You are on page 1of 23

langkanh kaki mu

Sabtu, 17 Desember 2016


MAKALAH analgetik

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Obat dapat digolongkan berdasarkan efek yang ditimbulkannya (aktivitasnya), seperti efek
analgetik, antipiretik, antiinflamasi dsb. Ternyata terdapat hubungan secara kuantitatif antara
aktivitas obat terhadap struktur obat tersebut sehingga suatu turunan senyawa obat tertentu
akan memiliki aktivitas yang sama walaupun potensinya berbeda. Dan dikarenakan kemiripan
dari aktivitas serta strukturnya mewajibkan adanya suatu pengawasan kualitas dari senyawa
obat yang digunakan agar dapat menjamin kualitas produk, keamannanya serta mampu
meningkatkan kualitas hidup pasien.

Pengawasan kualitas obat harus dimulai dari sediaan bahan awal hingga produk jadi agar obat
tersebut benar-benar terjamin kualitasnya serta terjaga keamanannya. Salah satu hal yang dapat
membantu untuk mengawasi kualitas obat adalah dengan melakukan pemeriksaan obat dan
suatu pengujian dapat memberikan hasil yang baik bila dilakukan berdasarkan metode analisis
yang terpercaya dan sudah tervalidasi sebelumnya.

Metode analisis obat umumya berasal dari kompendia resmi seperti FI (Farmakope Indonesia),
USP (United States of America Pharmacopoeia), BP (British Pharmacopoeia), JP (Japanese
Pharmacopoeia) dan sebagainya. Berisikan spesifikasi yang harus dipenuhi oleh bahan awal
obat (raw materials) dan produk jadi (finish goods) dalam rangka menjamin kualitas obat serta
prosedur analisis komponen-komponen suatu bahan obat baik berupa zat aktif, zat tambahan,
bahan pengemas dan produk jadi secara fisika, kimia dan mikrobiologi.

B. TUJUAN
1. Memahami definisi golongan obat analgetik-antipiretik
2. Mengetahui jenis-jenis obat golongan analgetik-antipiretik
3. Mengetahui Metode Analisis bahan baku obat analgetik-antipiretik
4. Mengetahui Metode Analisis produk jadi obat analgetik-antipiretik

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI OBAT ANALGETIK-ANTIPIRETIK


Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif,
digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran. Antipiretik adalah
senyawa yang dapat menurunkan suhu tubuh pada keadaan panas badan yang tinggi.
Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit. Rasa nyeri dalam
kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang fungsinya adalah melindungi dan
memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di dalam tubuh,seperti
peradangan (rematik, encok), infeksi-infeksi kuman atau kejang-kejang otot. Penyebab rasa
nyeri adalah rangsangan-rangsangan mekanis, fisik, atau kimiawi yang dapat menimbulkan
kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-
mediator nyeri yang letaknya pada ujung-ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir, atau
jaringan- jaringan (organ-organ) lain. Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf
sensoris ke Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke thalamus dan
kemudian ke pusatnyeri di dalam otak besar, dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri.
Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, rasa nyeri timbul bila ada jaringan tubuh
yang rusak, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan
stimulus nyeri. Dengan kata lain, nyeri pada umumnya terjadi akibat adanya kerusakan jaringan
yang nyata (Gan, sulistia. 1981).
Terdapat tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron
sensori, serabut konektor atau interneuron, dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel
syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke
sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls
yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh.Reseptor-reseptor yang berespon terhadap
stimulus nyeri disebut nosiseptor.Mediator nyeri antara lain mengakibatkan reaksi radang dan
kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa,
dan jarigan lainnya. Nociceptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di
system saraf pusat. Dari sini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan yang hebat dari
tajuk-tajuk neuron dengan sinaps yang amat banyak melalui sum-sum tulang belakang, sum-
sum tulang lanjutan dan otak tengah. Dari thalamus impuls diteruskan ke pusat nyeri di otak
besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri. Stimulus pada jaringan akan merangsang
nosiseptor melepaskan zat-zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin,
leukotrien, substansi p, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung syaraf
dan menyampaikan impuls ke otak (Goodman & Gilman, 2008).

B. GOLONGAN OBAT ANALGETIKA

Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul, analgetika dibagi menjadi dua golongan
yaitu analgetika narkotik dan analgetika non narkotik.

1. Analgetika Narkotik

Analgetika narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara
selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit, yang moderat ataupun berat, seperti rasa sakit
yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah operasi dan kolik usus
atau ginjal. Aktivitas analgetika narkotik lebih besar dibanding golongan analgetik non
narkotik, sehingga disebut pula golongan analgetika kuat. Golongan ini pada umumnya
menimbulkan euphoria sehingga banyak disalahgunakan.

Pemberian obat secara terus menerus menimbulkan ketergantungan fisik dan mental atau
kecanduan, dan efek ini terjadi secara cepat. Penghentian pemberian obat secara tiba-tiba
menyebabkan sindrom abstinence atau gejala withdrawal. Kelebihan dosis dapat menyebabkan
kematian karena terjadi depresi pernapasan.

a. Turunan Morfin

Morfin diperoleh dari opium, yaitu getah kering tanaman papaver somniverum. Tidak kurang
mengandung 25 alkaloida, diantaranya adalah morfin, kodein, noskapin, papaverin, tebain
dionin (etilmorfin), Heroin (diasetilmorfin) dan narsein.

Struktur umum Morfin dan Turunan Morfin


b. Turunan Meperidin

Meskipun strukturnya tidak berhubungan dengan struktur morfin tetapi masih menunjukan
kemiripan karena mempunyai pusat atom C kuarterner, rantai etilen, gugus N-tersier dan cincin
aromatic sehingga dapat berinteraksi dengan reseptor analgesic. Diantaranya adalah meperidin,
Difenoksilat, Loperamid, fentanyl dan sufentanil.

Struktur umum Meperidine dan turunannya


c. Turunan Metadon (metadon dan profoksifen)
d. Turunan Lainnya (Tramadol dan Butorfanol)

2. Analgetika non Narkotik

Analgetika non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat,
sehinga disebut analgetika ringan, juga untuk menurunkan suhu tubuh pada keadaan panas
badan yang tinggi (antipiretik) dan sebagai antiradang untuk pengobatan rematik. Analgetika
non narkotik bekerja pada perifer dan sentral system saraf pusat. Obat golongan ini
mengadakan potensiasi dengan obat-obatan penekan system saraf pusat.

Berdasarkan struktur kimianya analgetika non narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu
analgetik antipiretik dan obat antiradang bukan steroid (NSAID atau AINS).

a. Analgetik-Antipiretika

Obat golongan ini digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala
penyakit, tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit. Berdasarkan struktur
kimianya golongan ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu turunan anilin dan para-Aminofenol
serta turunan 5-pirazolon.
 Turunan anilin dan para-Aminofenol

Golongan ini mempunyai aktivitas analgesic-antipiretik sebanding dengan aspirin, tetapi tidak
memiliki efek antiradang dan antirematik. Diantaranya adalah Anilin, Asetanilid, benzanilid,
salisilanilid, p-Aminofenol, Anisidin, Fenetidin, asetaminofen (parasetamol), fenasetin dan
fenetsal.

 Turunan 5-pirazolon

Turunan 5-pirazolon seperti antipirin, amidopirin dan metampiron, mempunyai aktivitas


analgesic-antipiretik serupa dengan aspirin serta memiliki efek anti rematik.

b. Obat Antiinflamasi non steroid (AINS)


Berdasarkan struktur kimianya obat AINS dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu turunan asam
salisilat, turunan 5-pirazolidindion, turunan asam N-arilantranilat, turunan asam arilasetat,
turunan heteroarilasetat, turunan oksikam dan turunan lainnya.

 Turunan asam salisilat

 Turunan 5-pirazolidindion

 Turunan asam N-arilantranilat


 Turunan asam arilasetat

Contoh turunan asam fenilasetat : Namoksirat, diklofenak, ibufenak, ibuprofen, fenbufen,


ketoprofen dan fenoprofen.

 Turunan heteroarilasetat

Contoh turunan heteroasetat yang lain : fentiazak, asam tiaprofenat, asam metiazinat, ketorolac
trometamol (Toradol).

 Turunan oksikam
 Turunan lainnya.

(Soekardjo.,Siswandono. 2008)

C. METODE ANALISIS OBAT ANALGETIK-ANTIPIRETIK

ASETAMINOFEN (PARASETAMOL)

Rumus Molekul : C8H9NO2


Berat Molekul : 151,16
1. Pemerian
Serbuk hablur, putih, tidak berbau; rasa sedikit pahit
2. Kelarutan
Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N; mudah larut dalam etanol
3. Baku Pembanding
Paracetamol BPFI; lakukan pengeringan diatas silika gel P selama 18 jam sebelum digunakan.
4. Identifikasi
Metode Spektrofotometri
Spektrum UV pada larutan uji bersesuaian dengan larutan baku.
( sesuai dengan prosedur penetapan kadar Paracetamol ).
5. Jarak Lebur
Dilakukan pemeriksaan titik lebur dengan menggunakan melting tester, pengamatan hasil uji
dimulai pada suhu 50°C dari titik leburnya hingga seluruh sampel dalam pipa kapiler telah
melebur sempurna. Jarak lebur paracetamol antara 168° dan 172°C.
6. Klorida
Tidak lebih dari 0.014% ; Lakukan penetapan dengan cara sebagai berikut: kocok 1.0 gram zat
dengan 25 ml air, saring, tambahkan 1 ml asam nitrat 2 N dan 1 ml perak nitrat LP: larutan
menunjukan kandungan klorida tidak lebih dari larutan 0.20 ml asam klorida 0.020 N.
7. Sulfat
Tidak lebih dari 0.02%; lakukan penetapan sebagai berikut: Kocok 1.0 gram zat dengan 25 ml
air, saring, tambahkan 2 ml asam asetat 1 N dan 2 ml barium klorida LP: kekeruhan yang terjadi
tidak lebih dari 0.20 ml asam sulfat 0.020 N
8. Sisa Pemijaran
Ditimbang saksama 1,0 gram zat dalam cawan porselen, yang sebelumnya telah dipijarkan,
didinginkan dan ditimbang. Mula - mula panaskan perlahan - lahan sampai zat mengarang
sempurna, dinginkan, tambahkan 1 ml asam sulfat P, panaskan hati - hati sampai tidak
terbentuk asap putih, dan pijarkan pada suhu 600 C  50 C sampai arang habis terbakar.
Dinginkan dalam desikator, timbang dan hitung persentase sisa. Jika jumlah sisa yang
diperoleh lebih dari batas yang ditetapkan pada masing - masing monografi, basahkan lagi sisa
dengan 1 ml asam sulfat P, panaskan dan pijarkan seperti di atas, lanjutkan pemijaran
hingga bobot tetap kemudian hitung persentase sisa pemijaran. sisa Pemijaran tidak lebih dari
0,1 %.
9. Logam Berat
Larutan Persediaan Timbal (II) nitrat
Larutkan 159,8 mg timbal (II) nitrat P dalam 100 ml air yang telah ditambah 1 ml asam nitrat
P, kemudian encerkan dengan air hingga 1000 ml. buat dan simpan larutan ini dalam wadah
kaca yang bebas dari garam - garam timbal yang larut.
Larutan Baku Timbal
Buat larutan segar dengan mengencerkan 5,0 ml larutan persediaan timbal (II) nitrat dengan air
hingga 50,0 ml.
Larutan Uji
Masukkan 1 g sampel yang telah ditimbang ke dalam krus yang sesuai, tambahkan Asam sulfat
P secukupnya untuk membasahi, dan pijarkan hati - hati pada suhu rendah hingga mengarang.
Selama pemijaran kurs tidak boleh ditutup rapat. Pada bagian yang telah mengarang,
tambahkan 2 ml Asam nitrat P dan 5 tetes Asam sulfat P, panaskan hati - hati hingga asam
putih tidak terbentuk lagi. Pijarkan, lebih baik dalam tanur, pada suhu 500° - 600°C, sampai
arang habis terbakar, dinginkan, tambahkan 4 ml Asam klorida 6 N, tutup, digesti di atas tangas
uap selama 15 menit, buka dan uapkan perlahan - lahan di atas tangas uap hingga kering.
Basahkan sisa dengan 1 tetes Asam klorida P, tambahkan 10 ml air panas, dan digesti selama
2 menit. Tambahkan Ammonium hidroksida 6 N tetes demi tetes, hingga larutan bereaksi basa
terhadap kertas lakmus, encerkan dengan air hingga 25 ml, dan atur pH antara 3,0 - 4,0 dengan
Asam asetat 1 N, menggunakan kertas indikator pH rentang pendek sebagai indicator eksternal.
Saring jika perlu, bilas krus dan penyaring dengan 10 ml air. Kumpulkan filtrat dan air cucian
dalam tabung reaksi, encerkan dengan air hingga 10 ml, campur.

Prosedur
Ke dalam tiap tabung yang masing - masing berisi larutan baku dan larutan uji, tambahkan 1
ml Ammonium sulfida, campur, diamkan selama 5 menit, dan amati permukaan dari atas pada
dasar putih, warna yang terjadi pada larutan uji tidak lebih gelap dari larutan baku. Tidak lebih
dari 10 ppm.
10. p-Aminofenol bebas
Tidak lebih dari 0.005%; lakukan penetapan sebagai berikut: masukan 5.0 gram zat ke dalam
labu ukur 100 ml, larutkan dalam 75 ml campuran methanol : air (1:1). Tambahkan 5.0 ml
larutan nitroprusida basa yang dibuat dengan melarutkan 1 gram natrium nitroprusida dan 1
gram natrium karbonat anhidrat dalam 100 ml air. Encerkan dengan campuran methanol:air
(1:1) sampai tanda batas, campur dan biarkan selama 30 menit. Ukur serapan larutan ini dan
larutan segar p-Aminofenol 2.5µg/ml yang dibuat dengan cara yang sama, pada panjang
gelombang serapan maksimum lebih kurang 710 nm, menggunakan 5.0 ml larutan nitroprusida
basa yang diencerkan dengan campuran methanol:air (1:1) hingga 100 ml sebagai blanko:
serapan larutan uji tidak lebih besar dari serapan larutan baku.
11. Penetapan Kadar
11.1. Larutan Baku
Ditimbang dengan seksama 60,0 mg Baku pembanding Paracetamol, masukkan ke dalam labu
tentukur 100 ml, larutan dalam 10 ml methanol P, encerkan dengan air sampai tanda. Dipipet
2,0 ml larutan ke dalam labu tentukur 100 ml, encerkan dengan air sampai tanda dan campur.
11.2. Larutan Uji
Ditimbang dengan seksama 60,0 mg Baku pembanding Paracetamol, masukkan ke dalam labu
tentukur 100 ml, larutan dalam 10 ml methanol P, encerkan dengan air sampai tanda. Dipipet
2,0 ml larutan ke dalam labu tentukur 100 ml, encerkan dengan air sampai tanda dan campur.
11.3. Prosedur
Ukur serapan larutan baku dan larutan uji pada panjang gelombang 224 nm. Kadar Parasetamol
antara 98,0% - 101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

11.4. Perhitungan

Keterangan :
Au : serapan larutan uji
As : serapan larutan baku
Cu : konsentrasi larutan uji
Cs : konsentrasi larutan baku
12. Dokumen Rujukan
Farmakope Indonesia Edisi V, tahun 2014, halaman 998 – 999.

METHAMPIRON (ANTALGIN)

Rumus Molekul : C13H16N3NaO4S.H2O


Berat Molekul : 351,37
1. Pemerian
Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan.
2. Identifikasi
A. Pada 3 ml larutan 10% tambahkan 1 ml sampai 2 ml asam klorida encer P dan 1 ml besi (III)
klorida P 5 % terjadi warna biru yang jika dibiarkan berubah menjadi merah, kemudian tidak
berwarna
B. Panaskan 2 ml larutan 10 % yang telah diasamkan dengan asam klorida P 25%; terjadi gas
belerang dioksida.
3. Logam berat
Metode I Tidak lebih dari 20 bpj.
4. Susut Pengeringan
Tidak lebih dari 5,5 %; lakukan pengerinagan pada suhu 105° hingga bobot tetap,
menggunakan 250 mg
5. Penetapan Kadar
Timbang saksama lebih kurang 200 mg, larutkan dalam 5 ml. Tambahkan 5 ml asam klorida
0,02 N dan segera titrasi dengan iodium 0,1 N LV, menggunakan indicator kanji LP, dengan
sekali-sekali dikocok hingga terjadi warna biru mantap selama 2 menit
1 ml iodium 0,1 N setara dengan 16,67 C13H16N3NaO4S Wadah dan penyimpanan Dalam
Wadah tertutup baik
6. Dokumen Rujukan
Farmakope Indonesia IV, tahun 1995 halaman 537 - 538

IBUPROFEN

1. Pemerian
Serbuk hablur, putih hingga hampir putih; berbau khas lemah.
2. Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut dalam etanol, dalam methanol, dalam aseton
dan dalam kloroform, sukar larut dalam etil asetat.
3. Baku Pembanding
Ibuprofen BPFI; tidak boleh di keringkan.
4. Identifikasi
Metode HPLC
Kromatogram pada larutan uji bersesuaian dengan kromatogram larutan baku,
( sesuai dengan prosedur penetapan kadar Ibuprofen ).
5. Jarak Lebur
75 °C - 78 °C
6. Sisa Pemijaran
Ditimbang saksama 1,0 gram zat dalam krus yang sesuai, yang sebelumnya telah dipijarkan,
didinginkan dan ditimbang. Mula - mula panaskan perlahan - lahan sampai zat mengarang
sempurna, dinginkan, tambahkan 2 ml asam nitrat P dan 1 ml asam sulfat P, panaskan hati -
hati sampai tidak terbentuk asap putih, dan pijarkan pada suhu 800 C  25 C sampai arang
habis terbakar. Dinginkan dalam desikator, timbang dan hitung persentase sisa. Jika jumlah
sisa yang diperoleh lebih dari batas yang ditetapkan pada masing - masing monografi, basahkan
lagi sisa dengan 1 ml asam sulfat P, panaskan dan pijarkan seperti di atas, lanjutkan pemijaran
hingga bobot tetap kemudian hitung persentase sisa pemijaran. sisa Pemijaran tidak lebih dari
0,5 %.
7. Logam Berat
Larutan Persediaan Timbal (II) nitrat
Larutkan 159,8 mg timbal (II) nitrat P dalam 100 ml air yang telah ditambah 1 ml asam nitrat
P, kemudian encerkan dengan air hingga 1000 ml. buat dan simpan larutan ini dalam wadah
kaca yang bebas dari garam - garam timbal yang larut.
Larutan Baku Timbal
Buat larutan segar dengan mengencerkan 5,0 ml larutan persediaan timbal (II) nitrat dengan air
hingga 25,0 ml.
Larutan Uji
Masukkan 1 g sampel yang telah ditimbang ke dalam krus yang sesuai, tambahkan Asam sulfat
P secukupnya untuk membasahi, dan pijarkan hati - hati pada suhu rendah hingga mengarang.
Selama pemijaran kurs tidak boleh ditutup rapat. Pada bagian yang telah mengarang,
tambahkan 2 ml Asam nitrat P dan 5 tetes Asam sulfat P, panaskan hati - hati hingga asam
putih tidak terbentuk lagi. Pijarkan, lebih baik dalam tanur, pada suhu 500° - 600°C, sampai
arang habis terbakar, dinginkan, tambahkan 4 ml Asam klorida 6 N, tutup, digesti di atas tangas
uap selama 15 menit, buka dan uapkan perlahan - lahan di atas tangas uap hingga kering.
Basahkan sisa dengan 1 tetes Asam klorida P, tambahkan 10 ml air panas, dan digesti selama
2 menit. Tambahkan Ammonium hidroksida 6 N tetes demi tetes, hingga larutan bereaksi basa
terhadap kertas lakmus, encerkan dengan air hingga 25 ml, dan atur pH antara 3,0 - 4,0 dengan
Asam asetat 1 N, menggunakan kertas indikator pH rentang pendek sebagai indicator eksternal.
Saring jika perlu, bilas krus dan penyaring dengan 10 ml air. Kumpulkan filtrat dan air cucian
dalam tabung reaksi, encerkan dengan air hingga 10 ml, campur.
Prosedur
Ke dalam tiap tabung yang masing - masing berisi larutan baku dan larutan uji, tambahkan 1
ml Ammonium sulfida, campur, diamkan selama 5 menit, dan amati permukaan dari atas pada
dasar putih, warna yang terjadi pada larutan uji tidak lebih gelap dari larutan baku. Tidak lebih
dari 20 bpj.

8. Penetapan Kadar
Metode Titrasi Alkalimetri
Ditimbang dengan seksama 450,0 mg Bahan Baku Ibuprofen ke dalam Erlenmeyer 100 ml
kemudian Larutkan dengan 50 ml Methanol serta tambahkan 4 tetes indikator Phenolphtalein
LP dan Titrasi menggunakan NaOH 0.1 M LV hingga terbentuk warna merah sangat muda
sekali, Lakukan Titrasi Blanko.
1 ml NaOH 0.1 M setara dengan 20.63 mg C13H18O2
9. Dokumen Rujukan
a. Farmakope Indonesia IV, tahun 1995, hal. 449 - 450
b. European Pharmacopoeia, Fifth edition, tahun 2005, hal. 1786.

ASAM MEFENAMAT KAPLET 500 mg

Tiap kaplet salut selaput mengandung 500 mg Asam Mefenamat.


1. Pemerian
Kaplet cembung berwarna kuning, tidak berbau dan berasa pahit, pada salah satu sisi terdapat
breakline dan di sisi lain bertuliskan HF.
2. Identifikasi
Metode HPLC
Waktu Retensi pada kromatogram larutan uji bersesuaian dengan larutan baku.
( Sesuai dengan Prosedur Penetapan Kadar Asam mefenamat ).
3. Bobot kaplet
Ditimbang masing - masing 20 kaplet Asam Mefenamat 500 mg sebelum dan sesudah disalut
kemudian tentukan bobot rata - ratanya.
4. Ketebalan dan diameter
Dilakukan pengukuran ketebalan dan diameter kaplet dengan jangka sorong terhadap 20
sampel kemudian ditentukan nilai rata-rata nya.

5. Kerapuhan
Dilakukan pengujian secara duplo terhadap masing-masing 10 kaplet dengan menggunakan
friability tester (50 rpm selama 2 menit). Ditentukan % kerapuhan kaplet dengan
membandingkan bobot kaplet sebelum dengan setelah dilakukan pengujian. Dan ditentukan
nilai rata-ratanya, % Kerapuhan kaplet tidak boleh lebih dari 1.0%.
6. Kekerasan
Dilakukan pengujian terhadap 20 kaplet dengan menggunakan hardness tester kemudian
ditentukan nilai rata-ratanya. Hasil pengujian harus sesuai spesifikasi kekerasan kaplet ( 5 - 10
KgF ).
7. Waktu hancur
Dilakukan pengujian waktu hancur secara duplo terhadap masing-masing 6 kaplet dengan
menggunkan disintegration tester (Suhu operasional 37°C ± 0.5°C) kemudian ditentukan nilai
rata-ratanya. Waktu hancur kaplet tidak lebih dari 15 menit.
8. Penetapan Kadar ( Metode HPLC )
8.1. Sistem Kromatografi
a. Detektor : UV ‫ ג‬254 nm
b. Kolom : C18 (4,6 mm x 250 mm ) ; L1
c. Laju alir : 1,0 ml/menit
d. Tailing Factor : ≤ 1,6
8.2. Dapar Fosfat
Buat larutan Amonium Fosfat monobasa 50 mM, atur pH hingga 5,0 ± 0,1 dengan NH4OH 3
M.
8.3. Fase Gerak
Buatlah campuran Acetonitrile : Dapar Fosfat : Tetrahidrofuran P ( 23 : 20 : 7 ) Kemudian
saring dengan membran filter 0,45 µm dan awaudarakan.
8.4. Larutan Baku
Ditimbang dengan seksama 100 mg Asam Mefenamat BPFI dan Larutkan ke dalam labu ukur
50 ml dengan menambahkan 10 ml Tetrahidrofuran, sonikasi selama 10 menit dengan sekali –
sekali diaduk. Encerkan dengan fase gerak kemudian, dipipet 5 ml ke dalam labu ukur 50 ml
dan encerkan dengan fase gerak hingga tanda batas kemudian saring dengan membran filter
0,45 µm
8.5. Larutan Uji
Ditimbang 20 kaplet dan hitung berat rata ratanya, gerus hingga halus dan ditimbang dengan
seksama setara 100 mg ( 114,0 mg ) sampel Asam Mefenamat ke dalam labu ukur 50 ml dan
tambahkan 10 ml Tetrahidrofuran, sonikasi selama 10 menit dengan sekali – sekali diaduk.
Encerkan dengan fase gerak kemudian saring dengan kertas saring dan buanglah 5 ml fitrat
pertama, dipipet 5 ml ke dalam labu ukur 50 ml dan encerkan dengan fase gerak hingga tanda
batas kemudian saring dengan membran filter 0,45 µm
8.6. Prosedur
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 20 µl) Larutan baku sebanyak
6 kali dan Larutan uji secara duplo ke dalam kromatograf, rekam kromatogram dan ukur
respons puncak utama dengan SBR Luas Area Larutan baku dan Larutan uji ≤ 2,0 %
8.7. Perhitungan

Keterangan :
Ru : Luas area larutan uji
Rs : Luas area larutan baku
Cu : konsentrasi larutan uji
Cs : konsentrasi larutan baku
9. Disolusi
Media disolusi : 900 ml Buffer Tris 0,05 M
a) Alat tipe 1 : 100 rpm
b) Waktu : 45 menit
c) Suhu : 37°  0,5°C
d) Q + 5 % : ≥ 80 %
e) Prosedur :
 Larutan Baku
Ditimbang dengan seksama 55,6 mg baku Asam Mefenamat ke dalam labu 100 ml, tambahkan
10 ml Tetrahidrofuran dan lakukan sonikasi selama 15 menit. Kemudian tanda bataskan dengan
fase gerak dan dipipet 10,0 ml ke dalam labu ukur 25 ml selanjutnya encerkan dengan media
disolusi dan saring dengan membran filter 0,45 µm.
 Larutan Uji
Saring hasil disolusi dengan kertas saring, buang 5 ml filtrat pertama, pipet 10,0 ml ke dalam
labu ukur 25 ml kemudian encerkan dengan fase gerak dan saring dengan membran filter
0,45 µm. Lakukan penentuan kadar Asam Mefenamat sesuai prosedur penetapan kadar ).
10. Dokumen rujukan
a. Farmakope Indonesia V, tahun 2014 halaman 156 - 157.
b. USP 34, tahun 2011, halaman 3397 - 3398.

PARASETAMOL TABLET 500 mg

Tiap tablet mengandung 500 mg Parasetamol.


1. Pemerian
Kaplet cembung berwarna kuning, tidak berbau dan berasa pahit, pada salah satu sisi terdapat
breakline dan di sisi lain bertuliskan HF.
2. Identifikasi
Metode HPLC
Waktu Retensi pada kromatogram larutan uji bersesuaian dengan larutan baku.
( Sesuai dengan Prosedur Penetapan Kadar Asam mefenamat ).
3. Bobot kaplet
Ditimbang masing - masing 20 tablet Parasetamol 500 mg kemudian tentukan bobot rata -
ratanya.
4. Ketebalan dan diameter
Dilakukan pengukuran ketebalan dan diameter tablet dengan jangka sorong terhadap 20 sampel
kemudian ditentukan nilai rata-rata nya.
5. Kerapuhan
Dilakukan pengujian secara duplo terhadap masing-masing 10 tablet dengan menggunakan
friability tester (50 rpm selama 2 menit). Ditentukan % kerapuhan tablet dengan
membandingkan bobot tablet sebelum dengan setelah dilakukan pengujian. Dan ditentukan
nilai rata-ratanya, % Kerapuhan tablet tidak boleh lebih dari 1.0%.
6. Kekerasan
Dilakukan pengujian terhadap 20 tablet dengan menggunakan hardness tester kemudian
ditentukan nilai rata-ratanya. Hasil pengujian harus sesuai spesifikasi kekerasan kaplet ( 5 - 10
KgF ).
7. Waktu hancur
Dilakukan pengujian waktu hancur secara duplo terhadap masing-masing 6 tablet dengan
menggunkan disintegration tester (Suhu operasional 37°C ± 0.5°C) kemudian ditentukan nilai
rata-ratanya. Waktu hancur kaplet tidak lebih dari 15 menit.
8. Penetapan Kadar ( Metode HPLC )
8.1. Sistem Kromatografi
a. Detektor : UV ‫ ג‬243 nm
b. Kolom : C18 (4,6 mm x 250 mm ) ; L1
c. Laju alir : 1,5 ml/menit
d. RSD : ≤ 2.0%
8.3. Fase Gerak
Buatlah campuran Air : Metanol ( 3:1 ) Kemudian saring dengan membran filter 0,45 µm dan
awaudarakan.
8.4. Larutan Baku
Ditimbang dengan seksama 100 mg Paracetamol BPFI dan Larutkan ke dalam labu ukur 100
ml dengan fase gerak, sonikasi selama 10 menit dengan sekali – sekali diaduk. Encerkan dan
tanda bataskan dengan fase gerak kemudian, dipipet 1.0 ml ke dalam labu ukur 100 ml dan
encerkan dengan fase gerak hingga tanda batas kemudian saring dengan membran filter 0,45
µm
8.5. Larutan Uji
Ditimbang 20 tablet dan hitung berat rata ratanya, gerus hingga halus dan ditimbang dengan
seksama setara 100 mg ( 130,0 mg ) Parasetamol ke dalam labu ukur 100 ml dan tambahkan
50 ml fase gerak, sonikasi selama 10 menit dengan sekali – sekali diaduk. Encerkan dengan
fase gerak kemudian saring dengan kertas saring dan buanglah 5 ml fitrat pertama, dipipet 1.0
ml ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan dengan fase gerak hingga tanda batas kemudian
saring dengan membran filter 0,45 µm
8.6. Prosedur
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 20 µl) Larutan baku sebanyak
6 kali dan Larutan uji secara duplo ke dalam kromatograf, rekam kromatogram dan ukur
respons puncak utama dengan SBR Luas Area Larutan baku dan Larutan uji ≤ 2,0 %
8.7. Perhitungan
( Mengandung parasetamol tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% )

Keterangan :
Ru : Luas area larutan uji
Rs : Luas area larutan baku
Cu : konsentrasi larutan uji
Cs : konsentrasi larutan baku
9. Disolusi
Media disolusi : 900 ml Larutan dapar fosfat pH 5.8
a. Alat tipe 2 : 50 rpm
b. Waktu : 30 menit
c. Suhu : 37°  0,5°C
d. Q + 5 % : ≥ 85 %
10. Prosedur :
 Larutan Baku
Ditimbang dengan seksama 55,6 mg baku Parasetamol ke dalam labu 100 ml, tambahkan 50
ml media disolusi dan lakukan sonikasi selama 15 menit. Kemudian tanda bataskan dengan
media disolusi dan dipipet 1.0 ml ke dalam labu ukur 50 ml selanjutnya encerkan dengan media
disolusi dan saring dengan membran filter 0,45 µm.
 Larutan Uji
Saring hasil disolusi dengan kertas saring, buang 5 ml filtrat pertama, pipet 1.0 ml ke dalam
labu ukur 50 ml kemudian encerkan dengan media disolusi dan saring dengan membran filter
0,45 µm. (Lakukan penentuan kadar Parasetamol sesuai prosedur penetapan kadar ).
11. Dokumen rujukan
Farmakope Indonesia V, tahun 2014 halaman 1001.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif,
digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran. Analgetika bekerja
dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit. Antipiretik adalah senyawa yang dapat
menurunkan suhu tubuh pada keadaan panas badan yang tinggi dengan cara menimbulkan
dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan
pengeluaran keringat. Penurunan suhu tersebut adalah hasil kerja obat pada system saraf pusat
yang melibatkan pusat control suhu di hipotalamus.

Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul, analgetika dibagi menjadi dua golongan
yaitu analgetika narkotik dan analgetika non narkotik. Berdasarkan struktur kimianya
analgetika narkotik terbagi menjadi kelompok turunan morfin, turunan meperidine, turunan
metadon dan turunan lainnya sedangkan analgetika non narkotik dibagi menjadi dua kelompok
yaitu analgetik-antipiretik dan obat antiinflamasi non steroid (AINS).

Analgetik-Antipiretik adalah golongan obat yang digunakan untuk pengobatan simptomatik,


yaitu hanya meringankan gejala penyakit, tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab
penyakit. Berdasarkan struktur kimianya golongan ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu
turunan anilin dan para-Aminofenol ( Anilin, Asetanilid, benzanilid, salisilanilid, p-
Aminofenol, Anisidin, Fenetidin, asetaminofen, fenasetin dan fenetsal ) serta turunan 5-
pirazolon (antipirin, amidopirin dan metampiron ).

Metode Analisis bahan baku obat dan produk jadi suatu sediaan obat Analgetik-Antipiretik
dilaksanakan berdasarkan prosedur pengujian dari kompendia resmi (Farmakope Indonesia)
dan dipersyaratkan agar memenuhi spesifikasi yang tercantum dalam setiap monografi meliputi
pengujian secara fisika, kimia dan mikrobiologi meliputi Pemerian, Kelarutan, Identifikasi,
Logam berat, Jarak lebur, Susut Pengeringan, Sisa Pemijaran, Dimensi sediaan, Kerapuhan,
Kekerasan, Waktu hancur, Kadar dan Disolusi.

DAFTAR PUSTAKA

Council of Europe. 2005. European Pharmacopeia Fifth edition. Cedex: EDQM


Gan, Sulistia. 1981. Farmakologi Dan Terapi Edisi 2. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Goodman and Gilman’s. 2008. The Pharmacological Basis of Therapeutics 11th edition. United
States of America: The McGraw-Hill Companies.
Kementrian Kesehatan RI. 2014 . Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Depkes RI
Soekardjo Bambang, Siswando .2008. Kimia Medisinal.Surabaya : Airlangga University Press
USP Convention.2011. United States Pharmacopeia 34th. Baltimore: United Book Press
Diposting oleh Farid Aziz di 21.02
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Farid Aziz
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
 ► 2017 (1)

 ▼ 2016 (4)
o ▼ Desember (1)
 MAKALAH analgetik
o ► November (1)
o ► September (1)
o ► Agustus (1)

Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like