Professional Documents
Culture Documents
Berdasarkan teori filogenik, gigi impaksi terjadi karena proses evolusi mengecilnya
ukuran rahang sebagai akibat dari perubahan perilaku dan pola makan pada manusia.
Beberapa faktor yang diduga juga menyebabkan impaksi antara lain perubahan
patologis gigi, kista, hiperplasi jaringan atau infeksi lokal. Ada suatu teori yang
menyatakan berdasarkan evolusi manusia dari zaman dahulu sampai sekarang bahwa
manusia itu makin lama makin kecil dan ini menimbulkan teori bahwa rahang itu
makin lama makin kecil, sehingga tidak dapat menerima semua gigi yang ada. Tetapi
teori ini tidak dapat diterima, karena tidak dapat menerangkan bagaimana halnya bila
tempat untuk gigi tersebut cukup, tetapi gigi tersebut tidak dapat tumbuh secara
normal misalnya letak gen abnormal dan mengapa ada bangsa yang sama sekali tidak
mempunyai gigi terpendam misalnya Bangsa Eskimo, Bangsa Indian, Bangsa Maori
dan sebagainya.
o Kelainan pertumbuhan
Cleido cranial dysostosis
Terjadi pada masa kongenital dimana terjadi kerusakan atau ketiakberesan
dari pada tulang cranial. Hal ini biasanya diikuti dengan persistensi gigi
susu dan tidak erupsinya atau tidak terdapat gigi permanen, juga ada
kemungkinan dijumpai gigi supernumeri yang rudimeter.
Oxycephali
Suatu kelainan dimana terdapat kepala yang lonjong diameter muka
belakang sama dengan dua kali kakan atau kiri. Hal ini mempengaruhi
pertumbuhan rahang.
Adanya jaringan fibrous tebal yang menutupi gigi terkadang mencegah erupsi
gigi secar normal. Hal ini sering terlihat pada kasus insisivus sentral
permanen, di mana kehilangan gigi sulung secara dini yang disertai trauma
mastikasi menyebabkan fibromatosis
Ketika gigi gagal untuk erupsi karena obstruksi yang disebabkan oleh
tulangsekitar, hal ini dikategorikan sebagai impaksi jaringan keras. Di sini,
gigi impaksi secara utuh tertanam di dalam tulang, sehingga ketika flap
jaringan lunak direfleksikan, gigi tidak terlihat. Jumlah tulang secara ekstensif
harus diangkat, dan gigi perlu dipotong-potong sebelum dicabut.
- Klasifikasi Pell dan Gregory
Pell dan Gregory menghubunkan kedalaman impaksi terhadap bidang oklusal
dan garis servikal gigi molar kedua mandibula dalam sebuah pendekatan dan
diameter mesiodistal gigi impaksi terhadap ruang yang tersedia antara
permukaan distal gigi molar kedua dan ramus ascendens mandibula dalam
pendekatan lain.
a) Berdasarkan relasi molar ketiga bawah dengan ramus mandibula
Klas I: Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding dengan
ruang antara batas anterior ramus mandibula dan permukaan distal gigi
molar kedua. Pada klas I ada celah di sebelah distal Molar kedua yang
potensial untuk tempat erupsi Molar ketiga.
Klas II: Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan
ruang tidak adekuat untuk erupsi gigi, sebagai contoh diameter
mesiodistal gigi lebih besar daripada ruang yang tersedia.10 Pada klas
II, celah di sebelah distal M
Klas III: Gigi secara utuh terletak di dalam mandibula – akses yang
sulit. Pada klas III mahkota gigi impaksi seluruhnya terletak di dalam
ramus.
Berdasarkan radiografi
Bedah minor
Indikasi :
1) Menimbulkan gejala neuralgia disebabkan tekanan gigi pada syaraf
2) Pembentukan kista
3) Ada gejala inflamasi
4) Mengalami karies
5) Ada gejala akan menimbulkan karies pada gigi tetangga
6) Sebagai tindakan pencegahan dari terjadinya infeksi karena erupsi yang terlambat
dan abnormal (perikoronitis), dan mencegah berkembangnya folikel menjadi
keadaan patologis ( kista odontogenik dan neoplasia)
7) Usia periode emas ( akar 1/3 tau 2/3 ) dan sebelum meneralisasi tulang ( 15-25 th)
8) Bila terdapat infeksi ( fokus selulitis )
9) Bila terdapat kelainan patologis
10) Maloklusi
11) Terdapat keluhan rasa sakit atau pernah merasa sakit
12) Diperkirakan akan menganggu perawatan ortodosia dan pembuatan protesa
13) Akan menganggu perawaan di bidang konservasi atau pembuatan mahkota gigi
pada molar kedua
14) Merupakan penyebab karies pada molar kedua karena retensi makanan
Kontraindikasi :
1) Apabila pasien tidak menghendaki giginya dicabut.
2) Kemungkinan menyebabkan gigi terdekat rusak atau stuktur penting lainnya.
Tindakan odontektomi beresiko tinggi untuk merusak jaringan dengan membuka
flap dan juga merusak tulang yang menghalangi akses terhadap gigi yang
impaksi. Apabila dikhawatirkan kerusakan yang akan diakibatkan oleh tindakan
odontektomi tidak sebanding dengan manfaat yang didapatkan, maka sebaiknya
odontektomi tidak dilakukan. (mempertimbangkan resiko manfaat)
3) Penderita usia lanjut.
Pada pasien yang berusia lanjut, tulang yang menutupi gigi impaksi akan sangat
termineralisasi dan padat sehingga akan menyulitkan dilakukan odontektomi.
Selain itu perlu diperhatikan juga keadaan umum pasien yang mungkin akan
menghambat keberhasilan penyembuhan setelah dilakukannya odontektomi.
4) Kondisi fisik atau mental terganggu.
Pada pasien dengan kesehatan umum yang terganggu misalanya mengidap
penyakit sistemik maka diperlukan konsultasi terlebih dahulu kepada dokter yang
bersangkutan sebelum melakukan tindakan bedah. Sedangkan untuk pasien
dengan keadaan mental yang terganggu dapat mengganggu tingkat kooperatif
pasien selama melakukan tindakan pembedahan.
5) Bila panjang akar belum 1/3 atau 2/3
6) Bila tulang yang menutup gigi yang tertanam terlalu banyak
7) Bila tulang yang menutupinya sangat termineralisasi dan padat yaitu pada pasien
yang berusia lebih dari 26 th atau usia lanjut.
8) Compromised Medical Status
9) Kemungkinan timbulnya kerusakan yang parah pada jaringan yang berdekatan.
c. Desain flap
Cara Pengambilan
Teknik Operasi
Beberapa teknik operasi untuk dilakukannya tindakan odontektomi molar tiga rahang
bawah:
- Gigit tampon 30-60 menit, tampon dapat diganti dengan tampon streil sampai
beberapa kali
- Setelah makan mulut direndam dengan obat kumur antiseptik dan hanya boleh
dipergunakan 24 pascabedah.
Bedah minor
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang komplikasi ekstraksi secara
bedah minor
1) Perdarahan
8) Syok anafilaktik
9) Patahnya instrumen