You are on page 1of 34

LAPORAN AKHIR

TEKNOLOGI FARMASI PADAT


PEMBUATAN SEDIAAN FAST DISSOLVING FILM
AMINOFILIN

Nama Kelompok :
Afifah Novenda ( 08061381722086)
Dimas Nur Hidayat (08061381722100)
Mutiara Fatmalillah (08061381722096)
Venny Fatya Sahara (08061181722068)

Dosen Pembimbing : Dina Permata Wijaya, S.Far, M.Si., Apt

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN
1. .................................................................................................... Latar
Belakang............................................................................................. 3
2. .................................................................................................... Rumusan
Masalah .............................................................................................. 5
3. .................................................................................................... Tujuan 5
4. .................................................................................................... Manfaat
............................................................................................................ 5

BAB II ISI
1. .................................................................................................... Tinjauan
Pustaka ............................................................................................... 6
2. .................................................................................................... Alat dan
Bahan.................................................................................................. 9
3. .................................................................................................... Formula
............................................................................................................ 9
4. .................................................................................................... Monografi
.......................................................................................................... 10
5. .................................................................................................... Perhitunga
n ........................................................................................................ 13
6. .................................................................................................... Cara Kerja
.......................................................................................................... 13
7. .................................................................................................... Data Hasil
Pengamatan ...................................................................................... 16
8. .................................................................................................... Pembahasa
n ........................................................................................................ 20

BAB III PENUTUP


1. .................................................................................................... Kesimpula
n ........................................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 26

2
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai
dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan
sebagai obat dalam ataupun obat luar. Ada berbagai bentuk sediaan obat di bidang
farmasi, yang dapat diklasifikasikan menurut wujud zat dan rute pemberian sediaan.
Berdasarkan wujud zat, bentuk sediaan obat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sediaan
bentuk cair (larutan sejati, suspensi, dan emulsi), bentuk sediaan semipadat (krim, lotion,
salep, gel, supositoria), dan bentuk sediaan solida/padat (tablet, kapsul, pil, granul, dan
serbuk). Perkembangan dalam bidang industri farmasi telah membawa banyak kemajuan
khususnya dalam formulasi suatu sediaan, salah satunya adalah bentuk sediaan solida.
Sediaan solida memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sediaan bentuk cair,
antara lain: takaran dosis yang lebih tepat, dapat menghilangkan atau mengurangi rasa
tidak enak dari bahan obat, dan sediaan obat lebih stabil dalam bentuk padat sehingga
waktu kadaluwarsa dapat lebih lama atak dapat di golongkan menjadi lebih awet .
Fast dissolving film (ODF) adalah sediaan berbentuk film yang sangat tipis,
mengandung bahan aktif obat yang larut di rongga mulut dalam waktu singkat ketika
diletakkan di atas lidah sehingga memberikan keuntungan pemakaian bagi geriatri dan
pediatri. Pengembangan dari ODF yang mengandung ekstrak etanol memberikan sebuah
alternatif sebagai sediaan penyegar mulut ataupun jenis obat lainnya . Selanjutnya akan
dilakukan evaluasi terhadap karakteristik organoleptik ODF, bobot, ketebalan, pH
sediaan.
Penghantaran obat secara oral merupakan rute yang paling umum digunakan
dibandingkan beberapa rute penghantaran lainnya. Pemberian oral juga dapat digunakan
untuk pengobatan sistemik dengan berbagai bentuk sediaan farmasi. Sediaan oral
merupakan rute yang paling banyak digunakan karena memberikan kemudahan dalam
penggunaannya. Namun, kelarutan bahan obat dalam saluran cerna merupakan suatu
karakteristik fisika kimia yang perlu diperhatikan dalam memformulasi suatu sediaan
dengan rute pemberian secara oral karena akan mempengaruhi ketersediaan hayati,
3
sehingga untuk mengatasi keterbatasan tersebut dilakukan beberapa pendekatan untuk
meningkatkan waktu tinggal dari penghantaran obat pada bagian atas saluran pencernaan .
Rute pemberian obat secara oral merupakan rute yang paling diterima dari aspek
kepatuhan pasien, lebih dari 70 % sediaan di pasaran merupakan obat dengan rute
pemberian obat secara oral, karena cenderung lebih nyaman digunakan dan lebih fleksibel
dibandingkan rute pemberian obat lainnya, akan tetapi pemberian oral masih memerlukan
pengembangan lebih lanjut karena memiliki beberapa kelemahan terutama untuk pasien
golongan tertentu seperti geriatrik, pediatrik, dan disfasia yang disebabkan kondisi medis
tertentu.
Suatu studi mengungkapkan bahwa lebih dari 26% pasien mengalami kesulitan
menelan tablet. Oleh karena itu, praktisi medis dan farmasi dituntut agar turut
mempertimbangkan masalah ini dalam mengembangkan formulasi obat yang tepat bagi
pasien. Formulasi obat yang dapat larut atau hancur di mulut dalam waktu singkat tanpa
minum air, dipandang dapat mengatasi masalah ini. Obat seperti ini akan memberikan
keuntungan lebih besar dibandingkan tablet konvensional, lebih nyaman digunakan, dan
berpotensi meningkatkan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat (Andersen, 1995).
Berbagai bentuk dosis intraoral telah dikembangkan, salah satu diantaranya yaitu
Fast Dissolving Drug Delivery System (FDDS). FDDS adalah cara pemberian obat yang
paling nyaman untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan kesulitan menelan,
diantaranya bentuk sediaan tablet, kapsul, sirup, dan film. Sistem penghantaran ini larut
atau hancur di mulut dengan cepat, tanpa memerlukan air untuk membantu menelan
Bentuk sediaan film atau disebut juga Orally Dissolving Films (ODF) lebih sering dipilih
karena bentuknya yang tipis, lebih ringan, dan fleksibel dibandingkan bentuk sediaan
tablet sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah kenyamanan aplikasi pada pasien.
Diharapkan film yang dihasilkan dapat cepat hancur dalam mulut, dan mempunyai sifat
mekanik yang kuat dan lentur, namun tetap dapat terdisintegrasi dengan cepat (Mohamed,
et al,. 2011).
Sediaan ODF tersusun dari komponen utama yang disebut film forming agent salah
satunya Hydroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC). HPMC merupakan sebuah polimer
hidrofilik yang dikenal memiliki sifat pembentukan film dengan acceptability yang baik.
HPMC merupakan polimer pembentuk film yang transparan, kuat dan fleksibel. HPMC
sering dikombinasikan dengan pembentuk film yang lain karena sifatnya yang sedikit
rapuh serta permukaan yang sedikit kasar. Beberapa zat tambahan sering dicampurkan
untuk mendapatkan sifat film yang baik, diantaranya Maltodekstrin (MDX). MDX
merupakan produk degradasi pati. Kelebihan yang dimiliki MDX yaitu jika bercampur
dengan air dapat membentuk cairan koloid bila dipanaskan dan mempunyai kemampuan
sebagai perekat .
HPMC merupakan polimer pembentuk film yang transparan, kuat dan fleksibel.
HPMC sering dikombinasikan dengan pembentuk film yang lain karena sifatnya yang
sedikit rapuh serta permukaan yang sedikit kasar. Beberapa zat tambahan sering
dicampurkan untuk mendapatkan sifat film yang baik, diantaranya sukrosa (MDX).
Sukrosa merupakan produk degradasi pati. Kelebihan yang dimiliki Sukrosa yaitu jika
bercampur dengan air dapat bercampor bila dipanaskan dan mempunyai kemampuan
sebagai pemanis Pengembangan dari ODF yang mengandung dimenhidrinat memberikan
sebuah alternatif untuk tablet konvesional, sirup, dan suppositoria, sebagai pengobatan
dari mual dan muntah.
Sejak 2008 para peneliti ahli dari World Health Organization (WHO) mengusulkan
manfaat dari bentuk sediaan padat dosis tunggal pada obat Asma , praktikum ini bertujuan
untuk mengembangkan sediaan padat yang mengandung aminofilin yang sesuai untuk

4
penderita Asma . Dengan demikian aminofilin akan sangat ideal dibuat dalam bentuk
sediaan ODF dosis tunggal 50 mg per film, sesuai dengan dosis tunggal sirup aminofilin
yang tersebar di pasaran. Uraian di atas mendorong peneliti untuk memformulasi sediaan
ODF aminofilin menggunakan polimer kombinasi HPMC.
Bentuk sediaan film atau disebut juga Orally Dissolving Films (ODF) lebih sering
dipilih karena bentuknya yang tipis, lebih ringan, dan fleksibel dibandingkan bentuk
sediaan tablet sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah kenyamanan aplikasi pada
pasien. Diharapkan film yang dihasilkan dapat cepat hancur dalam mulut,dan mempunyai
sifat mekanik yang kuat dan lentur, namun tetap dapat terdisintegrasi dengan cepat

B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa materi yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain :
1. Apa itu sediaan fast dissolving film?
2. Bagaimana keuntungan sediaan fdf dibanding sediaan farmasi lainnya?
3. Bagaimanakah cara pembuatannya?
4. Apakah dalam proses pembuatannya ditemui kesulitan?

C. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini, antara lain
1. Mengenali dan memahami sediaan fast dissolfing film (FDF).
2. Mengetahui kelebihan sedian fast dissolving film dibandingkan bentuk sediaan
farmasi lainnya.
3. Mengetahui proses pebuatan sediaan fast dissolving film Aminofilin.
4. Mengetahui proses pengolahan sediaan fast dissolving film.

D. Manfaat

Hasil praktikum ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi inovasi kefarmasian
tentang formulasi sediaan Fast Dissolving Film Aminofilin dengan menggunakan
polimer HPMC.

5
BAB II
ISI

A. Tinjauan Pustaka

Oral dissolving film (ODF) adalah bentuk sediaan film yang sangat tipis, yang
penggunaannya diletakkan di atas lidah pasien atau jaringan mukosa di mulut,
kemudian film terbasahi oleh saliva sehingga cepat hancur dan larut untuk melepaskan
zat aktif pada rongga mulut kemudian diabsorbsi . Pengembangan bentuk sediaan
ODF dimaksudkan sebagai alternatif sediaan tablet, kapsul dan sirup untuk pasien
pediatrik dan geriatrik yang mengalami kesulitan dalam menelan bentuk sediaan padat
konvensional .Sediaan ODF digunakan dalam kondisi akut seperti nyeri, emesis,
migrain, hipertensi, gagal jantung kongestif, dan asma. ODF saat ini menjadi populer
karena ketersediaannya dalam berbagai bentuk dan ukuran (Bhyan, et al., 2011).
Sedian ODF di formulasi menggunakan polimer film forming agent, active
pharmaceutical ingredients (API), plasticizers, saliva stimulating agents, flavouring and
colouring agents . Penghantaran obat secara oral merupakan rute yang paling umum
digunakan dibandingkan beberapa rute penghantaran lainnya. Pemberian oral juga dapat
digunakan untuk pengobatan sistemik dengan berbagai bentuk sediaan farmasi. Sediaan
oral merupakan rute yang paling banyak digunakan karena memberikan kemudahan
dalam penggunaannya. Namun, kelarutan bahan obat dalam saluran cerna merupakan
suatu karakteristik fisika kimia yang perlu diperhatikan dalam memformulasi suatu
sediaan dengan rute pemberian secara oral karena akan mempengaruhi ketersediaan
hayati, sehingga untuk mengatasi keterbatasan tersebut dilakukan beberapa pendekatan
untuk meningkatkan waktu tinggal dari penghantaran obat pada bagian atas saluran
pencernaan . Rute pemberian obat secara oral merupakan rute yang paling diterima dari
aspek kepatuhan pasien, lebih dari 70 % sediaan di pasaran merupakan obat dengan rute
pemberian obat secara oral, karena cenderung lebih nyaman digunakan dan lebih fleksibel
dibandingkan rute pemberian obat lainnya, akan tetapi pemberian oral masih memerlukan
pengembangan lebih lanjut karena memiliki beberapa kelemahan terutama untuk pasien
golongan tertentu seperti geriatrik, pediatrik, dan disfasia yang disebabkan kondisi medis
tertentu. (Asija, et al., 2013).
Kelebihan dan kekurangan ODF dapat dilihat antara lain ODF memiliki kelebihan dan
kekurangan. Beberapa kelebihan ODF antara lain adalah:
a. Luas permukaan yang lebih besar sehingga lebih cepat hancur dan larut dalam rongga
mulut dalam hitungan detik.
b. Bentuknya yang fleksibel, tidak rapuh dan tidak membutuhkan perlindungan khusus
selama penyimpanan dan transportasi.
c. ODF dapat diberikan tanpa bantuan air.
d. Merupakan dosis tunggal sehingga memberikan dosis dan presisi yang akurat.
e. Dapat dikonsumsi di setiap tempat dan setiaap saat sesuai dengan kenyamanan
individu.

6
f. Untuk obat yang memiliki bioavailabilitas yang rendah pada gastro intestinal dan
untuk menghindari first pass metabolism yang cepat di hati.
g. Cocok untuk pasien yang menderita disfagia, emesis berulang, geriatrik dan pediatrik
yang memiliki kesulitan dalam menelan, pasien dengan gangguan mental, hipertensi,
serangan jantung, asma, yang membutuhkan onset aksi yang cepat (Kalyan dan Bansal,
2012; Asija, et al., 2013).
Beberapa kekurangan ODF antara lain :
a. Memiliki tantangan tersendiri dalam hal keseragaman dosis.
b. Beberapa ODF memiliki sensitifitas terhadap temperatur dan kelembaban.
c. Tidak cocok untuk dosis tinggi.
d. Memerlukan pengemasan yang khusus untuk stabilitas dan keamanan produk (Asija, et
al., 2013; Bhyan, et al., 2011).
ODF memiliki prospektif untuk mengirimkan berbagai bahan aktif. Tetapi ukuran
menjadi keterbatasan sediaan ini. Dosis besar sulit untuk dimasukkan ke dalam film.
Komposisi bahan aktif hanya berkisar 5 hingga 30% w/w dari berat film dimana bahan
aktif akan tersebar secara merata. Beberapa bahan obat yang memiliki rasa pahit jika
akan dibuat dalam bentuk ODF, maka rasa pahit tersebut harus ditutupi dengan baik.
Metode sederhana untuk menutupi rasa pahit bahan aktif obat adalah mencampur dengan
bahan tambahan yang memiliki rasa yang menyenangkan (Kalyan dan Bansal, 2012).
Kandidat bahan obat harus memiliki rasa yang enak, memiliki stabilitas yang baik
dalam air dan saliva dan dosis yang kecil. Berbagai kategori obat seperti antiemetik,
analgetik, antialergi, sedatif, diuretik, antiparkinson, antialzheimer, ekspektoran, antitusif
dapat digunakan sebagai bahan aktif obat dalam formulasi ODF . Pengembangan yang
sukses dari sediaan ODF tidak terlepas dari pemilihan dan penggunaan
konsentrasi polimer yang tepat. Polimer dapat digunakan secara tunggal maupun
dikombinasi dengan polimer lain untuk memodifikasi properti dari film. Integritas dari
sediaan ODF bergantung pada sifat polimer dan konsentrasi polimer tersebut. Pada
umumnya konsentrasi polimer yang digunakan dalam formulasi ODF berkisar antara 45%
b/b dari berat total film yang sudah kering, namun konsentrasi dapat ditingkatkan hingga
60-65% b/b untuk mendapatkan film dengan karakteristik yang diinginkan (Chauhan, et
al., 2012).
Beberapa polimer alami yang dapat digunakan dalam pembuatan ODF seperti
pullulan, pati gelatin, pektin, Na. alginat, maltodextrin, xanthan dan yang lainnya
sedangkan polimer sintetik seperti hidroksi propil metil selulosa (HPMC), polyvinyl
pyrolidone (PVP), polyvinyl alcohol (PVA), karboksi metil selulosa, polyetilen oxide,
hidroksi propil selulosa, hidroksi etil selulosa dan yang lainnya (Thakur, et al., 2013).
Karateristik ideal dari polimer pembentuk film adalah dimana Polimer harus mampu
untuk dapat larut dalam air. Harus memiliki berat molekul yang rendah. Polimer harus
memiliki kemampuan yang baik dalam membentuk lapisan film. Tidak menyebabkan
iritasi pada mukosa mulut, tidak toksik dan tanpa zat pengotor. Harus memiliki
kemampuan pembasahan yang baik. Harus mudah didapatkan dan biaya yang terjangkau
(Bhyan, et al., 2011).

7
Plastisizer merupakan unsur penting dalam film karena memberikan fleksibilitas film
dan mengurangi kerapuhan film. Pemilihan plastisizer tergantung pada kompatibilitasnya
dengan polimer dan juga jenis pelarut yang digunakan dalam pembuatan film. Sifat aliran
polimer akan lebih baik dengan penggunaan plastisizer dan meningkatkan kekuatan
polimer tersebut. Konsentrasi plastisizer yang umum digunakan adalah 0 hingga 20%
w/w dari berat film . Contoh plastisizer yang sering digunakan antara lain polietilen glikol
(PEG), propilen glikol, gliserol, dietil ftalat, trietil sitrat dan tributil sitrat (Bala, et al.,
2013).
Zat penstimulasi saliva atau saliva stimulating agent digunakan untuk meningkatkan
produksi saliva yang akan membantu dalam mempercepat desintegrasi ODF (Siddiqui, et
al., 2011). Umumnya asam yang biasa digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan
dapat dimanfaatkan sebagai zat penstimulasi saliva. Misalnya asam sitrat, asam malat,
asam laktat, asam askorbat dan asam tartrat. Bahan ini dapat digunakan tunggal atau
dalam kombinasi antara 2 sampai 6% w/w dari berat film . Zat pemanis atau sweetening
agent merupakan bagian utama sebagian besar produk makanan atau bentuk sediaan
farmasi yang hancur atau larut dalam rongga mulut. Umumnya pemanis digunakan dalam
konsentrasi 3 - 6% w/w dari berat film secara tunggal ataupun kombinasi. Pemanis alami
serta pemanis buatan memiliki kemampuan yang baik untuk digunakan dalam ODF.
Alkohol polihidrat seperti sorbitol, mannitol, dan isomalt dapat digunakan secara
kombinasi karena mereka memberikan tambahan rasa yang baik di mulut (Bhyan, et al.,
2011).
Zat pemberi rasa atau flavouring agents diperlukan untuk menutupi rasa pahit atau
rasa yang tidak enak dari obat. Jumlah zat pemberi rasa yang diperlukan untuk menutupi
rasa tergantung pada jenis rasa dan kekuatan rasanya . Penerimaan sediaan ODF oleh
individu sangat tergantung pada kualitas rasa dalam beberapa detik pertama setelah
sediaan dikonsumsi. Jumlah flavoring agent atau zat perasa yang diperlukan untuk
menutupi rasa tergantung pada jenis rasa dan kekuatannya. Lebih disukai penambahan
hingga 10% w/w dalam formulasi zat perasa dapat dipilih dari minyak sintetis, oleo
resin, ekstrak yang berasal dari berbagai bagian tanaman seperti daun, buah dan bunga.
Zat perasa dapat digunakan secara tunggal ataupun kombinasi. Contoh zat perasa dari
minyak antara lain; minyak peppermint, minyak kayu manis, minyak spearmint, minyak
pala. Contoh zat perasa dari buah antara lain; vanili, kakao, kopi, cokelat dan jeruk. Apel,
raspberry, ceri, nanas adalah beberapa contoh dari jenis essence buah (Bhyan, et al.,
2011).
Ada 5 Teknik umum dalam pembuatan film, yaitu metode solvent casting, metode
semisolid casting, metode solid dispersion extrusion, metode hot melt extrusion, metode
rolling. Metode solvent casting Dalam metode ini, polimer larut air membentuk
larutan kental dan homogen dengan bahan obat. Eksipien lainnya dilarutkan dalam
pelarut yang sesuai, kemudian kedua larutan dicampur dan diaduk. Larutan kemudian
dituang ke dalam cawan petri dan dikeringkan (Arya, et al., 2012).
Metode semisolid casting Dalam metode semisolid casting, pertama-tama disiapkan
polimer pembentuk film yang larutdalam air. Larutan yang dihasilkan ditambahkan ke
dalam larutan polimer tidak larut asam (misalnya selulosa asetat ftalat, selulosa asetat
butirat). Kemudian sejumlah plastisizer ditambahkan sehingga terbentuk massa gel.

8
Massa gel dituang ke dalam cetakan. Ketebalan film adalah sekitar 0,015-0,05 inci. Rasio
polimer tidak larut asam dengan polimer pembentuk film harus 1: 4 (Arya, et al., 2012).
Metode solid dispersion extrusion . Metode ini dilakukan dengan mencampurkan
semua komponen tanpa bahan obat. Kemudian dikempa bersama dengan bahan obat
hingga menjadi dispersi solid. Dispersi solid dibentuk ke dalam film menggunakan
cetakan . Metode hot melt extrusion Dalam metode ini bahan obat dicampur dengan
bahan pembawa dalam bentuk solid. Kemudian campuran tersebut ditekan dengan alat
penekan dimana alat penekannya memiliki panas. Campuran tersebut akan mencair dan
membentuk film . Pembuatan ODF dengan metode ini dengan cara larutan atau suspensi
yang mengandung obat digulung ke dalam pembawa. Pelarut utamanya air serta
campuran air dan alkohol. Film dikeringkan di atas penggulung dan dipotong sesuai
bentuk dan ukuran yang diinginkan (Arya, et al., 2012).
Setelah bentuk sediaan padat diberikan melalui mulut pasien, sediaan mula-mula
harus berdisisntegrasi menjadi pecahan partikel besar yang dikenal sebagai agregat.
Selanjutnya terjadi deagregasi dan membebaskan partikel individual. Partikel-partikel
tersebut melarut dan melepaskan zat aktif ke dalam larutan. Disolusi merupakan proses
yang menggambarkan tahap akhir pelepasan obat, sebelum obat dapat diabsorbsi,
didistribusi, dimetabolisme, diekskresi atau bahkan memberikan efek farmakologis.
Untuk bentuk sediaan pelepasan segera, kecepatan pelepasan dan disolusi obat
menentukan kecepatan dan besar absorpsi obat. Jadi, disolusi merupakan proses yang
penting dalam ilmu kefarmasian. Uji disolusi digunakan untuk berbagai alasan dalam
industri farmasi dalam pengembangan produk baru, untuk pengawasan mutu, dan untuk
membantu menentukan kesetaraan hayati (Sinko, 2011). Berdasarkan semua
pertimbangan, medium biorelevan yang umum digunakan dalam uji disolusi adalah
medium yang menggambarkan kondisi lingkungan tubuh (lambung, usus, dan mulut).
Perbedaan utama antara medium adalah pH. Komposisi cairan simulasi dijelaskan dalam
USP edisi XXVI yaitu larutan dapar 0,05 M yang mengandung KH2PO4 68,05 gram,
NaOH 8,96 gram dan air terdeion sampai 10,0 liter. pH dapar ini adalah 6,8 dan berada
dalam kisaran pH mulut normal (Sinko, 2011).

B. ALAT DAN BAHAN

ALAT
1. Gelas ukur 4 buah
2. Cawan petri 8 buah
3. Erlenmeyer 6 buah
4. Pinset dan gunting 2 buah
5. Oven 1 buah
6. Spin bar 1 buah
7. Magnetis stirrer 1 buah
8. Baskom

BAHAN

9
1. Aminofilin 50 mg
2. Hpmc 240 mg
3. PEG 400 1ML
4. Propilen glikol 0,3ml
5. Asam sitrat 70 mg
6. Sukrosa 50mg
7. Peppermint oil 0,3ml

C. FORMULA

R/
Aminofilin 50 mg
HPMC 240 MG
PEG 400 1 ml
Propilen glikol 0,3 ml
Asam sitrat 70 mg
Sukrosa 50 mg
Peppermint oil 0,3 ml
Mf fdf nu 20

D. MONOGRAFI

1. Aminofilin
- Berat Molekul : 420.43
- Rumus Molekul : C16H24N10O4
- Pemerian : Serbuk putih agak kekuningan dengan bau ammonia lemah
dan rasa pahit
- Kelarutan :larut dalam lebih kurang 5 bagian air, praktis tidak larut dalam
etanol (95%) dan dalam eter.
- Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
- Khasiat :bronkodilator, antispasmodikum, diuretikum.
- Dosis maksimum :sekali 500 mg, sehari 1,5 g
- Titik leleh : 169-170,5 C
- pKA : 9,5
- Titik didih : 100-102 C
- Sumber : Drug Formulation hal 198 , FI IV hal 90-9

10
2. HPMC

- Nama resmi : hypomellose


- Nama lain : Bruccel NHPL, E464, Hydroxypropilmetilselulosa, methocel ,
pharmacoat
- Fungsi : matriks
- Pemerian : tidak berbau dan berasa putih krem putih bubuk berserat
- pH : 5.0-80
- Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam eter
- Stabilitas : higroskopis setelah mongering
- Kestabilan pH : 3-11 C
- Pemanasan : mengalami transformasi sol-gel reversible pada pemanasan dan
pendinginan
- Ott : agen pengoksidasi karena HPMC merupakan nonionic
- Sumber : Drug Formulation hal 200

3. PEG 400
- Sinonim : CArboway
- Rumus Molekul : HOCH2(ch2OCH2)2
- Berat molekul : 380-420
- Fungsi : Plasticizers, Basis salep, Lubrikan tablet dan kapsul
- Density : 1,11-1,14 gr/mm
- Titik nyala : 182-238 C
- Titik beku : 4- 8 C
- Titik leleh : 44-48 C
- Kelembapan : PEG cair sangathigroskopis
- Kelarutan : bentuk cair bercampur dengan air dan bentuk padat melarut
pada air
- Sumber : FI V hal 1019

4. Propilen Glikol

- Sinonim : propane 1,2 diol


- Berat molekul : 76,09
- Fungsi : anti microbial preservatives
- Pemerian : Cairan tidak bewarna, bersih kental dan tekstur agak kesat
- Titik didih : 188 C
- Density : 1,038 gr/mm
- Titik leleh : -59 C
- Kelarutan : bercampur dengan acetone, kloroform, etanol dan glycerin
11
- Sumber : HOPE hal 592

5. Sukrosa
- Sinonim : beet sugar
- Rumus Molekul : C12H11O12
- Berat Molekul : 344,30
- Fungsi : confectionary base, agen pemanis, penyalut
- Pemerian : Kristal putih seperti batu kecil tidak berbau dan rasa manis
- Titik leleh : 160-186 C
- Sifat alir : Kristal sukrosa is free flowing
- Incompatibility : logam nitrat, asam ascorbat
- Sumber : HOPE HAL 705

6. Asam Sitrat
- Pemerian : serbuk hablur granul halus putih tidak berbau rasa sanga
asam
- Hidrat : bentuk hidrat mekar dalam udara kering
- Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol
- Ph : 2,2 C
- Incompatibility : kalium tartat, alkali, karbonat bikarbonat
- Potensi : meledak jika di padukan dengan logam nitrat
- Keguaan : laruta penyangga
- Peyimpanan : dalam wadah tertutup baik
- Sumber : Rowe, 2009

7. Peppermint Oil
- Rumus molekul : C12H18O7
- Berat molekul : 905
- Pemerian : hablur heksagonal tidak berwarna biasa nya berbentuk jarum
atau massa hablur bau enak seperti permen
- Kelarutan : sangat sukar larut dalam air, sangat mudah larut dalam
etanol kloroform dan eter
- Inkompatibilitas : butyl klorat, kamfer
- Titik leleh : 34 C
- Titik didih : 212 C
- Kegunaan : carminative, stimulansia
- Nama Lain : mentholum
- Penyimpanan : dalam adah tertutup baik
- Sumber : pubchem
-

12
E. Perhitungan
ukuran cetakan film : 78,5 cm2
dosis 50 mg dalam 2x2 cm : 4 cm2
jumlah film dalam 1 cetakan : 78,5 / 4 = 20 film

F. Cara Kerja
1. Pembuatan Fast Dissolving Film
- Larutkan HPMC dengan air panas dengan perbandingan 1:1 atau 1:9 lalu tetap di
homogenkan dengan pemakaian magnetic stirrer dan di putar sampai busa pada
beaker glass yang berisi HPMC tidak ada gelembung sama sekali.
- Aminogilin 50 mg dilarutkan dalam air dan dihomogenkan kemudian masukkan ke
dalam beaker glass yang berisi hpmc yang masih berputar diatas Magnetic Stirer
- Campurkan sukrosa, Peppermint Oil, PEG 400, propilen glikol, dan asam sitra
kedalam beaker glass awal
- Biarkan semuanya teraduk ampai homogeny dengan parameter tidak ada gelembung
yang berada di dalam beaker glass
- Setelah itu campuran dituangkan pada cawan petri dimulai dari tengah permukaan
sampai semua permukaan sudah tertutupi
- Masukkan ke dalam oven dan tunggu sampai 1 hari
- Setelah film sudah kering angkat dari ceakan dan fotong film dengan bentuk persegi
2x2 cm

2 Analisis Pengemas
A. Karakteristik Organoleptik ( Syarat : Homogen )
- Sample FDF diamati ke homogenitasan nya, warna, baud an tekstur
- Dicatat kesimpulannya

B. Pengukuran bobot ketebalan film


- 6 flm diambil secara acak
- Ditimbang berat setiap film dan tidak boleh menyimpang scara signifikan dari bobot
rata-rata
- Diukur ketebalan film pada bagian tengah dan kempat sudut nya menggunakan
micrometer skrup
- Dihitung rata rata ketebalan film nya

C. Pengukuran pH Sediaan ( Syarat : pH 6,8-7)


- Film diletakkan di dalam beaker glass kemudian dilarutkan dengan 5ml aquadest
- Ditunggu sampai kertas dapat menunjukkan pH
- Pengukuran dilakukan dengan mencocokkan dengan kertas pH

13
D. Uji Waktu Hancur ( Syarat : < 1 menit )
- Film dimasukkan kedalam gelas beaker dengan medium suhu 37 C
- Hitung waktu yang dibutuhkan sampai film larut

E. Uji Swelling ( Syarat : bobot konstan )


- timbang berat film
- Letakkan dalam 15 ml dapar phosphate dan hitung berat sampai konstan
F. Uji Sudut Kontak
-teteskan air ketas sediaan film dan kemudian hitung sudut kontaknya

G. Waktu Larut ( Syarat : < 1 menit )


-sediaa dimasukkan ke dalam cairan saliva buatan dapar phospat keudia diaduk tiap
10 detik lalu dihitung waktu hancurnya
H. keseragaman Kadar
-pilih metode yang sesuai !

3. Analisis Pengemas

a. Pengemas Primer
A. Uji Kebocoran ( Syarat : tidak ada kebocoran )
-tambahkan metilen blue 0,5% pada baskom yang berisi aquadest
- masukkan pengemas primer kedalam baskom terebut
- diamati selama 30 menit dan diperiksa apakah ada wana biru yang masuk ke dalam
strip sebagai indikasi kebocoran

B. Uji Identifikasi ( Syarat : plastic jenis PE dan PP )


- botol plastic yang digunakan
- dilihat kde daur ulang nya

C. Uji Baret ( Syarat : tidak ada baretan )


- kemasan primer dibaretkan dengan menggunakan kuku sejauh 10cm
- dilihat dari jarak sejauh 10 cm tersebut apakah ditemui adanya baretan

D.Uji Hot Filled ( Syarat : tidak ada perubahan bentuk )

- masukkan kemasan primer yang digunakan ke dalam baskom yang berisi air
mendidih dengan suhu 100 C
- amati selama beberapa menit apakah ada perubahan bentuk

14
E. Uji Floating Test ( Syarat : Mengapung )
- kemasan primer dimasukkan ke dalam baskom yang berisi air
- amati apakah plastic mengapung atau tidak

B. Pengemas Sekunder

A. Daya Lipat ( Syarat : 250 lipatan )


- kertas ukuran 20x10 cm dilipat berulang kali sampai putus
- hitung pada kali keberapa kemasan putus

B. Daya Serap Air ( Syarat : 20 cm )


- kertas ukuran 20x10 cm dicelupkan ke dalam permukaan air sejauh 10 cm
-amati air yang naik diatas bagian yang tercelup

C. Pengukuran Berat Kertas ( Syarat : tidak menyimpang dari bobot sig )


- kertas 10x10 cm ditimbang
- dan dicatat 4 desimal bobot kertas

D. Pengukuran Ketebalan Kertas ( Syarat : tidak menyimpang dari bobot sig )


- 5 kertas diukur ketebalannya
- dan dicatat rata rata ketebalannya

E. Uji Ketahanan terhadap Minyak


- Kertas ditambahkan pasir kuarsa
-ditotolkan 1,1 ml minyak turpentine
-dihitung waktu yang dibutuhkan minyak terserap

15
G. DATA HASIL
PENGAMATAN

1. Preformulasi zat-zat aktif


yang digunakan dalam formula
a. Aminofilin
sifat alir : 10 g/44 detik
sudut diam : 49.2
uji kompaktibilitas : 18,18%
uji kompresibilitas : 3,5%
b. HPMC
sifat alir : 10 g/106 detik
sudut diam : 4,8
uji kompaktibilitas : 28,75%
uji kompresibilitas : 2,7%
c. Asam Sitrat
sifat alir : 10 g/3 detik
sudut diam : 4,8
uji kompaktibilitas : 4%
uji kompresibilitas 4,17%
d. Propilen Glikol
bobot jenis : 0,58 g/cm3
e. PEG 400
Bobot jenis : 0,1 g/cm3
f. Sukrosa
sifat alir : 10 g/74 detik
sudut diam : 0,117
uji kompaktibilitas : 3%
uji kompresibilitas : 0,072%

2. Pembuatan Sediaan Fast


Dissolving Film
Dibutuhkan sekitar 8 cawan petri dengan proses yang panjang dan pada akhirnya
dapat berhasil mencetak film dengan 4 cawan petri

3. Analisis Sediaan

A. Karakteristik Organoleptik

bau : pepper mint pedas

16
Tekstur : berminyak
warna : hijau kekuningan
rasa : pedas peppermint
* memenuhi syarat

B. Uji Waktu Hancur

Syarat : < 1 menit


tanpa pengadukan : 1 menit 30 detik
pengadukan : 56 detik
* tidak memenuhi syarat

C. Uji Waktu Larut

Syarat : < 1 menit


Pengadukan : 1 menit
*tidak memenuhi syarat

D. Uji Ketebalan Film

0,14mm 0,12 mm
0,15 mm 0,16 mm
0,14 mm 0,10 mm
x : 0,135
Sd : 0,027
%cv : 6%
* tidak memenuhi syarat

E. Tensile Strength

3,07
Syarat : 1,01-1,14 kg/mm
* memenuhi syarat
F. Uji pH

ph : 5
Syarat < 7
* memenuhi syarat

17
G. Uji Keseragaan Bobot

0,09 0,04
0,08 0,02
0,01 0,02
%cv : <5%
* memenuhi syarat

H. Uji Swelling

wo : 0,08 g
wt : 0,42 g
%wt : 42,5 %
syarat < 20%
* memenuhi syarat
I. Uji akseptabilitas
N
n
1  ( Ne) 2
48
1  (48 x0,05) 2
= 42,8
~ 43

nilai 5 (orang) 4(orang) 3(orang) 2 (orang) 1(orang)

warna 19 22 20 - -

bau 26 17 - - -

rasa 23 14 5 - -

tesktur 16 20 5 20 -

J. Uji kadar

Wavelength (nm) abs %T

271,0 1,141 7,2

271,0 1,128 7,5

271,0 1,129 7,5

Larutan uji : sediaan FDF + larutan dapar fosfat pH 6,8

18
Larutan blanko : aquadest

1. 1,141 = 0,0393x + 0,3293


X = 20,65
20,65
x100%
%recovery = 50 = 41,3%
2. 2 dan 3
1,128 = 0,0393x + 0,3293
X = 20,32
20,32
x100%
% recovery = 50 = 40,64%

4. Analisis Pengemas

A. Uji Identifik
asi
- Struktur kemasan = primer
- Jenis produk = fast dissolving
film
- Bentuk kemasan = plastic
- Sifat kekakuan = relative kaku
- Sifat perlindungan terhadap
lingkungan = baik, tahan terhadap beberapa larutan, eter
- Tebal kemasan = 0,4 cm
- Komposisi = aminofilin 50
mg
- Flexibilitas = mudah dibuka
tutup
- Kondisi fisik = tertutup baik
- Berat = 3,18 g
- Diameter = 2,9 cm
- Tinggi = 4,5 cm
- Tanggal kadarluarsa = 2021
- Stabil
- Berlabel MUI dan BPOM

B. Uji Baret

Syarat : sejauh 10 cm tidak ada baret


Hasil : sejauh 10 cm tidak ada baretan

19
C. Uji Hot Filled Test

Syarat : Tidak ada perubahan bentuk


Hasil : Tidak ada perubahan bentuk

D Uji Floating Test


Syarat : Mengapung
Hasil : Mengapung

E. Uji Kebocoran

Syarat = Selama 30 menit tidak ditemukan adanya kebocoran di dalam bagian


kemasan
Hasil = Selama 30 menit tidak ditemukan adanya kebocoran di dalam bagian
kemasan

B. Pengemas Sekunder
1. Daya Lipat
Syarat : < 250 lipatan
Hasil : 476 lipatan
2 Uji Daya Serap Air
Suhu Air : 37 C
Bagian yang tercelup : 1 cm
Kenaikan air : 2,5 cm

2. Pengukuran Berat Kertas

X : 0,26
Sd : 0,000471
%cv : 1,81 %

3. Pengukuran Ketebalan Kertas

X : 0,039
Sd ; 0,0041
%cv : 4%

20
4. Uji Ketahanan Terhadap
Minyak

Bagian yang di celup : 1 cm


Bagian yang naik : 1,3 cm

PEMBAHASAN
Praktikum teknologi farmasi padat kali ini membuat sediaan fast dissolving film dimana
sediaan fast dissolving film ini merupakan bentuk sediaan yang dimodifikasi dengan tujuan
sebagai jalan alternative pemberian obat secara oral namun dapat menghasilkan efek yang
lebih cepat dibandingkan dengan efek yang diberikan oleh tablet konvensional biasa.
Keuntungan dari sediaan fast dissolving film yang paling utama yaitu bahwa fast dissolving
film tidak mengalami first pass effect atau jalur metabolism hati sehingga tidak ada kadar
obat yang berkurang pada saat sampai di organ target atau pada reseptor. Sert keuntungannya
yang lain yaitu tidak mengalami proses dekomposisi di lambung.
Keuntungan lain yang dimiliki oleh sediaan fast dissolving film berupa luas permukaan yang
lebih besar sehingga lebih cepat hancur dan larut dalam rongga mulut dalam hitungan detik.
Bentuknya yang fleksibel, tidak rapuh dan tidak membutuhkan perlindungan khusus selama
penyimpanan dan transportasi. ODF dapat diberikan tanpa bantuan air. Dan merupakan dosis
tunggal sehingga memberikan dosis dan presisi yang akurat. Dapat dikonsumsi di setiap
tempat dan setiaap saat sesuai dengan kenyamanan individu.Untuk obat yang memiliki
bioavailabilitas yang rendah pada gastro intestinal dan untuk menghindari first pass
metabolism yang cepat di hati. Cocok untuk pasien yang menderita disfagia, emesis berulang,
geriatrik dan pediatrik yang memiliki kesulitan dalam menelan, pasien dengan gangguan
mental, hipertensi, serangan jantung, asma, yang membutuhkan onset aksi yang cepat. Sera
zat obat yang terkandung juga tidak mengalami ionisasi sehingga jumlah kadar obat yang
mencapai reseptor tubuh masihdapat melewati kadar minimum.
Namun dibalik beberapa keuntungan tersebut sediaan fast dissolving film ini masih memiliki
beberapa kekurangan yang antara lain Beberapa kekurangan ODF antara lain : Memiliki
tantangan tersendiri dalam hal keseragaman dosis. Hal ini dikarenakaan sediaan hanya bias
menampung dosis maks 50 mg. Beberapa ODF memiliki sensitifitas terhadap temperatur dan
kelembaban. Tidak cocok untuk dosis tinggi. Memerlukan pengemasan yang khusus untuk
stabilitas dan keamanan produk.
Zat aktif yang digunakan berupa Aminofilin. Dimana Aminofilin termasuk ke dalam
golongan obat turunan xanthine dengan mekanisme untuk menghambat enzim
fosphodiesterase yang sebagai pemicu asma, yang akhirnya dapat menimbulkan aktivitas
farmakologis berupa bronchodilator.walaupun dosis yang dimasukkan kecil namun memiliki
ke akuratan dan ketepatan dosis yang cukup tinggi. Sediaan FDF ini membutuhkan zat yang
paling krusial dlam proses pembuatannya yait Polimer. Polimer berperan sebagai eksipien
yang sangat penting dalam rancangan formulasi film. Polimer hidrofilik yang digunakan akan
menyebabkan ke tersediaan film untuk ter dissolved di dalam mulut. Dan zat aktif bias di
distribusikan ke vena mulut untuk aktifitas farmakologis yang sistemik. Polimer bisa
digunakan secara tunggal atau dapat dikombinasi dengan jenis film lainnya.

21
Teknik yang digunakan dalam rancangan formulasi ini berupa teknik Solvent Casting. Teknik
solvent Casting ialah teknik yang paling di minati dalam proses pembuatan sediaan film.
Praktikum pertama dalam pembuatan sediaan FDF aminofilin dengan preformulasi yang
ditujukan untuk membuat suaru sediaann dapat berkhasiat (effecitu), aman (safety), stabilitas
(stability), dan dapat diterima (acceptable). pengujian pertama dalam preformulasi untuk
menentukan kompresibilitas, kompaktibilitas, sifat alir dan sudut diam untuk masing-masing
zat aktif dan eksipien.
Pengujian pertama dilakukan dengan menganalisis aminofilin, aminofilin memiliki daya alir
10 g/44s yang berarti aminofilin memiliki daya alir yang buruk dikarenakan syarat daya alir
yang baik bernilai 10 g/s. pengujian sudut diam aminofilin memperoleh nilai 49,2°. dalam
hal ini sudut diam aminofilin juga tidak memenuhi syarat, syarat sudut diam yang baik
sebesar kurang dari 30°. sudut diam berhubungan dengan daya alir suatu zat, makin kecil
sudut diam maka suatu zat akan lebih mudah mengalir. Pengujian selanjutnya uji
kompresibilitas, pada uji ini didapatkan nilai 18,8% dan pengujian kompaktibilitas sebesar
3,5%. Hal ini berati nilai kompresibilitas dan kompaktibilitas aminofilin memenuhi syarat
(syarat keduanya kurang dari 20%). Nilai kompaktibilitas berhubungan dengan kerapatan
suatu zat sehingga akan berhubungan dengan keseragaman dosis suatu obat sedangkan nilai
kompresibilitas berhubungan dengan daya alir suatu zat.
Percobaan kedua dengan menguji sifat dari HPMC, HPMC berfungsi sebagai pembentuk film
dikarenakan memiliki nilai viskositas yang rendah, polimer HPMC juga memiliki glass
transition temperature yang tinggi. HPMC memiliki bentuk yang transparan, kuat dan
fleksibel, mudah larut dalam air, eter, etanol, dan juga aseton. Dikarenakan sifat kelarutan
HPMC yang larut dalam air maka HPMC cocok digunakan sebagai polimer pembentuk fim
dalam sediaan FDF. Nilai sifat alir HPMC sangat buruk, sebesar 10g/106s, sudut diam 28,8° .
Hal ini menunjukkan HPMC memiliki sifat alir yang buruk, namun pada pengujian
kompresibilitas menunjukkan nilai yang memenuhi syara, nilai kompaktibilitas HPMC
sebesar 28,79% dan nilai kompresibilitas HPMC sebesar 2,7%. Hasil ini berarti HPMC
memiliki nilai kepadatan dari serbuk baik sehingga tidak dikhawatirkan untuk menghasilkan
sediaan yang memiliki keseragaman kadar yang buruk.
Pengujian selanjutnya dengan menguji sifat dari PEG 400. untuk zat cair hanya dilakukan
pengujian berat jenis (BJ) dengan menggunakan alat piknometer. Didapatkan hasil 0,1 g/cm³.
PEG berguna sebagai plasticizer, plasricizer merupakan suatu komponen zat tambahan yang
mampu meningkatkan fleksibilitas atau kelenturan suatu sediaan. Dalam pembuatan FDF,
plastisizer sangat diperlukan untuk menjaga strip yang dihasilkan tidak mudah rusak dan juga
memiliki sifat yang elastis. Selain sebagai plasticizer dalam proses pembuatan FDF, PEG400
juga dapat mengurangi kerapuhan dari sediaan film. PEG400 berbentuk cairan, makin tinggi
nilai PEG menunjukkan sifat dari PEG yang semakin solid atau mengarah pada wujud
padatan. PEG400 berbentuk cairan kental jernih, tidak berwarna, bau khas lemah dan sifatnya
agak higroskopik. PEG 400 larut dalam air, etanol, aseton, glikol dan dalam senyawa
hidrokarbon alifatik, PEG 400 memiliki berat bobot molekul 380-420 yang merupakan
polimer dari etilen oksida dan air.
Bahan selanjutnya yang digunakan dalam pembuatan FDF beeupa propilen glikol atau PPG.
Ppg dalam formula ini juga berfungsi sebagai plasticizer dan sebagai pelarut, berdasarkan
pengujian dengan menggunakan piknometer PEG memiliki BJ sebesar 0,58 g/cm³. PPG

22
berbntuk cairan jernih tak berwarna, kental, rasa agak manis dan memiliki sifat yang
higroskopik, dapat bercampur dengan air. Propilen glikol atau PPG juga berkhasiat sebagai
pengawet dikarenakan PPG memiliki aktivitas antimikroba.
Bahan pengujian lain dengan ,enggukana asam sitrat. Asam sitrat berbentuk kristal tak
berwarna, tidak berbau dan memiliki rasa yang asam, fungsi dari penambahan asam sitrat
dalam sediaan FDF sebagai agen penstimulasi saliva. Agen penstimulasi saliva merupakan
eksipien yang dapat merangsang sekresi dari saliva, digunakan untuk meninngkatkan
produksi atau sekresi dari saliva sehingga dapat mempercepat proses disintegrasi film. Asam
sitrat juga dapat digunakan sebagai zat antioksidan. Penggunaan sukrosa pada formula ini
memiliki inkompatibilitas dengan logam berat sehingga penggunaan asam sitrat diharapkan
dapat membantu proses pencegahan proses oksidasi dari selulosa.
Pengujian sifat alir yang dilakukan mendapatkan nilai sebesar 5g/3s, hal ini tidak sesuai
dengan persyaratan. Pengujian selanjutnya uji kompaktibilitas didapatkan hasil sebesar 4%
yang berarti memenuhi persyaratan. Pada uji kompaktibilitas didapatkan hasil sebesar 4,11%
dan hasil ini juga memenuhi persyaratan. Dengan ini dapat dikatakan asam sitrat memiliki
sifat alir yag baik
Eksipien lain yang terdapat dalam sediaan ini adalah sukrosa yang berfumgsi sebagai agen
pemanis, surkrosa berbentuk serbuk berwarna putih, memiliki rasa yang manis tidak berbau
dan massa berbentuk hablur. Sukrosa sangat mudah larut dalam air karena sifat polaritasnya,
tetapi sukar larut dalam etanol, tidak laut dalam kloroform dan eter. Sukrosa pada FDF kali
ini berguna sebagai pemanis. Tidak semua obat memiliki cita rasa yang baik untuk
dikonsumsi secara langsung sehingga diperlukan pemanis untu mengurangi atau bahkan
menghilangkan rasa yang kurang baik tersebut. Zat pemanis terutama diperuntukkan bagi
obat-obatan yang akan lepas dimulut sehingga akan langsung kontak dengan indra perasa.
Kekurangan dari sukrosa, pada pengguna diabetes tidak disarankan untuk mengkonsumsi
sukrosa, saat dikonsumsi sukrosa akan dipisahkan menjadi fruktosa dan glukosa. Glukosa
akan merangsang insulin untuk merespon glukosa dan mengubahnya menjadi energi atau
cadangan mlamam. Jenis gula yang baik untuk penderita DM adalah fruktosa, metabolisme
fruktosa hanya di hati dan bergantung pada fruktokinase untuk proses metabolismenya, tidak
ada insulin dalam proses metabolisme fruktosa.
Percobaan selanjutnya dengan pembuatan aminofilin yang terdiri dari proses pencampuran,
pembuatan dan pencetakan aminofilin. Bahan aktif yang digunakan pada pembuatan FDF kali
ini berupa aminofilin. Aminofilin terduru dari kombinasi yang mengandung teofilin dam
etilendiamin dengan rasio perbandingan 2:1. ketika masuk ke dalam tubuh, teofilin bertindak
sebagai inhibitor dari fosfodiesterase, adenosin reseptor blocker dan aktivasi dari histon
deasetilase. Sama dengan teofilin, aminofilin memiliki indikasi untuk pengobatan penyakit
paru-paru seperti asma, bronkitis kronis, dan COPD. Di indonesia aminofilin merupakan
salah satu golongan metil xanthine yang sering digunakan, bahkan digunakan sebagai salah
satu obat tanpa resep dokter (over the counter) pada terapi sesak nafas. Dikarenakan
penggunaan aminofilin bertujuan untuk mengatasi penyakit asma maka diperluan efek atau
onset yang cepat dikarenakan ketika terkena serangan asma harus segera diatasi agar jalan
nafas kembali normal.
Pembuatan sediaan aminofilin dalam bentk FDF bertujuan untuk memberikan efek terapeutik
yang cepat dalam mengatasi gangguan pernafasan. Salah satu keuntungan dari sediaan FDF

23
adalah memberikan efek yang cepat dikarenakan penggunaan FDF langsung terlarut dalam
saliva dan masuk ke dalam pembuluh darah dan langsung mengalami distribusi serta
menghindarkan first pass effect di hati sehingga pembuatan sediaan aminofilin dalam bentuk
FDF sangat cocok. Dalam formula FDF digunakan pemanis yntuk menutupi rasa pahit yang
dimiliki oleh aminofilin. Bahan pemanis yang digunakan berupa sukrosa.
Terdapat 5 metode pembuatan FDF , namun pada pembuatan FDF aminofilin kali ini
digunakan metode solven casting. Dalam metode ini polimer larut air akan membentuk cairan
kental dan homogen dengan bahan obat. Eksipien lainnya dilarutkan dalam pelarut yang
sesuai, kemudian kedua larutan dicampur dan diaduk sampai homogen. Larutan kemudian
dituang ke dalam cawan petri dan dikeringkan baik pada oven ataupun dalam suhu ruang.
Namun pada praktikum kali ini digunakan oven untuk mengeringkan sediaan FDF.
Pembuatan dimulai dengan mengembangkan HPMC dalam air hangat sampai mengembang
dan gelembungnya hilang. Pencampuran semua bahan dilakukan dengan menggunakan
magnetik stirrer yang bertujuan untuk membuat campuran memiliki tingat homogenitas yang
baik.
HPMC yang telah mengembang kemudian ditambahkan dengan PEG 400 dan propilen glikol,
asam sitrat kemudia dilarutkan dalam air sampai homogen kemudian dimasukkan ke dalam
campuran larutan HPMC yang telah mengembang, setelah semua bahan tercampur dengan
homogen kemudian ditambahkan dengan peppermint oil. Massa yang telah bercampur
dengan hompogen kemudian dituang ke dalam cawan petri dan dikeringkan dalam oven
dengan suhu 40°. pepermint oil berfungsi sebagai perasa atau flavouring agent dalam
sediaan, perasa memiliki peran yang sangat penting dkarenakan dapat menutupi rasa yang
tidak menyenangkan dari zat aktif, selain itu perasa juga dapat meningkatkan akseptabilitas
atau penerimaan obat terhadap pasien.
Polimer pembentuk film yang digunakan pada praktikum kali ini dengan HPMC. HPMC
dikenal memiliki penerimaan yang baik. Bahan yang memiliki kelas lebih mudah dari HPMC
seperti E3, E5 E15 secara khusus digunakan sebagai pembentuk film dikarenakan memiliki
glass transition temperature yang tinggi dan diklasifikasikan sesuai bahan tambahan dan
viskositasnya yang akan berdampak pada hubungan suhu dan kelarutan. HPMC memiliki
bentuk yang transparan, kuat dan juga sifatnya fleksibel, sangat mudah larut dalam air hangan
sukar dalam eter, etanol dan aseton.
Pengembangan atau penentuan kesuksesan dari sediaan FDF tidak terlepas dari pemilihan
dan penggunaan konsentrasi polimer yang tepat. Polimer pembentuk film dapat digunakan
secara tunggal maupun dikombinasikan dengan bantuan polimer lain untuk memodifikasi
sifat dari film itu sendiri. Integritas dari sediaan polimer bergantung pada sifat polimer dan
konsentrasi polimer tersebut. Pada umumnya konsentrasi polimer yang digunakan dalam
formulasi FDF berkisar antara 45% b/b dari berat film. Sifat dari polimer yang digunakan
dipilih yang memiliki kelarutan baik dalam air dikarenakan sediaan FDF tersebut harus larut
dalam saliva sehingga sangat diperlukan sifat polimer pembentuk film yang dapat larut dalam
air dan harus memiliki kemampuan yang baik dalam membuat bentk permukaan film, tidak
toksik dan diharapkan tidak mengiritasi lambung.
Pembuatan FDF kali ini dengan menggunakan plasticizee propilen glikol dan PEG 400 ,
pemilihan kedua bahan ini dikombinasikan agar mendapatkan sifat plasticizer yang
diinginkan. PEG 400 dipilih dikarenakan memiliki sifat aktivitas antimikroba sehingga dapat

24
juga digunakan sebagai pengawet dalam pembuatan FDF. PPG secara organoleptik memiliki
pemerian mirim denga PEG 400, namun PEG 400 memiliki sifat yang lebih kental atau
memiliki tingkat viskositas yang tinggi. Plasticizer termasuk kedalam bahan yang penting
dalam pembuatan FDF dikarenakan plasricizer memiliki sifat memberikan fleksibilitas
terhadap film dan dapat menguraing tingkat kerapatan dari suatu film. Pemilihan bahan
plastocizer tergantung dari sifat kompatibilitas terhadap polimer dan juga semua pelarut yang
digunakan selama proses pembuatan film. Sifat alir dari suatu polimer juga akan lebih baik
jika dikombinasikan dengan penambahan plasticizer dan plasticizer juga berguna dalam
meningkatkan kekuatan dari polimer. Konsetrasi pelarut yang umum digunakan dalam
proses pembuatan film sekitar 0-20% yang mana penggunaannya dapat secara tunggal
ataupun dikombinasikan dengan plasticizer lain.
Terdapat 5 metode umum dalam pembuatan FDF, solvent casting method, metode semisolid
casting, metode solid dispersion extrusion, metode hot melt extrusion dan metode rollung.
Metode sovent casting method dalam metode ini polimer larut air akan membentuk larutan
kental dsn homogen dengan bahan obat dan eksipien lain dilarutkan dalam pelarut yang
sesuai, kemudian kedua larutan dicampur dan diaduk. Larutan kemudian dituang ke dalam
cawan petru dan dikeringkam. Dalam metode semisolid casting dilakukan dengan persiapan
polimer pembentuk film yang larut dalam air. Larutan yang dihasilkan ditambahkan ke dalam
larutan poliner tidak larut asam (misalnya selulosa asetat flatalat, selulosa asetat butirat),
kemudian massa gell dituang dalam cetakan, digunakan dengan rasio 1:4.
Metode ketiga dengan metode solid dispersion extrusion, dalam metode ini dilakukan dengan
mencampurkan semua komponen formula tanpa bahan obat hingga menjadi dispersi yang
solid, yang dibentuk dengan cetakan. Metode hot melt extrusion, dalam metode ini bahan
obat dicampur dengan bahan pembawa dalam bentuk solid. Kemudian campuran tersebut
ditekan dengan alat penekan dimana alat penekan memiliki panas, campuran tersebut akan
mencair dan akan membentuk film. Pembuatan FDF dapat juga digunakan dengan metode
rolling. Dengan metide rolling dubuat dengan larutan atau suspensi yang mengandung obat
dituang kedalam pembawa, pelarut utama dakan metode ini dengan menggunakan air debgab
alkohol. Film dikeringkan, pengeringan dalam praktikum ini dengan menggukan oven dengan
suhu 40°C, digunakannya oven untuk menjaga suhu dari pengerikan tetap terjaga atau stabil.
Proses pengeringan pada praktikum kali ini digunakan dengan oven dengan suhu diatur 40°C
dan dilakukan proses pengeringan selama 1 hari atau 24 jam untuk mrnguapkan kandungan
air dalam sediaan FDF. Pengeringan menggukana oven ditujukan untuk mencegah
kontaminasi atau patogen yang berasal dari lingkungan luar yang akan meningkatkan resiko
tercemar jika sediaan dikeringkan menggunakan suhu ruang di tempat terbuka. Hasil dari
proses pengeringan selama 24 jam didapatkan sediaan FDF belum sepenuhnya diangkat dari
cetakan dan belum kering sepenuhnya. Dibutuhkan pengeringan dengan kurang lebih 6 jam
tambahan untuk menghasilkan produk FDF yang siap dikemas. Dari 5 cawan petri didapatkan
satu cawan petri terkontaminasi oleh jamur yang ditandai dengan timbulnya bercak berwarna
putih pada sediaan. Namun keempat cawan petri lain didapatkan sediaan telah memiliki
kualitas yang baik dan siiap untuk dipotong dan dikemas
FDF aminofilin yang telah dikeringkan kemufian digunting dengan ukuran 2x2cm kemudian
dimasukkan ke dalam wadah atau kemasan. Sediaan aminofilin yang telah dicetak ini juga
dilakukan analisa sediaan FDF aminofilin dan juga analisis sediaan. Proses pengeringan pada
praktikum kali ini digunakan dengan oven

25
Analisis sediaan aminofilin dilakukan untuk memastikan sediaan yang dihasilkan telah
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.evaluasi sediaan FDF aminofilin meliputi sifat
fisik sediaan FDF berupa karakteristik organo leptik (warna,rasa,bau,bentuk),keseragaman
bobot,ketebalan organo leptik,dan tensile strength,uji waktu hancur,uji asektabilitas,dan uji
kadar aminofilin yang terkandung dalam sediaan.
Pengujian pertama dilakukan dengan menganalisa waktu hancur pada sediaan FDF,syarat
waktu hancur untuk sediaan FDF adalah selama 30 detik dengan pengadukan dan 1 menit 10
detik tanpa pengadukan.pengujian waktu hancur dilakukan degan memadukkan sediaan FDF
aminofilin ke dalam beaker glass yang telah diisi air suling sebanyak 25 ml dengan pH 6,5
yang disesuaikan dengan pH salifa dan dengan suhu 37°C.sediaan FDF dimasukkan sebanyak
1 buah FDF kemudian diaduk,FDF dinyatakan hancur jika tidak ada film yang terlihat dalam
beaker glass.pada sediaan FDF aminofilin ini waktu hancur yang diperoleh dengan
pengadukan selama 56 detik,hal ini tidak memenuhi persyaratan,waktu hancur yang cepat
sangat diperlukan karena tujuan utama suatu zat aktif dibuat dalam bentuk FDF untuk
mempercepat onset yang diberikan suatu obat.
Pengujian kedua dengan menganalisis organoleptik dari sediaan FDF,tujuan dilakukannya
pengujian organoleptik untuk memastikan sediaan FDF sudah memenuhi standar atau tujuan
pembuatan dan merealisasikan produk yang sesuai diharapkan saat preformulasi.pengujian
organoleptik berupa menganalisis bentuk,warna,rasa,bau dan tekstur dari sediaan.sediaan
FDF kali ini berwarna kuning kehijauan,warna ini dipilih karena sediaan FDF memiliki rasa
peppermint yang dipertegas dengan warna agak kehijauan.bau dari sediaan FDF berbau
peppermint yang diperoleh dari peppermint oil yang ditambahkan sebagai perasa atau
flavoring agent,dan yang terakhir denga menganalisis tekstur dari sediaan FDF ini
berminyak.pengujian organoleptik juga berhubungan dengan akseptabilitas atau penerimaan
dari pasien.kekurangan dari sediaan FDF yang dibuat kali ini adalah sediaan memiliki tekstur
yang agak berminyak,hal ini dikarenakan terlalu banyak penambahan dari peppermint oil
sehingga tekstur yang dihasilkan agak berminyak,akseptabilitas suatu sediaan juga sangat
mempengaruhi suatu kesuksessan suatu sediaan dikarenakan sebaik apapun kualitas suatu
formula jika tidak memiliki akseptabilitas yang baik maka produk tersebut akan sulit
dipasarkan.
Pengujian selanjutnya dengan pengujian ketebalan dari film,pengujian ini dilakukan dengan
menghitung ketebalan dari 6 film yang diambil secara random dan kemudian ditimbang dan
dihitung persen CV.ketebalan aminofilin didapatkan 0,14 mm;0,15 mm;0,14mm;0,12
mm;0,16 mm;dan 0,20 mm.setelah dihitung persen CV didapatkan hasil 6%,hasil ini tidak
sesuai dengan persyaratan dikarenakan syarat seharusnya kurang dari 5%.hal ini dikarenakan
ketebalan dari FDF aminofilin yang dibuat tidak memiliki ketebalan film yang baik.
Pengujian selanjutnya tensile strength,dilakukan dengan memberikan beban pada film
kemudian ditarik dan dicatat bobot beban yang membuat FDF terputus,kemudian dihitung
dengan menggunakan rumus tensile strength.syarat dari nilai tensile strength dari rentang
1,01 – 10,2 kg/mm.pengujian FDF kali ini didapatkan hasil sebesar 3,07 kg/mm,terputus pada
beban 1 kg.hal ini menyatakan sediaan FDF memenuhi persyaratan tensile strength
dikarenakan masih memasuki rentang syarat tensile strength FDF.
Pengujian selanjurnya dengan menguji pH sediaan FDF, pengujian ini dilakukan dengan
melarutkan FDF kedalam air suling yang memiliki pH netral. Kemudian dicelupkan indikator

26
pH atau dalam hal ini menggunakan kertas pH dalam beaker glass yang berisi FDF yang telah
dilarutkan. Pengujian ini menunjukkan angka 5, hal ini memenuhi syarat (syarat pH berkisar
antara 5-7), hal ini menunjukkan sediaan FDF bersifat agak asam atau bersifat asam lemah.
Sifat asam dari sediaan ini dikarenakan adanya penambahan asam sitrat yang memiliki rasa
asam dan bersifat asam lemah.
Pengujian terakhir dengan menguji keseragaman bobot dari sediaan film, dilakukan dengan
menimbang 6 buah film pada timbangan analitik dan dihitung nilai %CV. Pada penimbangan
ini didapatkan bobot film 0,09 g; 0,08 g; 0,04 g; 0,01 g; 0,02 g. didapatkan nilai rata-rata
sediaan FDF sebesar 0,043 g, persen CV yang didapatkan sebesar 4,3%, hal ini menunjukkan
hasil dari sediaan FDF aminifilin dapat dikatan seragam untuk hal keseragaman bobot
sediaan FDF.
Pengujian keseragaman ukuran bertujuan untuk mengetahui keseragaman ukuran dari
sediaan. Penentuan ketebalan atau perubahan ketebalan menandakan asdanya indikasi
masalah pada massa FDF atau pada cetakan yang digunakan. Pengujian keseragaman
ketebalan film kali ini dengan menggunakan jangka sorong. Sediaan FDF harus memiliki
ketebalan yang sangat dikarenakan FDF yang memiliki ketebalan yang tidak seragam dapat
menyebabkan ketidakmerataan atau tidak homogennya dosis zat aktif (aminofilin) dalam
sediaan sehingga menyebabkan efektivitas tiap-tiap FDF menjadi berbeda sehingga
diharapkan FDF menjadi tidak berefek ataupun melebihi dosis yang seharusnya.
Pengujian kadar air juga seharysnya dilakukan dalam pengujian FDF kali ini, pengujian kadar
air dilakukan dengan menggunakan film yang ditimbang dan diletakkan dalam wadah yang
telah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 150°C yang
dilakukan selama 3 jam atau sampai mencapai berat konstan kemudian dilakukan
pendinginan dalam desikator selama kurang lebih 15 menit dan ditimbang. Tujuan dari
memasukkan kedalam desikator untuk menghilangkan kadar air dari suatu bahan. Alat ini
banyak digunakan dalam analisa kadar air, di dalam desikator tersebut terdapat bahan
penyerap air biasanya digunakan silika gel
Kadar air dalam suatu sediaan farmasi akan sangat mempengaruhi stabilitas sediaan, kadar air
yang tinggi dapat menyebabkan terganggunya stabiitas yang dikarenakan tingginya
pertumbuhan dari mikroba ataupun juga kapang dan khamir, tingginya pertumbuhan dari
patogen tersebut dapat menyebabkan perubahan sifat fisikokimia dari sediaan. Perubahan
sifat fisikokimia diakibatkan oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh patogen sehingga
menyebabkan perubahan stabilitas, orgaleptik sediaan dapat berubah berwarna seperti bercak
keputihan dipermukaan saat ditemukan tumbunya jamur pada sediaan.
Pengujian kadar juga penting dilakukan dalam sediaan farmasi, pengujian kadar dapat
dilakukan dengan titrasi ataupun dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Uji
keseragaman kadar bertujuan untuk mengetahui keseragaman zat aktif, pengujian ini juga
dilakukan untuk memastikan kandungan berkhasiat atau zat aktif dalam sediaan telah
memenuhi syarat yang tertera pada etiket. Pengujian kadar disesuaikan dengan sifat zar aktif
yang terkandung dalam suatu sediaan.
Pengujian lain yang dilakukan dengan uji pengemas, baik itu pengujian pengemas primer
ataupun sekunder. Tujuan dari dilakukannya analisis pengemas untuk memastikam kualitas
pengemas yang baik sesuai dengan syarat-syarat pengujian. Pengemas yang baik dan sesuai
dengan syarat-syarat pengujian. Pengemas yang baik dan memenuhi syarat tentunya akan

27
mendapatkan waktu penyimpanan tablet dan pendistribusian tablet yang diinginkan. Pada
pengujian analisis pengemas ini dilakukan 10 macam uji, 5 uji untuk analisis pengemas
primer dan 5 uji untuk analisis pengemas sekunder. Pengujian antara pengemas primer dan
pengemas sekunder masing-masing memiliki perbedaan, hal ini dikarenakan terdapat
perbedaan material antara pengemas primer dan pengemas sekunder.
Bahan pengemas primer yang digunakan kali ini berbahan plastik dengan jenis bahan
pembuat HDPE. Tujuan dari digunakannya bahan plastik dikarenakan bahan plastik mudah
dibentuk, ringan, tahan terhadap air dan biaya pembuatannya juga murah sehingga untuk
penyimpanan FDF aminofilin plastik dapat menjadi pilihan yang tepat sedangkan untuk
pengemas sekunder digunakan bahan kertas karton. Persyaratan bahan pengemas baik itu
pemgemas primer ataupun pengemas sekunder keduanya tidak reaktif, tidak aktif, ataupun
absortif sehingga dapat mempengaruhi keamanan dari produk, identitas, kemurnian produk,
harus dapat melindungi produk terhadap faktor luar(seperti cahaya dan udara) selama proses
penyimpanan dan penggunaan yang dapat mengkontaminasi produk, harus bersih fsn untuk
produk steal harus disterilkan dan terbebas dari patogen untuk menjamin dari kualitas produk
tersebut agar sesuai dengan persyaratan.
Pengemas termasuk bahan yang tidak kalah penting dibandingkan dengan kesuksesan
produksi dari FDF itu sendiri. Fungsi paling mendasar dari kemasan untuk melindungi
produk dari kerusakan-kerusakan sehingga produk akan lebih mudah disimpanm diangkut
serta dipasarkan. Fungsi lain dari pengemas sebagai identifikasi produk, dalam hal ini
kemasan dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan sebagai informasi, meningkatkan
efisiensi produk misalnya memudahkan perhitungan, melindungi dari kandungan yang
terdapat dalam bahan pengemas, seperti kandungan asam ataupun produk yang berbahaya
seperti air keras, gas beracun dan lainnya. Pengemas memainkan peranan yang sangat
penting.
Tiap kemasan memiliki sifat yang berbeda-beda. Proses pengemasan merupakan salah satu
tahapam penting dalam pembuatan sediaan farmasi. Tahapan ini juga ikut mempengaruhi
stabilitas dan juga mutu produk akhir. Belakangan ini faktor kemasan dapat menjadi ukuran
benefeditas suatu produk atau juga perusahaan farmasi. Untuk menjamin stabilitas produk,
hasil ditetapkan syarat yang sangat tegas terhadap bahan pengemas primer yang seringkali
menyatu dengan seluruh bahan yang terdapat dalam kemasan baik berupa cairan dan semi
padatan, lain halnya dengan kemasan sekunder, kemasan sekunder biasanya tidak langsung
turut mempengaruhi stabilitas produk.
Pengemas termasuk salah satu komponen pentig dari suatu bentuk sediaan farmasi, pengemas
terdiri dari berbagai material bahan penyusun seperti gelas, logam, plastik dan karet. Bahan-
bahan itu tidak selalu inert terhadap obat yang ada dalam suatu kemasan dikarenakan
kemasan dapat menyebabkan terjadinya adsorbsi dan juga desorpsi dari pengemas menuju
obat disamping kemungkinan terjadinya interaksi. Pengemas dapat dibedakan menjadi dua
jenis, pengemas primer dan pengemas sekunder. Bahan pengemas primer bersentuhan
langsung dengan bahan atau sediaan obat seperti blitser, strip, buccal, ampul dan lain-lain.
Bahan pengemas sekunder merupakan suatu bahan pengemas yang membungkus pengemas
primer contohnya kardus, pengemas botol, karton dan lainnya. Fungsi dari pengemas
sekunder sebagai wadah, melindungi produk di dalam kemasan, memberikan penampilan
yang lebih menarik, memudahkan dalam penggunaan dan pendistribusiannya, memberikan

28
identifikasi dan informasi serta memberikan kenyamanan dalam proses penggunaan sediaan
obat tersebut. Pengujian bahan pengemas primer dilakukan dengan 5 uji dan pengemas
sekunder sebanyak 5 uji. Uji pengemas primer meliputi uji kebocoran, uji identifikasi, uji
baret, floating test, dan hot filled test. Pengujian pertama dengan melakukan uji identifikasi
pengemas, sifat kekakuan dari kemasan kaku, tahan terhadap beberapa larutan, memiliki
ketebalan kemasan 0,4 cm, mudah dibuka tutup , ringan, memiliki diameter 2,9 cm, tinggi 4,5
cm, berat 3,18 gram, memiliki tanggal kadarluarsa 2021 dan memiliki kestabilan yang baik
dan memiliki label MUI serta BPOM.
Pengujian selanjutnya dengan melakukan uji baret. Uji ini memiliki syarat sejauh 10 cm tidak
ada goresan. Pengujian dilakukan dengan menggoreskan ujung kuku ke kemasan primer dan
dilihat ada tidaknya baret. Hasil dari pengujian ini setelah digoreskan sejauh 10 cm tidak
tergores, sehingga dapat disimpulkan dalam uji baret memenuhi syarat. Pengujian selanjutnya
dengan uji floating test. Pengujian ini dilakukan dengan memasukkan kemasan kedalam
beaker glass yang berisi air yang memiliki BJ 1g/cm³ sebanyak 25 ml. Syarat dari pengujian
ini pengemas mengapumg dan hasil pengujian ini pengemas mengapung dan hasil pengujian
dilakan pengemas primer dapat mengapung dengan baik dan menandakan memnihi
persyaratan.
Pengujian selanjutnya dengan melakukan uji hot filled test, pengujian ini dilakukan untuk
menguji apakah sediaan kemasan primer apakah sediaan kemasan primer tahan panas atau
tidak, syarat dalam pengujian ini ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan bentuk pada
kemasan yang dimasukkan ke dalam air mendidih 100°C. hasil dari pengujian ini didapatkant
tidak adanya perubahan bentuk pada kemasan primer setelah dilakukan pengujian.
Bahan yang digunakan dalam pengemas dalam pengemas primer kali ini berupa bahan
pengemas berbahan plastik jenis HDPE (High Density Poly Etilen), pengujian terkhir dengan
uji kebocoran bahan pengemas, pengujiam ini bertujuan untuk menguji apakah suatu
pengemas tahan terhadap kebocoran atau tidak. Pengujian ini dilakukan dengsn memasukkan
kemasan primer ke dalam larutan metilen blue 0,1% yang didiamkan selama 30 menit. Syarat
dari pengujian ini tidak diketmukannya larutan metilen blue di dalam kemasan, jika di dalam
kemasan ditemukan larutan metilen blue menandakan kemasan tersebut bocor.
Hasil dari pengujian ini didapatkan terdapat kebocoran dalam pengemas primer yang ditandai
dengan adanya larutan metilen blue dalam kemasan primer setelah pengemas didiamkan
selama 30 menit. Tujuan dari penggunaan metilen blue dikarenakan metilen blue memiliki
warna yang mencolok jelas atau terang sebagai indikator kebocoran dan juga dikarenakan
metilen blue memiliki sifat kepolaran yang baik atau polar.
Pengujian selanjutnya dengan melakukan pengujian pada pengemas sekundee. Dalam
pengujian ini dilakukan 5 macam uji. Uji daya lipat, uji daya serap air, pengujian berat kertas,
pengukuran ketebalan kertas dan uji ketahanan terhadap minyak. Pengujian pertama
dilakukan dengan menguji daya lipat kertas, pengujian ini dilakukan untuk melihat kekuatan
dari kertas. Pengujian ini memiliki syarat kertas akan terputus setelah lebih dari 150 lipatan.
Hasil pengujian didapatkan kertas putus setelah lipatan ke 476, hal ini menandakan
pengemaas sekunder memiliki daya lipay yang baik.
Pengujian selanjutnya dengan melihat uji daya serap air, pengujian ini dilakukan dengan
mencelupkan kertas berukuran 10x10 cm yang dicelupkan kedalam air dengan suhu 35°C
dengan mencelupkan 1 cm bagian kertas, hasil yang didapatkan kenaikan air setinggi 2,5 cm

29
yang berarti baik. Pengujian selanjutnya dengan pengukuran berat kertas dilakukan dengan
menimbang 3 buah kertas, kertas pertama memiliki berat 0,27 g; 0,27 ; dan 0,26 g yang
memiliki rata-rata 0,26 g, kemudian dihitung persen CV dari ketiga kertas tersebut, syarat
persen CV kurang dari 5% yang menyatakan berat kertas seragam. Persen CV yang
didapatkan dari pengujian ini sebesar 1,81% yang menandakan memenuhi syarat yang berarti
berat kertas seragam.
Pengujian ketebalan kertas dilakukan dengan pengukuran ketebalan kertas, dilakukan dengan
mengukur ketebalan kertas sebanyak 3 buah kertas yang diukur dengan menggukan jangka
sorong dan dihitung rata-rata serta persen CV. Pengukuran ketebalan kertas didapatkan hasil
0,04 mm; 0,04 mm. Dan 0,034 mm dengan rata-rata 0,039 mm dan mendapatkan nilai
persebn CV sebesar 4% dan dapat dikatakan kertas memiliki ketebalan kertas yang seragam.
Pengujian terakhir dari pengemas sekunder uji ketahanan terhadap minyak, dilakukan dengan
mencelupkan kertas sebagian kedalam minyak terpentin yang dilakukan sebanyak 5 kali
replikasi. Sepanjang 1 cm kertas dicelupkan ke dalam minyak, didapatkan hasil kenaikan
sebanyak 1,3 cm dari semula dicelupkan 1 cm. Hal ini tergolong baik, kemasan dapat
bertahan dari minyak dengan cukup baik.

30
31
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN

32
DAFTAR PUSTAKA
Arya, A., Chandra A., dan Sharma, V. (2012). Fast dissolving oral films: An innovative drug
delivery system and dosage form. International Journal of ChemTech Research. 2(1): 576-
583.
Asija, R., Manmohan, S., Avinash, G., and Shailendra, B. (2013). Orodispersible Film: A
Novel Approach for Patient Compliance. International Journal of Medicine and
Pharmaceutical Research. 1(4): 386-390.

Badan Standarisasi Nasional. (2006). SNI 01-2346-2006: Petunjuk Pengujian Organoleptik


dan atau Sensori. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Halaman 23.

Bala, R., Pawar, P., dan Khanna, S. (2013). Orally Dissolving Strips: A New Approach to
Oral Drug Delivery System. Int. J. Pharm. Investig. 2(2): 67- 73.

Banker, S.G., and Anderson, R.N. (1986). In Lachman, L. Lieberman. The Theory and
Practice of Industrial Pharmacy. 3rd ed. Lea and Febiger. Philadelphia.

Bhyan, B., Jangra, S., and Kaur, M. (2011) Orally fast dissolving films: Innovations in
formulation and technology. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and
Research. 9(2): 50-57.

Chauhan, I., Yasir, M., dan Nagar, P. (2012). Insight into polymers: Film Formers in Mouth
Dissolving Films. Drug Invent. 2(3): 56-73.

Cilurzo, F., Cupone, I.E., Minghetti, P., Buratti, S., Selmin, F.,Gennari, C.G.M., and
Montanari, L. (2010). Fast Dissolving Film, Made of Maltodextrin: A Feasibility Study.
American Association of Pharmaceutical Scientist. 11(4): 1511-1517.
Galgatte, U.C., Khanchandani, S.S., Jandhav, Y.G., and Chaundhari, P.D. (2013).
Investigation Film Different Polymers, Plasticizers and Superdisintegrating Agents Alone and
In Combination For Use in The Formulation of Fast Dissolving Oral Films. International
Journal of PharmTech Research. 5(4): 1465-1472.

Gotalia, F. (2012). Formulasi Film Bukal Mukadhesif dengan Pragelatinisasi Pati Singkong
Ftalat Sebagai Polimer Pembentuk Film. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam UI Depok. Halaman 29.

33
Hui, Y.H. (1992). Encyclopedia of Food Science and Technology. Jhon Wiley and Sons Inc.
Canada.

Kalyan, S., and Bansal, M. (2012). Recent Trends in The Development of Oral Dissolving
Film. International Journal of PharmTech research. 4(2): 725733.

Kathpalia, H., Sule B., dan Gupte, A. (2013). Development and Evaluation of Orally
Disintegrating Film of Tramadol Hydrochloride. Asian J. Biomed Pharm. Sci. 3(24): 27-32.
Mohamed, M., Haider, M., and Ali, M. (2011). Buccal mucoadhesive films containing
antihypertensive drug: in vitro/in vivo evaluation. Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research. 3(6): 665-686.

34

You might also like