dengan jarak
datar (< 15%), tanaman padi memiliki tanam 5 m x 5 m. Adapun jenis tanaman
perakaran yang serabut sehingga tidak yang dikembangkan adalah tanaman yang
dapat menembus tanah yang lebih dalam bedasarkan minat masyarakat, kesesuaian
dan tanaman padi memerlukan air relatif agroklimat dan permintaan pasar.
banyak dalam proses pertumbuhannya, Pengembangan potensi hutan
yaitu 1 L/detik/ha atau 86,4m3/ha/hari rakyat di Sub DAS Aek Silang adalah
berdasarkan Neraca Sumber Air Nasional dengan segera mengaktifkan kembali
(SNI 19-6728.1-2002), sehingga bila dilihat kelompok tani hutan rakyat (Ethika, dkk.,
dari ciri-ciri areal persawahan tersebut, 2014). Peningkatan kemampuan petani
maka areal persawahan tidak cocok melalui model pendampingan,
dijadikan daerah resapan air. penyuluhan, pelatihan dan
Daerah resapan di lahan-lahan kemitraan,terutama bagaimana untuk
terbuka termasuk ke dalam kondisi agak mendapatkan posisi tawar, baik dari hasil
kritis, terjadi dikarenakan lahan terbuka kayu maupun non kayu, sehingga
tidak terdapat tanaman yang mampu pengelolaan lahan-lahan yang kurang
menahan air, hal ini menyebabkan air produktif dapat lebih intensif menjadi
hujan yang menjadi aliran permukaan lahan-lahan yang lebih produktif dan lahan
lebih besar daripada air yang tersimpan tersebut memiliki kemampuan untuk
dalam tanah (Liu, 2005; Ongkosongo, meresapkan air hujan yang berlebih.
2010; Putri dan Purwadio, 2013). Apalagi
lahan terbuka tersebut berada pada Upaya Rehabilitasi Secara Sipil Teknis
kemiringan lereng diatas 15%, air hujan Kegiatan sipil teknis yang sangat
menjadi aliran permukaan lebih cepat diperlukan sebagai upaya rehabilitasi
daripada meresap ke dalam tanah. Lahan daerah resapan adalah pembuatan teras
terbuka terdapat pada areal Hutan individu (TI), dam penahan (DPn),
Tanaman Industri yang sedang melakukan pengendali jurang (GP). Secara umum
aktivitas pembukaan lahan (land clearing) dari 3 (ketiga) kegiatan sipil teknis tersebut
untuk membersihkan tanaman-tanaman bertujuan untuk menahan laju aliran
yang tidak produktif lagi dan pada lahan- permukaan sehingga memberi waktu
lahan pertanian milik masyarakat yang aliran permukaan untuk meresap ke dalam
sebelumnya semak belukar menjadi lahan tanah melalui proses infiltrasi.
terbuka, karena direncanakan untuk Sasaran lokasi untuk pembuatan
dibangun perumahan/pemukiman. dam penahan, teras individu maupun
Daerah resapan di Sub DAS Aek pengendali jurang dapat dilakukan pada
Silang yang termasuk klasifikasi agak kritis

SP
24
SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 17 No. 2 September 2017
daerah-daerah resapan yang memiliki hujan tinggi dan kemiringan alur
persyaratan sebagai berikut: maksimal 5%.
a. Lokasi dam penahan : kondisi mulai c. Lokasi teras individu : dilakukan pada
kritis, erosi dan sedimentasi relatif lahan-lahan yang dimanfaatkan
tinggi yaitu diatas 180 ton/ha/tahun, secara intensif/terus menerus untuk
untuk pengamanan sumber-sumber budidaya tanaman semusim dan
air yang perlu dilestarikan fungsinya, hanya dibuat pada tempat yang akan
luas daerah tangkapan air 10 – 30 ha, ditanami tanaman pokok dan
kemiringan alur 15 -35% dan tinggi kemiringan 30 – 50%.
bendungan maksimal 4 meter.
b. Lokasi pengendali jurang : kondisi Pemberdayaan Masyarakat dalam
mulai kritis, kemiringan lebih besar Pengelolaan Lingkungan
dari 30% dan terjadi erosi parit/alur, Upaya-upaya atau kegiatan yang
pengelolaan lahan sangat intensif dibutuhkan untuk meningkatkan
yang dapat menimbulkan lahan-lahan pemberdayaan masyarakat dalam
terbuka, sedimentasi tinggi, curah pengelolaan lingkungan di Sub DAS Aek
Silang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan


Jenis kegiatan Sasaran kegiatan
Penyuluhan - Penyusunan rencana kegiatan kelompok
- Sosialisasi tata batas kawasan hutan
- Pengelolaan usaha budidaya pertanian dan HHBK
- Teknik konservasi tanah dan air
Rehabilitasi hutan dan lahan - Penanaman lahan-lahan kritis
- Pembuatan bangunan sipil teknis
Konservasi sumberdaya air - Pemeliharaan Sumber-sumber Air
- Pengendalian pemanfaatan air
- Perlindungan air dari pencemaran
Pemantauan dan - Pengendalian kerusakan kawasan hutan
pengawasan - Pengendalian limbah rumah tangga dan pertanian
- Perawatan bangunan sipil teknis
Sumber : Pengolahan data primer, 2014
rendah diganti dengan tanaman yang
KESIMPULAN memiliki kemampuan infiltrasi yang tinggi.
Faktor lingkungan tipe Upaya rehabilitasi untuk
penggunaan lahan yang ditransformasi memperbaiki daerah resapan yang sudah
sebagai infiltrasi aktual sangat mulai kritis dan agak kritis adalah secara
mempengaruhi kondisi kekritisan daerah vegetatif dan sipil teknis. Pelaksanaan
resapan. Penggunaan lahan merupakan kegiatan disesuaikan fungsi kawasan
aspek yang dipengaruhi oleh kegiatan (lindung, produksi atau budidaya) dan
manusia, sehingga upaya yang diperlukan morfologi DAS. Pemberdayaan
untuk memperbaiki kondisi kekritisan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
daerah resapan lebih dimungkinkan yaitu sangat dibutuhkan agar kelestarian
melalui pengaturan tata guna lahan. sumberdaya air dapat berkelanjutan.
Daerah resapan yang memiliki tanaman
yang memiliki kemampuan infiltrasi yang

25
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KEKRITISAN
DAERAH RESAPAN DI SUB DAS AEK SILANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DANAU
TOBA : Irwan Valentinus Sihotang
DAFTAR PUSTAKA Future Water Management, Ambio,
Anonim 2009. Tata Cara Penyusunan 34 (7) : 495-500.
Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan Loebis, J., 1999. Hidrologi Danau Toba
dan Lahan Daerah Aliran Sungai dan Sungai Asahan, PT.Puri Fadjar
(RTk-RHL DAS), Kementerian Mandiri, Jakarta.
Kehutanan, Jakarta. Murad, Sabani, R., dan Sukarjo, 2014.
Asdak, C., 2010. Hidrologi dan Evaluasi Tanaman Kopi di Sub DAS
Pengelolaan DAS, Gadjah Mada Batulanteh dengan Sistem Informasi
University Press, Yogyakarta. Geografi (GIS), Jurnal Ilmiah
Ethika, D., Purwanto, R.H., Senawi, dan Rekayasa Pertanian dan Biosistem,
Masyhuri, 2014. Peranan Petani 2 (1) : 9 - 12.
Terhadap Strategi Pembangunan Muta’ali, L., 2011. Environmental Carrying
Hutan Rakyat di Bagian Hulu Sub Capacity Based on Spatial
DAS Logawa di Kabupaten Planning, Indonesian Journal of
Banyumas, Jawa Tengah. Jurnal Geography, 43.(2) : 142 - 155.
Manusia dan Lingkungan. 21(3) : Nuraeni, Sugiyanto, dan Zaenal, 2013.
377 – 385. Usahatani Konservasi di Hulu DAS
Everard, M., 2015. Community-Based Jeneberang (Studi Kasus Petani
Groundwater and Ecosystem Sayuran di Hulu DAS Jeneberang
Restoration in Semi-arid North Sulawesi Selatan), Jurnal Manusia
Rajasthan (1): Socio-Economic dan Lingkungan, 20 (2) : 173 – 183.
Progress and Lessons for Ngabekti, S., Setyowati, D.L., dan
Groundwater-Dependent Areas, Sugiyanto, R., 2007. Tingkat
Ecosystem Services, 16 : 125-135. Kerusakan Lingkungan di Dataran
Fauzi, H., 2012. Pembangunan Hutan Tinggi Dieng Sebagai Database
Berbasis Kehutanan Sosial, Guna Upaya Konservasi, Jurnal
Penerbit Karya Putra Darwati, Manusia dan Lingkungan, 14 (2) :
Bandung. 93 – 102.
Hartono, F.F., Sudarsono, B., dan Ongkosongo, O.S.R., 2010. Kuala, Muara
Sasmito, B., 2012. Identifikasi Sungai dan Delta, Penerbit LIPI,
Daerah Resapan dengan Sistem Jakarta.
Informasi GIS (Studi Kasus : Sub Purnomo, D.W., Sandrawati, A., Witono,
DAS Keduang), Jurnal Geodesi J.R., Fijridiyanto, I.A., Setiyanti, D.,
Undip, 1 (1) : 1 – 9. dan Safarinanugraha, D., 2016.
Indra, T.L., 2013. Dampak Penggunaan Desain Vegetasi Bernilai Konservasi
Lahan Terhadap Tingkat Kekritisan dan Ekonomi pada Kawasan
Air Sub DAS Citarum Hulu, Majalah Penyangga Sistem Tata Air DAS
Geografi Indonesia, 27 (1) : 26 - 37. Bolango, Jurnal Manusia dan
Liu, Y., 2005. Land Use/Cover Changes, Lingkungan, 23 (1) :111 – 121.
the Environment and Water Putri, N.P., dan Purwadio, H., 2013.
Resources in Northeast China. Arahan Pengendalian Alih Fungsi
Environmental Management. 36 (5): Daerah Resapan Air Menjadi Lahan
691-701. Terbangun di Kecamatan Lembang
Jonsson, A., 2005. Public Participation in Bandung, Jurnal Teknik Pomits, 2
Water Resources Management : (1) : 1 – 6.
Stakeholder voices on Degree, Sanudin, Awang, S.A., Sadono, R., dan
Scale, Potential and Methods in Purwanto, R.H., 2015. Implementasi
Hutan Tanaman Rakyat di

24
SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 17 No. 2 September 2017
Kabupaten Pesisir Barat-Lampung
dan Kabupaten Tebo-Jambi, Jurnal
Manusia dan Lingkungan, 22 (3) :
341-349.
Simanihuruk, M., 2005. Pendekatan
Partisipatif dalam Perencanaan
Konservasi Lingkungan di DTA
Danau Toba. Jurnal Wawasan. 11
(2): 47 - 54.
Smith, B.A., Hunt, B.B., Andrews, A.Ag.,
Watson, J.A., Gary, M.O., Wierman,
D.A., dan Broun, A.S., 2015.
Surface Water-Groundwater
Interactions Along the Blanco River
of Central Texas, USA,
Environmental Earth Science,
74(12): 7633 – 7642.
Soedarjanto, S., Sartohadi, J., Hadi, M.P.,
dan Danoedoro, P., 2011. The Role
of Vegetation Cover and Catchment
Characteristics on Baseflow in Bali
Island, Indonesia Journal of
Geography, 43 (2) : 97 – 110.
Sudarmadji, Slamet, S. dan Setiadi, 2012.
Konservasi Mata Air Berbasis
Masyarakat di Kabupaten Gunung
Kidul, Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Wilonoyudho, S., 2009. Model
Pemberdayaan Masyarakat dalam
Pengendalian Banjir yang
Berwawasan Lingkungan di Kota
Semarang, Jurnal Manusia dan
Lingkungan, 16 (2) : 81 – 90.
Wirosoedarmo, R., Widiatmo, J.B.R., dan
Widyoseno, Y., 2014. Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW)
Berdasarkan Daya Dukung
Lingkungan Berbasis Kemampuan
Lahan, Agritech, 34 (4) : 463 – 472.
Yulianto, K., 2007. Menciptakan Generasi
yang Arif Lingkungan: Sebuah
Sumbangan Pemikiran Melalui
Model Pendidikan Lingkungan
Hidup. Jurnal Universitas
Paramadina, 5 (1): 15-23.

25
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KEKRITISAN
DAERAH RESAPAN DI SUB DAS AEK SILANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DANAU
TOBA : Irwan Valentinus Sihotang

You might also like