You are on page 1of 9

BIO-PEDAGOGI ISSN: 2252-6897

Volume 5, Nomor 1 April 2016


Halaman 6 - 14

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA MATERI


EKOSISTEM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR
TINGKAT TINGGI SISWA KELAS X SMA

IMPLEMENTING OF DISCOVERY LEARNING MODEL ON


ECOSYSTEM SUBJECT TO IMPROVE HIGHER ORDER
THINKING SKILL STUDENTS AT CLASS X IPA OF SMA
BHIAN ANANDA JAVANICA RUBIYANTO*, MARJONO, BASKORO ADI PRAYITNO
Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami 36 A, Surakarta, 57126, Indonesia
*Corresponding Author: bhian.java93@gmail.com

Manuscript received : 11 Januari 2016 Revision accepted: 22 Maret 2016

ABSTRACT

The research is aimed to improve higher order thinking skills students at class X IPA of SMA through the implementation of
discovery learning model on the ecosystem subject. This research was a classroom action research which consists of two
cycles. Each cycle contains four phases which were planning, acting, observing and reflecting. The subjects were students at
class X IPA of SMA totaling 32 students. The data collecting techniques of this research were using test method obtained
through essay test, and nontest method obtained through observation, interview, and documentation. The primary data is
advanced higher order thinking skill of students with Bloom revised taxonomy to analyzing, evaluating, and creating
measured using essays in accordance researchers any material indicators of ecosystem. The Data validate of this research
were triangulation method. Analysis of data using qualitative descriptive analysis technique. The Target of research is to
increase the higher order thinking skill’s students ≥25. The increase in higher order thinking skills results by the increasing
student achievement of the average score of aspects of higher order thinking skills students were: 1)aspect analyzing of
52.66 with the moderate criteria of being at base line be 66.98 with the moderate criteria of being in the cycle I, then the the
cycle II into 80,52 with a high criteria, 2)evaluating aspects of 45.83 with low criteria on base line be 64.17 with the
moderate criteria of being in the cycle I, then on the cycle II into 73.96 with moderate criteria, and 3)creating aspects of
50,31 with the moderate criteria of being at base line be 68,49 with the moderate criteria of being in the cycle I, then on the
cycle II into 76,35 with high criteria. Implication of discovery learning can increase the high order thinking skills students in
base line, Cycle I and Cycle II. The score of test each aspect of higher order thinking skill aspect were: 1)analyzing increased
by 27,86, 2)evaluating an increase of 28,13 from, and 3)creating increased by 26,04. This conclusion was implementation of
discovery learning could improveas much as ≥25 of high order thinking skills students at class X IPA of SMA.

Keywords : higher order thingking skill, discovery learning

PENDAHULUAN mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan


serta mengembangkan kemampuan berpikir adalah
Perkembangan industri, sains, dan dengan pendidikan.
teknologi yang pesat di abad 21 membawa Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
konsekuensi besar bagi kehidupan manusia. menjadi penting untuk dikembangkan melalui
Manusia dituntut untuk mampu beradaptasi dengan pembelajaran sains khususnya biologi yang
perubahan tersebut. Abad 21 dibutuhkan Sumber memiliki karakteristik pembelajaran yang
Daya Manusia (SDM) yang mampu memecahkan mempelajari tentang fenomena alam yang
permasalahan secara efisien, mengevaluasi, membutuhkan kemampuan berpikir logis, analitis,
menganalisis argumentasi, klaim dan bukti, serta sistematis, kritis, kreatif, serta kemampuan untuk
melaksanakan permasalahan non rutin (Greenhill, memecahkan berbagai masalah.
2010). Idealnya pembelajaran biologi diarahkan
Kebutuhan terhadap tantangan abad 21 untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi
tersebut salah satunya adalah kemampuan berpikir, melalui kegiatan menemukan konsep secara
yakni kemampuan berpikir yang berada pada mandiri. Berdasarkan penelitian Burke, L, A., &
tingkat yang tinggi. Berpikir merupakan salah satu Williams, J, M., (2012) menunjukan bahwa proses
media penting yang memungkinkan manusia untuk berpikir dalam kegiatan pembelajaran mandiri
BIO-PEDAGOGI 5(1): 6 - 14, April 2016

dapat meningkatkan kecerdasan dalam membangun Hasil observasi diperkuat dengan


konsep. memberikan tes essay pada tanggal 24 Maret 2016
Kemampuan berpikir menurut Yaumi berdasarkan aspek kemampuan berpikir tingkat
(2013) merupakan salah satu dari domain kognitif tinggi berjumlah 6 butir soal yang mencakup aspek
berdasarkan hierarki Bloom yang telah direvisi. kemampuan berpikir C4 (analyzing), C5
Tingkatan kemampuan berpikir tersebut meliputi: (evaluating), dan C6 (creating). Hasil tes
(C1) remembering, (C2) understanding, (C3) menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa pada
applying, (C4) analyzing, (C5) evaluating, dan aspek analyzing sebesar 52,66 dengan kriteria
(C6) creating (Anderson & Krathwohl, 2010). sedang, aspek evaluating sebesar 45,83 dengan
Kemampuan berpikir menurut Ramos, Dolipas, & kriteria rendah, dan creating sebesar 50,31 dengan
Villamor, (2013) dapat dibedakan menjadi dua, kriteria sedang. Hasil nilai rata-rata capaian kelas
yakni berpikir tingkat rendah (low order thinking sesuai dengan hasil observasi yang menunjukan
skill) dan berpikir tingkat tinggi (higher order bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
thinking skill). kelas X IPA SMA termasuk dalam kriteria nilai
Berdasarkan hasil observasi secara umum yang berada antara 40 sampai 50, yakni dengan
di kelas X IPA SMA menunjukkan bahwa proses kriteria kurang.
pembelajaran bersifat transfer knowledge atau Berdasarkan hasil diskusi antara peneliti,
bersifat satu arah yang mengakibatkan respon siswa guru biologi, dan pembimbing diputuskan untuk
cenderung untuk pasif belajar. Aktivitas siswa segera menyelesaikan satu masalah yang dianggap
hanya mencatat materi dan mendengarkan apa yang penting dari persentase gejala yang diamati paling
disampaikan oleh guru dengan bantuan media besar. Masalah yang dipilih yaitu rendahnya
power point mengakibatkan siswa tidak terlibat kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Alasan
dalam melakukan kegiatan berpikir. Dua pertiga pentingnya mengatasi masalah tersebut karena
dari alokasi waktu pembelajaran dihabiskan oleh berpikir kemampuan berpikir tingkat tinggi
guru untuk menjelaskan materi, dan siswa hanya merupakan salah satu faktor penting dalam melatih
diberi sedikit kesempatan untuk mengemukakan kecerdasan kognisi siswa yang dapat
pendapatnya. mempengaruhi pencapaian prestasi belajar.
Menurut Ahmadi, (2014) bahwa Diperkuat oleh penyataan Chatib (2012) yang
pembelajaran dengan metode ceramah menyatakan bahwa kemampuan kognisi siswa yang
mengakibatkan siswa menjadi pasif belajar, berada pada kemampuan berpikir tingkat tinggi
pembelajaran menjadi membosankan dan kurang berguna untuk hasil berpikir yang berkualitas
mengembangkan daya kritis siswa. Yunginger, dalam memahami informasi.
(2008) menambahkan bahwa banyaknya siswa Peningkatan kemampuan berpikir tingkat
yang mencatat dan mendengarkan menunjukkan tinggi siswa dapat diupayakan melalui model
oral activity yang kurang terlatih. pembelajaran yang mengakomodasi dan
Pada akhir pembelajaran guru kurang meningkatkan aktivitas kognitif siswa. Sesuai
memberi waktu pada siswa untuk menanggapi dan dengan pendapat Barak, Ben Chaim & Zoller,
menyusun pertanyaan sehingga interaksi selama (2007) bahwa pembelajaran yang bersifat
proses pembelajaran didominasi oleh guru dan konstruktivisme menekankan kebutuhan siswa
hanya 12,5% siswa yang aktif bertanya dengan belajar melalui pengalaman untuk membangun
pertanyaan yang berupa C1 dan C2. Pendapat konsep dan mengembangkan kemampuan berpikir
Deluty (2010) diperkuat oleh pernyataan Walsh dan tingkat tinggi. Salah satu model pembelajaran yang
Sattes, (2011) bahwa pertanyaan yang diajukan sesuai dengan teori konstruktivisme dan melatih
siswa merupakan tanda keterlibatan siswa dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu model
belajar dan berpikir. Observasi juga dilakukan pada pembelajaran discovery learning. Menurut Klahr &
tipe soal ulangan harian yang menunjukkan soal Nigam, (2004) discovery learning merupakan
masih bertipe C1 sampai C3. pembelajaran konstruktivis yang dilakukan dengan
Hasil observasi menunjukkan pembelajaran mengkonstruksi fenomena-fenomena, melalui
kurang melatihkan kemampuan berpikir, hal ini penyelidikan berdasarkan prosedur ilmiah untuk
didukung oleh pendapat Art-in (2012) bahwa menemukan suatu pemahaman yang luas mengenai
pembelajaran yang fokus pada proses berpikir, fenomena yang disajikan dalam pembelajaran.
yakni pembelajaran yang melibatkan pertanyaan Discovery learning terdiri dari sintaks
sehingga merangsang siswa. Selain itu, orientation, hypothesis generation, hyphotesis
kemampuan berpikir juga dilatihkan melalui testing, conclusion, dan regulation (Veermans,
pembelajaran yang menekankan pada aktivitas 2003). Orientation adalah proses membimbing
siswa dalam mencari pemahaman suatu objek, siswa untuk membangun ide awal dari materi
menganalisis dan mengkonstruksinya untuk pembelajaran yang dilakukan melalui kegiatan
membentuk pengetahuan baru dalam diri individu. membaca, mengeksplorasi, mengidentifikasi
variabel materi serta menghubungkan pengetahuan
Rubiyanto- Penerapan Model Discovery Learning

yang diperoleh terhadap masalah yang dihadapi. siswa kelas X IPA SMA melalui penerapan model
Sintaks orientation dilakukan memberikan simulasi discovery learning pada materi ekosistem. Hasil
kepada siswa yang kemudian siswa diarahkan penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran
untuk mengidentifikasi masalah berdasarkan yang jelas pada guru tentang model discovery
simulasi yang dihadapinya. Menurut Kowalski & learning pada materi ekosistem sehingga mampu
Kowalski, (2013) bahwa simulasi dapat mendorong diimplementasikan dengan optimal dan
rasa ingin tahu siswa. meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
Hypotesis generation adalah proses siswa.
menyusun hipotesis atau jawaban sementara dari
masalah yang disajikan. Prediksi bertujuan untuk METODE PENELITIAN
menganalisis solusi atau perkiraan yang efektif
dalam memecahkan masalah (Burns, Leppien, Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas X
Omdal, Gubbins, Muller & Vahidi, 2006). IPA Semester II SMA Negeri di Surakarta. SMA
Hypotesis testing adalah kegiatan pengujian ini terletak di Jalan Muhamad Yamin No. 79 Kota
kebenaran hipotesis yang dilakukan dengan cara Surakarta 57154. Telepon dan fax (0271) 718679.
merancang eksperimen, mengamati, SMA ini terletak tepat di pinggir jalan raya.
mengumpulkan data, menginterpretasikan hasil Sekolah ini menghadap ke arah utara, yakni
pembelajaran. Proses penemuan pada kegiatan menghadap jalan kecil, di sebelah kiri atau barat
hypothesis testing diiringi kegiatan menganalisis, SMA ini terdapat selokan besar, sedangkan di
mengevaluasi, dan mencipta. Conclusion adalah belakang atau sebelah timur SMA merupakan
kegiatan pengambilan kesimpulan berdasarkan pemukiman warga. Pelaksanaan penelitian
hasil penemuan. Siswa akan menyimpulkan apakah dilakukan secara bertahap, secara garis besar dapat
(bukti) hasil eksperimen yang dilakukan sesuai dibagi menjadi tiga tahap yakni tahap persiapan,
dengan hipotesis ataukah terjadi perbedaan antara pelaksanaan, dan penyusunan laporan. Metode
hasil eksperimen dengan hipotesis. penelitian yang digunakan adalah Penelitian
Mengidentifikasi perbedaan (comparing) antara Tindakan Kelas (PTK), terdiri dari 4 tahapan dasar
hasil eksperimen dan hipotesis merupakan yang saling terkait dan berkesinambungan, yaitu
kemampuan dasar yang melatih siswa untuk perencanaan (planning), pelaksanaan (acting),
berpikir kompleks (Burns, et al., 2006). Regulation pengamatan (observing) dan refleksi (reflecting).
adalah proses evaluasi yang dilakukan siswa untuk Penelitian ini menerapkan model learning cycle 5E
mengelola perubahan yang diperoleh siswa setelah untuk mengetahui peningkatan partisipasi aktif
kegiatan pembelajaran. Evaluasi adalah suatu siswa. Tindakan berlangsung pada semua siklus
proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk (minimal 2 siklus) pada materi Ekosistem hingga
menentukan kualitas suatu objek berdasarkan target peningkatan partisipasi aktif tercapai.
pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka Observasi awal dilakukan untuk mengetahui
pembuatan kesimpulan (Arifin, 2009). kondisi awal proses pembelajaran. Penelitian ini
Discovery learning memiliki karakteristik bertujuan untuk memecahkan masalah yang timbul
masalah yang dihadirkan harus berdasarkan dalam kelas. Penelitian dilaksanakan dengan
fenomena nyata dalam kehidupan sehari-hari berkolaborasi bersama guru bidang studi.
(Akinoglu & Tandogan, 2007). Materi yang cocok Data yang dikumpulkan berupa data primer
untuk memenuhi kriteria pembelajaran discovery dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan
learning adalah Ekosistem karena karakteristik merupakan hasil berupa kemampuan berpikir
materi pada ekosistem membahas mengenai tingkat tinggi siswa yang diukur melalui tes soal
lingkungan dengan menghadirkan berbagai berpikir tingkat tinggi yang melingkupi aspek
fenomena nyata yang sangat erat kaitannya dengan kemampuan berpikir C4 (analyzing), C5
kehidupan sehari-hari manusia. (evaluating), dan C6 (creating) dengan
Discovery learning sebagai alternatif menggunakan soal essay yang dipecah menjadi 8
pembelajaran yang mengakomodasi dan melatih kategori kognitif, yakni: membedakan,
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa di kelas mengorganisasikan, mengatribusi, memeriksa,
yang menempatkan aspek berpikir tingkat tinggi mengkritik, merumuskan, merencanakan dan
seperti: menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta memproduksi. Data sekunder meliputi observasi
sebagai bagian penting pada setiap sintaks keterlaksanaan sintaks model discovery learning
kegiatannya. Berdasarkan latar belakang di atas secara langsung dengan menggunakan lembar
maka perlu dilakukan penelitian dengan judul: observasi, wawancara sebagai klarifikasi
“Penerapan Model Discovery Learning pada Materi pertanyaan yang dilakukan oleh peneliti kepada
Ekosistem untuk Meningkatkan Kemampuan siswa dan guru serta dokumentasi berupa rekaman
Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kelas X IPA SMA”. video selama proses pembelajaran atau arsip yang
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendukung penelitian.
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
BIO-PEDAGOGI 5(1): 6 - 14, April 2016

Teknik yang digunakan untuk


100
mengumpulkan data penelitian meliputi: tes, 80,52 76,35
73,96 68,49
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik 80 66,98 64,17

Capaian Nilai
analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif 60 52,66 50,31
45,83
berdasarkan hasil observasi dan refleksi dari tiap
40
siklus. Prosedur dan langkah-langkah dalam
penelitian tindakan kelas ini mengikuti model yang 20
dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart, 0
(2005) berupa model spiral yaitu dalam satu siklus Menganalisis Mengevaluasi Mencipta
terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, observasi
dan refleksi. Pratindakan Siklus I Siklus II

Gambar 1. Perbandingan Capaian Nilai Kemampuan


Berpikir Tingkat Tinggi Siswa tiap Aspek pada
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pratindakan, Siklus I, dan Siklus II.

Hasil penelitan ditampilkan pada Tabel Peningkatan kemampuan berpikir


dan gambar di bawah ini: tingkat tinggi siswa tersebut juga didukung oleh
Tabel 1. Perbandingan Nilai Rata-rata Kemampuan peningkatan hasil wawancara dengan guru dan
berpikir tingkat tinggi siswa pada Pratindakan, Siklus I siswa, juga pengamatan yang dilakukan oleh
dan Siklus II. observer. Berdasarkan hasil observasi proses
Base Siklus Siklus Kenaikan
pembelajaran terjadi peningkatan aspek
Aspek Ket. kemampuan berpikir tingkat tinggi pada setiap
line I II Nilai
Menganalisis 52,66 66,98 80,52 27,86 Tercapai sintaks discovery learning. Hal ini dikarenakan
Mengevaluasi 45,83 64,17 73,96 28,13 Tercapai siswa sudah terbiasa untuk merumuskan masalah,
Mencipta 50,31 68,49 76,35 26,04 Tercapai mengajukan hipotesis, menguji hipotesis, dan
melakukan studi literatur sendiri sehingga mereka
dapat mengenali bukti, menjawab hipotesis, dan
Berdasarkan Tabel 1. Dapat diketahui bahwa menarik kesimpulan dengan menggunakan
terdapat peningkatan hasil tes kemampuan berpikir pertimbangan induktif atau deduktif.
tingkat tinggi siswa melalui model discovery Hasil wawancara menunjukan pendapat
learning dari pratindakan, siklus I, dan siklus II. siswa yang mengalami kemajuan dalam cara
Peningkatan terjadi pada setiap aspek kemampuan menyampaikan pendapat, memahami materi
berpikir tingkat tinggi. Aspek menganalisis pembelajaran di kelas, aktif mengikuti kegiatan
meningkat 27,86 dari base line, aspek pembelajaran, dapat berbagi pendapat kepada
mengevaluasi meningkat 28,13 dari base line, dan teman sekelas, berani untuk mengajukan
aspek mencipta meningkat 26,04 dari base line. pertanyaan/ide/gagasan, dan meningkatkan nilai
Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat Biologi siswa. Kemajuan siswa tersebut
peningkatan yang terjadi antara pratindakan menunjukan telah berjalannya kemampuan berpikir
menuju siklus I. Peningkatan tersebut dapat terjadi siswa yang salah satunya adalah kemampuan
akibat adanya perlakuan berupa pembelajaran berpikir tingkat tinggi siswa, yakni pada aspek
Biologi dengan model discovery learning. menganalisis, mengevaluasi dan mencipta.
Sedangkan peningkatan pada siklus I menuju siklus Penerapan Model Discovery Learning
II terjadi akibat refleksi perbaikan yang dilakukan pada penelitian ini telah mampu meningkatkan
pada siklus sebelumnya. Dapat terlihat pula aspek kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada
dari kemampuan menganalisis pada siklus II setiap aspek. Peningkatan tersebut meliputi aspek
memiliki jumlah yang tertinggi, yakni 80,52, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta hingga
kemudian diikuti kemampuan mencipta 76,35, dan ≥25 dari profil awal siswa. Kemampuan berpikir
kemampuan mengevaluasi 73,96. Perbandingan tingkat tinggi merupakan kemampuan yang
pencapaian nilai kemampuan berpikir tinggi siswa sangat penting dalam proses pendidikan, karena
masing-masing aspek menganalisis, mengevaluasi kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat
dan mencipta pada pratindakan, siklus I, dan siklus mempengaruhi siswa kecepatan dan efektivitas
II dapat dilihat pada Gambar 1. sebagai berikut: siswa belajar (Heong, et al., 2011). Berpikir
tingkat tinggi dimaksudkan sebagai kemampuan
berpikir untuk menganalisis, berpikir kritis,
berpikir kreatif, dan memecahkan masalah
sehingga dapat membuat keputusan yang masuk
akal mengenai apa yang akan dikerjakan (Ramos,
et al., 2013). Kemampuan berpikir tingkat tinggi
siswa didapatkan dari kegiatan aktif mengkonstruk
Rubiyanto- Penerapan Model Discovery Learning

suatu informasi, yakni mengkaitkan konsep yang pembelajaran yang bersifat konstruktivisme yang
telah dipelajari dengan kegiatan yang ditemuinya dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat
sehari-hari melalui pengamatan, penyelidikan, tinggi salah satunya adalah kemampuan berpikir
pekerjaan rumah yang menyajikan berbagai analitisnya. Siswa disajikan fenomena ekosistem
kesempatan untuk berpikir, dan tes yang dirancang yang ada di kelas kemudian guru meminta siswa
untuk mengembangkan kemampuan berpikir untuk mengidentifikasi masalah yang ditampilkan.
tingkat tinggi. Hasil observasi tindakan Menurut Zane (2013) mengidentifikasi merupakan
menunjukkan siswa menjadi lebih aktif dalam subskill dari kemampuan menganalisis. Semua
mencari sumber informasi untuk belajar, bertanya, siswa memperhatikan gambar yang disajikan dan
mengeluarkan ide-ide, dan berpikir. Hal ini terjadi antusias dalam menyebutkan perbedaaan serta
karena kegiatan diskusi siswa baik secara langsung persamaan dari gambar-gambar. Semua peserta
maupun tidak langsung menjadi lebih interaktif dan didik memperhatikan gambar yang disajikan dan
mendalam. Salter, & Conneely, (2015) mengatakan antusias dalam menyebutkan perbedaaan serta
bahwa pembelajaran yang di dalamnya terdapat persamaan dari gambar-gambar. Hasil tanggapan
kegiatan untuk berdiskusi dapat memberdayakan ditulis dalam papan tulis untuk dihubungkan dan
siswa menjadi lebih aktif, dan responsif mengikuti disusun pertanyaan sebagai bahan untuk diskusi.
pembelajaran. Sintaks orientation merupakan proses
Model discovery learning merupakan membimbing siswa untuk membangun ide awal
model pembelajaran yang membantu siswa dari materi pembelajaran yang dilakukan melalui
menemukan pengetahuan yang dirumuskan dan kegiatan membaca, mengekplorasi,
mendorong kemampuan berpikir siswa mengidentifikasi variabel materi serta
menggunakan kemampuan berpikir secara analitis, menghubungkan pengetahuan yang diperoleh
evaluatif dan kreatif dalam mencipta. Model terhadap masalah yang dihadapi. Kegiatan orientasi
discovery learning memfasilitasi siswa untuk pembelajaran dapat memberikan dampak rasa ingin
melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini tahu siswa terhadap masalah yang ditemuinya.
sesuai dengan penelitian Meyer (2010) yang Rasa ingin tahu siswa tersebut merupakan respon
menunjukkan bahwa proses penemuan (discovery) belajar aktif siswa. Pernyataan ini diperkuat oleh
dalam pembelajaran akan membantu siswa Litman (2005) bahwa rasa ingin tahu adalah
memahami dan menganalisis proses kreativitas dan keinginan untuk mengetahui sesuatu, dorongan
pengambilan keputusan pada temuannya. untuk mencari pengalaman, dan memperoleh
Penggunaan model discovery learning pada informasi mengenai pengetahuan, sehingga
pembelajaran Biologi sebaiknya siswa diberikan diperlukan dorongan untuk membuat siswa menjadi
porsi belajar yang lebih untuk mencari jawabannya, aktif.
karena pada dasarnya model discovery learning Sintaks hypothesis generation, yaitu
didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang kegiatan penyusunan hipotesis dari masalah yang
terjadi bila siswa tidak disajikan dengan pelajaran dibentuk. Pada siklus I dan siklus II siswa secara
dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa berkelompok menyusun hipotesis berdasarkan
mengorganisasi sendiri kegiatan belajar yang pengetahuan yang diketahui siswa dan kajian
dilakukannya sehingga siswa mampu menemukan literatur. Berdasarkan proses yang dilakukan pada
konsep atau jawaban atas permasalahan yang kegiatan ini siswa dilatih untuk meningkatkan
dihadapinya selama proses pembelajaran. Model aspek analyzing & creating. Aspek analisis yang
discovery learning memiliki rangkaian kegiatan dilakukan siswa pada sintaks ini, yakni memilah
belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh informasi yang relevan untuk menjawab hipotesis
kemampuan berpikir siswa untuk mencari dan dan menghubungkan antara informasi satu dengan
menyelidiki secara sistematis, logis, kritis, analitis. yang lain yang diperoleh siswa sehingga tersusun
Sintaks pada model discovery learning jawaban yang koheren atau berkesinambungan.
menempatkan aspek berpikir tingkat tinggi yang Pembentukan hipotesis tidak terlepas dari
terwujud dalam kegiatan menganalisis, kemampuan berpikir mencipta siswa. Proses
mengevaluasi dan mencipta sebagai bagian penting menciptakan gagasan terjadi melalui restrukturisasi
pada setiap sintaks kegiatannya. Proses dan berhubungan pengetahuan dan pengalaman
pembelajaran yang dilakukan siswa dalam dalam cara yang baru. Heong, dkk. (2012)
discovery learning menurut Veermans (2003) mengatakan bahwa membentuk ide dengan
meliputi 5 sintaks, yaitu: orientation, hypothesis menciptakan gagasan merupakan indikasi jelas dari
generation, hypothesis testing, conclusion, dan proses berpikir.
regulation. Sintaks orientation proses membimbing Sintaks hypothesis testing, yaitu kegiatan
siswa untuk membangun ide awal dari materi pengujian kebenaran hipotesis yang dilakukan
pembelajaran. Menurut Barak, et al.,(2007) dengan cara mengumpulkan informasi dari
menyatakan bahwa pembelajaran dengan berbagai sumber dengan panduan Lembar Kerja
membangun pengetahuan siswa merupakan Siswa (LKS). Pada siklus I dan siklus II siswa aktif
BIO-PEDAGOGI 5(1): 6 - 14, April 2016

bertanya dan menganalisis data yang diperoleh. Kompetensi yang didapatkan dari
Aspek kemampuan berpikir tingkat tinggi yang kemampuan berpikir analitis adalah
muncul dalam sintaks ini, yakni analyzing, mengidentifikasi dan mengklasifikasikan aspek
evaluating, dan creating. Analisis yang dilakukan yang berbeda dari sebuah objek, cerita, atau
siswa dalam memilah informasi yang relevan kejadian menjadi bagian-bagian kecil, dan
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan diskusi, menemukan hubungan antarkomponen yang saling
kemudian menghubungkan informasi-informasi terkait (Sitthipon, A., 2012). Siswa mulai dilatihkan
yang diperoleh sehingga membentuk informasi kemampuan menganalisis pada setiap sintaks
yang berkesinambungan serta upaya masing- discovery learning, yakni dengan melakukan
masing siswa untuk berpendapat dalam pengamatan, kemudian mengumpulkan data
menyumbangkan solusi LKS. Siswa secara dengan mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS)
berkelompok akan saling mengevaluasi, yakni tentang komponen-komponen penyusun ekosistem
memeriksa jawaban dengan memanfaatkan sumber secara berkelompok pada siklus I. Hasil nilai tes
belajar lain seperti internet sehingga membantu kemampuan analisis siswa pada siklus I mencapai
dalam memahami solusi yang didiskusikan. 66,98 dengan kriteria sedang. Aspek analisis yang
Jawaban dalam satu kelompok dapat berbeda-beda, terkategori sedang menunjukan siswa mampu
namun siswa selalu mencari sumber referensi yang mengidentifikasi informasi utuh menjadi bagian-
relevan dan terpercaya guna mengetahui mana bagian kecil, dan menemukan hubungan
jawaban yang tepat. Penggunaan diskusi dapat antarkomponen yang saling terkait. Pada siklus II
mengembangkan berbagai keterampilan diri siswa siswa membahas aliran energi yang terjadi dalam
seperti keterampilan berpikir, bertanya, ekosistem yang meliputi: rantai makanan, jaring-
berkomunikasi, menafsirkan dan menyimpulkan jaring makanan, serta piramida ekologi. Siswa
bahasan (Sumantri & Permana, 2001). sudah mulai dapat menganalisis data pengamatan
Sintaks conclusion, yaitu kegiatan yang didapat dari hasil diskusi secara kelompok.
pembandingan antara hasil diskusi dengan hipotesis Hasil nilai tes pada siklus II mencapai 80,52
yang telah disusun. Pada siklus I dan siklus II siswa dengan kriteria tinggi. Aspek analisis yang
secara berkelompok mendiskusikan kesimpulan terkategori tinggi menunjukan siswa mampu
akhir dari rumusan masalah yang diperoleh. Pada menemukan adanya bias informasi berdasarkan
siklus I siswa mengalami kesulitan dalam pada sudut pandang yang berbeda dari suatu bentuk
menyusun kesimpulan karena belum memahami komunikasi.
cara penyusunan kesimpulan yang benar. Pada Peningkatan terjadi karena siswa terlatih
siklus II siswa dapat menyusun kesimpulan dengan menggunakan kemampuan analisis dalam proses
bantuan bimbingan dari guru. Aspek yang identifikasi masalah dengan cara fluent thinking
dilatihkan dalam sintaks ini, yaitu aspek analyzing. skill, yaitu kegiatan yang secara sistematis melatih
Aspek menganalisis dilakukan dengan memilah siswa berpikir mengenai topik yang dipelajari
hasil diskusi yang relevan sesuai dengan rumusan dengan membimbing siswa untuk menyusun
masalah dan membandingkannya dengan hipotesis berbagai pertanyaan (Robbins, 2011). Proses
untuk disusun kesimpulan yang benar kemudian identifikasi merupakan subskill dari kemampuan
siswa memberi pendapat mengenai kesimpulan analisis (Zane, 2013) sehingga dengan
yang sesuai. membiasakan siswa melakukan identifikasi
Sintaks regulation merupakan kegiatan masalah dapat meningkatkan kemampuan analisis.
pengelolaan hasil pembelajaran yang telah Kemampuan menganalisis diperlukan untuk
dilakukan. Pada siklus I dan siklus II dilakukan menghubungkan pecahan-pecahan dari bagian
dengan membimbing siswa menyimpulkan hasil sebuah informasi sehingga dapat menentukan
pembelajaran yang diperoleh, melakukan tanya- maksud dari informasi tersebut. Setelah
jawab dari hasil penemuan yang perlu diperjelas menganalisis informasi, aktivitas selanjutnya
dan review dari guru untuk melengkapi adalah mengevaluasi.
pengetahuan dan membenarkan konsep siswa yang Kemampuan mengevaluasi diperlukan
salah. Pada sintkas regulation dilakukan juga setelah mengetahui hubungan dari pecahan dari
evaluating yang bersifat diagnostik dengan suatu informasi, yaitu untuk mengetahui apakah
menyelesaikan tes uraian untuk mengetahui informasi tersebut dapat dipercaya atau tidak
kemampuan kognitif siswa sebagai perbaikan dengan mencari validitas informasi melalui
pelajaran selanjutnya. Aspek yang dilatihkan dalam pengalaman dan opini seseorang. Siswa dilatihkan
sintaks ini, yaitu aspek analyzing, yakni saling kemampuan mengevaluasi pada sintaks hypothesis
bertukar pendapat berdasarkan sudut pandang testing dan regulation dari model discovery
masing-masing siswa terhadap pembelajaran yang learning. Kegiatan mengevaluasi terlihat dari
telah diperoleh. aktifitas siswa memeriksa kesesuaian bagian-
bagian dari suatu informasi secara berkelompok.
Siswa menguji kesesuaian kesimpulan dengan
Rubiyanto- Penerapan Model Discovery Learning

hipotesis dan hasil hasil eksperimen yang menuliskan hasil diskusi dibanding mengajukan
diperoleh. Pada siklus I siswa mengevaluasi pertanyaan dan berpartisipasi aktif dalam diskusi
mengenai komponen-komponen penyusun karena merasa kontribusinya tidak mampu
ekosistem yang ada di lokasi sekolah. Siswa memberikan banyak pengaruh terhadap
menggunakan kemampuan berpikir evaluasi penyelesaian masalah kelompok. Komunikasi
bersama dengan berkelompok. dalam kelompok menyediakan kesempatan bagi
Hasil tes kemampuan mengevaluasi pada siswa untuk merefleksi penjelasan mereka dan
siklus I mencapai 64,17 dengan kriteria sedang. memperkirakan implikasi lebih lanjut dari hasil
Aspek mengevaluasi yang terkategori sedang temuan mereka. Hubungan antara pertanyaan yang
menunjukan siswa mampu menemukan diajukan dengan penjelasan yang didapat setelah
inkonsistensi dari suatu informasi, membuat melaksanakan kegiatan pengujian hipotesis dapat
keputusan berdasarkan kriteria yang telah diketahui dengan baik melalui komunikasi.
ditetapkan, dan mengkritisi keputusan yang telah Ciri yang terlihat dari kemampuan berpikir
dibuat. Selanjutnya pada siklus II kegiatan mencipta, yakni adanya kegiatan yang mengarah
mengevaluasi membahas aliran energi yang terjadi dalam menyusun sesuatu dari yang telah dipelajari
dalam ekosistem yang meliputi: rantai makanan, menjadikan suatu gagasan yang baru atau yang
jaring-jaring makanan, serta piramida ekologi yang belum pernah dilakukan melalui merencanakan
terjadi di dalam suatu ekosistem. berbagai solusi, kemudian merancang langkah yang
Hasil nilai tes pada siklus II mencapai sesuai sehingga tercipta suatu produk baru itu.
73,96 dengan kriteria sedang. Aspek mengevaluasi Siswa dilatihkan kemampuan mencipta pada
yang terkategori sedang menunjukan siswa mampu Sintaks hypothesis generation dan hypothesis
menemukan inkonsistensi dari suatu informasi, testing dari model discovery learning. Kegiatan
membuat keputusan berdasarkan kriteria yang telah mencipta terlihat dari aktifitas siswa menyusun
ditetapkan, dan mengkritisi keputusan yang telah hipotesis atau jawaban sementara, kemudian secara
dibuat. Meskipun pada siklus I mengalami berkelompok siswa menyusun ide untuk
peningkatan sebesar 18,34 dari pratindakan dan menyelesaikan masalah siswa yang telah
pada siklus II mengalami peningkatan sebesar disepakati. Pada siklus I ide siswa untuk
28,13 dari pratindakan, tetapi jika dilihat dari memecahkan masalah dari hipotesis, yakni dengan
perbandingan antara siklus I dan II mengalami melakukan pengamatan komponen-komponen
penurunan. Hal ini dapat dilihat dari nilai kategori penyusun ekosistem di lokasi sekolah.
dari aspek mengevaluasi, yakni pada kategori soal Hasil nilai tes kemampuan mencipta pada
mengkritik (critiquing) yang turun sebesar 3,13. siklus I mencapai 68,49 dengan kriteria sedang.
Hal ini dikarenakan pada aspek mengevaluasi Aspek mencipta yang terkategori sedang
yakni, kategori mengkritik (critiquing) merupakan menunjukan siswa mampu membuat hipotesis dan
salah satu kemampuan yang dianggap kompleks. mendeskripsikan rencana solusi masalah dan
Seseorang perlu mengerti teori terlebih dahulu merancang cara pengerjaan dengan memadukan
sebelum melakukan penilaian, sehingga bagian-bagian dari langkah pengerjaan manjadi
memerlukan waktu yang lebih lama untuk melihat kesatuan yang baru dalam rangka pembuktian
peningkatan yang lebih signifikan. untuk hipotesis yang telah ditetapkan. Selanjutnya
Penurunan pada aspek mengevaluasi juga pada siklus II kegiatan mencipta membahas aliran
dapat disebabkan dari keterlaksanaan pada sintaks energi yang terjadi dalam ekosistem yang meliputi:
regulation yakni, pada saat guru mereview hasil rantai makanan, jaring-jaring makanan, serta
belajar siswa. Guru memberikan penjelasan materi piramida ekologi.
yang terlalu singkat dan cepat sebelum siswa dapat Hasil nilai tes pada siklus II mencapai
menilai informasi tersebut. Pada lembar observasi 76,35 dengan kriteria tinggi. Aspek mencipta yang
keterlaksanaan sintaks discovery learning pada terkategori tinggi menunjukan siswa mampu
siklus II, guru mereview pembelajaran terlalu membuat hipotesis dan merencanakan solusi
cepat. Siswa tidak dapat terlebih dahulu memproses dengan mengorganisasikan unsur-unsur atau
hasil diskusi secara kelompok dengan teori atau bagian-bagian menjadi struktur baru yang belum
informasi. Selain dikarenakan faktor-faktor yang pernah ada sebelumnya (orisinil) dan kreatif.
telah dijelaskan, diduga capaian kemampuan Meskipun pada siklus I mengalami peningkatan
mengevaluasi untuk kategori soal mengkritik sebesar 18,18 dari pratindakan dan siklus II
(critiquing) siswa di kelas X IPA SMA tersebut mengalami peningkatan sebesar 26,04 dari
disebabkan oleh kemampuan adaptasi dari dalam pratindakan, tetapi jika dilihat dari perbandingan
diri siswa di kelas yang masih kurang, sehingga antara siklus I dan II mengalami penurunan. Hal ini
mengakibatkan beberapa siswa tidak banyak dapat dilihat dari kategori mencipta, yakni kategori
terlibat dalam diskusi dan tanya jawab kelompok, soal merencanakan (planning) yang turun sebesar
sehingga jarang sekali mengajukan pertanyaan. 1,88.
Beberapa siswa lain cenderung memilih untuk
BIO-PEDAGOGI 5(1): 6 - 14, April 2016

Data kemampuan berpikir tingkat tinggi meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
siswa kelas X IPA SMA mengalami fluktuasi pada siswa serta sebagai alternatif dalam memilih sistem
siklus I dan II. Penurunan hasil tes kemampuan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas
berpikir tingkat tinggi pada beberapa aspek terjadi pembelajaran biologi di kelas.
dikarenakan siswa yang kurang terlibat aktif pada
masing-masing tahap pembelajaran Biologi. Siswa
mengerjakan aktivitas lain seperti mengerjakan UCAPAN TERIMAKASIH
tugas selain Biologi dan membicarakan hal di luar
konteks pelajaran. Setiap sintaks dari model Peneliti menyampaikan terima kasih pada
discovery learning mengakomodasi siswa untuk seluruh pihak yang membantu terselesaikannya
memberdayakan masing-masing aspek kemampuan penelitian ini hingga tahap penyusunan laporan.
berpikir tingkat tinggi. Kurangnya keterlibatan
dalam setiap sintaks discovery learning membuat
siswa kurang maksimal dalam melatihkan setiap DAFTAR PUSTAKA
aspek kemampuan berpikir analyzing, evaluating,
dan creating sehingga capaian kemampuan berpikir Ahmadi, R. (2014). Pengantar Pendidikan. Yogjakarta:
tingkat tinggi yang diperoleh menurun. Ar-Ruzz Media.
Secara keseluruhan capaian nilai aspek Akinbobola,A.O. & Afolabi,F. (2010). Constructivist
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada Pratices Through Guided Discovery Approach: The
Effect on Student Cognitive Achievement in
siklus I dan II sudah meningkat dibandingkan Nigerian Senior Secondary School Physics. Eurasian
dengan pratindakan karena setiap sintaks dari Journal of Physics and Chemistry Education.Vol 2
model discovery learning dalam memberdayakan (1) :16-25.
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa terlatih Akınoğlu, O., & Tandogan, R. O. (2007). The Effects of
dengan baik. Peningkatan pada siklus II telah Problem-Based Active Learning in Science
memenuhi target penelitian ≥25 dikarenakan siswa Education on Students’ Academic Achievement,
sudah mulai terbiasa dan memahami cara-cara Attitude and Concept Learning. Eurasia Journal of
menyelesaikan LKS, peningkatan bimbingan yang Mathematics, Science & Technology Education, 3(1),
dilaksanakan oleh guru dan penambahan sumber 71-81.
Anderson,L.W., & Karthwohl, D. R. (Eds). (2010).
referensi serta media video yang memberikan Kerangka Landasan untuk Pembelajaran,
gambaran yang lebih luas kepada siswa. Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Pelajar.
dan siswa menyatakan bahwa siswa lebih Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT
memahami dan lebih leluasa serta antusias dalam Remaja Rosdakarya.
menyampaikan pendapat maupun mengajukan Art-in, S. (2012). Development of teacher's Learning
pertanyaan mengenai materi pembelajaran sehingga Management emphasizing on Analytical Thinking in
pembelajaran menjadi tidak membosankan, hasil Thailand. Social and Behavioral Science , 3339-
wawancara dengan guru menjelaskan bahwa 3344.
Barak,M., Ben C,D., & Zoller,U. (2007). Purposely
pembelajaran siklus II tidak mengalami kendala Teaching for The Promotion of Higher Order
karena telah dilakukan evaluasi pada siklus I, selain Thingking Skills : A Case of Critical Thingking.
itu siswa juga telah mampu menyesuaikan diri Research Science Education,37, 353-369.
sehingga pembelajaran menjadi lebih lancar dan Burke, Lynsey. A., & Williams, J. M. (2012). The Impact
aktif. of a thinking Skills Intervention on Children’s
Concepts of Intelegence. Journal Thinking Skill and
KESIMPULAN Creativity, (7) 145-152.
Burns, D.E., Leppien, J., Omdal, S., Gubbins, E. J.,
Berdasarkan hasil penelitian dapat Muller, L& Vahidi,S. (2006). Teachers' Guide for the
Explicit Teaching of Thinking Skills. University of
disimpulkan bahwa ada peningkatan kemampuan Connecticut: The National Research Center on the
berpikir tingkat tinggi siswa sebesar ≥25 melalui Gifted and Talented.
penerapan model discovery learning pada siswa Chatib, M. (2012). Orangtuanya manusia:Melejitkan
kelas X IPA SMA. Model Discovery Learning Potensi dan Kecerdasan dengan Menghargai Fitrah
memiliki sintaks pembelajaran yang dapat Setiap Anak. Bandung: Kaifa.
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi Deluty, E. W. (2010). Asking Questions:Cultivating the
siswa. Habit of Inquiry. The Nea Higher Education
Hasil penelitian ini secara teoritis dapat Journal, 135- 138.
dijadikan sebagai referensi dalam pengembangan Heong, Y. M., Othman, W., Yunos, J., Kiong, T.,
Razali., & Mohamad, M. (2011). The Level of
penelitian tindakan kelas lebih lanjut dalam rangka Marzano Higher Order Thinking Skills among
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi Technical Education Students. International Journal
siswa. Secara praktis dapat diterapkan pada proses of Social Science and Humanity, Vol. 1, No. 2.
pembelajaran materi ekosistem untuk
Rubiyanto- Penerapan Model Discovery Learning

Heong, Y. M., Othman, W., Yunos, J., Kiong, T.,


Razali., & Mohamad, M. (2012). The needs analysis
of learning higher order thinking skills for generating
ideas. Journal Social and Behavioral Sciences 59,
197 – 203.
Greenhill, V. (2010). 21st Century Knowledge and skill
in Educator Preparation. Partnership for 21st Century
Skill.
Klahr, D., & Nigam, M. (2004). The Equivalence of
Learning Paths in Early Science Instruction: Effects
of Direct Instruction and Discovery Learning.
Psycological Science , XV (10), 661-667.
Kemmis, S., & McTaggart, R. (2005). Participatory
Action Research: Communicative Action and the
Public Sphere. In I. K. Denzin, Handbook of
Qualitative Research (pp. 559-600). California: Sage.
Kowalski, F. V., & Kowalski, S. E. (2012, October).
Enhancing Curiosity Using Interactive Simulations
Combined With Real-Time Formative Assessment
Facilitated by Open-Format Questions on Tablet
Computers. Frontiers in Education Conference (FIE)
, 1-6.
Litman. (2005). Curiosity and the Pleasure of Learning:
Wanting and Liking New Information. Journal of
Cognition and Emotion.
Ramos, J, L, S., Dolipas, B, B,. & Villamor, Brenda, B.
(2013). Higher Order thinking Skill and Academic
Performance in Physics of Collage Students:
Regression Analysis. International Journal of
Innovative Interdisciplinary Research. issue 4, 48-60.
Robbins,J.K. (2011).Problem Solving, Reasoning and
Analytical Thinking in a Classroom Environment.
Journal the Behavior Analyst Today. Vol 12 (1).
Salter, N. P., & Connely, M. R. (2015). Structured and
Unstructured Discussion Forums as Tools for Student
Engagement. Journal Computers in Human Behavior
(46) 18–25.
Sitthipon, A, I. (2012). Development of Teacher’s
Learning Management Rmphasizing on Analitical
Thinking in Thailand. Journal Social and Behavioral
Sciences 46, 3339-3344.
Sumantri, M., & Permana, J. (2001). Strategi Belajar
Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Yaumi, Muhammad. (2013). Prinsip-Prinsip
Pembelajaran. Jakarta: Kencana Pranada.
Yunginger, R.(2008). Deskripsi tentang Kemandirian
Siswa pada Mata Pelajaran Fisika. Jurnal Penelitian
dan Pendidikan , 5(1), 64-69.
Veermans, K. (2003). Intelligent Support for Discovery
Learning. Netherland: Twente University Press.
Walsh, J. A., & Sattes, B. D. (2011). Thinking Through
Quality Questioning: Deepening Student
Engagement. United States of America.
Zane, T. W. (2013). Implementing Critical Thinking with
Signature Assignments. Spring: Salt Lake
Community College.

You might also like