You are on page 1of 84

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang dengan permasalahan gizi yang
kompleks.Hal ini ditunjukkan dengan tingginya
prevalensi stunting dan wasting. Menurut data
riskesdas prevalensi gizi kurang pada tahun 2007
sebesar 18,4% kemudian mengalami penurunan pada
tahun 2010 menjadi 17,9% akan tetapi mengalami
peningkatan lagi menjadi 19,6% pada tahun 2013.
Begitu juga prevalensi gizi buruk pada tahun 2007
5,4% dan pada tahun 2010 turun menjadi 4,9% kemudian
mengalami peningkatan kembali pada tahun 2013
menjadi 5,7% (Riskesdas, 2013).
Angka gizi buruk sampai saat ini masih tinggi
dan menjadi fokus perhatian dunia. Menurut data dari
Food and Agriculture Organization (FAO) sekitar 870
juta orang dari 1,7 miliar penduduk dunia atau satu
dari delapan orang penduduk dunia menderita gizi
buruk. Sebagian besar diantaranya tinggal di negara
berkembang (Riskesdas, 2013).
Menurut World Health organization (WHO) gizi
buruk mengakibatkan 54% kematian bayi dan anak.
Hasil sensus WHO menunjukkan bahwa 49% dari 10,4
2

juta kematian balita di negara berkembang berkaitan


dengan gizi buruk. Tercatat sekitar 50% balita Asia,
30% balita Afrika, 20% Amerika Latin menderita gizi
buruk (Depkes, 2010).
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar
2016, kasus balita Gizi Buruk adalah balita dengan
status gizi berdasarkan indeks berat badan (BB)
menurut panjang badan (BB/PB) atau berat badan (BB)
menurut tinggi badan (BB/TB) dengan Z-score<-3 SD
(sangat kurus) dan/ atau terdapat tanda-tanda klinis
gizi buruk lainnya (marasmus, kwashiorkor, dan
marasmus kwashiorkor)(Dinkes, 2016).
Jumlah kasus gizi buruk yang terlaporkan di
Kabupaten Banjar tahun 2016 sebesar 8 kasus menurun
dibandingkan tahun sebelumnya (tahun 2015 adalah 11
kasus ) dan semua mendapat perawatan (100%). Dimana
dari 8 kasus tersebut ada 4 kasus marasmus, 1 orang
marasmus kwashiorkor dan 3 kasus tidak ada indikasi
marasmus, kwashiorkor, dan marasmus kawasiokor.
Kasus gizi buruk terdapat di wilayah Puskesmas
Martapura 1 menempati urutan ketiga dalam 24
Puskesmas di Kabupaten Banjar. SD Negeri Jawa lima
Martapura terdapat di wilayah kerja puskesmas
Martapura 1 (Dinkes, 2016).
Anak usia sekolah pada masa perkembangan
sering mengalami masalah gizi. Masalah gizi adalah
gangguan kesehatan dan kesejahteraan seseorang,
kelompok orang, atau masyarakat akibat adanya
ketidakseimbangan antara asupan dengan kebutuhan
3

tubuh terhadap makanan dan pengaruh interaksi


penyakit.Masalah gizi utama di Indonesia masih
didominasi oleh maslah gizi kurang energi protein
(KEP), anemia defisiensi besi, gangguan akibat
kekurangan yodium (GAKY), dan kekurangan vitamin A
(KVA).Disamping itu faktor yang mempengaruhi keadaan
gizi yaitu konsumsi makanan dan tingkat kesehatan
(Maleke, Umboh, Pateda, 2015).
Usia antar 6 sampai 12 tahun adalah usia anak
yang duduk dibangku SD. Pada masa ini anak mulai
masuk kedalam dunia baru, anak mulai banyak
berhubungan dengan orang-orang diluar keluarganya
dan berinteraksi dengan suasana dan lingkungan baru
dalam kehidupan (Riska, 2013)
Fase usia sekolah membutuhkan asupan makanan
yang bergizi untuk menunjang masa pertumbuhan dan
perkembangan. Selain untuk kebutuhan energi, asupan
makanan yang bergizi juga mempengaruhi perkembangan
otak, apabila makanan tidak cukup mengandung zat-zat
gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini berlangsung
lama, akan menyebabkan perubahan metabolism otak
(saadah,Herman, Sastri, 2014).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar
Siswa Sekolah Dasar DI SD Negeri Jawa 5 Martaputa
Kabupaten Banjar”
4

B. Rumusan Masalah
1. Pernyataan Masalah
Usia sekolah dasar sering disebut masa
intelektual atau asa keserasian sekolah. Pasa
masa ini secara relative anak-anak lebih mudah
dididik dari pasa masa sebelum dan sesudahnya.
Masa ini terperinci menjadi dua fase, yaitu fase
kelas rendah sekolah dasar (usia 10-12 tahun).
Adapun faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
adalah status gizi, kondisi fisiologis secara
umum, kondisi psikologis, kondisi panca indera,
intelegensi/ kecerdasan, bakat, motivasi, faktor
lingkungan, keluarga (orang tua). Sekolah, les
privat, disiplin sekolah, masyarakat (media
massa), lingkungan dan aktivitas organisasi.
2. Pertanyaan Masalah
Berdasarkan pernyataan masalah tersebut diatas,
dapat dirumuskan pertanyaan masalah sebagai
berikut : apakah ada hubungan status gizi dengan
prestasi belajar pada anak di SD Negeri jawa 5
Martapura Kabupaten Banjar.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan status gizi dengan prestasi
belajar pada siswa SD Negri Jawa 5 Martapura
Kabupaten Banjar tahun 2019.
5

2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi status gizi pada siswa SD
Negri di Jawa Lima Martapura.
b. Mengidentifikasi prestasi belajar siswa SD
Negri di Jawa Lima Martapura.
c. Menganalisis hubungan antara status gizi
dengan prestasi belajar siswa SD Negri di Jawa
Lima Martapura.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa/Wali Murid
Sebagai bahan informasi dan masukan untuk
meningkatkan status gizi dengan prestasi belajar
siswa SD Negri di Jawa Lima Martapura.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini sebagai bahan
masukan serta dapat menjadi bahan referensi bagi
mahasiswa lain yang ingin meneliti yang sama.
3. Bagi Peneliti
Sebagai saran dalam mengembangkan ilmu yang
didapat selama pendidikan dengan
mengaplikasikannya pada kenyataan yang ada di
lapangan serta merupakan tambahan ilmu
pengetahuan dan pengalaman yang sangat berguna
pada saat terjun di masyarakat nanti.
4. Bagi Ilmu Keperawatan
Dapat digunakan sebagai sarana dalam menyusun
strategi yang tepat untuk mengatasi ibu jika
6

tidak memberikan makanan yang bergizi terhadap


penurunan prestasi belajar siswa.

E. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Keilmuan
Dalam bidang ilmu Keperawatan Anak
2. Ruang Lingkup Masalah
Status gizi dengan prestasi belajar siswa
3. Ruang Lingkup Sasaran
Semua siswa SD Negri Jawa 5 Martapura Kabupaten
Banjar
4. Ruang Lingkup Waktu
Dilaksanakan dari bulan Oktober 2018- Mie 2019
5. Ruang Lingkup Metode
Penelitia ini menggunakan metode study analitik

F. Sistematika penulisan
1. Bab I pendahuluan
Pada bab ii terdiri dari latar belakang, masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian,manfaat
penelitian, ruang lingkup penelitian, serta
sistematika penulisan.
2. Bab II Tinjauan Pustaka
Berisi pengertian dan penjabaran tentang konsep
status gizi,konsep tentang prestasi belajar, dan
kerangka konsep.
3. Bab III Metode Penelitian
Yang termasuk dalam bab III ini adalah, desain
penelitian, kerangka kerja, tempat dan waktu,
populasi dan sample, hipotensis, variable
7

penelitian, definisi operasional,instrument


penelitian,pengumpulan data, pengelolaan data,
analisa data dan etika penelitian.
4. Bab IV Hasil dan Pembahasan
Berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian
dan hasil pengukuran serta pengamatan terhadap
variabel yang di teliti, analisa/pembahasan
masalah dan pemecahan/cara mengatasi masalah
tersebut.
5. Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini memuat tentang kesimpulan penelitian yang
merupakan jawaban dari masalah penelitian, serta
saran yang berisikan solusi masalah atau
rekomendasi untuk melakukan peneltian lebih
lanjut.
6. Daftar Pustaka
7. Lampiran-lampiran
8

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. STATUS GIZI

1. Pengertian
a. Status Gizi
Status gizi adalah suatu kondisi di
dalam tubuh yang dapat dipengaruhi oleh
konsumsi makanan seseorang setiap hari
(Amalia, Dachlan, & Santoso, 2014). Status
gizi merupakan keadaan status pada tubuh
manusia yang berhubungan dengan konsumsi
makanan, serta dipengaruhi oleh berbagai
faktor internal maupun eksternal seperti usia,
jenis kelamin, aktivitas fisik, penyakit,
serta keadaan sosial ekonomi (Wolley, Gunawan,
& Warouw, 2016).
Status gizi balita yang baik adalah
kondisi tumbuh kembang fisik dan mental balita
yang seimbang. Status gizi yang buruk dapat
menyebabkan balita terhambatnya proses
pertumbuhan dan perkembangannya (Dewi, 2015).
Gizi yang baik dapat membantu balita memiliki
berat badan normal dan memiliki badan yang
sehat, tidak mudah terserang penyakit infeksi,
menjadi manusia yang lebih produktif, serta
terlindungi dari berbagai macam penyakit
kronis dan kematian dini (Depkes, 2014).
b. Gizi
Gizi berasal dari bahasa Mesir yang
berarti makanan. Gizi dalam bahasa Inggris
nutrition, dalam bahasa Indonesia menjadi
nutrisi (Devi, 2010). Konsumsi nutrisi yang
baik tercermin dari badan yang sehat ditandai
dengan berat badan normal sesuai dengan tinggi
badan serta usianya, tidak mudah terserang
penyakit infeksi ataupun penyakit menular,
tidak terjadi kematian pada usia dini,
terlindungi dari berbagai penyakit kronis, dan
dapat menjadi lebih produktif (Depkes, 2014).
Gizi adalah makanan yang dapat memenuhi
kesehatan. Zat gizi adalah unsur yang terdapat
dalam makanan dan dapat mempengaruhi
kesehatan. Gizi adalah suatu proses organisme
menggunakan mekanan yang dikonsumsi secara
normal melalui proses digesti, absorsi,
transportasi, penyimpanan, metabolisme dan
pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan
fungsi normal dari organ-organ serta
menghasilkan energi(Waryana, 2010).
Gizi adalah zat-zat yang diperlukan
tubuh yang berasal dari makanan.
1) Makanan
Makanan adalah bahan selain obat
yang mengandung zat-zat gizi atau unsur-
unsur ikatan kimia yang dapat diubah
menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna
bila dimasukkan ke dalam tubuh (Gazali,
2015).
2) Keadaan gizi
Keadaan akibat dari keseimbangan
antara konsumsi penyerapan zat gizi dan
penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau
keadaan fisiologis akibat kesediaannya zat
gizi dalam seluler tubuh (Gazali, 2015).
3) Status gizi
Status gizi adalah ekspresi dari
keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu. Status gizi juga merupakan
keadaan akibat dari keseimbangan antara
konsumsi dan penyerapan zat gizi dan
penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau
keadaan fisiologi akibat dari tersediannya
zat gizi dalam seluruh tubuh(Syatyawati,
2013).
4) Malnutrisi
Keadaan dimana tubuh tidak mendapat
asupan gizi yang cukup, malnutrisi dapat
juga disebut keadaan yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan diantara pengambilan
makanan dengan kebutuhan gizi untuk
mempertahankan kesehatan. Ini bisa terjadi
karena asupan makanan terlalu sedikit
ataupun pengambilan makanan yang tidak
seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalam
tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi
makanan atau kegagalan metabolik(Oxford
medical dictionary, 2007).
Ada 4 bentuk malnutrisi, yaitu:
a) Under Nutrition :Kekurangan
konsumsi pangan secara relatif atau
absolut untuk periode tertentu.
b) Specific Deficiency :Kekurangan zat
gizi tertentu, misalnya kekurangan
vitamin A, FE, dll.
c) Over Nutrition :Kelebihan
konsumsi pangan untuk periode tertentu.
d) Imbalance : Karena
disporsisi zat gizi.
5) Kurang Energi Protein(KEP)
Kekurangan energi protein adalah
seseorang yang kurang gizi yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi dan protein
dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan
penyakit tertentu (Gazali, 2015).
Nutrisiadalah zat penyusun makanan yang
dibutuhkan untuk metabolisme tubuh meliputi
air, protein, lemak, hidrat arang, vitamin,
dan mineral (Widjaja, 2008).Nutrisi dibagi
dalam kelompok makro dan mikro
nutrien.Makronutrien tersusun atas hidratarang
(HA), lemak, serta protein.Mikronutrien
tersusun atas vitamin serta mineral, selain
itu terdapat juga unsur lainnya yang
bermanfaat untuk kesehatan terdiri dari air,
fitokimia, serat pangan, probiotik dan
prebiotik (Hartono, 2006). Asupan gizi yang
diberikan kepada balita haruslah seimbang,
balita membutuhkan zat tenaga yaitu
karbohidrat sebanyak 75-90%, zat pembangun
yaitu protein sebesar 10-20%, serta zat
pengatur yaitu lemak sebesar 15-20% (Sutomo &
Anggraeni, 2010). Menurut Widjaja (2008),
kebutuhan zat gizi balita terdiri dari
karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin,
dan air.
1) Karbohidrat
Karbohidrat (hidratarang) yaitu
makanan yang memberi energi bagi tubuh
untuk melakukan aktivitas.Karbohidrat
menjadi sumber energi pertama yang
dibutuhkan dalam tubuh.Karbohidrat terbagi
atas karbohidrat komplek dan
sederhana.Karbohidrat sederhana seperti
gula merah maupun gula pasir.Karbohidrat
kompleks seperti gandum, beras, tepung dan
jagung (Widjaja, 2008).Sutomo dan Anggraeni
(2010), menyebutkan bahwa glikogen
merupakan karbohidrat kompleks adalah
simpanan energi dalam tubuh yang disimpan
didalam hati dan otot.Apabila simpanan
glikogen ini berlebih maka tubuh
mengubahnya menjadi lemak, sehingga kondisi
ini merupakan pemicu terjadinya obesitas.
2) Protein
Protein merupakan zat yang
dibutuhkan tubuh dalam pertumbuhan balita
(Widjaja, 2008).Protein merupakan zat
pembentuk jaringan tubuh seperti otot,
otak, dan jaringan tubuh lainnya. Makanan
yang kaya akan protein seperti telur, ayam,
daging, susu, keju, kedelai, dan makanan
laut, sedangkan makanan yang mengandung
cukup protein seperti kacang polong, kacang
buncis, kacang tanah, sayuran hijau, biji-
bijian, serta kacang-kacangan lainnya
(Werner, Thuman, & Maxwell, 2010). Protein
berfungsi sebagai zat energi dan pembangun,
apabila karbohidrat dan lemak didalam tubuh
tidak dapat memenuhi kebutuhan energi maka
protein diubah menjadi sumber energi.Akibat
yang dapat ditimbulkan apabila protein
tidak menjalankan fungsi sebagai zat
pembangun, pertumbuhan dan perkembangan
pada balita dapat terhambat (Sutomo &
Anggraeni, 2010).
3) Lemak
Lemak merupakan cadangan makanan
yang disimpan didalam tubuh (Werner,
Thuman, & Maxwell, 2010). Vitamin A, D, E,
dan K merupakan vitamin yang dapat larut
dalam lemak. Lemak berasal dari bahan
makanan seperti minyak goreng, mentega,
margarin, dan lemak hewani dan botani
(Widjaja, 2008).
4) Vitamin
Vitamin merupakan suatu senyawa
organik yang berguna untuk mengkatalisator
metabolisme sel yang berguna dalam tumbuh
kembang balita.Vitamin banyak terkandung
dalam buah dan sayur (Hidayat,
2005).Manfaat vitamin sangatlah beragam,
sehingga apabila balita mengalami
kekurangan maupun kelebihan zat gizi
vitamin dapat mengakibatkan terganggunya
tumbuh kembang.Vitamin A berfungsi sebagai
menjaga kesehatan mata, pertumbuhan dan
perkembangan sistem saraf, serta menjaga
tubuh dari infeksi. Vitamin D berperan
dalam pembentukan tulang dan gigi, serta
membantu proses metabolisme fosfor dan
kalium. Vitamin E berperan dalam melindungi
tubuh dari radikal bebas, memperlancar
sirkulasi darah, membantu perkembangan
otak, serta mempercepat penyembuhan luka.
5) Mineral
Mineral merupakan zat yang
berfungsi sebagai pemelihara fungsi tubuh
baik sel, jaringan, organ, ataupun seluruh
fungsi tubuh.Mineral dibagi dalam dua
golongan yaitu makro dan mikro. Mineral
makro antara lain natrium, klor, dan kalium
berfungsi dalam menjaga keseimbangan cairan
dalam tubuh. Natrium, kalium, kalsium, dan
magnesium digunakan dalam transmisi saraf
dan kontraksi otot. Fosfor dan magnesium
digunakan proses membantu proses
metabolisme tubuh. Kalsium, fosfor, dan
magnesium berperan memberi bentuk pada
tulang. Mineral mikro antara lain zat besi
digunakan dalam membantu proses pembentukan
sel darah merah yang kemudian dapat membawa
oksigen ke seluruh bagian tubuh, membantu
proses metabolisme energi, serta
meningkatkan sistem kekebalan tubuh
(Muaris, 2006).
6) Air
Air sangat penting diberikan karena
air merupakan media untuk nutrisi
lainnya.Kebutuhan air tergantung dari
konsumsi makanan, suhu, derajat kelembaban,
aktivitas fisik anak, dan lingkungan
(Widjaja, 2008).Sebagian besar tubuh
manusia tersusun oleh air 50-75% dari berat
badan total tubuh.Air merupakan zat yang
penting bagi kelangsungan tumbuh kembang
balita sehingga harus dijaga supaya asupan
air seimbang Protein berfungsi sebagai zat
energi dan pembangun, apabila karbohidrat
dan lemak didalam tubuh tidak dapat
memenuhi kebutuhan energi maka protein
diubah menjadi sumber energi (Sutomo &
Anggraeni, 2010).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi


a. Faktor langsung

Penyebab langsung masalah status gizi


yaitu ketidakseimbangan antara asupan makanan
dan penyakit infeksi.Kedua penyebab langsung
tersebut saling berkaitan, jika asupan makanan
yang dikonsumsi kurang dari kebtuhan maka
menyebabkan daya tahan tubuh melemah sehingga
memudahkan penyakit infeksi untuk masuk
kedalam tubuh sehingga balita berisiko terjadi
wasting (Putri & Wahyono, 2013).Pendapat
tersebut didukung pada penelitian yang
dilakukan oleh Ulfah & Fransiska (2014) yang
menyatakan bahwa tingkat konsumsi makanan dan
penyakit infeksi merupakan penyebab langsung
dari keadaan status gizi. Tingkat konsumsi
makanan yang dapat memenuhi kebutuhan baik
secara kualitas maupun kuantitasnya dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan gizi, tetapi
dengan adanya penyakit infeksi dapat
mengurangi asupan makanan tubuh akan
kehilangan zat yang diperlukan dalam
metabolisme.

3. Fungsi Makanan Bagi Tubuh


Makanan merupakan salah tahu nutrisi yang
diperoleh manusia sejak lahir.Tudak ada orang
yang mengajari untuk makan. Dalam memilih makanan
orang mempunyai selera dan faktor lain sesuai
pergaulan dan kebiasaaan sehari-hari. Secara
khusus makanan mempunyai fungsi
“biologis”.Makanan yang terdiri dari unsur
(protein,lemak, hidrat arang, vitamin, mineral
dan air) di dalam tubuh mempunyai 3 fungsi utama:
sebagai zat pembangun, sebagai sumber tenaga, dan
sebagai zat pengatur. Ketiga fungsi makanan
tersebut harus ada dalam tubuh, sehingga zat gizi
protein, lemak, didrat arang, vitamin dam mineral
setiap dalam komposisi yang seimbang dengan
kebutuhan harus dikonsumsi.Manusia membutuhkan
bahan-bahan untuk bergerak, membangun, mengatur
dan melindungi.Bahan-bahan itu merupakan zat-zat
makanan yang berasal dari makanan sehari-
hari.Zat-zat makanan disebut juga zat-zat gizi
terdiri dari hidrat arang, protein, vitamin,
lemak, mineral dan air.
Makanan yang dikonsumsi berfungsi sebagai
sumber energi.Zat makanan yang dapat digunakan
untuk energy adalah karbohidrat, lemak dan
protein.Energy yang terkandung dalam zat gizi
dapat diukur menggunakan akat Bomb Calorimeter
disebut energi pembakar.Karbohidrat dapat
dihidrolisis menjadi glukosa yang merupakan
energy utama bagi tubuh. Protein dan lemak juga
dapat memproduksi glukosa melalui proses
glukoneogenesis.
Berdasarkan kebutuhan akan zat makanan,
maka kita akan membagi makanan pada tiga golongan
besar, yaitu makanan sumber zat tenaga untuk
bergerak, terdapat pada nasi, kentang, gandum,
tepung-tepungan dan umbi-umbian. Sedangkan zat
pembangun terdapat pada ikan, daging, telur,
ayam, kacang-kacangan, tahu dan tempe. Adapun
sumber zat pengatur terdapat pada sayuran dan
buah-buahan. Dengan memamfaatkan ketiga golongan
bahan makanan tersebut maka dapat terpenuhi
kebutuhan hidup kita akan zat-zat makanan hingga
tubuh dapat melakukan kegiatan hidup dengan baik.
Kebutuhan makanan tiap orang berbeda satu sama
lain, tergantung jenis kelamin, aktivitas, tinggi
dan berat badan serta usia. Misalnya wanita
tinggi 155 cm dan berat badan 53 kg berarti berat
standar sedang, kalau ia berusia 35 tahun, maka
kebutuhan kalorinya sekitar 2000 kalori.
4. Kasifikasi Status Gizi
Dalam penelitian status gizi, khususnya untuk
keperluan klasifikasi diperlukan ukuran baku
(reference). Pada tahun 2009, Standar
Antropometri WHO 2007 diperkenalkan oleh WHO
sebagai standar antopometri untuk anak dan remaja
di dunia.Klasifikasi status gizi menggunakan
standar deviasi unit disebut juga Z-skor.
Rumus perhitungan Z-skor adalah :
Zskore= Nilai individu subjek - nilai median baku rujukan
Nilai simpang baku rujukan
Tabel 2.1

Kasifikasi Menurut WHO 2007

Indeks Status Gizi Ambang Batas


Berat badan menurut Gizi lebih > + 2SD
umur (BB/U) Gizi baik > -2 SD s/d + 2 SD
Gizi kurang < -2 SD s/d > -3 SD
Gizi buruk < -3 SD

Tinggi badan menurur Normal >2 Sd


umur Pendek < -2 SD
(TB/U)

Indeks berat badan Gemuk >+ 2 SD


menurut tinggi badan Normal > - 2 SD s/d + 2 SD
(BB/TB) Kurus -3 SD s/d <-2 SD
Sangat kurus < -3 SD

Indeks masa tubuh Gemuk >+ 2 SD


menurut umur Normal > -2 SD s/d + 2 SD
(IMT/U) Kurus -3 SD s/d > - 3 SD
Sangat kurus < -3 SD

Sumber : WHO 2007


5. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
a. Antropometri
Antropometri adalah ukuran tubuh
manusia.Sedangkan antropometri gizi adalah
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dan tingkat
umur dan tingkat gizi.Supariasa, dkk (2012)
mendefenisikan antropometri adalah ukuran
tubuh.Maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
dan tingkat gizi.Pengukuran antropometri
relatif mudah dilaksanakan. Akan tetapi untuk
berbagai cara, pengukuran antropometri ini
membutuhkan keterampilan, peralatan dan
keterangan untuk pelaksanaanya. Jika dilihat
dari tujuannya antropometri dapat dibagi
menjadi dua yaitu :
1) Untuk ukuran massa jaringan : Pengukuran
berat badan, tebal lemak dibawah kulit,
lingkar lengan atas. Ukuran massa jaringan
ini sifanya sensitif, cepat berubah, mudah
turun naik dan menggambarkan keadaan
sekarang.
2) Untuk ukuran linier : pengukuran tinggi
badan, lingkar kepala dan lingkar dada.
Ukuran linier sifatnya spesifik, perubahan
relatif lambat, ukuranya tetap atau naik,
dapat menggambarkan riwayat masa lalu.
Parameter dan indeks antropometri yang
umum digunakan untuk menilai status gizi anak
adalah indikator Berat Badan Menurut Umur
(BB/U), Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U),
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) :
1) Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan merupakan salah satu ukuran
antropometri yang memberikan gambaran
tentang massa tubuh (otot dan lemak),
karena massa tubuh sangat sensitif terhadap
perubahan yang mendadak misalnya karena
penyakit infeksi atau menurunnya nafsu
makan atau menurunya makanan yang
dikonsumsi maka berat badan per umur
merupakan ukuran antropometri yang sangat
labil. Penggunaan indeks BB/U sebagai
indikator status gizi memiliki kelebihan
dan kekurangan yang perlu mendapat
perhatian.
Kelebihan indeks BB/U yaitu :
a) Dapat lebih mudah dan lebih cepat
dimengerti oleh masyarakat umum.
b) Sensitif untuk melihat perubahan status
gizi jangka pendek.
c) Dapat mendeteksi kegemukan (Over
weight).
Sedangkan kelemahan dari indek BB/U
adalah :

a) Dapat mengakibatkan interpretasi status


gizi yang keliru bila terdapat edema.
b) Memerlukan data umur yang akurat.
c) Sering terjadi kesalahan pengukuran
misalnya pengaruh pakaian, atau gerakan
anak pada saat penimbangan.
d) Secara operasional sering mengalami
hambatan karena masalah sosial budaya
setempat. Dalam hal ini masih ada orang
tua yang tidak mau menimbangkan anaknya
karena seperti barang dagangan
(Supariasa, 2012).
2) Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan ukuran antropometri
yang menggambarkan pertumbuhan
skeletal.Dalam keadaan normal, tinggi badan
tumbuh bersamaan dengan pertambahan
umur.Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti
berat badan, relatif kurang sensitif
terhadap masalah defisiensi zat gizi jangka
pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi
terhadap tinggi badan baru akan tampak pada
saat yang cukup lama.
Kelemahan penggunaan indeks tinggi badan
menurut umur (TB/U) yaitu :
a) Tidak dapat memberi gambaran keadaan
pertumbuhan secara jelas
b) Dari segi operasional, sering dialami
kesulitan dalam pengukuran terutama bila
anak mengalami keadaan takut dan tegang
b. Klinis
Pemeriksan klinis adalah metode untuk menilai
status gizi berdasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi, seperti kulit, mata,
rambut,dan mukosa oral atau organ yang dekat
dengan permukaan tubuh seperti kelenjar
tiroid.
c. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah
pemeriksan spesimen yang diuji smelalui
laboratorium yang dilakukan pada berbagai
macam jaringan. Jaringan tubuh yang digunakan
antara lain darah,urine, tinja dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
d. Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah
metode penentuan status gizi dengan melibatkan
kemampuan fungsi dan melihat perubahan
struktur dari jaringan (Supariasa, dkk, 2012).
6. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
a. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode
penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jenis zat dan gizi
yang dikonsumsi. Kesalahan dalam survei
makanan bisa disebabkan oleh perkiraan yang
tidak tepat dalam menentukan jumlah makanan
yang dikonsumsi balita, kecenderungan untuk
mengurangi makanan yang banyak dikonsumsi dan
menambah makanan yang sedikit dikonsumsi ( The
Flat Slope Syndrome ).
Prinsip dari metode food recall 24 jam
dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24
jam yang lalu. Dalam metode ini responden
menceritakan semua yang dimakan dan diminum
selama 24 jam yang lalu (kemarin). Food
recall24 jam sebaiknya dilakukan berulang-
ulang dan harinya tidak berturut-turut
(Gibson, 2005).
Metode food recall24 jam ini mempunyai
beberapa kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihannya adalah sebagai
berikut:
1) Mudah melaksanakannya serta tidak membebani
responden. Biaya relatif murah karena tidak
memerlukan peralatan khusus dan tempat yang
luas.
2) Cepat, sehingga dapat mencakup banyak
responden.
3) Dapat digunakan untuk responden yang buta
huruf.
4) Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-
benar dikonsumsi individu sehingga dapat
dihitung intake zat gizi sehari.
Kekurangan metode food recall24 jam
antara lain:
1) Tidak dapat menggambarkan asupan makanan
sehari-hari bila hanya dilakukan food
recallsatu hari.
2) Ketepatan sangat tergantung pada daya ingat
responden.
3) The flat slope syndrome, yaitu
kecenderungan bagi responden yang kurus
untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak
(over estimate) dan bagi responden yang
gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit
(under estimate).
4) Membutuhkan tenaga atau petugas yang
terlatih atau terampil dalam menggunakan
alat bantu URT dan ketepatan alat bantu
yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat.
5) Responden harus diberi motivasi dan
penjelasan tentang tujuan dari penelitian.
Keberhasilan metode food recall 24 jam
ini sangat ditentukan oleh daya ingat
responden dan kesungguhan serta kesabaran dari
pewawancara, maka untuk dapat meningkatkan
mutu data food recall 24 jam dilakukan selama
beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak
berturut-turut). Apabila pengukuran hanya
dilakukan 1 kali (1x24 jam), maka data yang
diperoleh kurang representatif menggambarkan
kebiasaan makanan individu (Supariasa, dkk,
2012).
b. Statistik Vital
Yaitu dengan menganalisis data beberapa
statistik kesehatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian
karena penyebab tertentu dan data lainya yang
berhubungan dengan gizi.
c. Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai
hasil interaksi antara beberapa faktor fisik,
biologis dan lingkungan budaya.Jumlah makanan
yang tersedia sangat tergantung dari keadaan
ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan
lain-lain.
B. Konsep Dasar Prestasi Belajar

1. Pengertian
a. Belajar
Belajar adalah istilah kunci (key term)
yang paling vital dalam setiap usaha
pendidikan, sehingga tanpa belajar
sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan.
Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu
mendapat tempat yang luas dalam berbagai
disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya
pendidikan. Belajar juga memainkan peranan
penting dalam mempertahankan kehidupan
sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-
tengah persaingan yang ketat di antara bangsa-
bangsa lainnya yang terlebih dahulu maju
karena belajar (Syah, 2006).Belajar adalah
suatu adaptasi atau proses penyesuaian tingkah
laku yang berlangsung secara progresif
(Muhibbin Syah, 2008).
Kemampuan intelektual sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang
yang terlihat dari prestasi belajar yang
didapat. Untuk mengetahui prestasi tersebut
perlu diadakan evaluasi dengan tujuan
mengetahui kemampuan seseorang setelah
mengikuti proses pembelajaran. Prestasi
belajar tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
belajar karena prestasi belajar adalah hasil
dari kegiatan belajar yang merupakan proses
pembelajaran.
b. Prestasi Belajar

Suryadi Suryabrata (2002) menyatakan


bahwa prestasi belajar adalah hasil yang
dicapai dari hasil latihan, pengalaman yang
didukung oleh kesadaran. Jadi prestasi belajar
merupakan hasil dari perubahan dalam proses
belajar.
Prestasi belajar adalah hasil yang
dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas
atau kegiatan tertentu (Tu’u, 2004) dan
menurut (Wuryani, 2002), prestasi belajar
adalah hasil yang diberikan oleh guru kepada
siswa dalam jangka waktu tertentu sebagai
hasil perbuatan belajar serta penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya
ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang
diberikan oleh guru (Depdiknas, 2008).
Prestasi belajar siswa dapat diketahui
setelah diadakan evaluasi, yang dinyatakan
dalam bentuk nilai.Prestasi belajar siswa
meliputi prestasi kognitif (kemampuan berpikir
dan analisis, prestasi afektif (sikap) dan
prestasi psikomotor (tingkah laku)).Namun dari
tiga aspek tersebut aspek kognitiflah yang
menjadi tujuan utama dalam suatu sistem
pendidikan tanpa mengesampingkan aspek yang
lain (Syah, 2010).
Berdasarkan UU No.20 Tahun 2003,
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga yang demokratis dan tanggung jawab.
Melalui pendidikan seseorang diharapkan mampu
membangun sikap dan tingkah laku serta
pengetahuan dan keterampilan yang perlu dan
berguna bagi kelangsungan dan kemajuan diri
dalam masyarakat, bangsa dan negara.
Tercapainya tujuan pendidikan nasional
dapat dilihat dari prestasi belajar yang
diperoleh oleh peserta didik. Pendidikan pada
dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh
kembangkan potensi sumber daya manusia peserta
didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi
kegiatan belajar mereka.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa dapat dibedakan menjadi 3 macam, yakni
(Syah, 2010) :
a. Faktor Internal (faktor dari dalam siswa)
Faktor Internal (faktor dari dalam siswa)
adalah keadaan/kondisi jasmani dan rohani
siswa. Faktor yang berasal dari dalam diri
siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni :
1) Aspek Fisiologis
a) Status gizi
Status gizi merupakan ekspresi dari
keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu, atau perwujudan dari
nutriture dalam bentuk variabel tertentu
(Supariasa, 2002).
Status gizi diartikan sebagai keadaan
kesehatan fisik seseorang atau
sekelompok orang yang ditentukan dengan
salah satu atau kombinasi dari ukuran-
ukuran gizi tertentu (Soekirman,
2000).Status gizi adalah keadaan tubuh
sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi.Sedangkan zat
gizi (nutrients) adalah ikatan kimia
yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi,
membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan
(Almatsier, 2006).
b) Kesehatan
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan
otot) yang menandai tingkat kebugaran
organ-organ tubuh dan sendi-sendinya,
dapat mempengaruhi semangat dan
intensitas siswa dalam mengikuti
pelajaran.Kondisi organ tubuh yang
lemah, apalagi jika disertai sakit
kepala misalnya, dapat menurunkan
kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga
materi yang dipelajari kurang atau tidak
berbekas.
Kondisi organ-organ khusus siswa,
seperti tingkat kesehatan indera
pendengar dan indera penglihat, juga
sangat mempengaruhi kemampuan siswa
dalam memahami informasi dan
pengetahuan, khususnya yang disampaikan
di kelas (Syah, 2010).

c) Kebiasaan makan pagi


Kebiasaan makan pagi termasuk ke dalam
salah satu 13 pesan dasar gizi
seimbang.Bagi anak sekolah, makan pagi
dapat meningkatkan konsentrasi belajar
dan memudahkan memahami pelajaran
sehingga meningkatkan prestasi belajar
(Depkes, 2002).
Makan pagi membuat tubuh memperoleh
bekal zat tenaga untuk menghadapi kerja,
belajar, bermain dan aktivitas lain.
Banyak studi yang telah dilakukan
membuktikan pentingnya makan pagi dan
pengaruhnya terhadap kondisi tubuh dan
aktivitas seseorang, terutama anak-anak.
Hasil penelitian Lestari (2009),
menunjukkan bahwa jika dilihat dari
kebiasaan makan pagi, kemampuan
konsentrasi belajar dari 20 responden
yang terbiasa makan pagi setiap hari
sebagian besar (70%) bernilai positif,
dari 20 responden yang terbiasa makan
pagi 1-3 kali tiap minggu sebagian besar
(55%) kemampuan konsentrasi belajarnya
bernilai positif, sementara dari 18
responden yang tidak terbiasa makan pagi
hampir seluruhnya (78%) kemampuan
konsentrasinya bernilai negatif.
Nutrisi harus cukup karena kekurangan
kadar makanan ini akan mengakibatkan
kurangnya tonus jasmani, yang
pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas
mengantuk, lekas lelah, dan sebagainya
(Suryabrata, 2001). Ketika kandungan
energi pada makan pagi diperiksa, satu
studi menunjukkan bahwa makan pagi
dengan energi rendah bersifat merugikan
dalam hal suasana hati, daya tahan fisik
dan berpikir kreatif (Ells, dkk, 2008).
2) Aspek Psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek
psikologis yang dapat mempengaruhi
kuantitas dan kualitas perolehan belajar
siswa. Namun, diantara faktor-faktor
rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang
lebih esensial itu adalah sebagai berikut
(Syah, 2010) :

a) Intelegensi siswa
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan
sebagai kemampuan psikofisik untuk
mereaksi ransangan atau menyesuaikan
diri dengan lingkungan dengan cara yang
tepat (Reber, 1988 dalam Syah, 2010).
Intelegensi sebenarnya bukan persoalan
kualitas otak saja, melainkan juga
kualitas organ-organ tubuh
lainnya.Memang diakui bahwa peran otak
dalam hubungannya dengan inteligensi
manusia lebih menonjol daripada peran
organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak
merupakan “menara pengontrol” hampir
seluruh aktivitas manusia (Syah, 2010).
Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ)
siswa sangat menentukan tingkat
keberhasilan belajar siswa.Semakin
tinggi kemampuan intelegensi seorang
siswa, maka semakin besar peluangnya
untuk meraih sukses, dan sebaliknya
semakin rendah kemampuan intelegensi
seorang siswa maka semakin kecil
peluangnya untuk memperoleh sukses
(Syah, 2006).Anak dengan prestasi yang
baik, saat diuji intelegensinya hanya
120 atau biasa-biasa saja.Jadi IQ tinggi
bukan jaminan untuk mencapai prestasi
luar biasa di sekolah (Khomsan, 2004).
b) Sikap siswa
Sikap adalah gejala internal yang
berdimensi afektif berupa kecenderungan
untuk mereaksi atau merespons (response
tendency) dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek orang, barang dan
sebagainya, baik secara positif maupun
negatif (Syah, 2010). Sikap adalah
respon tertutup seseorang terhadap
stimulus atau objek tertentu, yang sudah
melibatkan faktor pendapat dan emosi
yang bersangkutan (senang-tidak senang,
setuju-tidak setuju, baik-tidak baik,
dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010).
c) Bakat siswa
Bakat (aptitude) adalah kemampuan
potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang
akan datang (Reber, 1988 dalam Syah,
2010). Sebenarnya setiap orang pasti
memiliki bakat dalam arti berpotensi
mencapai prestasi sampai ke tingkat
tertentu sesuai dengan kapasitas masing-
masing.Secara umum bakat itu mirip
dengan intelegensi.Itulah sebabnya
seorang anak yang berintelegensi sangat
cerdas (superior) atau cerdas luar biasa
(very superior) disebut juga sebagai
talented child, yakni anak berbakat
(Syah, 2010).
d) Minat siswa
Minat (interest) berarti kecenderungan
dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap
sesuatu.Minat seperti yang dipahami dan
dipakai oleh orang selama ini dapat
mempengaruhi kualitas pencapaian hasil
belajar siswa dalam bidang-bidang studi
tertentu (Syah, 2010).Minat adalah rasa
lebih suka dan rasa ketertarikan pada
suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang
menyuruh (Slameto, 2003).
e) Motivasi siswa
Motivasi adalah suatu perubahan tenaga
di dalam diri/pribadi seseorang yang
ditandai oleh dorongan efektif dan
reaksi-reaksi dalam usaha mencapai
tujuan (Sumanto, 2006).Fungsi motivasi
adalah mendorong timbulnya kelakuan atau
suatu perbuatan. Tanpa motivasi tidak
akan timbul perbuatan seperti belajar.
Sebagai pengarah, artinya mengarahkan
perbuatan kepada pencapaian tujuan yang
diinginkan, dan sebagai penggerak,
artinya menggerakkan tingkah laku
seseorang. Kuat lemahnya motivasi akan
menentukan cepat atau lambatnya suatu
pekerjaan seseorang (Hamalik, 2000).
Motivasi adalah pendorong suatu usaha
yang disadari untuk mempengaruhi tingkah
laku seseorang agar ia menjadi tergerak
hatinya untuk bertindak melakukan
sesuatu sehingga mencapai hasil atau
tujuan tertentu (Purwanto, 2000).

b. Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa)


Faktor eksternal adalah kondisi luar
lingkungan di sekitar siswa. Faktor internal
siswa sama seperti faktor eksternal siswa juga
terdiri atas dua macam, yakni faktor
lingkungan sosial dan faktor lingkungan non-
sosial.
1) Lingkungan sosial
a) Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan
pertama dan utama dalam masyarakat,
karena dalam keluargalah manusia
dilahirkan, berkembang menjadi dewasa.
Bentuk dan isi serta cara-cara
pendidikan di dalam keluarga akan selalu
mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya
watak, budi pekerti dan kepribadian tiap
manusia. Pendidikan yang diterima dalam
keluarga inilah yang akan digunakan oleh
anak sebagai dasar untuk mengikuti
pendidikan selanjutnya di sekolah
(Ilsan, 1996 dalam Kusumastuti, 2010).
Faktor orang tua sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan anak dalam
belajar.Tinggi rendahnya pendidikan
orang tua, besar kecilnya penghasilan,
cukup kurang perhatian dan bimbingan
orang tua, rukun atau tidaknya kedua
orang tua, semuanya itu turut
mempengaruhi pencapaian hasil belajar.
b) Sekolah
Lingkungan sosial sekolah seperti para
guru, para tenaga kependidikan (kepala
sekolah dan wakil-wakilnya) dan teman-
teman sekelas dapat mempengaruhi
semangat belajar seorang siswa.Para guru
yang menunjukkan sikap dan perilaku yang
simpatik dan memperlihatkan suri teladan
yang baik dan rajin khususnya dalam hal
belajar, misalnya rajin membaca dan
berdiskusi, dapat menjadi daya dorong
yang positif bagi kegiatan belajar siswa
(Syah, 2010).

c) Masyarakat
Keadaan masyarakat juga menentukan
prestasi belajar. Bila di sekitar tempat
tinggal keadaan masyarakatnya terdiri
dari orang-orang yang berpendidikan,
terutama anak-anaknya bersekolah tinggi
dan moralnya baik, hal ini akan
mendorong anak lebih giat belajar.
Tetapi sebaliknya, apabila tinggal
dilingkungan yang banyak anak-anak
nakal, tidak sekolah dan pengangguran,
hal ini akan mengurangi semangat belajar
atau dapat dikatakan tidak menunjang
sehingga motivasi belajar berkurang.
Tanggung jawab masyarakat terhadap
pendidikan sebenarnya masih belum jelas,
tidak sejelas tanggung jawab pendidikan
di lingkungan keluarga dan di lingkungan
sekolah.Hai ini disebabkan faktor waktu,
hubungan, sifat dan isi pergaulan yang
terjadi di dalam masyarakat.Waktu
pergaulan terbatas, hubungannya hanya
pada waktu-waktu tertentu, sifat
pergaulannya bebas, dan isinya sangat
kompleks dan beraneka ragam (Ihsan, 1997
dalam Minarni, 2006).
2) Lingkungan non-sosial
a) Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah dipahami sebagai
lembaga pendidikan formal, dimana di
tempat inilah kegiatan belajar mengajar
berlangsung, ilmu pengetahuan diajarkan
dan dikembangkan kepada anak didik
(Tu’u, 2004).
Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi
prestasi belajar siswa.Faktor ini
misalnya gedung, perlengkapan belajar,
alat praktikum, dan fasilitas lainnya.
Dapat pula berupa faktor lunak seperti :
kurikulum, program, pedoman belajar, dan
sebagainya (Wijayanto, 2001).
Letak sekolah atau tempat belajar harus
memenuhi syarat-syarat seperti di tempat
yang tidak terlalu dekat kepada
kebisingan atau jalan ramai (Suryabrata,
2001).

b) Lingkungan tempat tinggal


Lingkungan adalah sesuatu yang ada di
alam sekitar yang memiliki makna atau
pengaruh tertentu kepada individu.
Kondisi lingkungan belajar yang kondusif
baik lingkungan rumah maupun lingkungan
sekolah akan menciptakan ketenangan dan
kenyamanan siswa dalam belajar, sehingga
siswa akan lebih mudah untuk menguasai
materi belajar secara maksimal (Hamalik,
2001 dalam Sudarmanto, 2007). Lingkungan
yang baik perlu diusahakan agar dapat
memberi pengaruh yang positif terhadap
anak atau siswa sehingga dapat belajar
dengan sebaik-baiknya (Slameto, 2003).
Suasana rumah dimaksudkan sebagai
situasi atau kejadian-kejadian yang
sering terjadi di dalam keluarga di mana
anak berada dan belajar. Suasana rumah
yang gaduh/ramai dan semrawut tidak akan
memberi ketenangan kepada anak yang
belajar. Selanjutnya agar anak dapat
belajar dengan baik perlu diciptakan
suasana rumah yang tenang dan tenteram
(Minarni, 2006).
3) Batas Minimal Prestasi Belajar
Batas minimal prestasi belajar merupakan
suatu kiat yang dibutuhkan guru untuk
menetapkan batas minimal keberhasilan
belajar para siswa.Hal ini penting karena
mempertimbangkan batas terendah prestasi
siswa yang dianggap berhasil dalam arti
luas bukanlah perkara mudah.Keberhasilan
dalam arti luas berarti keberhasilan yang
meliputi ranah cipta, rasa, dan karsa
siswa.
Menetapkan batas minimum keberhasilan
belajar siswa selalu berkaitan dengan upaya
pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa
alternatif norma pengukuran tingkat
keberhasilan siswa setelah mengikuti proses
mengajar-belajar. Diantara norma-norma
pengukuran tersebut ialah :

a) Norma skala angka dari 0 sampai 10


b) Norma skala angka dari 0 sampai 100
Angka terendah yang menyatakan
kelulusan/keberhasilan belajar (passing
grade) skala 0-10 adalah 5,5 atau 6,
sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55
atau 60. Pada prinsipnya jika seorang
siswa dapat menyelesaikan lebih dari
separuh tugas atau dapat menjawab lebih
dari setengah instrumen evaluasi dengan
benar, siswa dianggap telah memenuhi
target minimal keberhasilan belajar.
Kiranya perlu dipertimbangkan oleh para
guru sekolah penetapan passing grade
yang lebih tinggi (misalnya 65 atau 70)
untuk pelajaran-pelajaran inti (core
subject).
C. Konsep Dasar Anak Usia Sekolah

1. Definisi
Anak usia sekolah adalah anak usia 6-12
tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman
inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap
mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri
dalam hubungan dengan orang tua, teman sebaya,
dan orang lain. Usia sekolah merupakan masa anak
memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk
keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan
dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu
(Wong, 2009).
Anak-anak usia sekolah 6-12 tahun adalah
kelompok yang memiliki interaksi yang intensif
dengan lingkungan sekolah, teman, media massa dan
program pemasaran perusahaan. Pada dasarnya
memiliki karakter yang sangat mudah terpengaruh
oleh lingkungannya termasuk dalam memilih
makanan. Anak-anak belum memiliki pengetahuan
yang cukup untuk memilih makanan yang baik,
sehingga belum menjadi konsumen yang kritis dan
bijaksana, anak akan mudah menerima dan menyukai
makanan yang juga disukai teman-temannya
(Sumarwan, 2007).
Anak usia sekolah adalah generasi penerus
bangsa, kualitas bangsa dimasa depan ditentukan
kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia harus dilakukan
sejak dini, sistematis dan berkesinambungan.
Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal
tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan
kuantitas yang baik serta benar. Masa tumbuh
kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan
makan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan
dengan sempurna (Judarwanto, 2006).
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa anak usia sekolah adalah anak
yang berusia 6-12 tahun yang mulai memasuki
pendidikan sekolah dasar dan memiliki interaksi
yang intensif dengan orang tua, teman sebaya,
orang lain dan lingkungan sekolah.

2. Karakteristik Anak Usia Sekolah


Anak usia sekolah merupakan golongan yang
mempunyai karakteristik mulai mencoba
mengembangkan kemandirian dan menentukan batasan-
batasan norma. Disinilah variasi individu mulai
lebih mudah dikenali seperti pertumbuhan dan
perkembangannya, pola aktivitas, kebutuhan zat
gizi, perkembangan kepribadian, serta asupan
makanan (Yatim, 2005).
Ada beberapa karakteristik lain anak usia
sekolah adalah anak akan banyak berada di luar
rumah untuk jangka waktu antara 4-5 jam.
Aktivitas fisik anak semakin meningkat seperti
pergi dan pulang sekolah, bermain dengan teman,
akan meningkatkan kebutuhan energi. Apabila anak
tidak memperoleh energi sesuai kebutuhannya maka
akan terjadi pengambilan cadangan lemak untuk
memenuhi kebutuhan energi, sehingga anak menjadi
lebih kurus dari sebelumnya (Khomsan, 2010).

3. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah


a) Pertumbuhan Anak Usia Sekolah
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah
perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau
dimensi tingkat sel, organ maupun individu,
yang bisa di ukur dengan ukuran berat (gram,
pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter),
umur tulang dan keseimbangan metabolik
(retensi natrium dan nitrogen tubuh)
(Soetjiningsih, 2000).
Anak usia sekolah pertumbuhan tinggi dan
berat badan cenderung lebih stabil, rata-rata
akan tumbuh 5 cm (2 inci) setiap tahunnya,
serta berat badan akan bertambah 2-3 kg (4,5-
6,5 pon) pertahun, terdapat sedikit perbedaan
pertumbuhan antara laki-laki dengan perempuan,
anak laki- laki akan lebih tinggi serta lebih
berat dibanding anak perempuan (Wong, 2009).
b) Perkembangan Anak Usia Sekolah
Ciri anak usia sekolah secara
perkembangan intelektual dan emosi,
perkembangan bahasa, dan perkembangan
moral, sosial dan sikap (Sofa, 2008) sebagai
berikut :
1) Perkembangan Intelektual dan Emosi
Perkembangan intelektual anak sangat
tergantung pada berbagai faktor utama,
antara lain kesehatan gizi, kebugaran
jasmani, pergaulan dan pembinaan orang
tua.Akibat terganggunya perkembangan
intelektual tersebut anak kurang dapat
berpikir operasional, tidak memiliki
kemampuan mental dan kurang aktif dalam
pergaulan maupun dalam berkomunikasi dengan
teman-temannya.
Perkembangan emosional berbeda satu sama
lain karena adanya perbedaan jenis kelamin,
usia, lingkungan, pergaulan, dan pembinaan
orang tua maupun guru di sekolah. Perbedaan
perkembangan emosional tersebut juga dapat
dilihat berdasarkan ras, budaya, etnik dan
bangsa.
Perkembangan emosional juga dapat
dipengaruhi oleh adanya gangguan kecemasan,
rasa takut dan faktor-faktor eksternal yang
sering kali tidak dikenal sebelumnya oleh
anak yang sedang tumbuh.Sering kali juga
adanya tindakan orang tua yang sering kali
tidak dapat mempengaruhi perkembangan
emosional anak.
2) Perkembangan Bahasa
Bahasa telah berkembang sejak anak berusia
4-5 bulan.Orang tua yang bijak selalu
membimbing anaknya untuk belajar berbicara
mulai dari yang sederhana sampai anak
memiliki keterampilan berkomunikasi dengan
mempergunakan bahasa.Bahasa berkembang
setahap demi setahap sesuai dengan
pertumbuhan organ pada anak dan kesediaan
orang tua membimbing anaknya.
3) Perkembangan Moral, Sosial dan Sikap
Orang tua sangat dianjurkan selain
memberikan bimbingan juga harus mengajarkan
bagaimana anak bergaul dalam masyarakat
dengan tepat, dan dituntut menjadi teladan
yang baik bagi anak, mengembangkan
keterampilan anak dalam bergaul dan
memberikan penguatan melalui pemberian
hadiah kepada anak apabila berbuat atau
berperilaku yang positif.
Terdapat bermacam hadiah yang sering kali
diberikan kepada anak, yaitu yang berupa
materiil dan non materiil.Hadiah tersebut
diberikan dengan maksud agar pada kemudian
hari anak berperilaku lebih positif dan
dapat diterima dalam masyarakat luas.
Menurut Soejanto (2005), anak usia sekolah
telah mengalami masa perkembangan yang
membantu anak untuk dapat menerima bahan
yang diajarkan oleh gurunya antara lain :
 Perkembangan Sifat Sosial
Sifat sosial anak ini merupakan sifat
kodrat yang dibawa oleh anak sejak
lahir, mula-mula berkembang terbatas
dalam keluarga, yang makin lama
bertambah luas.Anak mulai kurang puas
hanya bergaul dengan keluarga dan ingin
memperluasnya dengan anggota masyarakat
terdekat.Anak mulai mencari teman-teman
sebaya untuk berkelompok dalam permainan
bersama, semakin lama ruang lingkup
pergaulannya semakin meluas.
 Perkembangan Perasaan
Anak yang semula hanya merasakan senang
dan sedih, semakin lama perasaan itu
terdiferensiasi menjadi perasaan
menyesal, kasihan/iba, marah, jengkel,
bersimpati, bersalah, dan
wajib.Perasaan-perasaan tersebut
disebabkan oleh pengalaman yang semakin
lama semakin meluas, sehingga semakin
luas pergaulan anak semakin kayalah anak
bervariasi dalam tingkah lakunya.
Perkembangan ini bermanfaat bagi anak
untuk menerima pelajaran di sekolah,
sehingga memudahkan anak menerima bahan
pengajaran dari guru, memudahkan anak
memahami bahan pengetahuan yang
diberikan oleh gurunya. Orang tua dapat
membantu perkembangan perasaan anak
dengan melatih anak bekerja sama,
belajar dalam kelompok, bermain/bekerja
dan bersaing dengan sportif, saling
memberi dan menerima, saling membutuhkan
pertolongan sehingga terbina rasa
persatuan.
 Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik yang memungkinkan
anak dapat melakukan segala sesuatu yang
terkandung dalam jiwa dengan
sewajarnya.Perkembangan motorik membuat
anak semakin kaya dalam bertingkah laku,
sehingga memungkinkan anak memperkaya
perbendaharaan mainannya bahkan
memungkinkan anak memindahkan aktivitas
bermainnya, kreativitas belajar dan
bekerja memungkinkan anak dapat
melakukan perintah dan kewajiban, tugas-
tugas, bahkan keinginan-keinginannya
sendiri.
Orang tua dapat membantu anak dengan
melatih anak melakukan kewajiban-
kewajiban yang sesuai dengan keadaan
jasmani dan rohaninya, melatih anak
melakukan peraturan-peraturan
keluarga/sekolah, melatih anak
menyertakan gerakan-gerakan tertentu
pada saat berbicara, bernyanyi,
bersyair, bergembira, dan
bersedih.Melatih gerakan-gerakan yang
benar dan baik dengan berolahraga,
menari, berenang dan bermacam permainan.
 Perkembangan Bahasa
Semakin luas pergaulan anak di luar
keluarga, permainan dalam kelompok
memberi kesempatan kepada anak untuk
memperkaya perbendaharaan bahasa, baik
secara pasif yaitu menerima ekspresi
jiwa orang lain, maupun secara aktif
yaitu menyampaikan isi jiwanya kepada
orang lain, sehingga bahasa disebut
sebagai alat perhubungan sosial.
Orang tua atau guru dapat membantu anak
dengan memberikan sesuatu dongeng pada
setiap kesempatan, menceritakan apa yang
dilihat sesudah anak menyaksikan sesuatu
peristiwa, memberi kebebasan anak untuk
berpikir, dan berpendapat secara lisan
dengan penuturan yang teratur, tidak
banyak melarang anak, mencemooh, menekan
ataupun memaksa anak sebab anak akan
melakukan sesuatu dengan perasaan tidak
senang, sehingga akan terjadi sesuatu
yang diharapkan.
 Perkembangan Pikiran
Perkembangan pikiran selalu setingkat
dan sejalan dengan perkembangan sosial
serta bahasa yang merupakan alat untuk
berpikir.Berpikir adalah berbicara yang
tidak diucapkan dan bercakap adalah
berpikir yang diucapkan. Anak usia
sekolah berada dalam tingkat berpikir
konkret artinya pikiran masih erat
hubungannya dengan benda atau keadaan-
keadaan nyata.
D. Skema Kerangka Teori

Penyebab Penyebab Penyebab


langsung dasar tidak
langsung

Status gizi

Sistem imun Keadaan


fisik

Status
kesehatan

Keaktifan dan
kesanggupan
dalam belajar

Faktor Prestasi Faktor


Internal belajar Eksternal
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
analitik yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antarvariabel
(Dahlan,2017).Jenis penelitian korelasi yang
bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif
antarvariabel.Model pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini menekankan waktu pengukuran/observasi
data variable independen dan dependen hanya satu
kali pada satu saat dan dinilai secara simultan
(Nursalam, 2016).
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan
antara status gizi dengan prestati belajar siswa
sekolah dasar di SD Negeri Jawa Lima Martapura
Kabupaten Banjar kelas 1 sampai dengan kelas 6.

53
54

B. Kerangka Kerja Penelitian

Justifikasi Masalah

Pengajuan Judul

Studi Kepustakaan

Studi Pendahuluan

Populasi:

Semua siswa sekolah dasar di SD Jawa Lima Martapura


Kabupaten Banjar kelas 1 sampai dengan kelas 6 dengan
jumlah siswa 160 orang.

Sampel:

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 60


responden

54
Pengumpulan data-data dengan pengukuran BB , TB dan
Rapor semester Ganjil

Pengelolaan Data

Tabulasi Data

Variabel bebas: Variabel Terikat:


Status Gizi Prestasi Belajar

Analisa data

Data yang dapat disajikan dalam bentuk deskriptif,


kemudian dianalisa teknik komputerisasi SPSS

Penyajian Data
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian iniakan dilaksanakan di SD
Negeri Jawa Lima Martapura Kabupaten Banjar.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini secara keseluruhan
mulai dari pengajuan judul sampai dengan
penyerahan laporan Karya Tulis Ilmiah yaitu dari
bulan Oktober 2018 sampai bulan Maret 2019.

D. Populasi dan Sampel penelitian

1. Populasi
Pada penelitian ini populasi yang diambil
adalah semua siswa sekolah dasar di SD Negeri
jawa Lima Martapura Kabupaten Banjar kelas 1
sampai kelas 6 yang berjumlah 160 orang yaitu:
a. Kelas 1: 30 orang
b. Kelas 2: 26 orang
c. Kelas 3: 26 orang
d. Kelas 4: 24 orang
e. Kelas 5: 24 orang
f. Kelas 6: 30 orang.

2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua
siswa sekolah dasar di SD Negeri Jawa Lima
Martapura Kabupaten Banjar kelas 1 sampai kelas 6
berjumlah 160 orang.
Sampel dalam penelitian dihitung dengan
menggunakan rumus solvin
n = ___N___
1+N(d2)
Keterangan:
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
D = Tingkat Signifikan Perhitungan
n = ___N___
1+N(d2)

n= ___160___
1+160(0,12)
n= ___160___
1+160(0,01)
n= _160_= 60
2,7
n = 60 Responden

3. Sampling
Penelitian ini menggunakan Random Sampling
yaitu teknik pengambilan sempel atau elemen
secara acak,dimana setiap elemen atau anggota
populasi memiliki kesempatan yang sama untuk
terpilih menjadi sampel(Margono,2017).
4. Kriteria Sampel
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi sampel dalam
penelitian ini adalah:
1) Siswa yang memiliki absensi(tidak
hadir)karena sakit kurang dari 1 minggu (7
hari) dalam 1 semester, untuk mengendalikan
faktor kesehatan.
2) Siswa yang bersedia menjadi responden.
3) Siswa yang kooperatif.
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria Eksklusi sampel dalam
penelitian ini adalah:
1) Siswa yang mengalami penurunan kesehatan
saat penelitian berlangsung.
2) Siswa yang pada saat dilaksanakan
penelitian tidak hadir.
3)

E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada
hubungan antara status gizi dengan hasil belajar
pada siswa sekolah dasar di SD Negeri Jawa Lima
Martaputa Kabupaten Banjar kelas 1 sampai kelas 6.
H0: tidak ada hubungan antara status gizi dengan
prestasi belajar siswa sekolah dasar di SD Negeri
Jawa Lima Martapura Kabupaten Banjar.
Ha: ada hubungan antara status gizi dengan prestasi
belajar siswa sekolah dasar di SD Negeri Jawa Lima
Martapura

F. Variable Penelitian
Menurut (Suharsimi, 2016). Variabel adalah
objek penelitia yang bervariasi. Dalam penelitian
ini ada dua Varabel yaitu variable bebas, dan
variable terikat yaitu:

1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah status
gizi.

2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
prestasi belajar.
G. Definisi Oprasional

Tabel 3.1
No Variabel Definisi Parameter Skala Hasil
Ukur
1 Status Cakupan gizi 1.BB Ordinal 1.Gizi
Gizi seimbang pada 2.TB Gemuk:
anak >2SD
berdasarkan 2.Gizi
pengukuran Normal:
tinggi badan -2D
dan berat sampai
badan. +2SD
3.Gizi
Kurus:
<-2SD
4.Gizi
Sangat
kurus:
<-3SD

2 Prestasi Hasil yang Rapot Ordinal 1.Baik:


Belajar dicapai dari semester >7,5
latihan, ganjil 2.cukup:
pengalaman <7,5-6,0
yang didukung 3.Kurang:
oleh kesadaran <6,0
dan perubahan
dalam proses
belajar.
H. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang
diguakan adalah timbangan injak.
Kategori:
Gizi Gemuk: >2SD
Gizi Normal : -2D sampai +2SD
Gizi Kurus : <-2SD
Gizi Sangat kurus : <-3SD
Hasil belajar diambil dari nilai rata-rata
yang terdapat pada rapot siswa tiap semester.Cara
pengukuran variable dilakukan dengan pengumpulan
rapot siswa semester ganjil.
Kategori:
Baik :>7,5
Cukup :<7,-6,0
Kurang :< 6,0

I. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data adalah suatu proses
pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan
karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian.
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder.

1. Data Primer
Data primer digunakan untuk mengumpulkan data
tentang berat badan siswa ketika dilakukan
penelitian.
Data tinggi badan siswa ketika dilakukan
penelitian.

2. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari pihak
lain, badan instansi yang secara rutin
mengumpulkan data.
Data sekunder dalam penelitian ini yaitu
dari rapot siswa, yaitu rata-rata nilai rapot
semester ganjil.

3. Proses pengambilan data


a) Meminta surat izin di kampus Akper intan
Martapura untuk melakukan penelitian di SD
Negeri Jawa Lima Martapura Kabupaten Banjar
b) Meminta izin dengan dinas kesehatan Kabupaten
Banjar
c) Meminta izin dengan dinas pendidikan
d) Meminta izin dengan kepala sekolah SD Negeri
Jawa Lima Martaputa Kabupaten Banjar.
e) Mengukur TB dan BB sampel penelitian
f) Menghitung status gizi
g) Melihat rapot semester ganjil

J. Pengolahan dana analisis data

1. Teknik Pengolaan Data


Pengolaan data dalam penelitian dlakukan
dengan tahap sebagai berikut:
a. Editing
Editing adalah memeriksa hasil pengukuran
TB dan BB yang telah dikumpulkan oleh para
pengumpul data. Pemeriksaan kembali apakah
nama dan pengukuran BB dan TB tidak tertukar
dengan yang lainnya.

b. Coding
Coding adalah megklasifikasikan jawaban-
jawaban dari responden ke dalam bentuk
angka/bilangan.Tanda-tanda kode dapat
disesuaikan dengan pengertian yang lebih
menguntungkan peneliti, jadi tanda-tanda
tersebut bisa dibuat oleh peneliti
sendiri.Kegunaan dari coding adalah untuk
mempermudah pada saat analisis data dan juga
mempercepat pada saat entry data.

c. Tabulating
Tabulating adalah memasukkan data ke dalam
table kemudian disajikan.Data yang diteliti
dibuat dalam bentuk tabek distribusi frekuensi
dan tabulasi silamg untuk melakukan analisis
data.

2. Teknik Analisis Data


Analisa data adalah membandingkan dua hal
atau nilai variable untuk mengetahui selisihnya
atau rasionalnya, kemudian diambil suatu
kesimpulan dan teknik statistic.
a. Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap
variable dari hasil penelitian.Umumnya dalam
analisis ini hanya menghasilkan dustribusi dan
prestasi daritiap variable. Analisis univariat
bermanfaat untuk melihat apakah data yang
sudah layak untuk dilakukan
analisis,melihatgambarandan yang dikumpulkan
dan apakah data sudah optimal ntuk analisis
lebih lanjut.

b. Bivariat
Bivariat adalah analisis yang dilakukan
terhadap dua variable yang diduga berhubungan
atau berkorelasi. Analisis bivariat dalam
penelitian ini diolah dengan menggunakan
program computer, dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara status gizi dengan hasil
belajar, dengan menggunakan uji statistic
sperman Rho. Uji ini digunakan untuk menguji
hipotesis asosiasi atau komparasi kelompk
sampel tidak berpasangan pada 2 kelompok
sampel atau lebih dengan skala pengukuran
variabek kategorik.

K. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti
mengajukan surat permohonanizin kepada Direktur
Akademi Keperawatan Intan Martapura yang diajukan ke
kepala dinas Kesehatan Kabupaten Banjar untuk
meminta persetujuan atau izin penelitian di SD
Negeri Jawa Lima Martapura Kabupaten Banjar dengan
menekankan masalah etika yang meliputi :
1. Informed Consent
Informed Consent merupakan bentuk persetujuan
dari awal bertemu responden yaitu menjelaskan
maksud,tujuan dan manfaat dari penelitian
tersebut, kemudian setelah responden bisa
memehami dan menerima positif hasil dari
penejelasan peneliti maka peneliti baru bisa
memeberikan lembar persetujuan kepada responden
dari penelitian yang dilakukanpeneliti. Informed
consent diberikan dengan tujuan agar subjek
mengerti maksud dan tujuan penelitian. Ini
dilakukan untuk menghindari salah paham
penelitian. Subjek penelitian berhak untuk
berpartisipasi atau menolak menjadi responden.
2. Anonimity ( Tanpa Nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah
yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek
penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan
data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Kerahasiaan (confidentiality)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan
memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian,
baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannnya oleh peneliti, hanya kelompok
data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset (Hidayat, 2018).
BAB lV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Jawa


Lima Martapura Kabupaten Banjar Tahun 2019.
Pelaksanaan pengambilan data penelitian dilaksanakan
pada tanggal 25 Maret sampai dengan 26 Maret 2019.
Populasi penelitian ini adalah siswa-siswi kelas I
sampai dengan kelas VI yang berjumlah 160 siswa,
yaitu (kelas 1=30 orang , kelas 2=26 orang, kelas
3=26 orang, kelas 4= 24 orang, kelas 5= 24 orang,
kelas 6= 30 orang).
Penelitian status gizi sampel dengan
menggunakan indeks antropometri gizi berat badan
menurut tinggi badan, yang diambil dari hasil
pengukuran berat badan dan tiggi badan sampel.
Pengukuran berat badan dilakukan menggunakan
timbangan dengan kapasitas 120 kg dan pengukuran
tinggi badan menggunakan microtoice dipasang pada
dinding yang datar tegak lurus dari lantai. Dari
hasil pengukuran tersebut dapat ditentukan status
gizi masing- masing sampel yang telah dilakukan
pengukuran. Hasil belajar responden diambil dari
rata-rata nilai rapot semester ganjil.
1. Visi dan Misi SD Negeri Jawa Lima Martapura
Kabupaten Banjar
a. Visi sekolah
SD Negeri Jawa 5 mewujudkan siswa yang :
“siap melangkah kedepan bersaing dalam
prestasi dengan berlandaskan imtaq dan peduli
lingkungan”
b. Misi Sekolah
1) Mewujudkan system pendidikan yang dapat
mengembagkan kepribadian dan karakter
bangsa dengan penerapan akhlak mulia.
2) Meningkatkan pendidikan agama, akhlak, budi
pekerti, karakter bangsa, dan semangat
nasionalisme yang dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari
3) Mengembangkan kemampuan membaca, menulis,
berhitung, dan teknologi informasi dan
komunikasi(TIK) sederhana.
4) Menumbuh kembangkan semangat demokratis dan
berkualitas keunggulan dalam penguasaan
pengetahuan, kreatifitas serta prestasi
pada siswa dan seluruh warga sekolah.
5) Menanamkan sifat dan sikap peduli
lingkungan untuk menumbuhkan budaya hidup
bersih serta lingkungan yang hijau.
c. Tujun Sekolah
1) Dapat terwujudnya siswa yang mampu
melaksanakan ajaran dasar agama, berakhlak
mulia, yang dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
2) Dapat terwujudnya semangat keunggulan,
kreatif, inovatif, kopetensi dengan dasar
akhlak mulia pada seluruh warga sekolah.
3) Dapat terwujudnya sumber daya manusia yang
memiliki dasar ilmu pengetahuan dan
teknologi serta komunikasi (TIK) yang
menunjang perkembangan iptek dan
pengembangan aktivitas dan kreativitas
siswa.
4) Dapat mengoptimalkan terwujudny kemampuan
dasar siswa untuk menyiapkan kejenjang
pendidikan selanjutnya.
5) Dapat melaksanakan sikap hidup besih dan
menjaga kebersihan lingkungan.

2. Profil Sekolah SD Jawa Lima Martapura Kabupaten


Banjar
a. Nama sekolah : SD Negeri Jawa 5
b. Nama Gugus : Merah Delima
c. Alamat : Jalan Menteri Empat
d. Kabupaten : Banjar
e. NSS : 101150101064
f. NIS/NPSN : 100640 / 30300515
g. No.Telpon/HP : 085754578668
h. Nama Kepala Sekolah : H.Kaspul
Anwar, S.Pd.
Nama Ketua Komite Sekolah : Hj.Nahriani
Hidayah,SE
i. Jenjang Akreditasi : A
Tanggal dan No. SK Akreditasi : 23 Nopember
2010,
Dd. 035308
j. Tahun Didirikan : 1985
k. Tahun Beroperasi : 1995
l. Kepemilikan Tanah : Pemilik Daerah
Status Tanah : Hak Milik
Luas Tanah : 3015m2
m. Nomer Rekening Sekolah ( BOS) :
009.03.0121305.6
n. NPWP Sekolah : 003753324732000
o. Email Sekolah : sdnjawa5@gmail.com
p. Status Sekolah
Status : Negeri
Waktu Penyelenggaraan : Pagi ( 08.00
-13.35 WITA)
3. Data Tenaga Pendidikan
Tabel 4.1
Data Tenaga Pendidikan SD Negeri jawa 5 Martapura
No Status SMP SLTA DII DIII S1 S2 Jumlah Ket
Pegawai
1 Guru PNS 1 16 17

2 Guru
Pembantu
3 Guru 1 4 5
Honor
4 GTT

5 PSD 1 2 3

Jumlah 1 4 20 24

4. Data SD Imbas
Tabel 4.2
Data SD Imbas
No Nama SD Imbas Jarak SD Imbas Nama Kepala
Dengan SD Inti Sekolah
1 SDN KERATON 4 700 m HJ. ZURAIDAH,
S.Pd
2 SDN SUNGAI PARING 2 1,5 KM HJ. ISNANIAH,
S.Pd
3 SDN CINDAI ALUS 1 3 KM H. SURIYANSYAH,
S.Pd
4 SDN CINDAI ALUS 2 4 KM AGUSTIARTI,S.Pd
5 SDN TUNGKARANG 4 Km ETNY YUNIARTI,
S.Pd
B. Gambaran Umum Responden
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa
kelas 1 sampai dengan kelas 6 di SD Negeri Jawa Lima
Martapura Kabupaten Banjar Tahun 2019 yang memenuhi
kriteria inklusi yang telah ditentukan. Jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 60 orang. Adapun
karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
No Umur Jumlah Presentase (%)
1 7 10 16,67%
2 8 10 16,67&
3 9 10 16,67&
4 10 10 16,67&
5 11 10 16,67&
6 12 10 16,67&
Jumlah 60 100,0%

Berdasarkan hasil penelitian diketahui


bahwa umur dari 60 siswa kelas 1 sampai 6 di
sekolah SD Negeri Jawa 5 Martapura Kabupaten
Banjar Tahun 2019 yang menjadi sampel dalam
penelitian ini memiliki umur antara 7-12 tahun
sebanyak 60 orang.
2. Karakteristik Umum Resonden Berdasarkan Jenis
Kelamin
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase(%)
1 Laki-laki 21 35%
2 Perempuan 39 65%
Jumlah 60 100,0%

Berdasarkan table 4.4 diperoleh data


mayoritas jenis kelamin perempuan 39 orang (65%).

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Gizi

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Status Gizi
No Status Gizi Jumlah Persentase(%)

1 Gizi gemuk 0 0%
2 Gizi normal 27 45%
3 Gizi kurus 33 55%
4 Gizi sangat 0 0%
kurus
Jumlah 60 100,0%

Berdasarkan table 4.5 diperoleh data


mayoritas status gizi kurus yaitu 33 orang (55%).
4. Karakteristik Frekuensi Responden Berdasarkan
Hasil Belajar
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Resonden Berdasarkan Hasil
Belajar
No Kategori Hasil Frekuensi Persentase(%)
Belajar
1 Baik 36 60%
2 Cukup 24 40%
3 Kurang 0 0%

Jumlah 60 100,0%
Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh data
mayoritas nilai hasil belajar responden adalah
kategori baik sebanyak 36 (60%)

5. Hubungan Status Gizi dengan Prestati Belajar


Siswa
a) Analisa Bivariat

Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Status Gizi dengan
Prestasi Belajar di SD Negeri Jawa Lima
Martapura Kabupaten Banjar Tahun 2019
__________________________________________
Prestasi Belajar
Status Gizi r 0,697
P 0,000
n 60
___________________________________________________

Dari hasil output diatas, diperoleh


angka koefisiensi kolerasi sebesar 0,697
artinya tingkat kekuatan hubungan ( korelasi)
antar variable status gizi dengan prestasi
belajar adalah kuat. Sedangkan nilai
signifikasi atau sig (2-tailed) sebesar 0,000
artinya ada hubungan yang signifikasi antara
variable status gizi dengan prestasi belajar.

C. Pembahasan
1. Mengidentifikasi Status Gizi Pada Siswa SD Negeri
Jawa Lima Martapura
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
data mayoritas status gizi kurus yaitu 33 orang
(55%). Hal ini sesuai dengan dengan teori yang
dikemukakan oleh Notoadmodjo bahwa kelompok anak
usia 7-12 tahun merupakan kelompok usia rentan
terhadap masalah terkait dengan kekurangan gizi
yang dicirikan oleh berat badan rendah dan
defisiensi zat besi(wati, 2016)
Gizi merupakan salah satu penentu dari
kualitas sumber daya manusia. Akibat kekurangan
gizi akan menyebabkan beberapa efek serius
seperti kegagalan dalam pertumbuhan fisik serta
tidak optimalnya perkembangan dan kecerdasan.
Akibat lain adalah terjadinnya penurunan
produktifitas , menurunnya daya tahan tubuh
terhadap penyakit yang akan meningkatkan resiko
kesakitan salah satunya pneumonia (Maribi, 2016).
Status gizi adalah keadaan keseimbangan
antara asupan zat gizi dan kebutuhan zat gizi
oleh tubuh untuk berbagai keperluan proses
biologis. Keseimbangan zat gizi mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan, kecerdasan,
pemeliharaan kesehatan, aktovitas dan lain-lain
(Basuni, 2017). Makanan yang mengandung
asupan gizi yang cukup sangat membantu dalam
kebutuhan gizi anak dan dapat mempengaruhi status
gizi anak tersebut, namum status giz tidak hanya
dipengaruhi status gizi anak tersebut, namun
status gizi tidak hanya dipengaruhi oleh asupan
makanan saja. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi status gizi seperti halnya
disebutkan oleh (Tivi D dkk, 2017) bahwa terdapat
dua faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu
faktor secara langsung yaitu meliputi konsumsi
makanan dan faktor tidak langsung seperti
kesediaan pangan ditingkat rumah tangga,
ketahanan pangan dikeluarga, dan tingkat
pengetahuan orang tua mengenai status gizi.
Pada anak yang mengalami kurang gizi pada
tingkat ringan atau sedang masih dapat
beraktifitas, tetapi bila diamati dengan seksama
badannya akan mulai kurus, stamina daya taha
tubuh menurun, sehingga mempermudah untuk
terjadinya penyakit infeksi, sebaliknya anak yang
menderita penyakit infeksi akan mengalami
gangguan nafsu makan menurun dan penyebaran zat-
zat gizi sehingga menyebabkan kurang gizi (
Andarini, 2017).
Penelitian lain yang menyatakan di
Puskesmas Palasari Kecamatan Ciater Kabupaten
Subang, diketahui dari 70 responden penelitian,
70,40% memiliki status gizi normal dan 29,60%
dengan status gizi abnormal (Setiawan, 2016).
Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Hidayati, 2017) yang melaporkan
bahwa terdapat beberapa faktor yang sangat
berperan dalam kondisi status gizi anak usia
sekolah, di antarannya yaitu asupan makanan,
aktivitas fisik, dan kondisi sosial ekonomi.
Hasil penelitian (Muchlis dkk,2016)
menunjukkan sebagian besar siswa sekolah dasar
Negeri 063 Kecamatan Rumbai Pesisir memiliki
status gizi normal. Hasil penelitian lain yang
dilakukan (Sari, 2010) tentang status gizi siswa
sekolah dasar negri 032 Bukit Raya Kecamatan
Tenayan Raya Kota Pekanbaru juga didapatkan
sebagian besar siswa memiliki status gizi
normal.Penelitian serupa juga dilakukan (Legi,
2012) tentang status gizi pada siswa sekolah
dasar negeri Malalayang Kecamatan Malalayang juga
didapatkan bahwa sebagian besar siswa memiliki
status gizi normal.
2. Mengidentifikasi Pestasi Belajar Siswa SD Negeri
Jawa Lima Martapura
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
data mayoritas nilai hasil belajar responden
adalah kategori baik sebanyak 36 (60%).
Penelitian (Suryabrata, 2012) menyatakan bahwa
prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari
hasil latihan, pengalaman yang didukung oleh
kesadaran. Jadi prestasi belajar merupakan hasil
dari perubahan dalam proses belajar.
Anak usia sekolah pada masa perkembangan
sering mengalami masalah gizi. Masalah gizi
adalah gangguan kesehatan dan kesejahteraan
seseorang, kelompok orang, atau masyarakat akibat
adanya ketidakseimbangan antara asupan dengan
kebutuhan tubuh terhadap makanan dan pengaruh
interaksi penyakit. Masalah gizi utama di
Indonesia masih didominasi oleh maslah gizi
kurang energi protein (KEP), anemia defisiensi
besi, gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY),
dan kekurangan vitamin A (KVA). Disamping itu
faktor yang mempengaruhi keadaan gizi yaitu
konsumsi makanan dan tingkat kesehatan (Maleke,
Umboh, dan Pateda, 2015).
Salah satu faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar adalah tingkat kecerdasan,
kecerdasan sangat berhubungan dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak, dan
makanan berpengaruh terhadap perkembangan sel
otak. Apabila makanan tidak mengandung kecukupan
zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini
berlangsung lama maka akan menyebabkan perubahan
secara optimal, otak membutuhkan zat-zat gizi
yang cukup dan seimbang (Suryono, 2015).
Alasan lain didapatkan bahwa prestasi
belajar merupakan multifaktor, yaitu banyak
faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar.
Bahwa secara umum prestasi belajar siswa dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang
bersumber dari dalam didir sendiri (faktor
internal) maupun dari luar diri sendiri (faktor
eksternal) (Syah, 2017).

3. Mengalalisis Hubungan Status Gizi dengan Prestasi


Belajar Siswa SD Negeri Jawa Lima Martapura.
Dari hasil penelitian diperoleh angka
koefisiensi kolerasi sebesar 0,697 artinya
tingkat kekuatan hubungan ( korelasi) antar
variable status gizi dengan prestasi belajar
adalah kuat. Sedangkan nilai signifikasi atau sig
(2-tailed) sebesar 0,000 artinya ada hubungan
yang signifikasi antara variable status gizi
dengan prestasi belajar.
Penelitian (Hartini dkk, 2018). Mengenai
hubungan antara derajat obesitas dengan prestasi
belajar anak usia sekolah menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara derajat obesitas dengan
prestasi belajar pada mata pelajaran matematika
dan bahasa Indonesia siswa sekolah dasar. Semakin
tinggi derajat obesitas, semakin besar risiko
seseorang mengalami komplikasi penyakit kronis.
Selain utu pada anak usia sekolah, obesitas
memberikan dampak tidak langsung terhadap
penurunan fungsi kognitif. Diduga dampak tidak
langsung sebagai akibat penyakit yang diderita
oleh anak dengan obesitas ( diabetes, gangguan
tidur, masalah pisikososial, dan kematangan
sosial).
Disisi lain, tidak terdapat hubungan
antara status gizi dengan prestasi belajar
matematika pada siswa kelas 4 dan 5 sekolah
dasar. Melaporkan sosial ekonomi dari segi
pendapatan sendiri, terutama ditentukan oleh
tingkat pendapatan ayah (syatya, 2017).
Hubungan antara jenis kelamin dengan
prestasi belajar bahasa Indonesia dan IPA
dijelaskan oleh (Sugihartono 2016) yang
melaporkan bahwa terdapat perbedaan gender dalam
beberapa aspek terkait dengan kemampuan akademik,
di antaranya adalah kemampuan verbal atau
kebahasaan. Perempuan lebih bagus dalam
mengerjakan tugas verbal di tahun-tahun awal dan
dapat mempertahankannya, sementara laki-laki
menunjukkan masalah bahasa yang lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan.
Terdapat hubungan pekerjaan ibu dengan
prestasi belajar IPA. Sejalan dengan penelitian
(Holladay, 2017) yang melaporkan bahwa ibu yang
bekerja paruh waktu (part-time) memiliki anak
dengan prestasi belajar yang lebih baik
dibandingkan dengan ibu yang bekerja penuh waktu
(full-time). Meskipun begitu, Schildberg-
Hörisch18 melaporkan bahwa prestasi belajar siswa
yang baik lebih dipengaruhi oleh kualitas
dibandingkan dengan kuantitas dalam hal waktu
yang dihabiskan oleh orang tua bersama dengan
anak di rumah. Kami mendapatkan bahwa prestasi
belajar siswa yang rendah lebih banyak terdapat
pada mata pelajaran matematika. Prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran matematika menunjukkan
hubungan dengan bentuk keluarga. Suleman dkk19
melaporkan bahwa siswa dengan bentuk keluarga
inti/nuclear memiliki prestasi belajar yang lebih
baik dibandingkan mereka yang tinggal dalam
keluarga dengan bentuk extended.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
(Mbugua dkk,2017) terdapat banyak faktor yang
berkontribusi pada prestasi belajar siswa yang
buruk pada mata pelajaran matematika, meliputi
tingkat pendidikan terakhir orangtua, tingkat
pendapatan orang tua, kondisi kultural, minat,
motivasi, dan strategi belajar yang berbeda
antarsiswa.
D. Keterbatasan Penelitian
1. Peneliti tidak mengendalikan faktor-faktor lain
yang dapat mempengaruhi prestasi belajar anak
selain nilai rapot semester
2. Jumlah sampel pada peneliti ini masih sedikit
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Status Gizi diperoleh data mayoritas status gizi
kurus yaitu 33 orang (55%).
2. Prestasi Belajar diperoleh data mayoritas nilai
hasil belajar responden adalah kategori baik
sebanyak 36 (60%).
3. Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar
diperoleh angka koefisiensi kolerasi sebesar
0,697 artinya tingkat kekuatan hubungan (
korelasi) antar variable status gizi dengan
prestasi belajar adalah kuat. Sedangkan nilai
signifikasi atau sig (2-tailed) sebesar 0,000
artinya ada hubungan yang signifikasi antara
variable status gizi dengan prestasi belajar

B. Saran-Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disampaikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Siswa yang masih mempunyai status gizi yang
kurang, hendaknya berusaha meningkatkan status
gizinya dengan melaksanakan pola makan sehat dan
istirahat secara teratur agar tercipta kondisi
badan yang sehat dan tahan terhadap penyakit.
2. Guru SD Negeri Jawa Lima Martapura dapat
menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan
kajian untuk memberikan wawasan tentang ilmu gizi
mengingat masih banyak siswa-siswi yang berstatus
gizi tidak normal.
3. Para peneliti yang lain, dapat melakukan
penelitian lanjutan dengan menambah variabel yang
lain, sehingga variabel yang memengaruhi prestasi
belajar dapat teridentifikasi lebih banyak lagi.

You might also like