You are on page 1of 24

Nama Wahana : RSUD BIMA

Topik : PPOK Eksaserbasi Akut


Tanggal Kasus : 5 Agustus 2017
Nama Pasien : Tn.A No. RM : 40.3XXXX
Tanggal Presentasi : - Pendamping :
dr. Muhammad Akbar, dr.Hj.Erly
M.PH
Tempat presentasi : -
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Pasien dengan gangguan saluran pernafasan- Kasus Medik
Tujuan : Mengetahui pemeriksaan, diagnostik, dan tatalaksana awal pasien dengan PPOK
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi & E-mail Pos
diskusi

Data Pasien Nama : Tn.A Umur : 65 tahun No. Registrasi :


157XXXX
1. Keluhan Utama: Sesak nafas
Anamnesis (Autoanamnesis):
Pasien laki-laki, 65 tahun datang ke UGD dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan
semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Sesak dirasakan semakin berat saat melakukan
aktivitas. Pasien juga mengeluh batuk disertai dahak yang sudah dirasakan sejak 3 bulan
SMRS. Terkadang pasien hanya merasakan adanya keluar dahak tanpa disertai batuk.
Dahak berwarna putih tanpa disertai darah. Keluhan demam, keringat malam hari, serta
nyeri dada disangkal pasien. Pasien sehari-hari nya bekerja sebagai tukang becak. Sejak 2
bulan terakhir pasien pernah beberapa kali memeriksakan diri ke puskesmas dengan
keluhan yang sama dan sejak 1 hari SMRS keluhan dirasakan semakin memberat. Pasien
merupakan perokok aktif sejak lebih dari 20 tahun yang lalu.
2. Riwayat Penyakit Dahulu: Hipertensi disangkal, Jantung disangkal, DM disangkal, Alergi
disangkal, Asma disangkal
3. Riwayat Pengobatan: Pasien pernah mendapat obat dari puskesmas dengan keluhan yang
sama, namun pasien lupa nama obatnya.
Riwayat pengobatan TB Paru (-)
4. Riwayat keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal yang sama
5. Riwayat Pekerjaan : Pasien bekerja sebagai tukang becak
6. Riwayat Sosial, lingkungan dan fisik : Pasien memiliki kebiasaan merokok 2-3 bungkus
perhari sejak usia muda, dan baru mulai berhenti saat timbul keluhan.
7. Pemeriksaan fisik
STATUS GENERALIS
 Keadaan umum : lemah
 Kesadaran : compos mentis
Tanda – tanda vital
 Tekanan darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 88 x/menit
 Temperatur : 36,5 0C
 Respiration Rate : 28 x/menit
Kepala/Leher
 Konjungtiva : anemis -/-
 Sklera : ikterik -/-
 Refleks pupil : positif, pupil isokor Ө 3mm/3 mm, refleks cahaya +/+
 Hidung : napas cuping hidung +/+
 Mulut : bibir sianosis -, purse lips breathing +,
 Tenggorok : faring tidak hiperemis, tonsil T1=T1, tidak hiperemis
 Leher : limfonodi tidak teraba, deviasi trakhea -
Thorax
Cor
◦ Inspeksi : Ictus Cordis terlihat
◦ Palpasi : Ictus Cordis teraba
◦ Perkusi : Batas kanan : redup pada ICS IV Parasternal dextra
Batas kiri : redup pada ICS V MCL sinistra
redup pada ICS II parasternal sinistra
◦ Auskultasi : S1S2 tunggal, suara tambahan (-)
 Kesan: tidak terdapat kelainan pada jantung

Pulmo

VENTRAL DORSAL

I simetris, retraksi interkostal (+), simetris, retraksi interkostal


Barrel chest(+), SIC melebar (+) (+), Barrel chest(+), SIC
melebar (+)

P taktil fremitus kanan = kiri taktil fremitus kanan = kiri


melemah melemah

P Hipersonor Hipersonor
A RO (+/-) WH (+/+) RO (-) WH (+/+)
Ekspirasi memanjang Ekspirasi memanjang
 Kesan: ditemukan kelainan pada pemeriksaan pulmo yang sesuai dengan gejala
klinis pasien PPOK

2
Abdomen
Inspeksi: cembung
Auskultasi: Bising usus normal
Palpasi: soepel, nyeri tekan (–)
Perkusi: timphani (+), pekak beralih (-)
 Kesan : tidak terdapat kelainan pada abdomen

Ektremitas
Akral hangat, CRT <2 detik
Oedema (-)
 Kesan: tidak terdapat kelainan pada ekstremitas

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
 Darah rutin
Hemoglobin 16,3 13,2 - 17,2

LED 19 0-15

Leukosit 15 4,5-11

Hitung jenis -/-/-/76/17/7 0-4/0-1/3-5/54-62/25-


33/2-6

Hematokrit 49,3 41-53

Trombosit 336 150-450

SGOT 30 10-35

SGPT 40 9-43

Albumin 3,5 3,4-4,8

Glukosa sewaktu 112 <200

Natrium 136,3 135-155

Kalium 3,93 3,5-5,0

Chlorida 105,4 90-110

Calsium 3,29 2,15-2,57

Magnesium 0,77 0,73-1,06

Fosfor 1,21 0,85-1,60

3
Kreatinin serum 1,0 0,6-1,3

BUN 18 6-20

Urea 35 26-43

 Foto Ro Thorax

Deskripsi :
 Tampak hiperlusen dihillus pulmo dextra
 Sudut costrofrenicus dextra et sinistra lancip
 Trakhea tampak di tengah
 Corakan bronkovaskuler meningkat
 ICS melebar
 Bentuk dan ukuran jantung dalam batas normal, CTR 48%
 Diafragma mendatar
Kesan : PPOK

4
Daftar Pustaka
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK (Penyakit paru Obstruktif Kronik),
pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia; 2011.
2. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global strategy for diagnosis,
management and prevention of chronic obstructive lung disease updated 2012.
3. Duerden Martin. The management of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Merec
Bulletin 2006; 16:17-20.
4. Wiyono WH, Riyadi J, Yunus F, Ratnawati A, Prasetyo S. The benefit of pulmonary
rehabilitation againts quality of life alteration and functional capacity of chronic
obstructive pulmonary disease (COPD) patient assessed using St George’s respiratory
questionnaire (SGRQ) and 6 minute walking distance test (6 MWD). Med J Indones 2005;
15: 165-72.
5. Ikalius, Yunus F, Suradi, Rachma Noer. Perubahan kualitas hidup dan kapasitas fungsional
penderita penyakit paru obstruktif kronik setelah rehabilitasi paru. Majalah Kedokt.
Indonesia 2007 : 57.
6. Seymour JM, Moore L, Jolley JC. Outpatient pulmonary rehabilitation following acute
exacerbations of COPD. Bmj 2010; 65: 423-428.
7. Yunus F. Gambaran penderita PPOK yang dirawat di bagian Pulmonologi FKUI/SMF paru
RSUP Persahabatan Jakarta. J Respir Indo 2000;20:64-8.
8. Wibisono MJ, Winariani, Hariadi s. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Paru. Surabaya, 2010: 37-51.

Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis PPOK melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
2. Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK
3. Edukasi dan pencegahan eksaserbasi PPOK

Rangkuman Hasil Pembelajaran:


Subjektif :
Pasien laki-laki 65 tahun datang ke UGD dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan
semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Sesak dirasakan semakin berat saat melakukan aktivitas.
Pasien juga mengeluh batuk disertai dahak yang sudah dirasakan sejak 3 bulan SMRS.
Terkadang hanya merasakan berdahak tanpa disertai batuk. Dahak berwarna putih tanpa disertai
darah. Keluhan demam, keringat malam hari, serta nyeri dada disangkal pasien. Pasien sehari
hari nya bekerja sebagai tukang parker didepan pertokoan pinggir jalan. Sejak 2 bulan terakhir
pasien pernah beberapa kali memeriksakan diri ke puskesmas dengan keluhan yang sama dan
sejak 1 hari SMRS keluhan dirasakan semakin memberat. Pasien merupakan perokok aktif sejak
lebih dari 20 tahun yang lalu.

5
Objektif:
Dari hasil pemeriksaaan fisik didapatkan pasien datang dengan kondisi tampak sesak
napas. Frekuensi napas meningkat yaitu 28 x/menit (takipneu), nadi normal yaitu 88x/menit,
suhu tubuh normal (36,5 ˚C). Selain takipneu terdapat usaha pernapasan yang meningkat yaitu
purse lips breathing, retraksi intercostal. Pada thoraks selain retraksi intercostal, didapatkan juga
sela iga yang melebar, saat palpasi fremitus kedua lapang paru melemah, saat perkusi terdengar
hipersonor, pada saat pasien ekspirasi tampak memanjang dan didapatkan suara wheezing saat
dilakukan auskultasi. Dari pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan leukosit yang
meningkat (15000/ul) dan dari foto Ro Thorax didapatkan kesan PPOK

Assessment:
PPOK Eksaserbasi Akut

Planning :
 IVFD NaCl 0,9% 14 tpm (makrodrip)
 Nebulizer combivent (3xsehari)
 Inj. Metyl Prednisolon 3x1amp
 Inj.Ceftriaxone 2x1gr
 Ambroxol 3x1 tablet
 Observasi keadaan umum, kesadaran dan vital sign

Prognosis :
Dubia

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau
reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik adalah Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun,

6
sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema
merupakan suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak
penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda- tanda emfisema, termasuk penderita
asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan
memenuhi kriteria PPOK.

Faktor Risiko

1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

Patogenesis dna Patologi


Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel
goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema
ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis
emfisema:
- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama
mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak
pada paru bagian bawah

7
- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan
sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan
struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan
hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.

Manifestasi Klinis

1. Riwayat Penyakit
Dua keluhan utama yang tersering adalah batuk dan sesak nafas. Batuk dan
ekspektorasi cenderung meningkat dan maksimal pada pagi hari dan menandakan

8
adanya pengumpulan sekresi semalam sebelumnya. Batuk produktif, pada awalnya
intermitten, dan kemudian terjadi hampir tiap hari seiring waktu. Sputum berwarna
bening dan mukoid, namun dapat pula menjadi tebal, kuning, bahkan kadang
ditemukan darah selama terjadinya infeksi bakteri respiratorik.. Sesak nafas terutama
pada saat melakukan aktifitas yang mengerahkan tenaga dimana terjadi peningkatan
kebutuhan oksigen sehingga Respiration Rate meningkat. Selain itu sering didapatkan
mengi pada pasien PPOK pada saat serangan sesak terjadi. Keluhan-keluhan itu
berlangsung kronis ataupun berulang dan cenderung progresif. Karakteristik PPOK
adalah adanya eksaserbasi dimana pada saat eksaserbasi keluhan-keluhan diatas
menjadi semakin parah. Pada keadaan yang berat, sesak napas bahkan terjadi dengan
aktivitas minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya
abnormalitas pertukaran udara.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang ditemukan tergantung derajat obstruksi aliran udara,


derajat hiperinflasi paru, dan bentuk tubuh. Awalnya mungkin hanya dapat
ditemukan ekspirasi memanjang dan wheezing saat ekspirasi paksa. Bila
berlanjut maka akan tampak hiperinflasi dan terjadi perubahan pada rongga
thorax menjadi barrel chest. Dapat juga ditemukan tanda-tanda kor pulmonale
sekunder seperti penigkatan JVP dan kongesti hepar. Pada penyakit yang
moderat hingga berat , pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan penurunan
suara napas, ekspirasi yang memanjang, rhonchi, dan hiperresonansi pada
perkusi. Karena penyakit yang berat kadang berkomplikasi menjadi hipertensi
pulmoner dan cor pulmonale, tanda gagal jantung kanan (termasuk distensi vena
sentralis, hepatomegali, dan edema tungkai) dapat pula ditemukan.

Klasifikasi PPOK

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2015,
dibagi atas 4 derajat:

 Derajat I: PPOK ringan

9
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara

ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut

mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

 Derajat II: PPOK sedang

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 <

80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien

biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.

 Derajat III: PPOK berat

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk

(VEP1 / KVP < 70%; 30% < VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin

memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang

berdampak pada kualitas hidup pasien.

 Derajat IV: PPOK sangat berat

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30%

prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan

gagal jantung kanan.

Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu

diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP.

Lama Baru
Derajat Derajat Klinis Faal paru
Derajat 0 : beresiko Derajat 0 : beresiko Gejala klinik Normal
(batuk,produksi
sputum).
Derajat I : PPOK Derajat I : PPOK Dengan atau tanpa VEP1/KVP <70%
Ringan Ringan gejala klinis (batuk
VEP1 > 80%
produksi sputum).
prediksi
Derajat IIA : PPOK Derajat II : PPOK Dengan atau tanpa VEP1/KVP <70%
Sedang Sedang gejala klinis

10
( batuk,produksi 50%<VEP1<80%
sputum) gejala prediksi
bertambah sehingga
menjadi sesak.
Derajat IIB : PPOK Derajat III : PPOK Dengan atau tanpa VEP1/KVP <70%
Sedang Berat gejala klinis
30% < VEP1<50%
( batuk,produksi
prediksi
sputum) gejala
bertambah sehingga
menjadi sesak.
Derajat III : PPOK Derajat IV : PPOK Gejala di atas VEP1/KVP < 70%
Berat Sangat Berat ditambah tanda-tanda
VEP1<30% prediksi
gagal nafas atau gagal
jantung kanan

VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa Detik 1

KVP = Kapasitas Vital Paksa

Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan :


1. Gambaran klinis :
a. Anamnesis:
 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
 Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
 Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
 Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan:
 Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

11
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan
edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
 Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
 Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah
 Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh

Keterangan :
 Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed – lips breathing.
 Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.
 Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi
CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang
terjadi pada gagal napas kronik.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda:

12
- Pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest
- Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada
- Perkusi dada hipersonor, batas paru hati lebih rendah
- Suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara tambahan (ronkhi atau
wheezing)
2. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
 Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP) merupakan Gold
Standard.
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE (Arus
Puncak Ekspirasi) meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai
alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%

 Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <
20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
c. Radiologi
 Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.
 Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar

13
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
 Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan
garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang
bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan gambaran
diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan
corakan ke distal.

Normal Hyperinflation

 Pemeriksaan khusus (tidak rutin)


a. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat
- Pemeriksaan Kapasitas Difusi Karbon Monoksida / DLCO (Difussing of
capacity of the Lung for Carbon Monoxide) menurun pada emfisema.
- Variabiliti Harian APE (Arus Puncak Ekspirasi) kurang dari 20 %
b. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
c. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktivitas bronkus derajat ringan.
d. Uji coba kortikosteroid

14
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu
peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK
umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.
e. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
f. Radiologi
- CT-Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula
yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
g. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.
h. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang
tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi
akut pada penderita PPOK di Indonesia.
j. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia. riwayat
penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.

PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan dahak
atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan
pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri).

15
Faktor resiko Sesak nafas
Batuk kronik disertai dahak
Usia Keterbatasan aktifiti
Riwayat pajanan : asap rokok, polusi
udara, polusi tempat kerja

Pemeriksaan fisik *

Curiga PPOK ** Pemeriksaan foto Infiltrat, massa, dll


torak

Fasiliti spirometri (-) Fasiliti spirometri (+)

Normal 30% < VEP1 < 70% prediksi


VEP1 / KVP < 80 %

PPOK secara Beresiko PPOK PPOK Derajat Bukan PPOK


klinis derajat 0 I/II/III/IV

* Pemeriksaan fisik :
a. Normal
b. Kelainan
 Bentuk dada : Barrel chest
 Penggunaan otot bantu pernapasan
 Pelebaran sela iga
 Hipertrofi otot bantu nafas
 Fremitus melemah, sela iga melebar
 Hipersonor
 Suara nafas vesikuler melemah atau normal
 Ekspirasi memanjang
 Mengi

**Foto toraks curiga PPOK

16
a. Normal
b. Kelainan
 Hiperinflasi
 Hiperlusen
 Diafragma mendatar
 Corakan bronkovaskuler meningkat
 Jantung pendulum

Diagnosis Banding

 Asma
Asma terjadi pada usia dini, gejala pada malam hari lebih menonjol, dan dapat
ditemukan alergi, rhinitis, dan eksim. Terdapat riwayat asma dalam keluarga.
Hambatan aliran udara reversible.
 SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculosis) adalah penyakit obstruksi saluran
napas yang ditemukan pada penderita pasca tuberculosis dengan lesi paru yang
minimal.

Asma PPOK SOPT

Timbul pada usia muda ++ - +

Sakit Mendadak ++ - -

Riwayat Merokok +/- +++ -

Riwayat Atopi ++ + -

Sesak dan Mengi berulang +++ + +

Batuk Kronik Berdahak + ++ +

Hiperaktivitas Bronkus +++ + +/-

Revesibilitas Bronkus ++ - -

Variabilitas Harian ++ + -

Eosinofil Sputum + - ?

Neutrofil Sputum - + ?

Makrofag Sputum + - ?

17
Penatalaksanaan
- Penatalaksanaan PPOK stabil

A. Edukasi
Menigkatkan kemampuan menanggulangi penyakit dan status kesehatan secara
umum. Edukasi terhadap faktor resiko penting untuk memperlambat progresifitas.

B. Farmakoterapi, terdiri dari:


1) Bronkodilator
2) Kortikosteroid
3) Mukolitik
4) Antioksidan
C. Oksigen
Indikasi: PaO2< 55 mmHg atau SaO2 < 89% dengan atau tanpa hiperkapnea atau
PaO2 antara 55-60 mmHg dan Sa02 89% tetapi ada tanda-tanda congestive heart
failure.

D. Ventilator Mekanik
E. Rehabilitasi Medik
F. Operasi

18
Tatalaksana PPOK stabil

EDUKASI FARMAKOLOGI NON FARMAKOLOGI

Berhenti merokok REGULER Rehabilitasi


Pengetahuan Terapi oksigen
dasar PPOK Bronkodilator Vaksinasi *
Obat-obatan Nutrisi
Pencegahan Anti kolinergik Ventilasi non mekanik
perburukan  2 Agonis Intervensi bedah
penyakit Xantin
Menghindari Kombinasi SABA +
pencetus Antikolinergik
Penyesuaian Kombinasi LABA +
aktifitas Kortikosteroid
Antioksidan

Dipertimbangkan
mukolitik
Keterangan :

 Kortikosteroid hanya diberikan kepada penderita dengan uji steroid positif. Uji steroid
positif adalah bila dengan pemberian steroid oral selama 10-14 hari atau inhalasi selama 6
minggu – 3 bulan menujukkan perbaikan gejala klinisatau fungsi paru.
 SABA : short acting 2 Agonis
 LABA : long actng 2 Agonis

Vaksinasi Influensa dipertimbangkan pemberiannya pada :

 Pasien usia diatas 60 tahun


 Pasien PPOK sedang dan berat

- PPOK Eksaserbasi Akut

Secara umum eksaserbasi adalah perburukan kondisi pasien yang menetap dari
keadaan stabil dan di luar variasi normal sehari-hari yang mengharuskan perubahan dari obat
reguler. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara,
kelelahan atau timbulnya komplikasi.

19
Gejala eksaserbasi adalah :

1. Batuk makin sering/hebat

2. Produksi sputum bertambah banyak

3. Sputum berubah warna

4. Sesak napas bertambah

5. Keterbatasan aktivitas bertambah

6. Terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik

7. Kesadaran menurun

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut meliputi :

1. Oksigenasi adekuat, cukup menggunakan O2 nasal 1-4 lpm. Sasaran PaO2 60-65
mmHg atau SaO2> 90%
2. Bronkodilator.
3. Kortikosteroid oral atau intravena dianjurkan sebagai tambahan terhadap
bronkodilator dan oksigenasi.
4. Antibiotika, diindikasikan untuk eksaserbasi yang disebabkan karena infeksi bakterial.
Umumnya infeksi paling sering disebabkan oleh kuman S. Pneumonia, H. Influenzae,
dan M. Catarhalis.
5. Cairan dan Elektrolit perlu dimonitor.
6. Nutrisi yang adekuat, untuk mencegah proses katabolik tubuh.
7. Ventilator mekanik, dapat diberikan pada pasien eksaserbasi dengan stadium IV.

Rekomendasi Pengobatan Bderdasarkan Derajat PPOK

DERAJAT PENGOBATAN

Semua Derajat - Edukasi (hindari faktor pencetus)

- Bronkodilator kerja singkat (SABA,


Antikolinergik, kerja cepat, Xantin)
bila perlu

20
- Vaksinasi influenza

Derajat I: DERAJAT I Bronkodilator kerja singkat (SABA,


Antikolinergik, kerja cepat, Xantin)
PPOK Ringan VEP1/KVP < 70%
bila perlu
VEP1 ≥ 80% Prediksi,
dengan atau tanpa gejala

Derajat II: DERAJAT II 1. Pengobatan reguler dengan


bronkodilator:
PPOK Sedang VEP1/KVP < 70%
a. Antikolinergik kerja lama
50% < VEP1 < 80%
sebagai terapi pemeliharaan
prediksi, dengan atau
tanpa gejala b. LABA

c. Simptomatik

2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi,


rehabilitasi respirasi)

Derajat III: DERAJAT III 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau


lebih bronkodilator:
PPOK Berat VEP1/KVP ≤ 70%
a. Anti kolinergik kerja lama
30% ≤ VEP1 ≤ 50%
sebagai terapi pemeliharaan
prediksi dengan atau
b. LABA
tanpa gejala
c. Simptomatik

d. Kortikosteroid inhalasi bila


memberikan respons klinis atau
eksasebasi

2. Rehabilitasi

DERAJAT IV DERAJAT III 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau


lebih bronkodilator :
PPOK Sangat VEP1/KVP ≤ 70%
Berat a. Anti kolinergik kerja lama
30% ≤ VEP1 ≤ 50%

21
prediksi atau gagal napas sebagai terapi pemeliharaan
atau gagal jantung kanan
b. LABA

c. Simptomatik

d. Kortikosteroid inhalasi bila


memberikan respons klinis atau
eksasebasi berulang

2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi,


rehabilitasi respirasi)

3. Terapi oksigen jangka panjang bila


gagal napas

4. Ventilasi mekanis noninvasive

5. Pertimbangkan terapi pembedahan

Indikasi Rawat Inap :

1. Peningkatan gejala (sesak, batuk) saat tidak beraktivitas

2. PPOK dengan derajat berat

3. Terdapat tanda-tanda sianosis dan atau edema

4. Disertai penyakit komorbid lain

5. Sering eksaserbasi

6. Didapatkan aritmia

7. Diagnostik yang belum jelas

8. Usia lanjut

9. Infeksi saluran nafas berat

10. Gagal napas akut pada gagal napas kronik

22
Indikasi Rawat ICU :

1. Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang gawat

2. Kesadaran menurun, letargi atau kelemahan otot-otot respirasi

3. Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 < 50
mmHg atau PaCO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanis (invasive atau non
invasive)

4. Memerlukan penggunaan ventilasi mekanis invasive

5. Ketidakstabilan hemodinamik

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :


1. Gagal napas
• Gagal napas kronik
• Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal

Gagal napas kronik


Hasil analisis gas darah pO2 < 60 mmHg dan pCO2 > 60 mmHg, dan pH normal,
maka penatalaksanaan :
- Jaga keseimbangan pO2 dan pCO2
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
- Antioksidan
- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
- Sputum bertambah dan purulen
- Demam
- Kesadaran menurun
Infeksi berulang

23
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni
kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi
lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.

Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung
kanan.

Prognosis

Bila sudah terdapat hipoksemia, prognosis biasanya kurang memuaskan dan


mortalitas pada 2 ½ tahun kurang lebih 50%. Namun di samping survival perlu diketahui pula
morbiditas pasien PPOK. Sebagai ilustrasi bahwa Inggris kehilangan 26 juta hari kerja
orang/tahun oleh karena PPOK, sedangkan di Amerika Serikat diperkirakan 3 ½ juta hari
kerja orang/tahun.

Bima, Juni 2018


Peserta, Mengetahui,
Pendamping

dr. Nurul Wahidah Adeatma dr. Muhammad Akbar


NIP. 198210202014081001

24

You might also like