You are on page 1of 255

KATA PENGANTAR

P
uji dan syukur kami Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
haturkan atas segala yang memberikan mandat kepada
keberkahan dan hidayah tim untuk melakukan penelitian
Allah Tuhan Yang ini; (2) Dr. Bambang Supriyanto
Maha Esa yang telah selaku Dirjen dan segenap pejabat/
menuntun kami menyusun Laporan staf Ditjen Perhutanan Sosial dan
Final Kajian Dampak Perhutanan Kemitraan Lingkungan yang telah
Sosial. Perhutanan Sosial adalah banyak membantu memfasilitasi,
sistem pengelolaan hutan lestari membiayai, dan mengumpulkan data;
yang dilaksanakan oleh masyarakat (3) Bupati Kulon Progo, Gunungkidul,
setempat atau masyarakat hukum adat dan Tanggamus beserta segenap
sebagai pelaku utama meningkatkan pejabat dan gapoktan dan pokdarwis
kesejahteraannya, keseimbangan di ketiga kabupaten dan 4 lokasi
lingkungan dan dinamika sosial HKm tersebut; (4) semua pihak
budaya dalam bentuk Hutan Desa terkait yang telah membantu dalam
(HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), penyusunan laporan ini.
Hutan Tanaman Rakyat (HTR),
Hutan Adat (HA), dan Kemitraan
Kehutanan. Untuk mewujudkan
kinerja perhutanan sosial maka ada Yogyakarta, Maret 2018
dua strategi perhutanan sosial yang Tim Penyusun
meliputi pemberian akses kelola
perhutanan sosial dan peningkatan
kapasitas usaha perhutanan sosial.
Laporan ini memuat hasil analisis
dan survei HKm di Provinsi Lampung
dan DIY. Kami selaku tim penyusun
mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Dr. Siti Nurbaya, Menteri
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan iii
Ringkasan Eksekutif

RINGKASAN EKSEKUTIF

Laporan ini berupaya menjawab dapatan. Jenis kemitraan yang telah


pertanyaan sebagai berikut: dilakukan berupa penyuluhan,
(1) Seberapa jauh peningkatan pelatihan, membeli produk, memberi
kesejahteraan (dampak ekonomi bantuan modal, dan pendampingan.
dan sosial) terhadap rakyat lokal Selanjutnya kendala yang dihadapi
(pemegang ijin dan masyarakat oleh petani kelompok HKm adalah
sekitar)?; (2) Sejauh mana perhutanan kombinasi dari terbatasnya akses
sosial mendukung kelestarian hutan? bahan baku, akses modal, akses
Sasaran dari kajian ini adalah “rakyat pasar, dan masih tradisionalnya
sejahtera, hutan lestari” yang ditinjau peralatan yang dimiliki.
dari tiga perspektif analisis, yaitu
analisis dampak ekonomi, sosial, dan DAMPAK SOSIAL
lingkungan. Program Perhutanan Sosial
juga telah mendorong terjadinya
DAMPAK EKONOMI perubahan perilaku masyarakat.
Dampak ekonomi dari Program Mayoritas responden (99,5%)
HKm adalah: (1) Meningkatnya menyatakan ada perubahan perilaku.
produksi, pendapatan, penyerapan Wujud dari perubahan perilaku
tenaga kerja; (2) Terlepasnya yang muncul adalah munculnya
petani dari jerat kemiskinan yang rasa memiliki (handarbeni) dari
tercermin dari: (a) Petani HKm telah anggota kelompok HKm setelah
memiliki rumah sendiri meskipun mereka memiliki kewenangan di
sebagian masih semi permanen; (b) dalam pengelolaan hutan (HKm
Kepemilikan sepeda motor antara 1 Tani Manunggal). Di kelompok
hingga 3 unit. HKm Mandiri, setelah ditetapkan
Analisis regresi membuktikan sebagai hutan lindung, masyarakat
bahwa lama SK IUPHKm, luas lahan, juga tidak berani mengambil hasil-
jumlah tenaga kerja, kemitraan hasil hutan secara sembarangan.
berpengaruh positif terhadap pen- Perubahan perilaku anggota ke-
iv DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
Ringkasan Eksekutif

lompok HKm Beringin Jaya dan responden menyatakan adanya


Sinar Mulya ditunjukkan dengan hambatan dalam pengelolaan
adanya kesadaran mereka menjaga HKm. Mayoritas responden (65,5%)
kelestarian hutan karena berpikir menyatakan tidak ada hambatan
tentang keberlanjutan masa depan. dalam pengelolaan HKm. Namun
Munculnya status HKm di masing- demikian, masih ada 34,5% yang
masing daerah juga menimbulkan menyatakan ada kendala karena
rasa nyaman masyarakat dalam konflik dan kurangnya akuntabilitas
mengelola HKm. Berdasarkan pengelolaan kelompok. Hambatan
hasil penelitian, 99% responden lain yang ditemukan adalah adanya
menyatakan nyaman dengan keluhan terkait prosedur ijin
sistem pengelolaan HKm dan hanya yang masih berbelit-belit dalam
1% responden menyatakan tidak penjarangan hutan (HKm Tani
nyaman dengan sistem pengelolaan Manunggal). Di Kelompok HKm
hutan. Alasan terbanyak menyatakan Mandiri, status hutan lindung yamg
nyaman karena tidak lagi dikejar ada di kelompok HKm Kalibiru
polisi hutan dan memiliki kepastian juga menyulitkan mereka untuk
hak pengelolaan (57%). Kemudian mengembangkan wisata secara
23% responden menyatakan nyaman lebih optimal. Dikarenakan belum
dengan sistem pengelolaan hutan ada payung hukum secara formal,
karena adanya kepastian hak IUPHK menyebabkan kelompok HKm
dan 13,5 % karena alasan lainnya. Mandiri belum mampu memberikan
Alasan lainnya tersebut, di HKm kontribusi secara resmi dan
Mandiri adalah tidak ada lagi kasus signifikan melalui Pendapatan Asli
pencurian kayu dan adanya tambahan Desa maupun Pendapatan Asli
penghasilan dari jasa lingkungan Daerah Kabupaten Kulon Progo. Di
wisata. Sedangkan untuk kelompok kelompok HKm, hambatan adalah
HKm Tani Manunggal yang dimaksud persoalan komunikasi antara
alasan lainnya adalah bertambahnya pengurus dengan anggota kelompok
lahan yang digarap dan peningkatan tani karena lemahnya kapasitas
pengetahuan teknologi pertanian. pengurus. Masalah lain adalah
Sedangkan alasan lain dari kelompok faktor cuaca (angin kencang, hujan
HKm Beringin Jaya dan Sinar Mulya dan kemarau di waktu yang tidak
adalah mereka tidak harus “kucing- sesuai siklus) sehingga menghambat
kucingan” dengan petugas. perkembangan usaha perkebunan
Dillihat dari aspek kendala penge- kopi (Tanggamus). Untuk mengatasi
lolaan HKm, hanya sebagian kecil hal ini, para petani sangat mem-
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan v
Ringkasan Eksekutif

butuhkan bantuan baik berupa aspek produksi, ekologi, dan sosial.


alat maupun pengetahuan untuk Aspek produksi (sustainabilitas)
mengurangi dampak negatif cuaca HKm yang terdiri atas perubahan
tersebut. tutupan lahan, jenis tanaman di
Masalah yang mengganggu keber- lahan HKm, rehabilitasi di lahan
lanjutan program, menunjukkan HKm, pertumbuhan bibit di lahan
bahwa 63,5% responden menyatakan HKm dan tanaman pokok di lahan
tidak ada masalah yang mengganggu HKm. Aspek ekologi yaitu ancaman
keberlanjutan program. Sedangkan dalam pengelolaan HKm yang
15% responden menyatakan hal dapat diketahui dari adanya tingkat
yang dapat menjadi masalah ke- ancaman kebakaran, pencurian,
berlanjutan program adalah tidak gangguan satwa, dan perburuan
adanya pendampingan yang ber- liar. Aspek sosial dapat dilihat dari
kelanjutan. Selain itu, ada 6,5% yang adanya partisipasi masyarakat dalam
mengatakan bahwa masalah yang pengelolaan HKm yang meliputi
mengangggu keberlanjutan program partisipasi pada tahap perencanaan,
adalah kecemburuan. Alasan lainnya pelaksanaan, monitoring dan
di kelompok HKm Tani Manunggal evaluasi (monev), serta keterlibatan
adalah kejelasan masa panen stakeholders.
dikarenakan peraturan yang belum Hasil kajian dampak lingkungan
jelas dan kurangnya intensitas menunjukkan terjadi perubahan
pendampingan. Sedangkan di ke- tutupan lahan di keempat lokasi
lompok HKm Mandiri, Kalibiru HKm yaitu HKm Mandiri, HKm Tani
masalah lainnya yang mengganggu Manunggal, HKm Sinar Mulya dan
keberlanjutan adalah persaingan HKm Beringin Jaya. Peningkatan
dengan kelompok wisata yang tutupan hutan lahan kering sekunder
mengambil obyek wisata yang serupa terjadi di HKm Mandiri. Tutupan
seperti Pule Payung dan Gunung lahan HKm Mandiri pada awalnya
Gajah. Destinasi-destinasi wisata ini berupa pertanian lahan kering
berdekatan dengan Kalibiru sehingga campuran kemudian menjadi hutan
di masa depannya dikhawatirkan lahan kering sekunder. Sebaliknya di
akan menurunkan jumlah kunjungan HKm Sinar Mulya terjadi penurunan
wisatawan ke Kalibiru. tutupan hutan lahan kering sekunder
sebesar 2,91 ha. Pada dua lokasi
DAMPAK LINGKUNGAN HKm lainnya tidak terjadi perubahan
Dampak lingkungan dalam tutupan hutan lahan hutan kering
pengelolaan HKm dapat dilihat dari sekunder.
vi DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
Ringkasan Eksekutif

Berdasarkan tutupan tersebut karbon sebesar 875,66 c ton. Pada


maka dapat diketahui cadangan pertanian lahan kering dengan luas
karbon pada masing-masing tipe 24,08 ha memiliki cadangan karbon
lahan di HKm dengan mengkonversi sebesar 240,8 c ton dan pertanian
data luas tutupan lahan dengan tabel lahan kering campur dengan luas
cadangan karbon per hektar untuk 830,08 memiliki cadangan karbon
7 tipe penutupan lahan hutan skala sebesar 20.902,4 c ton.
regional (pulau) dan data cadangan Jenis tanaman di empat lokasi
karbon per hektar untuk 23 tipe HKm bervariasi. Secara umum di
penutupan lahan skala nasional DIY didominasi oleh jenis tanaman
(Tosiani, 2015). HKm di Kalibiru kehutanan berupa jati dan di HKm
pada tahun 2016 dengan hutan lahan Lampung didominasi oleh jenis
kering sekunder 113,77 ha memiliki tanaman perkebunan yaitu kopi.
cadangan karbon sebesar 9.698,89 Salah satu upaya pemerintah dalam
c ton. Sedangkan dengan sawah menjaga dan melestarikan hutan
sebesar 19,85 ha memiliki cadangan adalah memberikan bantuan bibit
karbon sebesar 39,7 c ton. Pada untuk kegiatan rehabilitasi hutan.
HKm Tani Manunggal dengan tipe Kegiatan rehabilitasi di lahan HKm
hutan lahan kering sekunder sebesar telah dilakukan, kecuali di HKm
129,40 ha memiliki cadangan karbon Tani Manunggal tidak ada kegiatan
sebesar 11.031,35 c ton. Pada HKm rehabilitasi. Hal tersebut dikarenakan
Sinar Mulya dengan luas hutan lahan pohon jati yang ada sudah besar-
kering sekunder 63,85 ha memiliki besar dan tajuknya sudah menutupi
cadangan karbon sebesar 5.818,01 seluruh lahan garapan, sehingga
c ton. Tipe lahan pertanian kering tidak ada lahan lagi untuk menanam.
dengan luas 179,34 ha memiliki Dilihat dari persentase keberhasilan
cadangan karbon sebesar 1.793,4 c tumbuh bibit di ketiga lahan HKm
ton. Untuk pertanian lahan kering <75%, sebaliknya di lahan HKm Tani
campur seluas 680,23 ha memiliki Manunggal persen tumbuh bibit
cadangan karbon sebesar 20.406,9 c >75%.
ton. Pada HKm Beringin Jaya dengan Hadirnya HKm yang diharapkan
jenis hutan lahan kering sekunder, mampu memberikan kenyamanan
pertanian lahan kering, dan pertanian bagi kelompok tani dalam mengelola
lahan kering campur memiliki lahan hutan sejalan dengan fakta
cadangan karbon yang berbeda-beda. yang ada di lapangan. Hal tersebut
Hutan lahan kering sekunder dengan terlihat dari rendahnya persentase
luas 9,61 ha memiliki cadangan tingkat kebakaran dan pencurian
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan vii
Ringkasan Eksekutif

ataupun penebangan kayu di HKm didominasi oleh babi hutan


lahan HKm. Persentase terjadinya dan monyet. Secara umum upaya
kebakaran di lahan HKm, baik pencegahan terhadap gangguan
di DIY maupun Lampung cukup satwa masih sangat rendah. Upaya
rendah, yaitu masing-masing 75,5% pencegahan tertinggi terhadap
kebakaran tidak pernah terjadi dan gangguan satwa dijumpai di HKm
24,5% kebakaran pernah terjadi. Sinar Mulya sebesar 50%. Upaya
Rendahnya tingkat kebakaran ini pencegahan yang telah dilakukan
tidak terlepas dari berbagai upaya HKm Mandiri yaitu berburu babi
yang dilakukan dalam mencegah dengan bekerjasama dengan
kebakaran di antaranya yaitu, dinas terkait. Sebaliknya di Hkm
anggota kelompok tani pengelola Tani Manunggal tidak ada upaya
HKm berpartisipasi menjadi bagian pencegahan. Di HKm Sinar Mulya
dari masyarakat peduli api sebagai dan Beringin Jaya upaya pencegahan
mitra KPHL. Pamong Hutan (Pamhut) yang dilakukan antara lain adalah
bersama dengan stakeholders terkait memasang pagar seng di lahan kelola,
melakukan Kegiatan patroli di memasang jaring pada tanaman
wilayah hutan. Secara umum tidak yang berbuah, menghidupkan
ada kejadian pencurian di keempat petasan ketika satwa datang, dan
lokasi HKm. Kejadian Pencurian memasang orang-orangan sawah.
terbesar terjadi di areal HKm Selain gangguan satwa, perburuan
Beringin Jaya sebesar 40%. Upaya satwa juga berpotensi mengancam
pencegahan, antara lain: berupa kelestarian pengelolaan Hkm.
himbauan, saling mengingatkan Perburuan satwa yang terjadi di
antar anggota, menjaga lahan kelola, empat lokasi Hkm relatif rendah
melaporkan tindakan pencurian ke dengan persentase terbanyak di
aparat pemerintah, dan melakukan HKm Mandiri 52%. Perburuan satwa
ronda ataupun pengawasan bersama banyak dilakukan oleh perorangan
Pamong Hutan (Pamhut) dan Bintara ataupun masyarakat di luar anggota
Pembinaan Desa (Babinsa). HKm, sehingga tindakan upaya
Salah satu ancaman terbesar pencegahan sulit dilakukan.
dalam pengelolaan HKm adalah Partisipasi masyarakat dalam
gangguan satwa. Secara umum tahap perencanaan HKm meliputi,
terjadi gangguan satwa di keempat keikutsertaan dalam pembentukan
HKm, kecuali di HKm Tani Manunggal struktur kepengurusan Gabungan
yang hanya 14% saja. Jenis satwa Kelompok Tani (gapoktan), pem-
yang mengganggu di empat lokasi buatan dan penetapan draft AD/ART
viii DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
Ringkasan Eksekutif

dan rencana pengelolaan hutan. selanjutnya partisipasi masyarakat


Dalam tahapan pelaksanaan adalah dalam monitoring dan evaluasi secara
ikut melakukan pemetaan lahan umum tergolong tinggi, terutama
persil, penguatan tata batas HKm, di HKm Mandiri. Chi-square=
penguatan kelembagaan gapoktan 20,547 yang signifikan pada derajat
dan peningkatan ekonomi anggota. kepercayaan 99% menunjukkan
Tahapan selanjutnya yaitu monev. adanya variasi partisipasi masyarakat
Monitoring merupakan suatu penilaian dalam monitoring dan evaluasi di
(assesment) yang rutin (harian) terkait keempat lokasi HKm.
aktivitas dan perkembangan yang Keterlibatan stakeholders di DIY
sedang berlangsung. Kegiatan dan Lampung, kombinasi pengurus
yang dilaksanakan adalah rapat kelompok, polisi hutan, dan LSM
rutin bulanan, dan RAT. Partisipasi memiliki nilai persentase paling
masyakarat dilihat dari uji Chi- tinggi. Khusus lokasi HKm di
square menunjukkan nilai Chi- lampung selain ketiga stakeholder
square=28,522 yang signifikan pada tersebut pihak swasta (perusahaan
derajat kepercayaan 99%. Artinya, swasta) dan akademisi (perguruan
adanya variasi partisipasi masyarakat tinggi) juga ikut terlibat dalam
dalam perencanaan di keempat pengelolaan HKm. Hasil analisis
lokasi HKm. Partisipasi masyarakat dampak lingkungan di lokasi studi
dalam perencanaan secara umum memberikan beberapa temuan
tergolong tinggi, kecuali di HKm penting di antaranya, tutupan lahan
Beringin Jaya yang tergolong hutan yang berkurang di Hkm
sedang. Chi-square=28,522 yang Sinar Mulya, gangguan satwa dan
signifikan pada derajat kepercayaan perburuan satwa yang mengancam
99% menunjukkan adanya variasi kelestarian hutan serta keterlibatan
partisipasi masyarakat dalam stakeholders dalam pengelolan HKm.
perencanaan di keempat lokasi Beberapa tindakan yang penting
HKm. Partisipasi masyarakat dalam dilakukan yaitu pencegahan yang
pelaksanaan tergolong tinggi, efektif dan penerapan sanksi
terutama di HKm Mandiri sebesar hukum yang tegas, sehingga mampu
88%. Hal tersebut terlihat dari nilai memberikan efek jera kepada
Chi-square=24,986 yang signifikan penggarap ilegal yang membuka
pada derajat kepercayaan 99%, lahan hutan dan perburuan satwa.
yang menunjukkan adanya variasi Peran stakeholders terkait, terutama
partisipasi masyarakat dalam KPHL, Polhut, Bintara Pembinaan
pelaksanaan di keempat lokasi HKm. Desa (Babinsa) sangat dibutuhkan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan ix
Ringkasan Eksekutif

untuk berkolaborasi mengamankan ini berasal dari LSM pendamping.


hutan dari pembukaan lahan. Perlu Di Kelompok HKm Tani Manunggal,
adanya penerapan teknologi yang Bleberan Gunungkidul, LSM
tepat untuk mengamankan hutan pendampingnya adalah Lembaga
dari gangguan satwa dan perburuan Java Learning Center (Javlec).
satwa. Keterlibatan stakeholders Sedangkan LSM yang mendampingi
dalam pendampingan pengelolaan kelompok HKm Mandiri, Kalibiru,
HKm perlu ditingkatkan dan harus Kokap, Kulonprogo adalah Yayasan
terus berkelanjutan terutama Damar. Sementara lembaga yang
keterlibatan dari KLHK. Kelompok mendampingi Kelompok HKm
tani membutuhkan pendampingan Beringin Jaya, Pekon Margoyoso dan
terkait cara inventarisasi, pemetaan, Kelompok HKm Sinar Mulya, Pekon
dan pembuatan perencanaan kelola Sukamaju, Kecamatan Ulubelu,
tahunan (RKT). Kabupaten Tanggamus adalah
Analisis dampak sosial Perhutanan Konsorsium Kota Agung Utara (Korut).
Sosial meliputi: persepsi masyarakat Dari aspek desain kelembagaan,
terhadap perhutanan sosial, Program Perhutanan Sosial juga telah
desain kelembagaan, perubahan mendorong munculnya lembaga-
perilaku masyarakat, dan kendala lembaga lokal. Lembaga yang paling
yang muncul dalam pengelolaan banyak muncul dari pengelolaan
HKm. Hasil analisis menemukan HKm adalah koperasi sebagaimana
bahwa Program Perhutanan Sosial diakui oleh 125 responden (62,5%).
telah meningkatkan pengetahuan Selain koperasi, lembaga-lembaga
masyarakat mengenai HKm. lain yang muncul adalah kelompok
Sebagian besar responden, baik di usaha, Pokdarwis, Gapoktan.
DIY maupun Lampung, mengetahui Kelembagaan yang ada tersebut
informasi tentang HKm di mana ada aktif melakukan pemberdayaan
183 dari 200 responden (91,5%) yang masyarakat di kelompok HKm.
menyatakan tahu, sementara hanya Hasil penelitian menunjukkan, 179
17 responden (8,5%) yang tidak responden (89,5%) menyatakan
tahu. Hal ini mengindikasikan bahwa peran kelembagaan yang aktif dan
pengetahuan HKm dapat diterima hanya 21 responden (10,5%) yang
secara baik di masyarakat. Sumber menyatakan tidak aktif.
informasi mengenai pengetahuan Munculnya kelembagaan yang
terhadap HKm terutama diperoleh aktif tidak terlepas dari adanya
dari pemeritah yakni 137 responden pendampingan yang dilakukan
(68,5%). Sumber informasi lainnya oleh pendamping. Hasil penelitian
x DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
Ringkasan Eksekutif

menunjukkan bahwa mayoritas baik pemerintah maupun


responden menyatakan bahwa nonpemerintah. Hasil penelitian
pendamping aktif dalam melakukan memperlihatkan bahwa yang paling
pendampingan, yakni 186 responden banyak memberikan pendampingan
(93%). Proses pendampingan adalah LSM (29%) serta dinas terkait
yang dilakukan cukup variatif. dengan LSM (29%). Ironisnya, KLHK
Mayoritas responden (69,5% atau dinilai oleh responden kurang
139 responden) menyatakan bentuk memberikan pendampingan. Hasil
pendampingan yang dilakukan adalah penelitian menunjukkan hanya
penguatan kapasitas kelembagaan. 1,5% dari 200 responden yang
Bentuk pendampingan lain adalah menyatakan didampingi oleh KLHK.
penguatan kewirausahaan (5,5%)
dan akses pasar (2,5%). Sedangkan PRO-POOR GROWTH AND PRO-
sisanya merupakan kombinasi di JOBS
antara penguatan kelembagaan Dampak perhutanan sosial
dan kewirausahaan, penguatan terhadap kesejahteraan rakyat di
kelembagaan dan akses pasar, dan Indonesia menunjukkan tingkat
kombinasi di antara ketiga bentuk kemiskinan menurun. Namun,
pendampingan yakni penguatan penurunan kemiskinan masih di
kelembagaan, kewirausahaan dan bawah target RPJMN dan terjadi
akses pasar. perlambatan penurunan kemiskinan
Jika dikaitkan dengan program di akhir era Kabinet Indonesia
Kementerian Lingkungan Hidup Bersatu Jilid 1 dan 2. Pertumbuhan
dan Kehutanan (KLHK) untuk ekonomi yang meningkat di
peningkatan kapasitas usaha perhu- Indonesia selama 2002-2017
tanan sosial, program penguatan telah menyebabkan penurunan
kapasitas kelompok HKm yang kemiskinan dan pengangguran.
dilakukan di empat lokasi HKm Namun, pertumbuhan ekonomi
tersebut masih sebatas pada yang sekitar 4-6% sejak tahun 2002
kategori silver (penguatan kapasitas ternyata belum mampu menurunkan
kelembagaan). Sedangkan untuk ketimpangan.
ketegori gold, yakni penguatan Di era Kabinet Kerja, realisasi
kewirausahaan, (bantuan ekonomi pertumbuhan ekonomi, kemiskinan,
produktif, temu usaha) dan kategori pengangguran, dan ketimpangan
platinum (akses pasar), masih masih di bawah target yang ditetapkan
perlu ditingkatkan. Pendampingan dalam Rencana Pembangunan
dilakukan oleh berbagai lembaga Jangka Menengah Nasional
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan xi
Ringkasan Eksekutif

(RPJMN). Ada dua jenis ketimpangan ternyata mengalami tren meningkat


yang menjadi pusat perhatian. pada tahun 2011-2016.
Pertama, ketimpangan distribusi Pertumbuhan ekonomi
pendapatan antargolongan Tanggamus berkisar pada angka
pendapatan masyarakat. Kedua, sekitar 5,5-9,19% selama tahun
ketimpangan antar daerah. Provinsi 2011-2015. Pertumbuhan ekonomi
Lampung menyumbang 2,20% Tanggamus cenderung mengalami
terhadap ekonomi Indonesia pada penurunan. Penurunan terjadi pada
tahun 2011 kemudian sumbangan tahun 2012 dari 9,19% menurun
ini sedikit meningkat menjadi 2,21% hingga 5,5% pada tahun 2015.
tahun 2016. Pada tahun 2016, Penurunan angka pertumbuhan
Provinsi DIY menyumbang 0,92% ekonomi ini ternyata berdampak
terhadap Produk Domestik Bruto pada kemiskinan dan pengangguran
Indonesia, persentase sumbangan ternyata juga mengalami peningkatan
ini sedikit mengalami penurunan pada tahun 2011-2016. Ijin Usaha
sebesar 1% dibanding dengan Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan
sumbangan DIY pada tahun 2011. (IUPHKm) di Tanggamus diberikan
Di Kulon Progo, pertumbuhan secara bertahap dalam lima tahun
ekonomi telah menyebabkan terakhir. Ijin pengelolaan paling
penurunan kemiskinan dari 23,62% banyak diberikan di tahun 2014
pada tahun 2011 menjadi 20,3% pada dengan luas lahan 46.867, 67 ha.
tahun 2016. Pertumbuhan ekonomi Pemberian ijin pengelolaan HKm di
yang sekitar 4,3-4,95% selama tahun tahun 2014 yang tinggi hanya sedikit
2011-2016 ternyata belum mampu mengurangi tingkat kemiskinan dan
menurunkan ketimpangan. pengangguran Tanggamus. Salah
Di Gunung Kidul, pertumbuhan satu penyebabnya karena mayoritas
ekonomi yang berada pada kisaran responden hutan kemasyarakatan
4,97-4,33% selama tahun 2011- di Tanggamus mengusahakan
2016, ternyata mampu menurunkan komoditas perkebunan (kopi),
angka kemiskinan dari 23,03% yang hasilnya baru bisa dinikmati
pada tahun 2011 menjadi 19,34% beberapa tahun kemudian setelah
pada tahun 2016. Kendati demikian, penanaman.
ternyata pertumbuhan ekonomi
Gunung Kidul tersebut belum HUBUNGAN ANALISIS SOSIAL,
mampu untuk mengurangi tingkat LINGKUNGAN DAN EKONOMI
ketimpangan dan pengangguran. Analisis regresi logistik digunakan
Ketimpangan dan pengangguran untuk memprediksi faktor-faktor
xii DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
Ringkasan Eksekutif

penentu klasifikasi kenaikan pen- karena hasilnya mampu memprediksi


dapatan responden, sekaligus me- secara tepat keanggotaan grup
nganalisis hubungan antara dimensi sebesar 80,5% untuk responden yang
ekonomi, sosial, dan lingkungan pendapatannya tinggi pasca ijin HKm
terhadap pendapatan (lihat Gambar dan 86,2% untuk responden yang
1). Pendapatan 200 responden di tergolong pendapatannya rendah.
Lampung dan DIY dikategorikan Variabel kunci yang menentukan
menjadi “tinggi” apabila melebihi timggi rendahnya pendapatan
nilai rata-rata pendapatan ditambah responden adalah lama SK IUPHKm,
deviasi standarnya; sebaliknya kemitraan, tenaga kerja, dan
disebut “rendah” bila kurang dari partisipasi pelaksanaan. Koefisien
nilai rata-rata pendapatan ditambah regresi logistik untuk lama SK adalah
deviasi standarnya. Diperoleh hasil negatif dan signifikan dengan derajat
bahwa klasifikasi pendapatan rendah kepercayaan 99%. Hal ini berarti
responden sebanyak 35,5%, dan bahwa semakin singkat responden
sebanyak 44% responden memiliki mendapatkan SK IUPHKm maka
pendapatan yang tinggi, sisanya besar kemungkinan pendapatan
20,5% responden berpendapatan responden makin tinggi.
sedang. Koefisien regresi logistik
Secara keseluruhan, model untuk kemitraan adalah positif
regresi logistik binari mampu dan signifikan dengan derajat
mengalokasikan secara tepat lebih kepercayaan 95%.Hal ini berarti
dari 83% dari kenaikan pendapatan. bahwa semakin responden banyak
Model 3 adalah model yang terbaik

„Gambar 1. Hubungan Antara Dimensi Ekonomi, Sosial, Dan Lingkungan Terhadap


Pendapatan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan xiii
Ringkasan Eksekutif

menjalin kemitraan dengan (pendampingan, pengetahuan HKm,


pihak mana pun maka makin dan kendala pengelolaan HKm), dan
besar kemungkinan pendapatan variabel lingkungan (kebakaran,
responden meningkat. Sebaliknya, pencurian, tanaman pokok,
makin sedikit kemitraan yang dijalin, partisipasi rencana, dan partisipasi
maka makin besar kemungkinan monev) ternyata belum berdampak
pendapatan responden tidak secara signifikan terhadap pen-
meningkat. dapatan responden. Besar kemung-
Sedangkan variabel tenaga kerja, kinan ini diakibatkan oleh periode
memiliki koefisien yang negatif. implementasi HKm yang relatif
Artinya semakin banyak jumlah masih pendek (3-4 tahun).
tenaga kerja maka penghasilan
yang diperoleh menjadi semakin IMPLIKASI KEBIJAKAN
berkurang. Ini bisa dimengerti me- Berdasarkan hasil analisis dan
ngingat kebanyakan responden temuan dari Bab 1 hingga Bab 9,
masih menggunakan pekerja dapat ditarik implikasi kebijakan dari
keluarga. Penambahan jumlah perspektif masing-masing dimensi
tenaga kerja yabg dibayar akan sebagai berikut:
mengurangi pendapatan. Bab 6 sudah 1. Dari dimensi ekonomi:
menganalisis terjadinya peningkatan a. Program pemberian IUPHKm
jumlah tenaga kerja yang substansial. kepada petani/masyarakat
Koefisien regresi logistik untuk terus dilaksanakan secara
partipasi pelaksanaan adalah negatif berkesinambungan dengan
dan signifikan dengan derajat mempertimbangkan
kepercayaan 90%. Hal ini berarti lamanya ijin usaha (termasuk
bahwa semakin tinggi partisipasi kemudahan dan kecepatan
masyarakat dalam pelaksanaan HKm pemberian ijin yang terkait
maka makin kecil kemungkinan dengan pengelolaan hutan),
pendapatan responden rendah. luas lahan, dan kesiapan
Ternyata koefisien lain yang tidak kelompok tani HKm.
signifikan adalah luas lahan, biaya b. Program Perhutanan
transpor, biaya input, kebakaran, Sosial, khususnya HKm,
pencurian, pendampingan, tanaman harus bekerja sama
pokok, partisipasi rencana, dan dan bersinergi dengan
partisipasi monev. Artinya, variabel pemangku kepentingan,
ekonomi (luas lahan, biaya transpor, yaitu: pemerintah daerah,
biaya input), variabel sosial akademisi, dunia usaha,
xiv DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
Ringkasan Eksekutif

komunitas lokal, dan pengelolaan HKm. Dalam


media massa (Penta Helix). konteks ini, pemberdayaan
Keterlibatan pemangku harus diarahkan pada
kepentingan diharapkan upaya pengembangan
dapat meningkatkan hasil (enabling), memperkuat
produksi, pendapatan petani, potensi (empowering), dan
penyerapan tenaga kerja, menciptakan kemandirian
penurunan kemiskinan, dan anggota HKm. Perencanaan
kemitraan usaha. partisipatif menjadi salah
c. Sebagian besar responden satu kunci utama agar
tergolong Usaha Mikro dan bentuk pendampingan yang
Kecil (UMK) maka diperlukan dilakukan sesuai dengan
dukungan, bantuan, dan kebutuhan dan potensi yang
pendampingan terkait dimiliki anggota kelompok
dengan akses bahan baku, HKm.
akses modal, akses pasar, c. Fungsi pendamping perlu
dan masih tradisionalnya lebih dioptimalkan lagi
peralatan yang dimiliki. agar keberadaannya dapat
memberikan manfaat
2. Dari dimensi sosial: bagi masyarakat. Secara
a. Pendampingan yang lebih ideal, fungsi pendamping
intensif dari KLHK perlu diarahkan pada tiga tugas
ditingkatkan khususnya utama yaitu pengorganisasian
melalui penguatan kewira- masyarakat, peningkatan
usahaan (bantuan ekonomi kapasitas masyarakat, dan
produktif dan temu usaha), pendokumentasian program-
akses modal, akses pasar. program Perhutanan Sosial.
b. P r o g r a m - p r o g r a m Fungsi pengorganisasian
pendampingan perlu ber- masyarakat meliputi:
basis pada paradigma merumuskan kebutuhan
pemberdayaan masyarakat. hidup masyarakat di
Pendekatan utama dalam sekitar wilayah HKm
konsep pemberdayaan dan memetakan potensi
ini adalah menempatkan yang dimiliki masyarakat
masyarakat tidak sekedar untuk berkembang (need
sebagai obyek melainkan assesment), menjalin dan
juga subyek dalam menjaga hubungan baik
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan xv
Ringkasan Eksekutif

dengan masyarakat dan pohon (Gunungkidul),


pemangku kepentingan f. Perlu ada penguatan
lainnya seperti pemerintah kapasitas akses pasar
daerah, pemerintah desa, mengenai pengolahan kopi
LSM dan berbagai organisasi paska panen agar nilai jual
lainnya, menginformasikan biji kopi di petani bisa tinggi
dan mendorong partisipasi dan petani memiliki alternatif
masyarakat dalam program- menjual kopi dalam bentuk
program Perhutanan Sosial, olahan yang bernilai tambah,
dan merumuskan rencana penguatan kewirausahaan
program sesuai dengan dengan bantuan alat/
kebutuhan dan potensi pengetahuan yang mampu
masyarakat di sekitar mengurangi kerugian akibat
HKm. Sedangkan fungsi cuaca yang tidak bersahabat
peningkatan kapasitas (Tanggamus).
masyarakat meliputi:
merumuskan kapasitas 3. Dari dimensi lingkungan:
yang harus dimiliki a. Perlu adanya tindakan
masyarakat dalam program pencegahan yang efektif dan
pengembangan HKm dan penerapan sanksi hukum
melakukan pendampingan yang tegas agar mampu
pengembangan kapasitas memberikan efek jera
masyarakat dan pengurus kepada penggarap ilegal yang
kelompok HKm, melakukan membuka lahan hutan. Peran
monitoring dan evaluasi stakeholders terkait terutama
program yang dilakukan. KPHL, Polhut, Bintara
d. Dari aspek regulasi, perlu Pembinaan Desa (Babinsa)
payung hukum agar sangat dibutuhkan untuk
kelompok HKm mampu berkolaborasi mengamankan
memberi kontribusi kepada hutan dari pembukan lahan.
daerah melalui PADes b. Perlu adanya penerapan
maupun PAD (Kulon Progo), teknologi yang tepat untuk
e. Perlu ada peran KLHK mengamankan hutan
dalam memunculkan dan dari gangguan satwa
mensosialisasikan prosedur dan perburuan satwa.
ijin yang jelas dalam Bantuan dari dinas terkait
melakukan penjarangan untuk pengamanan lahan
xvi DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
Ringkasan Eksekutif

sangat dibutuhkan agar


pengawasan hutan dan
regulasi yang tegas dapat
dijalankan. Regulasi yang
tegas diharapkan mampu
mencegah perburuan satwa
yang biasanya dilakukan
oleh perorangan ataupun
masyarakat di luar anggota
HKm.
c. Keterlibatan stakeholders
dalam pendampingan
pengelolaan HKm perlu
ditingkatkan dan harus terus
berkelanjutan terutama
keterlibatan dari KLHK.
Kelompok tani membutuhkan
pendampingan terkait cara
inventarisasi, pemetaan, dan
pembuatan perencanaan
kelola tahunan (RKT).
DAFTAR ISI

„ KATA PENGANTAR ii

„ RINGKASAN EKSEKUTIF iii

„ DAFTAR ISI xvii

„ DAFTAR GAMBAR xx

„ DAFTAR TABEL xxiv

„ BAB 1 2.2 Lahirnya Program Hutan Kemasyarakatan


PENDAHULUAN 1 (HKm) 12
1.1 Latar Belakang 1 2.3 Perkembangan Awal Program HKm 17

1.2 Pertanyaan Penelitian 3 2.4 Dinamika Program HKm dari

1.3 Tujuan Penelitian 3 Tahun 2014-2017 20

1.4 Obyek dan Lokasi Penelitian 3

1.5 Sasaran 4 „ BAB 3

1.6 Waktu Pelaksanaan 4 GAMBARAN UMUM


PERHUTANAN SOSIAL DI DIY 29
1.7 Peralatan dan Material 5
3.1 Lokasi HKm DIY 29
1.8 Personalia 5
3.2 Lokasi HKm Desa Hargowilis, Kokap,
1.9 Sistematika Laporan 6 Kulon Progo 34

3.3 Lokasi HKm Desa Bleberan, Playen,


Gunungkidul 40
„ BAB 2
GAMBARAN UMUM HUTAN
KEMASYARAKATAN DI
INDONESIA 9
2.1 Sejarah Paradigma Perhutanan Sosial 10
xviii

„ BAB 4 6.3 Penyerapan Tenaga Kerja 78


GAMBARAN UMUM
6.4 Struktur Biaya 82
PERHUTANAN SOSIAL DI
PROVINSI LAMPUNG 49 6.5 Dampak Terhadap Kemiskinan 84

4.1 Perhutanan Sosial Lampung 49 6.6 Kemitraan 89

4.2 Hutan Kemasyarakatan (HKm) 6.7 Kendala 90


Tanggamus 51
6.8 Faktor-faktor Penentu Pendapatan 92
4.3 Lokasi HKm Beringin Jaya dan
HKm Sinar Mulya 52

„ BAB 7
ANALISIS DAMPAK SOSIAL
„ BAB 5
PERHUTANAN SOSIAL 97
METODOLOGI PENELITIAN 61
7.1 Persepsi Masyarakat Terhadap HKm 97
5.1 Pendekatan Penelitian 61
7.2 Desain Kelembagaan 105
5.2 Lokasi Penelitian 61
7.3 Perubahan Perilaku 115
5.3 Unit Analisis dan Informan 62
7.4 Kendala Pengelolaan HKm 121
5.4 Ruang Lingkup Penelitian 63
7.5 Analisis Tabulasi Silang 127
5.5 Teknik Pengumpulan Data 63

5.6 Teknik Analisis Data 64

5.7 Kerangka Pemikiran 64 „ BAB 8


ANALISIS DAMPAK
5.8 Analisis Deskriptif 65
LINGKUNGAN PERHUTANAN
5.9 Analisis Cross Tabulation SOSIAL 135
(Tabulasi Silang) 66
8.1 Hakikat Sustainabilitas 135
5.10 Analisis Regresi Logistik 67
8.2 Sustainabilitas HKm 139

8.3 Ancaman dalam Pengelolaan HKm 156

„ BAB 6 8.4 Partisipasi Masyarakat 173


ANALISIS DAMPAK EKONOMI
PERHUTANAN SOSIAL 71
6.1 Produksi 71

6.2 Dampak Pendapatan 73


xix

„ BAB 9
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL
TERHADAP KESEJAHTERAAN
RAKYAT 185
9.1 Pro-Poor Growth and Pro-Jobs 185

9.2 Hubungan Analisis Sosial, Lingkungan dan


Ekonomi 196

„ BAB 10
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
KEBIJAKAN 201
10.1 Kesimpulan 201

10.2 Implikasi Kebijakan 205

„ DAFTAR PUSTAKA 209

„ BIODATA SINGKAT
TIM PENELITI 215
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. 1 Gambar 3.6. 41


Ketua Tim Peneliti Bersama Menteri LHK Lokasi Hkm Desa Bleberan, Playen,
Gunungkidul
Gambar 2.1. 17
Gambar 3.7. 42
Prosedur Perijinan dan Fasilitasi HKm
Berdasarkan Permenhut No. P.37 Tahun 2007 Foto Tim Kajian Di Desa Bleberan

Gambar 2.2. 22 Gambar 3.8. 44


Keterkaitan Antara Nawacita dan Program Goa Rancang Kencono
HKm
Gambar 3.9. 45
Gambar 2.3. 23
Air Terjun Sri Gethuk
Restra PSKL
Gambar 3.10. 47
Gambar 2.4. 24
Grafik Total Kunjungan Wisatawan dan Rata-
Strategi Perhutanan Sosial Rata Kunjungan Wisatawan Per Bulan

Gambar 2.5. 25 Gambar 3.11. 48


Data Ijin Usaha Pemanfaatan IUPHKm sampai Grafik Kunjungan Wisatawan Domestik Dan
dengan Desember Tahun 2017 Wisatawan Mancanegara

Gambar 2.6. 26 Gambar 4.1. 50

Data Penetapan Areal Kerja HKm sampai Peta Perhutanan Sosial Di Lampung
dengan Desember Tahun 2017
Gambar 4.2. 53
Gambar 2.7. 27
Peta Lokasi Hkm Beringin Jaya
Strategi Perhutanan Sosial Yang Digariskan
Oleh Kementerian LHK Dan Perkembangan Gambar 4.3. 55
Capaiannya
Peta Lokasi Hkm Sinar Mulya.
Gambar 3.1. 32
Gambar 4.4 56
Peta Lokasi HKm di DIY
Lahan Hkm Di Beringin Jaya
Gambar 3.2. 34
Gambar 4.5. 57
Lokasi hkm Kalibiru, Hargowilis, Kokap, Kulon
Progo Lahan Hkm Di Sinar Mulya

Gambar 4.6. 59
Gambar 3.3. 37
Lingkungan Obyek Wisata Alam Kalibiru Air Terjun Lembah Pelangi

Gambar 3.4. Gambar 4.7. 60


39
Jumlah Pengunjung Wisata Alam Kalibiru Per Tim Penelitian Di Hkm Sinar Mulya
Bulan
Gambar 5.1. 65
Gambar 3.5. 40 Kerangka Pemikiran
Rata-Rata Jumlah Pengunjung Wisata Alam
Kalibiru Per Bulan
xxi

Gambar 6.1. 72 Gambar 8.4. 145


Peningkatan Produksi Setelah Mendapat SK Peta Penutupan Lahan di Lokasi HKm Sinar
HKm Mulya Pekon Sukamaju tahun 2009, 2014 dan
2016
Gambar 6.2. 73
Gambar 8.5. 146
Interval Total Pendapatan Per Tahun
Peta Penutupan Lahan di Lokasi HKm
Gambar 6.3. 79 Beringin Jaya Pekon Margoyoso tahun 2009,
2014 dan 2016
Jumlah Tenaga Kerja Sebelum Mendapat SK
HKm Gambar 8.6. 148
Gambar 6.4 80 Jenis Tanaman di Lahan HKm Mandiri
dan Tani Manunggal (DIY)
Jumlah Tenaga Kerja Setelah Mendapat SK
HKm (Orang) Gambar 8.7. 149
Gambar 6.5. 85 Jenis Tanaman di Lahan HKm Sinar Mulya dan
Beringin Jaya (Lampung)
Kepemilikan Jenis Rumah Oleh Pemilik Lahan
Gambar 8.8. 155
Gambar 6.6. 87
Persentase Tumbuh Bibit di HKm Mandiri dan
Jumlah Kepemilikan Motor Oleh Pemilik Lahan HKm Tani Manunggal (DIY)
Gambar 6.7. 88 Gambar 8.9. 156
Jumlah Kepemilikan Mobil Persentase Bibit di HKm Sinar Mulya dan HKm
Beringin Jaya (Lampung)
Gambar 6.8. 89
Jenis Kemitraan Gambar 8.10. 157
Persentase Kebakaran di DIY dan Lampung
Gambar 6.9. 91
Jenis Kendala Gambar 8.11. 158
Kebakaran di Lahan HKm Mandiri Desa
Gambar 6.10. 94 Hargowilis dan Tani Manunggal Desa Bleberan
Lama SK IUPHKm Diterima Oleh Responden
Gambar 8.12. 159
Gambar 8.1. 141 Kebakaran di Lahan HKm Sinar Mulya Pekon
Peta Penutupan Lahan HKm Kalibiru, Desa Sukamaju dan Beringin Jaya Pekon Margoyoso
Hargowilis tahun 2009 dan 2014
Gambar 8.13. 160
Gambar 8.2. 142 Pencurian di Lahan HKm di DIY dan Lampung
Peta Penutupan Lahan HKm di Kalibiru,
Hargowilis Tahun 2016 Gambar 8.14. 161
Persentase Pencurian HKm Mandiri Desa
Gambar 8.3. 143
Hargowilis dan Tani Manunggal Desa Bleberan
Peta Penutupan Lahan HKm Tani Manunggal
Bleberan tahun 2009, 2014 dan 2016 Gambar 8.15. 161
Persentase Pencurian di HKm Sinar Mulya
Pekon Sukamaju dan Beringin Jaya Pekon
Margoyoso
xxii

Gambar 8.16. 163 Gambar 8.27. 179


Persentase Gangguan Satwa di DIY dan Persentase Partisipasi Pelaksanaan di Masing-
Lampung masing KTHKm

Gambar 8.17. 164 Gambar 8.28. 181


Gangguan Satwa di HKm Mandiri Desa Persentase Partisipasi Pada Tahap Monitoring
Hargowilis dan Tani Manunggal Desa Bleberan dan Evaluasi di Masing-masing KTHKm

Gambar 8.18. 165 Gambar 8.29. 182


Persentase Gangguan Satwa di Lokasi HKm Persentase Keterlibatan Stakeholders Dalam
Sinar Mulya Pekon Sukamaju dan HKm Pengelolaan HKm
Beringin Jaya Pekon Margoyoso
Gambar 8.30. 183
Gambar 8.19. 166
Persentase Keterlibatan Stakeholders Dalam
Persentase Jenis Satwa di DIY dan Lampung Pengelolaan HKm Di Masing-masing KTHKm

Gambar 8.20. 167 Gambar 9.1. 187


Jenis Satwa di Lahan HKm Mandiri Desa Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan,
Hargowilis dan Tani Manunggal Desa Bleberan Pengangguran, dan Indeks Gini: Indonesia
2002-2017
Gambar 8.21. 168
Gambar 9.2. 190
Jenis Satwa di Lahan HKm Sinar Mulya Pekon
Sukamaju dan HKm Beringin Jaya Pekon Persentase Sumbangan PDRB Seluruh Provinsi
Margoyoso di Indonesia, 2011, 2013 & 2016

Gambar 8.22. 169 Gambar 9.3. 191


Persentase Tindakan Pencegahan Satwa Di Tingkat Pengangguran, Kemiskinan,
Lahan HKm DIY dan Lampung Ketimpangan, Pertumbuhan Ekonomi Kulon
Progo, 2011-2016
Gambar 8.23. 170
Gambar 9.4. 192
Tindakan Pencegahan dari Gangguan Satwa di
HKm Mandiri Desa Hargowilis dan HKm Tani Tingkat Pengangguran, Kemiskinan,
Manunggal Desa Bleberan Ketimpangan, Pertumbuhan Ekonomi
Gunungkidul, 2011-2016
Gambar 8.24. 171
Gambar 9.5. 193
Tindakan Pencegahan Dari Gangguan Satwa Di
HKm Sinar Mulya Pekon Sukamaju dan HKm Tingkat Pengangguran, Kemiskinan,
Beringin Jaya Pekon Margoyoso Pertumbuhan Ekonomi Tanggamus, 2011-2016

Gambar 8.25. 172 Gambar 9.6. 194


Persentase Perburuan Satwa di Masing-masing Tingkat Kemiskinan, Pengangguran, dan
HKm IUP-HKm (Ijin Usaha Pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan) di Tanggamus Tahun 2011-
Gambar 8.26. 176 2016
Persentase Partisipasi Perencanaan di Masing-
masing KTHKm
xxiii

Gambar 9.7. 195


Tingkat Kemiskinan, Pengangguran, dan
IUP-HKm (Ijin Usaha Pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan) di Kulon Progo Tahun 2011-
2016

Gambar 9.8. 195


Tingkat Kemiskinan, Pengangguran, dan
IUP-HKm (Ijin Usaha Pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan) di Kulon Progo Tahun 2011-
2016

Gambar 9.9. 196


Klasifikasi Pendapatan
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. 4 Tabel 6.4. 81


Jadual Kegiatan Penelitian Tabulasi Silang antara Jumlah Tenaga Kerja
Sebelum dan Sesudah Menerima SK HKm
Tabel 1.2. 5
Tabel 6.5. 83
Tim Peneliti Perhutanan Sosial
Crosstabulation antara Rasio Biaya Tenaga
Tabel 2.1. 181 Kerja dan Jumlah Tenaga Kerja Sesudah
Menerima SK HKm
Sebaran Lokasi Penerima Penetapan Areal
Kerja Hkm 2007 Tabel 6.6. 93
Tabel 2.2. 19 Hasil Regresi Faktor-faktor Penentu
Pendapatan Responden
Realisasi Areal HKm melalui IUPHKm pada
tahun 2009, 2014, dan 2016 Tabel 7.1. 97
Tabel 2.3. 24 Pengetahuan Masyarakat Mengenai Hutan
Kemasyarakatan (HKm)
Capaian Kinerja Penyiapan Kawasan
Perhutanan Sosial (ha) Tabel 7.2. 98
Tabel 3.1. 30 Lokasi dan Pengetahuan tentang HKm
(P_HKm)
Luas Dan Persentase Ijin Usaha Pemanfaatan
Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm), Desember Tabel 7.3. 99
Tahun 2017
Sumber Informasi Pengetahuan HKm
Tabel 3.2. 35
Tabel 7.4. 100
Koperasi/Kthkm Penerima IUPHKm
Lokasi dan Sumber Informasi
Tabel 4.1. 51
Tabel 7.5. 101
Distribusi Blok dan Petak pada areal KPHL
Kotaagung Utara Lama Pengetahuan HKm

Tabel 4.2. 54 Tabel 7.6. 102


Gapoktan, Kawasan, Luas Areal, Dan Jumlah Lokasi dan Pengetahuan HKm
Anggota Di Hkm Tanggamus
Tabel 7.7. 103
Tabel 6.1. 74
Pengetahuan Mengenai Status Hutan
Crosstabulation antara Total Pendapatan dan
Alamat HKm Tabel 7.8. 104

Tabel 6.2. 75 Lokasi dan Pengetahuan Status Hutan

Interval Proporsi Pendapatan Responden dari Tabel 7.9. 105


TanamanUtama, Tanaman Sampingan, dan
Ternak Terhadap Total Pendapatan Responden Kelembagaan Yang Muncul Setelah Adanya
HKm
Tabel 6.3. 77
Tabel 7.10. 106
Jumlah Wisatawan/Pengunjung Desa Wisata
Kalibiru Lokasi dan Lembaga Yang Muncul
xxv

Tabel 7.11. 107 Tabel 7.25. 122


Peran Kelembagaan Dalam Pemberdayaan Hambatan dalam Pengelolaan HKm
Masyarakat
Tabel 7.26. 122
Tabel 7.12. 108
Lokasi dan Hambatan Pengelolaan HKm
Peran Kelembagaan dalam Pemberdayaan
Masyarakat berdasarkan Lokasi HKm Tabel 7.27. 124

Tabel 7.13. Masalah yang Mengganggu Keberlanjutan


109
Program
Peran Pendamping Terhadap Kelembagaan
Tabel 7.28. 126
Tabel 7.14. 109
Lokasi dan Masalah yang Mengganggu
Lokasi dan Keberadaan Pendamping Terhadap Keberlanjutan Program
Kelembagaan
Tabel 7.29. 128
Tabel 7.15. 110
Tabulasi Silang Bentuk Pendampingan dan
Bentuk Pendampingan Hambatan Pengelolaan HKm

Tabel 7.16. 111 Tabel 7.30. 131


Lokasi dan Bentuk Pendampingan Tabulasi Silang Peran Kelembagaan dan
Hambatan Pengelolaan HKm
Tabel 7.17. 112
Tabel 7.31. 133
Pelaku Pendampingan
Tabulasi Silang Keberadaan Pendampingan
Tabel 7.18. 114 dan Hambatan Pengelolaan HKm
Lokasi dan Aktor Pelaku Pendampingan Tabel 8.1a. 141
Tabel 7.19. 115 Perubahan Tutupan Lahan HKm di Kalibiru,
Desa Hargowilis
Perubahan Perilaku Masyarakat
Tabel 8.1b. 143
Tabel 7.20. 116
Perubahan Tutupan Lahan HKm di
Lokasi dan Perubahan Perilaku Masyarakat Menggoran, Desa Bleberan
Tabel 7.21. 118 Tabel 8.1c. 144
Kenyamanan Mengelola Kawasan HKm Perubahan Tutupan Lahan di Lokasi HKm
Sinar Mulya Pekon Sukamaju
Tabel 7.22. 118
Lokasi dan Kenyamanan Mengelola Tabel 8.1d. 146
Kawasan HKm Perubahan Tutupan Lahan di Lokasi HKm
Beringin Jaya Pekon Margoyoso
Tabel 7.23. 120
Alasan Kenyamanan Dalam Sistem Tabel 8.2. 153
Pengelolaan HKm Persentase Tanaman Pokok
Tabel 7.24. 121
Lokasi Dan Alasan Kenyamanan
xxvi

Tabel 8.3. 153


Persentase Rehabilitasi

Tabel 8.4. 176


Hasil Analisis Tabulasi Silang dan Chi-Square
Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan
HKm di DIY dan Lampung

Tabel 8.5. 177


Hasil Analisis Tabulasi Silang dan Chi-Square
Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan
HKm

Tabel 8.6. 180


Hasil Analisis Tabulasi Silang dan Chi-Square
Partisipasi Masyarakat Dalam Monitoring dan
Evaluasi HKm

Tabel 9.1. 188


Ketimpangan Antargolongan Pendapatan
Dari Era Megawati-Haz Hingga Jokowi-Kalla,
Indonesia, 2002-2017

Tabel 9.2. 189


Peranan Wilayah/Pulau dalam Pembentukan
PDB Nasional, 2000-2017.1 (persen)

Tabel 9.3. 199


Hasil Estimasi Kategori Pendapatan dengan
Regresi Logistik Binari
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG Itulah pesan utama Dr Siti


Hutan untuk rakyat merupakan Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup
paradigma baru perhutanan sosial. dan Kehutanan (LHK) kepada Prof.
Intinya hutan bukan hanya untuk Mudrajad Kuncoro, Ph.D, Ketua Tim
pengusaha atau usaha besar tapi Peneliti studi ini. Menteri LHK, yang
rakyat kecil dan usaha kecil mikro pernah menjabat Sekretaris Jenderal
(UKM) di seputar hutan perlu (Sekjen) di Dewan Perwakilan Daerah
mendapat jaminan ijin/hak untuk (DPD) RI dan Kementerian Dalam
menanam kopi, jagung dan lain-lain, Negeri, ini menugaskan stafnya untuk
maupun air minum dan penghidupan meminta tim peneliti, yang terdiri dari
yang layak. Di masa lalu perambah tim Jogja dan Lampung, ini melakukan
hutan, masyarakat adat dan rakyat studi tentang dampak ekonomi, sosial,
yang tinggal di seputar hutan sering dan lingkungan hutan dari program
dikejar-kejar oleh polisi hutan karena perhutanan sosial.
mencuri kayu, merusak, bahkan Peraturan Menteri (Permen)
membakar hutan. Kini mereka malah LHK No. P.83/MENLHK/SETJEN/
diberi ijin/hak pengelolaan hutan. KUM.1/10 tahun 2016 mengatur dan
„Gambar 1.1. Ketua Tim Peneliti Bersama
menjelaskan apa dan bagaimana
Menteri LHK perhutanan sosial. Tujuannya jelas:
pertama, pedoman pemberian hak
pengelolaan, perijinan, kemitraan
dan hutan di bidang perhutanan
sosial. Kedua, untuk menyelesaikan
permasalahan tenurial dan keadilan
bagi masyarakat setempat dan
masyarakat hukum adat, yang berada
di dalam atau sekitar kawasan hutan.
Singkatnya, Permen ini bermuara
pada rakyat sejahtera namun hutan
harus juga lestari.
2 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
PENDAHULUAN

Perhutanan sosial adalah sistem kepada pengusaha klas kakap.


pengelolaan hutan lestari yang Dampak tidak langsung juga akan
dilaksanakan dalam kawasan hutan dirasakan bagi daerah di seputar
negara atau hutan hak/hutan adat hutan akan mendapat manfaat dari
yang dilaksanakan oleh masyarakat penciptaan kerja (menurunkan
setempat atau masyarakat hukum pengangguran), meningkatnya nilai
adat sebagai pelaku utama me- tambah dan pertumbuhan ekonomi,
ningkatkan kesejahteraannya, kese- serta menurunkan ketimpangan.
imbangan lingkungan dan dinamika Perhutanan sosial sejatinya sudah
sosial budaya dalam bentuk Hutan dirintis sejak lama melalui berbagai
Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan bentuk kegiatan, baik berupa
(HKm), Hutan Tanaman Rakyat program tumpangsari di Perhutani,
(HTR), Hutan Adat (HA), dan maupun PMDH oleh HPH/HTI. Pasca
Kemitraan Kehutanan. Orde Baru, pemerintah pusat semakin
Ruang lingkup perhutanan membuka ruang untuk hak yang lebih
sosial mencakup 5 jenis hutan, besar bagi masyarakat lokal melalui
yaitu: (1) hutan desa, (2) hutan Undang-Undang tentang Kehutanan
kemasyarakatan, (3) hutan tanaman no. 41 tahun 1999 dan Peraturan
rakyat, (4) kemitraan kehutanan, dan Pemerintah no. 6 tahun 2007 jo no. 3
(5) hutan adat. Sampai dengan akhir tahun 2008 tentang Tata Hutan dan
pemerintah SBY (Oktober 2014), Penyusunan Rencana Pengelolaan
rakyat yang memperoleh ijin/hak atas Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.
kelima jenis hutan ini hanya 449,1 Selanjutnya, melalui Putusan
ribu ha atau hanya sekitar 4% dari Mahkamah Konstitusi (MK) no. 35
total ijin/hak yang dikeluarkan oleh tahun 2012, Wilayah Adat diakui dan
pemerintah. Hingga Desember 2017, bukan menjadi bagian dari Kawasan
di bawah Kabinet Kerja Jokowi, kini Hutan Negara.
sudah 4.150 unit SK ijin/hak diberikan Sebagai tindak lanjut, pemerintah
kepada 293.367 kepala keluarga mengeluarkan kebijakan terbaru
dengan luasan hutan mencapai 1,336 yaitu Peraturan Menteri Lingkungan
juta ha. Hidup dan Kehutanan no. 83 tahun
Tentu spillover dan multipler 2016 tentang Perhutanan Sosial
effects dari perhutanan sosial sebagai revisi atas peraturan-
akan berdampak langsung bagi peraturan program perhutanan sosial
rakyat kecil (baca: wong cilik) yang sebelumnya. Dalam Permen LHK
mendapat ijin/hak yang selama ini dijelaskan secara rinci mengenai
ini hanya diberikan dan dinikmati skema perhutanan sosial, mulai dari
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 3
PENDAHULUAN

penyederhanaan mekanisme proses Supriyanto, Dirjen Perhutanan Sosial


usulan sampai dengan terbitnya ijin. dan Kemitraan Lingkungan (PSKL),
Dengan melalui terbitnya ketika Ketua Tim Peneliti bertemu
peraturan perhutanan sosial dan di kantornya di Gedung Manggala
adanya beberapa perubahan Wanabhakti tanggal 17 Januari
kebijakan diharapkan dapat mereali- 2018. Dirjen PSKL Kementerian
sasikan target RPJMN tahun 2015- LHK beserta jajarannya yang
2019 di era kepemimpinan Presiden menindaklanjuti mandat Menteri
Joko Widodo terkait Pemberian LHK kepada tim peneliti untuk
Akses Kelola Kawasan Hutan oleh melakukan “short study” ini.
masyarakat seluas 12,7 juta ha.
Mengingat program perhutanan 1.2. PERTANYAAN PENELITIAN
sosial ini mempunyai kontribusi Kajian ini dimaksudkan untuk
terhadap perekonomian nasional menjawab pertanyaan sebagai
melalui pengurangan kemiskinan berikut:
pada tingkat rumah tangga kelompok 1. Seberapa jauh peningkatan
tani pengelola perhutanan sosial. kesejahteraan (dampak ekonomi
Implementasi prakarsa dan sosial) terhadap rakyat lokal
ini penuh dengan tantangan. (pemegang ijin dan masyarakat
Perdebatan seputar pengaturan sekitar)?
hak properti yang tepat, apakah 2. Sejauh mana perhutanan sosial
itu untuk masyarakat, swasta atau mendukung kelestarian hutan?
individu dalam pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya hutan 1.3. TUJUAN PENELITIAN
yang berkelanjutan, masih menjadi Tujuan dari kajian ini adalah:
masalah yang belum terselesaikan. 1. Menganalisis dampak peningkatan
Masih diperdebatkan apakah dan kesejahteraan, secara ekonomi
bagaimana perhutanan sosial di dan sosial, terhadap rakyat lokal
Indonesia dapat memberikan hak (pemegang ijin dan masyarakat
kepastian tenurial yang diharapkan, sekitar).
sekaligus berkontribusi untuk 2. Menganalisis dampak perhutanan
meningkatkan mata pencaharian sosial terhadap kelestarian hutan.
dan konservasi hutan.
Selanjutnya rakyat dan UKM 1.4. OBYEK DAN LOKASI
membutuhkan pendampingan PENELITIAN
dan kemitraan. Itulah pesan yang Obyek untuk penulisan Kajian
digarisbawahi oleh Dr. Bambang Perhutanan Sosial ini adalah sebagai
4 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
PENDAHULUAN

berikut: Perhutanan sosial ditinjau dari


1. Kelompok Perhutanan Sosial di dampak sosial meliputi persepsi
Kabupaten Tanggamus (HKm), masyarakat, desain kelembagaan,
Provinsi Lampung. perubahan perilaku, dan kendala.
2. Kelompok Perhutanan Sosial Sejauh mana peningkatan
di Kabupaten Gunungkidul kapasitas usaha perhutanan
(HKm Playen) dan Kulon Progo sosial?
(HKm Kalibiru) Daerah Istimewa 3. Lingkungan
Yogyakarta. Perhutanan sosial ditinjau dari
dampak lingkungan meliputi
1.5. SASARAN keberlanjutan (sustainability) ber-
Sasaran dari kajian ini adalah dasarkan tutupan lahan yang
“rakyat sejahtera, hutan lestari” yang dilihat dari ancaman (kebakaran,
ditinjau dari tiga aspek analisis, yaitu satwa, pencurian, dan lain-lain)
analisis dampak ekonomi, sosial dan dan partisipasi masyarakat dalam
lingkungan. menjaga kelestarian hutan.
1. Ekonomi
Perhutanan sosial ditinjau dari 1.6. WAKTU PELAKSANAAN
dampak ekonomi meliputi Penyusunan Kajian Perhutanan
produksi dan pendapatan, Sosial dilaksanakan selama 3 bulan
lapangan kerja, penurunan yaitu mulai bulan Januari sampai
kemiskinan, dan kemitraan bisnis. dengan Maret tahun 2018 dengan
2. Sosial tahapan pelaksanaan sebagaimana
ditunjukkan oleh Tabel 1.1.

„Tabel 1.1. Jadual Kegiatan Penelitian

Kegiatan Januari Februari Maret


Rapat Persiapan
Desiminasi Data
Pelaksanaan Kegiatan di lapangan
Pemaparan Hasil
Penulisan Buku Kajian
Pembahasan Draft Kajian
Perbaikan / Revisi
Penggandaan Buku
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 5
PENDAHULUAN

1.7. PERALATAN DAN MATERIAL penyusunan kajian dampak


Sarana dan prasarana penye- perhutanan sosial dirangkum
lenggaraan kajian sesuai dengan dalam Tabel 1.2. Penyusunan tim
rincian dalam Rincian Anggaran didasarkan atas Surat Keputusan
Belanja. Tenaga ahli, asisten tenaga Direktur Jenderal Perhutanan
ahli serta pendukung sesuai dengan Sosial dan Kemitraan Lingkungan
rincian dalam Rincian Anggaran Nomor: SK.2/PSKL/SET/KUM.1/2017
Belanja. tentang Penetapan Tim Tenaga
Ahli Penyusunan Kajian Dampak
1.8. PERSONALIA Perhutanan Sosial Lingkup Direktorat
Daftar nama tim tenaga ahli Jenderal Perhutanan Sosial dan
Kemitraan Lingkungan (PSKL).
„Tabel 1.2. Tim Peneliti Perhutanan Sosial

No. Nama Instansi Keterangan


1. Prof. Mudrajad Guru Besar Ilmu Ekonomi, Fakultas Ketua
Kuncoro, SE, M.Soc.Sc, Ekonomika dan Bisnis, Universitas
Ph.D Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
2. Dr. Hempri Suyatna, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Anggota Tim
S.Sos, M.Si (FISIPOL) UGM Yogyakarta
3. Dr. rer. silv. Ir. Ronggo Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta Anggota Tim
Sadono
4. Dr. Y.Sri Susilo, SE, M.Si Fakultas Ekonomi, Universitas Atma Anggota Tim
Jaya Yogyakarta (UAJY)
5. Dr. Nairobi, S.E., M.Si Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Anggota Tim
Universitas Lampung (UNILA)
6. Dr. Rahmat Safei, S.Hut, Jurusan Kehutanan, Fakultas Anggota Tim
M.Si Pertanian, Universitas Lampung
(UNILA)
7. Dr. Arivina Ratih Yulihar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Anggota Tim
T., SE, MM Universitas Lampung (UNILA)
8. Dyah Wahyuning Tyas, Sekolah Tinggi Pariwisata Asisten Tim
S.E., M.Ec.Dev Ambarrukmo (STIPRAM)
9. Linda Lestari, S.Hut Fakultas Kehutanan UGM Asisten Tim
10. Agung Prajuliyanto, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Asisten Tim
S.Sos, M.Si UGM 
11. Bowo Dwi Siswoko, Fakultas Kehutanan UGM Asisten Tim
S.Hut, MA
12. Prayudha Ananta, S.E., Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Asisten Tim
M.Si Universitas Lampung (UNILA)
13. Zulfa Emalia, SE, M.Sc Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UNILA Asisten Tim
14. Lia Mulyana, S.Hut Jurusan Kehutanan, UNILA Asisten Tim
6 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
PENDAHULUAN

1.9. SISTEMATIKA LAPORAN metodologi yang digunakan dalam


Pelaporan Kajian Perhutanan kajian ini. Metodologi termaksud
Sosial disusun sesuai dengan format mencakup pendekatan penelitian,
sistematika sebagai berikut. lokasi penelitian, unit analisis dan
Bab 1 merupakan pendahuluan. informan, ruang lingkup penelitian,
Bab pendahuluan ini berisi deskripsi teknik pengumpulan data, dan teknik
tentang latar belakang, pertanyaan analisis data.
penelitian, tujuan penelitian, obyek Bab 6 berisi hasil dan pembahasan
dan lokasi penelitian, sasaran, waktu dampak implementasi perhutanan
penelitian, peralatan dan material, sosial berdasarkan tujuan penelitian.
personalia, dan sistematika laporan. Fokus bab ini adalah pembahasan
Bab 2 memberikan gambaran hasil dan analisis dari perspektif
umum mengenai perhutanan sosial di ekonomi.
Indonesia. Dalam bagian ini dijelaskan Bab 7 berisi hasil dan pembahasan
mengenai paradigma perhutanan dampak implementasi perhutanan
sosial, program dan dinamika sosial berdasarkan tujuan penelitian.
program hutan kemasyarakatan. Fokus bab ini adalah pembahasan
Bab 3 mendeskripsikan gambaran hasil dan analisis dari perspektif
umum perhutanan sosial di DIY. sosial.
Dalam bagian ini deskripsi fokus Bab 8 berisi hasil dan pembahasan
di wilayah penelitian yaitu HKm dampak implementasi perhutanan
Desa Bleberan, Kecamatan Playen, sosial berdasarkan tujuan penelitian.
Kabupaten Gunungkidul dan HKm Fokus bab ini adalah pembahasan
Kalibiru, Desa Hargowilis, Kecamatan hasil dan analisis dari perspektif
Kokap, Kabupaten Kulon Progo. lingkungan hidup.
Bab 4 menjelaskan gambaran Bab 9 berisi dampak perhutanan
umum perhutanan sosial di sosial terhadap kesejahteraan
Lampung, Gambaran umum fokus di rakyat yang dikaji dari perspektif
wilayah penelitian yaitu HKm Sinar makro regional dan hasil survei
Mulya (Gapoktan Sinar Mulya), Pekon dengan data primer. Fokus bab ini
Sukamaju, Kecamatan Ulu Belu adalah menganalisis sejauh mana
dan HKm Beringin Jaya (Gapoktan perhutanan sosial berdampak
Beringin Jaya) Pekon Margoyoso, pada kemiskinan, pengangguran,
Kecamatan Sumberejo. Kedua HKm ketimpangan, dan pendapatan
tersebut berada di wilayah Kabupaten rakyat, sekaligus bagaimana
Tanggamus, Provinsi Lampung. pengaruh variabel ekonomi, sosial,
Bab 5 mendeskripsikan dan lingkungan terhadap tinggi
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 7
PENDAHULUAN

rendahnya pendapatan.
Bab 10 berisi kesimpulan dan
implikasi kebijakan yang operasional.
Berdasarkan hasil analisis dan
temuan dari Bab 1 hingga Bab 9, dapat
ditarik kesimpulan dan implikasi
kebijakan dari perspektif dimensi
ekonomi, sosial, dan lingkungan.
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 9
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

BAB 2
GAMBARAN
UMUM HUTAN
KEMASYARAKATAN DI
INDONESIA

Bab 2 ini akan menguraikan berada dalam ketidakpastian baik


secara ringkas asal muasal lahirnya masalah areal kerja, perijinan usaha,
paradigma perhutanan sosial di dan bimbingan/fasilitasi. Sejak tahun
dunia. Munculnya paradigma tersebut 2007, yaitu pasca lahirnya Peraturan
menjadi inspirasi tema sentral di Menteri Kehutanan Nomor P.37/
Kongres Kehutanan Dunia di Jakarta Menhut-II/2007, masyarakat peserta
Indonesia pada tahun 1978. program HKm bisa sedikit bernapas
Subbabberikutnyaakanmenelusuri lega karena semua ketidakpastian
lahirnya hutan kemasyarakatan di mengenai areal kerja, perijinan, dan
Indonesia. Pada tahun 1995 melalui fasilitasi diatur dalam peraturan ini.
Keputusan Menteri Kehutanan nomor Sebagai tonggak awal pada tahun
622/Kpts-II/1995 tentang Pedoman 2007, diberikan ijin definitif HKm di
Hutan Kemasyarakatan, pemerintah 3 provinsi, yaitu: Lampung, Daerah
bertujuan memberdayakan masya- Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Nusa
rakat sekitar hutan sebagai solusi Tenggara Barat. Untuk mencapai
program Hak Pengusahaan Hutan target dan perbaikan regulasi maka
(HPH) Bina Desa Hutan yang tidak dilakukan evaluasi P.37/Menhut-
mampu memecahkan permasalahan II/2007 dengan munculnya P.88/
konflik antara pengusaha pemegang Menhut-II/2014 tentang hutan
HPH dengan masyarakat lokal di kemasyarakatan dan dipertegas
sekitar hutan. dengan peraturan terbaru yaitu
Pada bagian akhir bab ini Peraturan No: 83/MENLHK/SETJEN/
menampilkan perkembangan KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan
program Hutan Kemasyarakatan Sosial.
(HKm). Perkembangan sampai
dengan tahun 2006, seolah-olah
hanya jalan di tempat. Selama rentang
waktu tersebut, program HKm
10 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

2.1. SEJARAH PARADIGMA 3. Karena tebang habis dan


PERHUTANAN SOSIAL monokultur, maka dalam
Pada abad ke-19, hutan tanaman pengelolaan hanya dikenal satu
telah mendominasi Eropa Tengah, macam daur (daur tunggal).
Eropa Barat, Skandinavia, Amerika 4. Dengan monokultur dan daur
Serikat, Kanada, Australia, dan tunggal, maka dalam perencanaan
Selandia Baru (Simon, 2006). Namun hutan tanaman dikenal istilah
sampai dengan awal abad ke-20, kelas perusahaan.
negara Asia yang sudah mengenal
pengelolaan hutan tanaman tersebut Pada paruh kedua abad ke-20,
baru negara Jepang. Di India, khususnya setelah Perang Dunia II,
Thailand, China, dan Indonesia terjadi kerusakan hutan yang cukup
pengelolaan hutan tanaman dalam parah, terutama di negara-negara
jumlah terbatas telah diperkenalkan berkembang. Kerusakan hutan di
oleh pemerintah kolonial. Sistem negara-negara berkembang yang
pengelolaan hutan tanaman umumnya baru merdeka pasca
monokultur yang menempatkan Perang Dunia II tersebut terjadi
kelestarian hasil hutan, terutama karena beberapa sebab, antara lain:
kayu (sustained yield principle) sebagai terbentuknya pemerintahan baru
landasannya, dikenal sebagai sistem yang memerlukan modal untuk
pengelolaan hutan moderen pada menjalankan roda pemerintahan dan
saat itu. Ciri utama hutan tanaman roda pembangunan, diperlukannya
yang dikembangkan di Eropa, modal pembangunan terutama
khususnya Jerman, yang kemudian sumberdaya alam berupa bahan
meluas ke Amerika Utara, Australia, tambang dan sumberdaya hutan,
dan Asia tersebut adalah (Simon, adanya laju pertumbuhan penduduk
2006): yang sangat pesat yang kemudian
1. Sistem silvikultur, pengelolaan meningkatkan kebutuhan akan
hutan mulai dari tebangan lahan pertanian serta perumahan,
hingga peremajaan kembali, yang dan pada akhirnya berdampak
digunakan adalah tebang habis pada alih fungsi kawasan hutan.
dengan permudaan buatan. Pada umumnya negara-negara
2. Pohon yang diusahakan hanya berkembang belum menguasai ilmu
satu jenis, sehingga hutannya pengelolaan hutan yang mampu
monokultur dan dinamakan jenis menjamin kelestarian sumberdaya
pokok. hutan sehingga pengusahaan hutan
masih belum menggunakan kaidah-
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 11
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

kaidah kelestarian hutan, yang keputusan dan berbagai kegiatan


menyebabkan eksploitasi berlebihan pengelolaan hutan sesuai dengan
dan tanpa kendali sehingga kearifan lokal. Sejak saat itulah lahir
mengakibatkan hutan mengalami paradigm baru dalam pembangunan
kerusakan yang cukup parah. hutan bernama perhutanan sosial
Dalam praktik terjadi peningkatan (social forestry).
kerusakan hutan di negara-negara Sebagai suatu paradigma yang
berkembang yang kebanyakan baru saja lahir dalam pengelolaan
adalah pemilik hutan hujan hutan, terdapat banyak pengertian
tropis. Penyebab utamanya adalah dan definisi tentang perhutanan
pengaruh masalah sosial ekonomi sosial. Sebagai gambaran, di bawah
yang telah menggugah para ahli ini adalah beberapa pengertian
kehutanan dunia untuk melakukan perhutanan sosial yang berkembang
antisipasi dengan mengangkat selama ini:
masalah sosial ekonomi dalam 1. Perhutanan sosial adalah suatu
pertemuan-pertemuan kehutanan pendekatan pembangunan
di tingkat dunia. Tindakan antisipasi kehutanan yang mempunyai
dan kepedulian tersebut dimulai tujuan memproduksi manfaat
pada saat Konggres Kehutanan hutan untuk perlindungan
Dunia (World Forestry Congress, WFC) dan rekreasi bagi masyarakat
ke-6 di Seattle tahun 1960, dengan (Westoby, 1968)
mengangkat tema utama Multiple 2. Community forestry (CF) merupakan
Use of Forest Lands (Hutan Multiguna), segala macam keadaan yang
yang kemudian ditindaklanjuti melibatkan penduduk lokal
dengan WFC ke-8 tahun 1978 di dalam kegiatan pembangunan
Jakarta dengan tema Forest for People kehutanan. Meliputi: pembuatan
(Hutan untuk Rakyat). kebun kayu, dan menanam pohon
Konsep hutan untuk rakyat pada di lahan usaha tani (FAO, 1978).
WFC ke-8 tahun 1978 mengandung 3. Perhutanan sosial merupakan
makna bahwa pembangunan hutan ilmu dan seni penanaman pohon
harus diarahkan untuk pembangunan dan atau tumbuhan lain pada lahan
masyarakat lokal (forestry for local yang dimungkinkan untuk tujuan
community development). Tujuannya tertentu, di dalam maupun di luar
adalah untuk meningkatkan standar kawasan hutan, dan mengelolanya
kehidupan penduduk perdesaan di secara intensif dengan melibatkan
sekitar hutan dengan cara melibatkan masyarakat dan pengelolaan ini
mereka dalam proses pengambilan terintegrasi dengan kegiatan lain,
12 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

yang mengakibatkan terjadinya 2.2. LAHIRNYA PROGRAM HUTAN


keseimbangan dan saling mengisi KEMASYARAKATAN
penggunaan lahan dengan Program HKm digulirkan pertama
maksud untuk menyediakan kali oleh Departemen Kehutanan RI
barang dan jasa secara luas pada tahun 1995. Lahirnya program
baik kepada individu penggarap HKm ditandai dengan Keputusan
maupun masyarakat. (Tiwari, Menteri Kehutanan Nomor 622/Kpts-
1983). II/1995 tentang Pedoman Hutan
4. Social forestry adalah ilmu dan seni Kemasyarakatan yang bertujuan
mengenai pepohonan dan/atau untuk menjawab tuntutan para
vegetasi lainnya pada semua lahan pihak karena program HPH Bina
yang ada dan mengelola hutan Desa Hutan ternyata tidak mampu
yang ada dengan melibatkan memecahkan permasalahan yang
masyarakat secara aktif guna terdapat di masyarakat lokal. Seiring
menyediakan segala macam dengan perjalanan waktu sampai
barang/bahan-bahan dan jasa-jasa dengan saat ini Program HKm yang
untuk anggota masyarakat desa digulirkan Departemen Kehutanan
dan juga kelompok masyarakat mengalami banyak perubahan,
(Foley & Barnard, 1984). yaitu berturut-turut dengan
5. Perhutanan sosial adalah suatu keluarnya Keputusan Menteri
strategi yang menitikberatkan Kehutanan Nomor 677/Kpts-II/1998
pada pemecahan masalah- tentang Hutan Kemasyarakatan,
masalah penduduk lokal dan berikutnya lahir Keputusan Menteri
pemeliharaan lingkungan. Oleh Kehutanan Nomor 31/Kpts-II/2001
karena itu, hasil utama kehutanan tentang penyelenggaraan Hutan
tidak semata-mata kayu. Lebih Kemasyarakatan, Peraturan Menteri
dari itu kehutanan dapat diarahkan Kehutanan Nomor P.01/Menhut-
untuk menghasilkan berbagai II/2004 tentang Pemberdayaan
macam komoditi sesuai dengan Masyarakat Setempat di dalam
kebutuhan penduduk di suatu dan atau sekitar hutan dalam
wilayah, termasuk kayu bakar, rangka social forestry; dan terakhir
pangan, pakan ternak, buah, air, adalah dikeluarkannya Peraturan
satwa liar, keindahan, dan lainnya Menteri Kehutanan Nomor P.37/
(Simon, 1994). Menhut-II/2007 tentang Hutan
Kemasyarakatan.
Bahkan yang cukup ironis,
meskipun sudah digulirkan sejak
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 13
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

tahun 1995, di dalam UU No. 41 satunya adalah Ijin Pemanfaatan


Tahun 1999 tentang Kehutanan tidak Hasil Hutan Kayu (IPHHK) dan Ijin
diketemukan aturan legal formal Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan
tentang program HKm. Padahal UU Kayu (IPHHBK) yang menjadi lahan
Nomor 41 Tahun 1999 merupakan garap dalam program HKm.
payung hukum tertinggi di bidang Dengan adanya perubahan aturan
kehutanan. Demikian pula aturan pelaksanaan UU Nomor 41 Tahun
tentang HKm juga tidak ditemukan 1999 dari PP Nomor 34 Tahun
dalam PP Nomor 34 Tahun 2002 2002 menjadi PP Nomor 6 Tahun
tentang Tata Hutan, Penyusunan 2007, program HKm memiliki
Rencana Pengelolaan Hutan, serta payung hukum yang jelas. Dari pasal
Pemanfaatan Hutan. Di dalam PP 11 tersebut artinya keberadaan
Nomor 34 Tahun 2002 khususnya progam HKm secara legal formal
pasal 51 hanya ditemukan aturan mendapatkan pengakuan dari
tentang pemberdayaan masyarakat Pemerintah c.q. Departemen
sekitar atau dalam hutan untuk Kehutanan. Aturan dalam pasal 11
meningkatkan kemampuan lembaga. tersebut kemudian diperkuat dengan
Dasar hukum HKm baru muncul ketentuan dalam pasal 93 ayat (2),
dalam PP Nomor 6 Tahun 2007 pasal 94 ayat (3), Pasal 95 ayat (2),
sebagai revisi PP Nomor 34 Tahun Pasal 96 ayat (8), dan Pasal 98 ayat
2002. Di dalam PP Nomor 6 Tahun (3). Sebagai penjabaran dari pasal-
2007 ini yang dimaksud dengan pasal dalam PP Nomor 6 Tahun 2007
HKm yaitu hutan negara yang dan tersebut diterbitkan Permenhut
pemanfaatan utamanya ditujukan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang
untuk memberdayakan masyarakat. Hutan Kemasyarakatan.
Sebagaimana diterangkan dalam Dalam Permenhut P.37/2007,
pasal 11 dari PP Nomor 6 Tahun 2007 yang dimaksud dengan hutan
tersebut bahwa: ”Pada areal tertentu kemasyarakatan adalah hutan
dari kawasan hutan sebagaimana negara yang pemanfaatan utamanya
dimaksud dalam Pasal 3 ayat 2 dapat ditujukan untuk memberdayakan
ditetapkan oleh Pemerintah sebagai masyarakat setempat. Masyarakat
hutan kemasyarakatan, hutan adat, setempat adalah kesatuan sosial
hutan desa, dan kawasan hutan dengan yang terdiri dari warga negara
tujuan khusus (KHDTK)”. Selain itu Republik Indonesia yang tinggal
di dalam PP Nomor 6 Tahun 2007 di dalam dan atau sekitar hutan,
juga menerangkan tentang ragam yang membentuk komunitas, sosial
pemanfaatan hutan yang salah dengan kesamaan mata pencaharian
14 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

yang bergantung dengan hutan, tujuan antara lain:


dan aktifitasnya dapat berpengaruh 1. Meningkatkan kemampuan
terhadap ekosistem hutan. Prinsip- masyarakat dalam mengelola
prinsip dalam penyelenggaraan organisasi kelompok.
hutan kemasyarakatan adalah: 2. Membimbing masyarakat
1. Tidak mengubah status dan fungsi mengajukan permohonan ijin
kawasan hutan. sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Pemanfaatan hasil hutan kayu 3. Meningkatkan kemampuan
hanya dapat dilakukan dari hasil masyarakat setempat di dalam
penanaman. menyusun rencana pemanfaatan
3. Mempertimbangkan keanekara- hutan kemasyarakatan.
gaman hayati dan keanekara- 4. Meningkatkan kemampuan
gaman budaya. masyarakat setempat dalam
4. Menumbuhkembangkan keaneka- melaksanakan budidaya hutan
ragaman komoditas dan jasa. melalui pengembangan teknologi
5. Meningkatkan kesejahteraan yang tepat guna dan peningkatan
masyarakat yang berkelanjutan. nilai tambah hasil hutan.
6. Memerankan masyarakat sebagai 5. Meningkatkan kualitas sumber
pelaku utama. daya manusia masyarakat
7. Adanya kepastian hukum. setempat melalui pengembangan
8. Transparansi dan akuntabilitas pengetahuan, kemampuan dan
publik. keterampilan.
9. Partisipatif dalam pengambilan 6. Memberikan informasi pasar
keputusan. dan modal dalam meningkatkan
daya saing dan akses masyarakat
Wilayah yang dapat ditetapkan setempat terhadap pasar dan
sebagai areal HKm meliputi kawasan modal.
hutan lindung dan kawasan hutan 7. Meningkatkan kemampuan
produksi, sepanjang tidak dibebani masyarakat setempat dalam
hak atau ijin dalam pemanfaatan mengembangkan usaha
hasil hutan dan/atau menjadi sumber pemanfaatan hutan dan hasil
mata pencaharian masyarakat hutan.
setempat. Untuk pemberian ijin
hutan kemasyarakatan menurut Untuk mencapai tujuan di
Permenhut No: 37/2007 meliputi atas kegiatan fasilitasi dilakukan
tahapan fasilitasi dan pemberian ijin. melalui pemberian status legalitas,
Kegiatan fasilitasi dilakukan dengan pengembangan kelembagaan,
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 15
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

pengembangan usaha, bimbingan 15 sesuai dengan fungsi kawasan


teknologi, pendidikan dan latihan, hutannya, dengan perincian sebagai
membuka akses pasar, dan berikut:
pembinaan dan pengendalian.
Kegiatan fasilitasi tersebut wajib 1. Hutan lindung, meliputi kegiatan:
dilakukan oleh pemerintah a. Pemanfaatan kawasan, yang
kabupaten/kota yang dapat dibantu meliputi: budidaya tanaman
oleh pemerintah dan pemerintah obat, tanaman hias, jamur,
provinsi, serta dapat dibantu oleh lebah, pohon serbaguna,
pihak-pihak lain seperti perguruan burung walet, penangkaran
tinggi/lembaga penelitian dan satwa liar, dan rehabilitasi
pengabdian masyarakat, lembaga hijauan makanan ternak.
swadaya masyarakat, lembaga b. Pemanfaatan jasa lingkungan,
keuangan, koperasi, dan BUMN/ yang meliputi: pemanfaatan
BUMD/BUMS. jasa aliran air, wisata alam,
Menurut Permenhut No: 37/2007 perlindungan keanekaragaman
ini, ijin hutan kemasyarakatan hayati, penyelamatan dan
diberikan melalui Ijin Usaha perlindungan lingkungan,
Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan dan penyerapan dan/atau
(IUPHKm). Di dalam pasal 13 diatur penyimpanan karbon.
bahwa IUPHKm bukan merupakan c. Pemungutan hasil hutan
hak kepemilikan atas kawasan bukan kayu, yang meliputi:
hutan, dan IUPHKm dilarang pemungutan rotan, bambu,
dipindahtangankan, diagunkan, madu, getah, buah, dan jamur.
atau digunakan untuk kepentingan 2. Hutan produksi, yang meliputi
lain diluar rencana pengelolaan kegiatan:
yang telah disahkan, serta dilarang a. Pemanfaatan kawasan, yang
mengubah status dan fungsi kawasan meliputi: budidaya tanaman
hutan. IUPHKm dapat diberikan obat, tanaman hias, jamur,
kepada kelompok masyarakat lebah, penangkaran satwa, dan
setempat yang telah mendapat sarang burung walet.
fasilitasi pada kawasan hutan yang b. Penanaman tanaman hutan
telah ditetapkan sebagai areal kerja berkayu dapat berupa tanaman
hutan kemasyarakatan dengan surat sejenis dan tanaman multi
Keputusan Menteri. jenis.
Ragam IUPHKm tersebut c. Pemanfaatan jasa lingkungan,
kemudian dijabarkan dalam Pasal yang meliputi: pemanfaatan
16 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

jasa aliran air, wisata alam, Kelompok yang memuat data dasar
perlindungan keanekaragaman kelompok masyarakat dari Kepala
hayati, penyelamatan dan Desa. Gubernur/bupati mengajukan
perlindungan lingkungan, usulan penetapan areal kerja HKm
dan penyerapan dan/atau kepada Menteri setelah diverifikasi
penyimpanan karbon. oleh tim yang dibentuk gubernur/
d. Pemanfaatan hasil hutan bukan bupati. Terhadap usulan gubernur/
kayu, yang meliputi: rotan, bupati, dilakukan verifikasi oleh
sagu, nipah, bambu, getah, tim verifikasi yang dibentuk oleh
kulit kayu, buah atau biji, dan Menteri. Jika semua syarat terpenuhi
gaharu. maka Menteri Kehutanan akan
e. Pemungutan hasil hutan menetapkan areal kerja HKm sesuai
kayu diberikan hanya untuk usulan dari gubernur/bupati (lihat
memenuhi kebutuhan Gambar 2.1).
pembangunan fasilitas umum Areal HKm dapat diberikan pada
kelompok masyarakat setempat status kawasan hutan produksi
dengan ketentuan paling maupun hutan lindung. Dalam proses
banyak 50 meter kubik dan pengajuan perijinan dan setelah
tidak untuk diperdagangkan, mendapat IUPHKm, kelompok
dan dikerjakan selama jangka mendapat fasilitasi. Fasilitasi
waktu paling lama 1 tahun. bertujuan untuk: meningkatkan
f. Pemungutan hasil hutan bukan kemampuan masyarakat setempat
kayu, berupa pemungutan dalam mengelola organisasi
rotan, madu, getah, buah atau kelompok, membimbing masyarakat
biji, daun, gaharu, kulit kayu, mengajukan permohonan ijin
tanaman obat, dan umbi­ - sesuai ketentuan yang berlaku,
umbian, dengan ketentuan meningkatkan kemampuan
paling banyak 20 ton untuk masyarakat setempat dalam
setiap pemegang ijin. menyusun rencana kerja
pemanfaatan hutan kemasyarakatan,
Skema prosedur perijinan dan dan meningkatkan kemampuan
fasilitasi HKm dimulai dari kelompok masyarakat setempat dalam
masyarakat setempat mengajukan melaksanakan budidaya hutan
permohonan ijin kepada gubernur/ melalui pengembangan teknologi
bupati, permohonan dilengkapi yang tepat guna dan peningkatan
dengan sketsa areal kerja yang nilai tambah hasil hutan.
dimohonkan dan Surat Keterangan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 17
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

„Gambar 2.1. Prosedur Perijinan dan Fasilitasi HKm Berdasarkan Permenhut No. P.37
Tahun 2007

Sumber: Kementerian Kehutanan (2007)

2.3. PERKEMBANGAN AWAL HKm bisa sedikit bernapas lega.


PROGRAM HKm Dengan lahirnya P.37 ada titik terang
Pada awal perkembangan akan kepastian areal kerja, perijinan
HKm, program ini mengalami usaha, dan kejelasan fasilitasi.
perkembangan yang pasang surut. Kepastian areal kerja dan perijinan
Tahun 2006 program ini tidak usaha merupakan aspek legal yang
banyak mengalami pertumbuhan sangat penting dalam menjamin
di lapangannya. Ketidakjelasan keberlangsungan usaha pengelolaan
lahan (areal kelola), ijin usaha dan hutan yang lestari. Sedangkan
fasilitasi menjadi problema yang fasilitasi dari berbagai pihak
menyebabkan program ini tidak dibutuhkan untuk meningkatkan
berkembang di lapangan. Kondisi ini kapasitas kelembagaan masyarakat
agak sedikit berbeda pada tahun 2007, dalam mengelola hutan.
pasca lahirnya Peraturan Menteri Setelah melalui jalan yang
Kehutanan Nomor P.37/Menhut- cukup berliku, pada tahun 2007,
II/2007, masyarakat peserta program perjuangan kelompok tani peserta
18 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

program HKm mulai menunjukkan (IUPHKm) kepada 57 Kelompok


secercah harapan. Dari hasil evaluasi Tani HKm di 6 kabupaten tersebut.
terhadap pelaksanaan perijinan Pada tanggal 15 Desember 2007
sementara Hutan Kemasyarakatan bertempat di Gunung Kidul dilakukan
di 6 kabupaten di 3 provinsi penyerahan Keputusan Menteri
(Lampung, DIY, dan Nusa Tenggara Kehutanan tentang Penetapan Areal
Barat), masyarakat dinilai mampu Kerja Hutan Kemasyarakatan oleh
mengelola hutan dengan baik dan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla.
layak mendapatkan pengakuan legal Tabel 2.1 menunjukkan sebaran
formal. Dari hasil evaluasi tersebut lokasi penerima penetapan areal
diputuskan bahwa masyarakat kerja HKm 2007 di 6 kabupaten
peserta program HKm di 6 kabupaten di Indonesia. HKm yang trluas di
tersebut berhak mendapatkan Surat Indonesia berada di Kabupaten
Keputusan Menteri Kehutanan Tanggamus (29,91%). Kabupaten
tentang Penetapan Areal Kerja Kulonprogo dan Gunungkidul
Hutan Kemasyarakatan dan Surat memiliki luas HKm yang jauh lebih
Keputusan Bupati tentang Ijin Usaha rendah yaitu sebesar masing-masing
Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan 2,23% dan 12,34%.

„Tabel 2.1. Sebaran Lokasi Penerima Penetapan Areal Kerja HKm 2007

No. Kabupaten Luas (ha) % Terhadap Total

1. Gunung Kidul 1.087,45 12,34


2. Kulonprogo 196,80 2,23
3. Lampung Barat 1.970,09 22,36
4. Lampung Utara 1.200,00 13,62
5. Tanggamus 2.547,22 29,91
6. Lombok Tengah 1.809,50 20,54
Total Luas Aral HKm 8.811,06 100,00

Sumber: Departemen Kehutanan (2008)


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 19
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

„Tabel 2.2. Realisasi Areal HKm melalui IUPHKm pada tahun 2009, 2014, dan 2016

Luas HKm
No. Provinsi
Tahun 2009 Tahun 2014 Tahun 2016
1. Aceh - - 200,00
2. Sumatera Utara - - -
3. Riau - - -
4. Jambi - - -
5. Sumatera Barat - 1.511,00 -
6. Sumatera Selatan - - -
7. Bengkulu 1.762,75 - -
8. Lampung 15.001,30 46.867,67 -
9. DIY - - -
10. Jawa Barat - - -
11. Jawa Timur - - -
12. Kalimantan Barat - - -
13. Kalimantan Tengah - - 1.885,00
14. Kaliamntan Selatan - 730,00 -
15. Kep. Bangka Belitung - 1.227,00 -
16. Sulawesi Selatan - 5.025,66 -
17. Sulawesi Tengah 31,00 590,00 -
18. Sulawesi Tenggara - - -
19. Sulawesi Utara - - -
20. Sulawesi Barat - 4000,00 -
21. Bali 150,00 - -
22. NTB 185,00 3.805,16 380,46
23. NTT 500,00 - -
24. Maluku Utara - 290,00 -
25. Papua - - -
Total 17.630,05 64.046,49 2.465,46

Sumber: Kementerian LHK (2016); Rincian data runtut waktu per provinsi lihat Lampiran
2.1
20 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

Sebagai target antara ditetapkan muncul peraturan terbaru yaitu


target hutan kemasyarakatan Peraturan No. 83/MENLHK/SETJEN/
tahun 2009 seluas 429.125,29 ha. KUM.1/10/2016 tentang perhutanan
Target ini ditetapkan berdasarkan sosial yang bertujuan untuk
luas dan penyebaran lokasi Proyek memberikan pedoman pemberian
Pembangunan HKm tahun 1993– hak pengelolaan, perijinan,
2001, usulan penetapan areal dari kemitraan, dan hutan adat di bidang
kabupaten dan areal kerja social Perhutanan Sosial. Peraturan Menteri
forestry. Lokasi areal HKm tersebut ini bertujuan untuk menyelesaikan
tersebar di beberapa provinsi sebagai permasalahan tenurial dan
mana ditunjukkan dalam Tabel 2.2. keadilan bagi masyarakat setempat
Sampai dengan tahun 2014 areal dan masyarakat hukum adat
HKm yang dicapai seluas 328.452,86 yang berada di sekitar kawasan
ha, yang masih jauh dengan target hutan dalam rangka peningkatan
pada tahun 2009 (lihat Tabel 2.2). kesejahteraan dan kelestarian
2.4. DINAMIKA PROGRAM HKm hutan. Dalam peraturan ini ruang
DARI TAHUN 2014-2017 lingkup perhutanan sosial adalah
Peraturan Menteri Kehutanan hutan desa, hutan kemasyarakatan,
Republik Indonesia No. P.88/Menhut- hutan tanaman rakyat, kemitraan
II/2014 merupakan penyempurnaan kehutanan, dan hutan adat. Program
dari evaluasi P.37/Menhut-II/2007 perhutanan sosial ini telah diatur
dan P.52/Menhut-II/2011. Dalam sedemikian hingga jangka waktu
Peraturan P.88/Menhut-II/2014 HKm dan evaluasi yaitu untuk hutan desa,
bertujuan untuk meningkatkan hutan tanaman rakyat dan hutan
kesejahteraan masyarakat setempat kemasyarakat berlaku 35 tahun dan
melalui pemanfaatan sumberdaya dilakukan evaluasi setiap 5 tahunan.
hutan secara optimal, adil dan Dilakukan monitoring pada program
berkelanjutan dengan tetap menjaga perhutanan sosial oleh pendamping/
kelestarian fungsi hutan dan pokja Program Perhutanan Sosial
lingkungan hidup. Pada peraturan (PPS) atau Kawasan Pengelolaan
ini lebih membahas mengenai hak Hutan (KPH) setempat. Pemegang
dan kewajiban peserta HKm seperti ijin pengelolaan juga mendapat
pengenai perijinan baik di HKm yang perlindungan dari gangguan
berada dikawasan hutan produksi perusakan dan pencemaran
maupun hutan lindung. lingkungan atau pengambilan secara
sepihak oleh pihak lain.
Seiring berjalannya waktu Dalam program Perhutanan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 21
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

Sosial dan Kemitraan Lingkungan kawasan hutan akan lebih meningkat


(PSKL), Renstra Ditjen PSKL tahun karena tidak saja pihak dinas namun
2015-2019 memiliki sasaran masyarakat juga memiliki andil
program untuk meningkatkan akses dalam menjaga kawasan yang telah
pengelolaan hutan oleh masyarakat, mereka kelola melalui ijin kelola baik
meningkatkan upaya penyelesaian melalui Hak Pengelolaan Hutan Desa
konflik dan tenurial di kawasan hutan (HPHD), IUPHKm, dan Ijin Usaha
serta meningkatkan perilaku peduli Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-
lingkungan dan kehutanan. Hal ini Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-
ditunjang dengan pencadangan areal HTR). Peningkatan hasil hutan kayu
perhutanan sosial dengan target akan terwujud dari pengelolaan
seluas 12,7 juta ha pada tahun 2019. kawasan yang maksimal dengan
Dalam rangka pencapaian melibatkan masyarakat sekitar hutan
Millenium Development Goal (MDGs) dengan memadukan dengan kearifan
tahun 2015 ditetapkan target areal lokal. Dengan terjaganya hutan maka
kerja Program Hutan Kemasyarakatan akan berdampak pada ketahanan
seluas 2,1 juta hektar. Kementerian air mengingat fungsi hutan sebagai
LHK berkomitmen untuk penyimpan air.
berkontribusi dalam menurunkan
angka kemiskinan, khususnya
kemiskinan masyarakat di sekitar
hutan. Dengan target HKm seluas 2,1
juta hektar tersebut, diharapkan pada
tahun 2015 sektor kehutanan dapat
menurunkan angka kemiskinan
minimal 50%. Hingga tahun
2017, luas perhutanan sosial telah
mencapai 7,6 juta ha yang tersebar di
seluruh Indonesia.
Program PSKL ini selaras dengan
program Nawacita yang menargetkan
menurunkan frekuensi dan luasan
penebangan liar, peningkatan hasil
hutan kayu dan ketahanan air (lihat
Gambar 2.2). Dengan program
perhutanan sosial yang melibatkan
Rencana strategis dan program
masyarakat maka dari segi keamanan
22 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

„Gambar 2.2. Keterkaitan Antara Nawacita dan Program HKm

Sumber: Kementerian LHK (2017)

perhutanan sosial menitikberatkan perhutanan sosial tersebut juga


pada pemberian akses kelola harus didukung pembiayaan/
perhutanan sosial dan peningkatan modal dalam pengembangan usaha,
kapasitas usaha perhutanan sosial peningkatan kapasitas SDM dan
(lihat Gambar 2.3). Strategi dan penguatan kelembagaan melalui
program tersebut menekankan pendampingan yang intensif
bahwa hutan harus dapat memberi sehingga masyarakat mandiri
kesejahteraan bagi masyarakat yang dan mampu mengoptimalkan
berada di sekitar hutan. sumberdaya yang ada.
Implementasi strategi melalui
pemberian akses terhadap lahan
hutan dan peningkatan kapasitas
usaha menjadi kunci penting
untuk mengentaskan kemiskinan
khususnya masyarakat sekitar
hutan (lihat Gambar 2.4). Program
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 23
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

„Gambar 2.3. Restra PSKL

Sumber: Kementerian LHK (2017)

Sampai dengan tahun 2017


24 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

„Gambar 2.4. Strategi Perhutanan Sosial

Sumber: Kementerian LHK (2017)

pemberian ijin usaha pemanfaatan mencapai 432.598,86 ha. Selisih


HKm telah mencapai 301.548,67 angka pencadangan area HKm dan
ha yang tersebar di 26 provinsi pemberian IUPHKm ini menjadi
di Indonesia (lihat Tabel 2.3). peluang bagi masyarakat sekitar
Untuk pencadangan area HKm hutan untuk mendapat akses kelola
sampai dengan tahun 2017 sudah lahan lebih luas.

„Tabel 2.3. Capaian Kinerja Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial (ha)

No. Tahun PAK/PENCADANGAN IJIN/MOU

1. 2007-2014 328.452,86 153.725,15


2. 2015 49.128 20.945,06
3. 2016 55.018 2.465,46
4. 2017 Gambar
 - 2.6 menunjukkan data
124.413
TOTAL 432.598,86 301.548,67
Sumber: Kementerian LHK (2017)
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 25
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan penetapan areal HKm yang belum


Kemasyarakatan (IUPHKm) dari awal sama dengan data IUPHKm.
HKm digulirkan hingga Oktober 2018. Pada data penetapan areal HKm,
IUPHKm tersebar di 28 provinsi di telah ditetapkan seluas 432.598,86
Indonesia. Capaian IUPHKm hingga ha sampai dengan Desember tahun
Oktober 2018 sudah diatas angka 2017. Di Provinsi Lampung telah
penetapan areal kerja HKm. Provinsi ditetapkan seluas 111.115,61 ha
Lampung mendapatkan IUHKm masih di atas capaian luas HKm
paling luas yaitu 134.395,73 ha yang telah mendapat IUPHKm (lihat
dan Bali mendapat IUPHKm paling Gambar 2.6).
sedikit hanya sebesar 150 ha. Luasan
ini dapat meningkat mengingat data Gambar 2.7 menunjukkan data
„Gambar 2.5. Data Ijin Usaha Pemanfaatan IUPHKm sampai dengan Desember Tahun
2017

Sumber: Kementerian LHK (2017)


26 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

„Gambar 2.6. Data Penetapan Areal Kerja HKm sampai dengan Desember Tahun 2017

Sumber: Kementerian LHK (2017)

perkembangan program perhutanan sekitar hutan di seluruh Indonesia.


sosial di mana sampai Oktober 2014 Untuk perkembangan program HKm
mencapai luasan sebesar 449.104,2 sendiri selama 7 tahun yaitu dari
ha dan meningkat drastis hingga tahun 2007 hingga Oktober 2014
tahun 2018 mencapai 2.068.011,81 yang telah merealisasikan HKm
ha. Selama 4 tahun terakhir program seluas 153.725,15 ha dan selama 4
perhutanan sosial telah merealisasi tahun terakhir telah menunjukkan
2.068.011,81 ha dengan 4.914 mencapai 343.646,51 ha. Hal ini
unit ijin/hak/MoU dan melibatkan telah menunjukkan perkembangan
480.664 Kepala Keluarga masyarakat yang signifikan relatif tinggi apabila
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 27
GAMBARAN UMUM HUTAN KEMASYARAKATAN DI INDONESIA

dibandingkan perkembangan HKm sebelumnya.

„Gambar 2.7. Strategi Perhutanan Sosial Yang Digariskan Oleh Kementerian LHK Dan
Perkembangan Capaiannya

Sumber: Kementerian LHK (2017)


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 29
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

BAB 3
GAMBARAN UMUM
PERHUTANAN SOSIAL
DI DIY

Bab 3 menjelaskan gambaran Hutan Kemasyarakatan, maka


umum Perhutanan Sosial di Daerah masyarakat mulai membentuk
Istimewa Yogyakarta (DIY). Subbab kelompok-kelompok tani hutan.
pertama mendeskripsikan lokasi Tabel 3.1 menunjukkan luas HKm
Hutan Kemasyarakatan (HKm) di DIY sebesar 1.238,15 ha. Luasan ini
DIY. Selanjutnya pada subbab kedua tergolong kecil di Indonesia karena
menjelaskan lokasi HKM di Desa hanya sekitar 0,41% dari total hutan
Hargowilis, Kokap, Kulon Progo. HKm di Indonesia yang mencapai
Pada subbab ketiga berisi deskripsi 301.548,67 ha. Meskipun tergolong
lokasi HKm di Desa Bleberan, Playen, kecil, luas HKm di DIY ternyata lebih
Gunungkidul. tinggi daripada Bali, Kalimantan
Utara, dan Maluku Utara.
3.1. LOKASI HKM DIY Di wilayah DIY, setidaknya
Hutan merupakan sumber terdapat 42 Kelompok Tani Hutan
kehidupan bagi masyarakat di Kemasyarakatan (KTHKm) yang
sekitar hutan pada umumnya. mendapat ijin definitif. Perinciannya,
Sekitar tahun 1974-1980 masyarakat ada 35 KTHKm di Gunungkidul
Provinsi DIY mulai masuk hutan, dengan komunitas BUKIT SERIBU
bukan untuk menebang kayu tetapi dan 7 KTHKm di Kulon Progo dengan
untuk menggarap lahan, yang dalam komunitas LINGKAR.
Bahasa Jawa disebut baon (Lestari,
2017). Petani menanam tanaman
jati dengan tumpangsari tanaman
semusim. Dengan berjalannya waktu,
kebijakan pengelolaan hutan lebih
memberikan akses bagi masyarakat
untuk mengelola kawasan hutan,
antara lain dengan terbitnya SK
Menteri Kehutanan dan Perkebunan
Nomor: 622/Kpts-II/1996 tentang
30 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

„Tabel 3.1. Luas dan Persentase Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
(IUPHKm), Desember Tahun 2017

Persen terhadap
No. Provinsi Luas (ha)
total
1. Aceh 18.130 6,01
2. Bali 150 0,05
3. Bengkulu 8.566 2,84
4. Jambi 6.086 2,02
5. Kalimantan Barat 12.745 4,23
6. Kalimantan Selatan 6.135 2,03
7. Kalimantan Tengah 10.031 3,33
8. Kalimantan Timur 1.990 0,66
9. Kalimantan Utara 220 0,07
10. Kep. Bangka Belitung 8.668 2,87
11. Kep. Riau 2.589 0,86
12. Lampung 109.361 36,27
13. Maluku 2.595 0,86
14. Maluku Utara 290 0,10
15. Nusa Tenggara Barat 14.453 4,79
16. Nusa Tenggara Timur 25.555 8,47
17. Riau 5.898 1,96
18. Sulawesi Barat 4.679 1,55
19. Sulawesi Selatan 17.227 5,71
20. Sulawesi Tengah 8.484 2,81
21. Sulawesi Tenggara 4.683 1,55
22. Sulawesi Utara 1.888 0,63
23. Sumatera Barat 19.001 6,30
24. Sumatera Selatan 3.909 1,30
25. Sumatera Utara 6.978 2,31
26. Yogyakarta 1.238 0,41
Total 301.549 100,00

Sumber: Kementerian LHK (2018)


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 31
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

Pasca terbitnya ijin definitif Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten


pengelolaan HKm selama 35 tahun Gunungkidul, dan Kabupaten Bantul
banyak hal yang harus diselesaikan (lihat Gambar 3.1). Pengelolaan
seperti rencana kelola, peningkatan HKm di Gunungkidul dilakukan
kapasitas lembaga, serta dengan sistem agroforestry dengan
pengembangan produk. Pengelolaan jenis tanaman pokok berupa jati.
HKm di Kabupaten Gunungkidul Sedangkan pengelolaan HKm di
khususnya di Kecamatan Playen Kuloprogo dengan terbitnya Ijin
dilakukan di hutan produksi yang Usaha Pemanfaatan HKm para
berada di Resort Pengelolaan Hutan petani merasa lebih nyaman dalam
(RPH) Menggoro, RPH Kepek, RPH mengelola hutan. Khusus untuk
Menggoran, RPH Gubuk Rupuh, dan 2 KTHKm, yaitu Taruna Tani dan
RPH Wonolegi. Terdapat 7 KTHKm Nuju Makmur, status kawasan masih
yang berada di wilayah Kecamatan tetap Hutan Produksi (HP), sehingga
Playen, yaitu: KTHKm Sedyo Rukun, tinggal melanjutkan sesuai dengan
Tani Manunggal, Sumber Wanajati I, rencana kelola yang sudah disusun.
Sumber Wanajati III, Wana Makmur, Berbeda dengan 5 KTHKm lainnya
Wana Lestari I dan Wana Lestari II. (Sido Akur, Menggerrejo, Mandiri,
Lahan HKm yang berada di RPH Rukun Makaryo, dan Suko Makmur),
Menggoro berada pada petak 95 turunnya ijin tersebut sedikit
dengan luas 17 ha, di RPH Kepek menimbulkan permasalahan yang
lokasi HKm berada di petak 94 disebabkan oleh perubahan status
dengan luas HKm 27,65 ha yang hutan, Dalam tahap ijin sementara
dikelola 2 KTHKm yaitu: Sumber masih  kawasan termaksud berstatus
Wanajati I dan Sumber Wanajati III. Kawasan Hutan Produksi (HP), dalam
HKm yang berada di RPH Menggoran status IUPHKm kemudian berubah
berada di petak 86 dengan luas 40 menjadi Kawasan Hutan Lindung
ha. Di RPH Gubuk Rubuh lokasi HKm (HL). Kondisi ini tentunya tidak
berada pada petak 73 dengan luas selaras dengan rencana kelola dan
39,4 ha dan pada petak 74 dengan jenis tanaman yang telah mereka
luas 57,4 ha. Sedangkan di RPH tanam. Meskipun demikian, ke-5
Wonolegi lokasi HKm berada pada KTHKm tersebut tetap bersemangat
petak 71 dengan luas 35 ha (BPDAS untuk melestarikan hutan, dengan
Serayu Opak Progo, 2011). harapan mereka akan mendapat
Dalam praktik, sistem pengelolaan manfaat dari kelestarian hutan
HKm tergantung potensi daerah dan tersebut (BPDAS Serayu Opak Progo,
hutan. Lokasi HKm di DIY tersebar di 2011).
32 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

„Gambar 3.1. Peta Lokasi HKm di DIY

Sumber: Kementerian LHK (2017)

Setelah berkonsultasi dengan kawasan hutan lindung tidak ada


pihak Pemerintah melalui Forum sistem bagi hasil panen kayu.
Komunikasi Kelompok Hutan Sebagai konsekuensi dari
Kemasyarakatan (FKKHKm), ke-5 IUPHKm tersebut, Pemerintah secara
KTHKm membuat  perubahan pola bertahap memberikan kompensasi
tanam kawasan hutan, dari yang berupa bantuan bibit tanaman.
semula dominan tanaman penghasil Namun sebagai kawasan yang masih
kayu, sekarang diperbanyak tanaman tandus, tentunya tidak mudah bagi
serbaguna dan buah-buahan, atau para petani untuk merawat tanaman
biasa disebut Multi Purpose Tree yang baru ditanam. Setiap musim
Species (MPTS). Hal ini dimaksudkan hujan selalu dilakukan penyulaman
agar petani bisa memanfaatkan hasil tanaman karena banyak tanaman
buah tanaman tersebut, karena di yang mati. Berbagai upaya terus
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 33
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

dilakukan agar tanaman dapat hidup adanya wisata alam ini diyakini
dan tumbuh dengan baik. Pada akhir mampu menjadi kegiatan alternatif
tahun 2008, khusus untuk Areal Kerja bagi masyarakat agar kelestarian
HKm di hutan lindung, sudah diatur hutan tetap terjaga, namun di sisi
bahwa tidak boleh ada penebangan lain secara ekonomi ada peningkatan
pohon, dan tidak ada bagi hasil kayu pendapatan, dengan tujuan
sebagaimana di hutan produksi. Hal menyejahterakan masyarakat sekitar
ini sempat membuat sedikit pesimis hutan. Perpaduan antara keelokan
para anggota KTHKm di hutan alam yang ada di wisata alam Kalibiru
lindung, karena sebetulnya salah dengan budaya lokal masyarakat,
satu yang mereka harapkan adalah baik budaya pertanian, peternakan,
bagi hasil kayu hutan, baik hasil pada maupun budaya gotong-royong,
waktu penjarangan maupun pada dan dengan didukung oleh adanya
waktu pemanenan (Lestari, 2017). beberapa jenis kesenian sebagai
Dari beberapa peluang yang atraksi budaya.
mungkin dilakukan, dengan berbagai Di DIY, luas HKm yang mencapai
pertimbangan, akhirnya usulan 1.236,8 ha dibagi dalam 42 SK yang
pemanfaatan jasa lingkungan menjadi tersebar di 2 kabupaten, yaitu:
prioritas usulan yang dilaksanakan Kabupaten Gunungkidul dan Kulon
bersama-sama. Untuk tahap awal Progo. Lokasi HKm tersebut berada
pemanfaatan jasa lingkungan adalah di Dusun Kalibiru, Desa Hargowilis,
dengan rencana pembangunan Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon
wisata alam. Pembangunan wisata Progo. HKm di sekitar Kali Biru
alam Kalibiru adalah salah satu memiliki luas 137 ha atau sekitar
kegiatan yang dikembangkan 11% dari total HKm yang ada di DIY.
oleh Komunitas Lingkar sebagai Adapun di HKm tersebut terdapat 55
solusi atas permasalahan yang keluar (KK) dan 5 SK. HKm ini juga
dihadapi masyarakat pengelola bernilai ekonomis dan memberikan
hutan, khususnya di Hutan Lindung penghasilan untuk warga. Letaknya
Kabupaten Kulon Progo. yang strategis di sekitar Kalibiru
Dengan semakin rapatnya tegakan menyuguhkan pemandangan yang
di kawasan hutan, masyarakat menarik bagi wisatawan, serta
sudah tidak bisa menikmati lagi terdapat juga kerajinan hasil hutan.
hasil tumpangsari yang semula Di Gunungkidul, HKm berada di
menjadi andalan, karena tanaman Dusun Menggoran II, Desa Bleberan,
semusim tersebut tidak bisa hidup Kecamatan Playen, Gunungkidul. Di
dan menghasilkan lagi. Dengan Desa Bleberan terdapat HKm seluas
34 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

243 ha atau hampir 20% dari HKm di satu-satunya waduk di DIY. Desa
DIY, yang diberikan kepada 638 KK Wisata Kalibiru merupakan
dengan 8 SK. HKm tersebut belum pengembangan dari wisata alam
dimanfaatkan secara maksimal Kalibiru (Desa Wisata Kalibiru, 2017).
dibandingkan yang ada di sekitar Pengembangan ini perlu dilakukan
Kalibiru. mengingat semakin banyaknya
permintaan dan tuntutan banyak
3.2. LOKASI HKm DESA pihak, khususnya para pengunjung
HARGOWILIS, KOKAP, KULON wisata alam akan kebutuhan rekreasi
PROGO yang menampilkan budaya dan
Desa Wisata Kalibiru adalah kehidupan masyarakat lokal, yang
tempat wisata yang berada di atas masih belum mampu terpenuhi dari
Waduk Sermo, yang merupakan sisi wisata alam. 
„Gambar 3.2 Lokasi HKm Kalibiru, Hargowilis, Kokap, Kulon Progo

Sumber: Kementerian LHK (2017)


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 35
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

Keberadaan Desa Wisata Kalibiru keseluruhan kira-kira 200 ha dari


tidak bisa dilepaskan dari keberadaan keseluruhan luas hutan negara 1.045
wisata alam di wilayah ini sebagai ha. Ijin Usaha Pemanfaatan HKm
cikal bakal sekaligus andalan bagi (IUPHKm) untuk jangka panjang (35
Desa Wisata Kalibiru. Keberadaan tahun) diberikan oleh pemerintah
wisata alam sendiri tidak lepas dari kepada 7 Kelompok Tani HKm sejak
proses panjang pengelolaan kawasan tahun 2007.
hutan yang ada di Kulon Progo, Berdasarkan Keputusan Menteri
yang pada akhirnya dikelola oleh Kehutanan No: SK. 437/Menhut-
masyarakat sekitar hutan dengan II/2007 tentang Penetapan Areal
nama Hutan Kemasyarakatan (HKm) Kerja Hutan Kemasyarakatan di
(lihat Gambar 3.2).  Sementara Kabupaten Kulon Progo DIY, maka
Ijin Pemanfaatan HKm juga tidak Bupati Kulon Progo mengeluarkan
bisa dilepaskan dari sejarah hutan IUPHKm kepada 7 koperasi/KTHKm
negara yang ada di wilayah ini, di Kulon Progo (lihat Tabel 3.2).
karena keberadaan hutan negara Selanjutnya mereka bersepakat
menyimpan banyak cerita yang untuk membentuk sebuah wadah
cukup mengesan, khususnya bagi yang diharapkan bisa menggantikan
penduduk di sekitarnya. peran pendamping. Wadah ini
HKm adalah skema Perhutanan kemudian diberi nama Komunitas
Sosial yang dilaksanakan di hutan Lingkar (Lingkungan Alam Lestari).
negara Kabupaten Kulon Progo, Pengurus Komunitas Lingkar terdiri
Daerah Istimewa Yogyakarta. dari perwakilan pengurus 7 KTHKm
Ijin Usaha Pemanfaatan HKm di dan orang-orang yang merasa
Kabupaten Kulon Progo dilaksanakan terpanggil untuk ikut andil dalam
di kawasan Hutan Lindung (HL) dan melestarikan lingkungan, khususnya
Hutan Produksi (HP) dengan luas hutan. 
„Tabel 3.2. Koperasi / KTHKm Penerima IUPHKm
Nama Koperasi/ Luas
No. Alamat Status Kawasan
KTHkm Lahan
1. SIDO AKUR Hargowilis, Kokap 20,6 ha Hutan Lindung
2. MENGGERREJO Hargowilis, Kokap 12,1 ha Hutan Lindung
3. MANDIRI Hargowilis, Kokap 29,7 ha Hutan Lindung
4. RUKUN MAKARYO Sendangsari, Pengasih 35,8 ha Hutan Lindung
5. SUKO MAKMUR Sendangsari, Pengasih 15,8 ha Hutan Lindung
6. TARUNA TANI Hargorejo, Kokap 43,2 ha Hutan Produksi
7. NUJU MAKMUR Hargorejo, Kokap 39,6 ha Hutan Produksi
Sumber: Vitasurya et al. (2014)
36 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

Dengan telah terbitnya Ijin tersebut, karena di kawasan hutan


Usaha Pemanfaatan HKm para lindung tidak ada sistem bagi hasil
petani merasa lebih nyaman dalam panen kayu di masa yang akan
mengelola hutan. Khusus untuk datang.
2 KTHKm (Taruna Tani dan Nuju Sebagai konsekuensi dari
Makmur), status kawasan masih IUPHKm tersebut, pemerintah secara
tetap Hutan Produksi (HP), sehingga bertahap memberikan kompensasi
tinggal melanjutkan sesuai dengan berupa bantuan bibit tanaman.
rencana kelola yang sudah disusun. Namun sebagai kawasan yang masih
Berbeda dengan 5 KTHKm tandus, tentunya tidak mudah bagi
lainnya (Sido Akur, Menggerrejo, para petani untuk merawat tanaman
Mandiri, Rukun Makaryo, dan Suko yang baru ditanam. Setiap musim
Makmur), turunnya ijin tersebut hujan selalu dilakukan penyulaman
sedikit menimbulkan permasalahan tanaman karena banyak tanaman
yang disebabkan oleh perubahan yang mati. Berbagai upaya terus
status hutan, di mana pada tahap ijin dilakukan agar tanaman dapat hidup
sementara masih  berstatus Kawasan dan tumbuh dengan baik.
Hutan Produksi (HP), sedang dalam Dalam kurun waktu beberapa
IUPHKm berubah menjadi Kawasan tahun belakangan, upaya itu mulai
Hutan Lindung (HL). Hal ini tentunya menampakkan hasil, di antaranya
tidak selaras dengan rencana kelola (Desa Wisata Kalibiru, 2017):
dan jenis tanaman yang telah mereka 1. Hutan yang semula hampir
tanam. Meskipun demikian, kelima gundul, sekarang sudah mulai
KTHKm tersebut tetap bersemangat menghijau ditumbuhi tanaman
untuk melestarikan hutan, dengan keras dan MPTS.
harapan mereka akan mendapat 2. Beberapa mata air mulai muncul,
manfaat dari kelestarian hutan sehingga kekeringan tidak lagi
tersebut. dialami oleh penduduk di sekitar
Setelah berkonsultasi dengan hutan.
pihak Pemerintah melalui FKKHKm, 3. Keawetan tanah terjaga sehingga
kelima KTHKm membuat  perubahan bisa untuk menanam Hijauan
pola tanam kawasan hutan, dari yang Makanan Ternak (HMT) dan
semula dominan tanaman penghasil tanaman pangan.
kayu, sekarang diperbanyak tanaman
serbaguna dan buah-buahan (MPTS). Khusus untuk areal kerja HKm
Hal ini dimaksudkan agar petani bisa di hutan lindung sudah diatur
memanfaatkan hasil buah tanaman bahwa tidak boleh ada penebangan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 37
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

pohon, dan tidak ada bagi hasil kayu Rencana pembangunan


sebagaimana di hutan produksi. Hal wisata alam sebagai salah satu
ini sempat membuat sedikit pesimis pengembangan HKm di hutan
para anggota KTHKm di hutan lindung tersebut, oleh Pengurus
lindung karena sebetulnya salah satu Komunitas Lingkar disampaikan
yang mereka harapkan adalah bagi kepada Pemerintah Kabupaten
hasil kayu hutan, baik hasil pada Kulon Progo. Setelah melihat
waktu penjarangan maupun pada perkembangan di lapangan, dan
waktu pemanenan. dengan mempertimbangkan
Dari beberapa peluang yang aturan yang ada, pihak Pemerintah
mungkin dilakukan, dengan ber- Kabupaten Kulon Progo akhirnya
bagai pertimbangan, akhirnya menyetujui rencana tersebut.
usulan pemanfaatan jasa lingkungan Rencana tahap awal pembangunan
menjadi prioritas usulan yang wisata alam disepakati untuk
akan dilaksanakan bersama-sama. dilaksanakan di salah satu lokasi
Untuk tahap awal pemanfaatan jasa KTHKm Mandiri, Kalibiru.
lingkungan adalah dengan rencana
pembangunan wisata alam (Wiratno,
2016).

„Gambar 3.3. Lingkungan Obyek Wisata Alam Kalibiru

Sumber: Dokumentasi Tim (2018)


38 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

3.2.1. Profil Desa Hargowilis perempuan sebanyak 3.462 orang.


Desa Hargowilis memiliki Mayoritas para penduduk menganut
luas wilayah 1.547,84 ha dengan agama Islam. Menurut jenjang
ketinggian 110-600 m di atas pendidikan tertinggi, penduduk Desa
permukaan laut (DPL) (BPS, 2016). Hargowilis paling banyak tamatan
Batas wilayah sebelah utara SLTA/sederajat dengan jumlah
adalah Desa Jatimulyo, sebelah 762 orang laki-laki dan 741 orang
timur berbatasan dengan Desa perempuan. Adapun yang tidak
Sendangsari, sebelah selatan pernah sekolah sebanyak 377 orang
berbatasan dengan Desa Hargorejo laki-laki dan 368 orang perempuan.
dan batas sebelah barat adalah Mata pencaharian penduduk
Desa Hargotirto. Pada awalnya Desa mayoritas ibu rumah tangga
Hargowilis terdiri dari 2 kelurahan, sebanyak 1.790 orang dari 6.808
yaitu Kelurahan Girisremo dan orang total penduduk Desa
Kelurahan Kalibiru. Kedua kelurahan Hargowilis. Urutan kedua banyak
tersebut digabung menjadi satu penduduk yang belum/tidak bekerja
dengan nama Hargowilis. Kata Hargo (penggangguran) sebanyak 1153
diambil dari kata Giri yang artinya orang dari 6.808 total penduduk,
Gumung dan kata WILIS diambil dan penduduk yang masih sekolah
dari kata Biru yang artinya Hijau ada sebanyak 1152 orang dari 6.808
sehingga Hargowilis berarti Gumung orang total penduduk. Pada urutan
(pegunungan yang hijau). ketiga, penduduk yang bekerja
Tata guna lahan jenis tanah sebagai buruh migran dalam negeri
sawah di Desa Hargowilis seluas 0 723 orang dan petani bukan penderes
ha, tanah kering seluas 194,22 ha, 519 orang sedangkan sisanya
tanah perkebunan ada seluas 389 bermata pencaharian peternak/
ha, fasilitas umum ada seluas 0,75 perikanan, perdagangan, industri
ha, perkarangan/bangunan seluas kecil dan kerajinan, dan sektor jasa
110,73 ha, tanah hutan seluas 398 lainnya (Desa Wisata Kalibiru, 2017).
ha, dan lainnya. Tanah hutan terdiri Sumber energi listrik sudah
dari hutan rakyat seluas 182 ha dan banyak digunakan rumah penduduk
hutan negara seluas 216 ha. untuk aktivitas kebutuhan sehari-
Menurut Pemerintah Desa hari, ada 1474 rumah berlangganan
Hargowilis (2017), jumlah penduduk listrik dan yang belum pasang listrik
Desa Hargowilis tahun 2017 ada 65 rumah. Meskipun demikian,
sebanyak 6.808 orang, yang mana masih ada pula rumah tangga yang
laki-laki sebanyak 3.344 orang dan menggunakan LPG sebanyak 605
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 39
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

rumah dan pengguna bahan bakar Hargowilis. Panorama waduk dan


ada 934 rumah tangga (Desa Wisata perbukitan Menoreh yang dapat
Kalibiru, 2017). dinikmati dari atas bukit Kalibiru
Desa Hargowilis memiliki sarana membuka peluang yang besar untuk
prasarana wilayah dan perumahan daya tarik wisata alam bagi para
yang menunjang aktivitas ekonomi turis. Salah satu wisata yang dikelola
berjalan setiap hari. Ada 26 masyarakat kelompok tani yaitu
bangunan sarana pendidikan, ada Wisata Alam Kalibiru. Wisata Kalibiru
34 sarana peribadatan terutama yang diawali dari wisata sejarah atas
masjid dan mushola, dan ada 22 asal usul dusun tersebut diberi nama
sarana kesehatan termasuk dokter Kalibiru hingga sampai terwujud
dan puskesmas. Sarana hiburan dan wisata alam. Di samping daya tarik
pariwisata sebanyak 38 yang terdiri wisata alam yang menarik, peluang
dari 4 sarana wisata alam, 1 sarana kesempatan kerja pun terbuka untuk
wisata danau/waduk, 7 sarana wisma/ sebagian masyarakat Dusun Kalibiru.
penginapan, 23 sarana homestay, Perkembangan jumlah pengunjung
dan ada 3 sarana dermaga wisata. Wisata Alam Kalibiru per bulan
Kebutuhan sarana air bersih untuk meningkat sejak dibuka pada tahun
sumur gali ada 60 sarana, ada 47 2010-2016 (lihat Gambar 3.4).
umbul/mata air, ada 23 penampung
air hujan (PAH), ada 11 embung, ada „Gambar 3.4. Jumlah Pengunjung Wisata
Alam Kalibiru Per Bulan
1 bendungan/waduk, ada 2 tangki
air bersih, dan ada 1 hidran umum
(Pemerintah Desa Hargowilis, 2017).
Hampir semua sarana air bersih
dapat dinikmati para penduduk, ada
1074 rumah pelanggan PAM dan
465 rumah pengguna air selain PAM
sedangkan rumah tangga yang masih
kesulitan air pada musim kering ada
93 rumah.
Sumber: Pengelola Wisata Kalibiru (2018)

3.2.2. Daya Tarik Wisata Kalibiru Gambar 3.5 menunjukkan


di Desa Hargowilis wisatawan domestik masih
Luas lahan yang sebagian besar mendominasi pengunjung wisata
berupa hutan lindung, memberikan alam Kalibiru. Tahun 2015,
suasana alam yang menarik di Desa wisatawan domestik sebanyak
40 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

25.700 yang sedikit meningkat berwisata di Kalibiru rata-rata


menjadi 27.829 pada tahun 2017. jumlah pengunjung wisata per bulan
Wisatawan mancanegara hanya mencapai 36.182 orang wisatawan
berkisar antara 190 hingga 1.682 pada tahun 2016, baik itu wisata
selama 2015 hingga Januari 2018. domestik maupun mancanegara.
Seiring berkembangnya wisata
„Gambar 3.5. Rata-rata Jumlah disekitar Kalibiru pada tahun 2016
Pengunjung Wisata Alam Kalibiru Per
Bulan
membuat jumlah wisata yang
berkunjung ke Wisata Alam Kalibiru
menurun. Beberapa tempat wisata di
sekitar Kalibiru menawarkan fasilitas
wisata yang hampir sama, tetapi
pengelola wisata menyatakan bahwa
untuk mencapai target wisata tahun
2018 akan dilakukan pengembangan
jasa wisata.

Sumber: Pengelola Wisata Kalibiru (2018) 3.3. LOKASI HKm DESA


BLEBERAN, PLAYEN,
Wisata alam Kalibiru terbentuk GUNUNGKIDUL
dari adanya program jasa lingkungan Desa Bleberan merupakan
yang mengajak kelompok tani untuk salah satu dari 13 Desa di wilayah
berkontribusi dalam pengelolaannya. Kecamatan Playen Kabupaten
Dampak yang diharapkan dari wisata Gunungkidul yang berada di sektor
ini adalah terbukanya lapangan kerja barat (lihat Gambar 3.6). Secara
bagi masyarakat Kalibiru, sebagai keseluruhan, wilayah Desa Bleberan
wujud dari program perhutanan merupakan daerah datar dapat
sosial dalam menjaga kehidupan dijumpai di tujuh dusun dan 10
masyarakat dan kelestarian hutan. persen tanah berbukit yang terdapat
Selain daya tarik wisata alam di tiga dusun.
dan panorama antara hutan dan
Waduk Sermo, fasilitas wisata yang
ditawarkan meliputi: spot foto, joglo
wisata alam Kalibiru, gardu pandang,
gazebo, flying fox, jalur tracking,
homestay, camping ground, dan
fasilitas outbond. Tingginya minta
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 41
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

„Gambar 3.6. Lokasi HKm Desa Bleberan, Playen, Gununghkidul

Sumber: Kementerian LHK (2017)


Jenis tanah pertaniannya beragam wilayah desa bagian tengah ke timur
yang didominasi oleh tanah margalit seperti Dusun Peron, Tanjung I,
(Desa Bleberan, 2016). Setiap musim Tanjung II, Bleberan, Sawahan, dan
kemarau lapisan tanah mengalami Srikoyo. Sedang di wilayah bagian
retak-retak atau lebih dikenal tengah sebelah utara tanahnya
“telo“ lebar. Panjang “telo” tersebut berkapur. Untuk wilyah barat seperti
besarnya berkorelasi negatif dengan Dusun Menggoran I, Menggoran II,
tingkat kelembaban dan kandungan dan Ngrancang cenderung bertanah
bahan organik yang terdapat di merah.
42 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

„Gambar 3.7. Foto Tim Kajian di Desa Bleberan

Sumber: Dokumentasi Tim (2018)

Perekonomian Desa Bleberan mendukung swasembada pangan.


sebagian besar ditopang oleh Pengelolaan dengan mendukung
aktivitas pertanian, disusul sektor sektor pertanian antara lain bertujuan
peternakan dan pariwisata. Dua sisi meningkatkan komoditas jagung,
Desa Bleberan berbatasan langsung kedelai, padi, ketela serta holtikultura
dengan wilayah kehutanan telah seperti cabe, kacang panjang, ketimun
mendorong terjalinnya kerjasama dan terong.
dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Semenjak Desa Bleberan diresmi-
Gunungkidul dan Provinsi DIY untuk kan menjadi desa wisata pada
Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan tahun 2010 (Yuwono, 2017). Jumlah
(HKm). Kelompok HKM di Dusun kunjungan wisatawan ke kawasan
Menggoran 2, Desa Bleberan adalah ini terus meningkat dari tahun ke
“Tani Manunggal”. tahun. Bahkan pada tahun 2015,
Kerja sama yang sifatnya nonformal jumlah wisatawan mencapai 140.315
berupa Pengelolaan Hutan Bersama pengunjung. Jumlah wisatawan
Masyarakat cukup mendongkrak yang selalu naik ini memberikan
pendapatan masyarakat dalam kontribusi terhadap kehidupan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 43
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

ekonomi masyarakat di Desa Wisata dan sebelah timur berbatasan dengan


Bleberan. Kegiatan wisata di Desa Desa Dengok dan Desa Plembutan.
Wisata Bleberan memberikan Secara geografis, letak Desa Bleberan
peranan penting terhadap berada pada ketinggian 188,20 m di
peningkatan ekonomi masyarakat, atas permukaan laut.
baik secara langsung maupun Desa Bleberan menjadi salah satu
tidak langsung. Peranan tersebut dari 13 desa di wilayah Kecamatan
antara lain, membuka kesempatan Playen Kabupaten Gunungkidul
kerja, mendorong seseorang yang berada di sektor barat, dengan
untuk berwirausaha, menambah jarak dari ibukota Kecamatan Playen
pendapatan masyarakat, serta adalah 4 km sedangkan jarak dengan
dibangunnya fasilitas infrastruktur ibukota kabupaten adalah 10 km
yang lebih baik di kawasan Desa dan jarak dengan ibukota provinsi
Wisata Bleberan. adalah 40 km. Desa Bleberan 90%
Desa Bleberan di Playen, merupakan daerah datar dan 10%
Gunungkidul, menjadi salah satu tanah berbukit yang terdapat di tiga
wisata terbaik pilihan Kementerian padukuhan (Padukuhan Menggoran
Desa Tertinggal dan Transmigrasi I, Menggoran II, dan Ngrancang). Desa
(Hadi, 2017). Salah satu pertimbangan ini dikelilingi wilayah kehutanan
Kemendes PDT memilih Desa Wisata yang memiliki luasan 1.626 ha yang
Bleberan, karena di desa ini terdapat terdiri dari hutan kayu putih 475 ha
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan hutan kayu jati 250 ha (Pemdes
yang mampu memanfaatkan Bleberan, 2016). Tidak hanya sektor
teknologi pengelolaan air bersih. pertanian dari kehutanan, sektor
Keberadaan BUMDes juga mampu perikanan pun menggeliat dengan
meningkatkan ekonomi masyarakat, kegiatan sampingan program
dan menyumbang Pendapatan Asli mina politan di Kecamatan Playen.
Daerah (PAD) Gunungkidul. Produksi perikanan dikelola dengan
produksi lele, nila dan gurameh.
3.3.1. Profil Desa Bleberan Budidaya lele dilakukan pada lahan
Batas wilayah Desa Bleberan kering dengan sistem terpal.
meliputi: sebelah utara berbatasan Jumlah penduduk pada tahun
dengan Desa Getas dan Desa Dengok, 2016 (Pemdes Bleberan, 2016)
sebelah barat berbatasan dengan Desa sebanyak 5.341 orang dengan
Banyusoco dan wilayah kehutanan, bermacam-macam jenis pekerjaan.
sebelah selatan berbatasan dengan Pekerjaan yang paling banyak adalah
wilayah Kehutanan RPH Karang Mojo, jenis kelompok petani/perkebunan
44 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

„Gambar 3.8 Goa Rancang Kencono

Sumber: Desa Wisata Bleberan(2015a)

yang besarnya 2.092 orang pada orang (Pemdes Bleberan, 2016).


tahun 2016. Tingkat pendidikan rata-
rata lulusan SD sebesar 1.312 orang, 3.3.2. Daya Tarik Wisata di Desa
bahkan ada kelompok tidak/belum Bleberan
sekolah mencapai 1.185 orang. Di desa Bleberan terdapat 2 obyek
Mayoritas penduduk memeluk wisata yang cukup dikenal yaitu Goa
agama Islam, banyak sarana ibadah Rancang Kencono dan Air Terjun
masjid dan langgar yang terbangun Sri Gethuk. Kedua tujuan wisata
tetapi hanya ada 1 unit gereja di Desa tersebut berada di sekitar wilayah
Bleberan. HKm. Berikut deskripsi singkat dari
Sarana kesehatan di Desa kedua obyek wisata tersebut.
Bleberan sudah ada Puskesmas II
Playen yang memberikan pelayanan 1. Goa Rancang Kencono
kesehatan, tetapi belum dapat Goa Rancang Kencono merupakan
memberikan layanan rawat inap. goa purba yang terletak di Padukuhan
Rata-rata kesehatan masyarakat Menggoran, Desa Bleberan, Kecamatan
cenderung meningkat karena Playen, Kabupaten Gunungkidul,
sebagian besar masyarakat sudah Daerah Istimewa Yogyakarta. Goa
memiliki kesadaran akan perilaku ini dulu digunakan untuk menyusun
hidup bersih dan sehat (PHBS). strategi perang antara laskar Mataram
Sebagian besar masyarakat Desa dengan penjajah Belanda pada
Bleberan menggunakan sarana tahun 1720-an. Bahkan menurut
air bersih PAM Desa dan juga buku mozaik pusaka budaya, tempat
sebagian kecil menggunakan sumur. ini dulunya juga sebagai tempat
Pengelolaan PAM Desa dikelola pertemuan Pangeran Diponegoro
dengan BUMDes “SEJAHTERA” dengan Sentot Prawirodirdjo serta
dengan pengurus 6 orang, badan petinggi Kerajaan Mataram pada masa
pengawas 5 orang dan karyawan 9 itu (lihat Gambar 3.8).
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 45
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

Kyai Soreng Pati dan Kyai Putut tersebut pada tanggal 3 Juli 2010
Linggo Bowo gua tersebut diberi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul
nama Goa Rancang Kencono karena dan masyarakat mengenalkan Desa
tempat tersebut digunakan untuk Bleberan sebagai Desa Wisata.
merencanakan sebuah kegiatan
kabajikan/mulia (emas) (Desa Wisata 2. Pesona Air Terjun Sri Gethuk
Bleberan, 2015a). Di dalam gua Kabupaten Gunung Kidul yang
ada sebuah ruangan gelap untuk terkenal dengan “kekeringannya”
bersemedi. Untuk  masuk ke ruang ini ternyata menyimpan sejuta
tersebut melalui lorong sangat sempit keindahan. Sri Gethuk, air terjun
hanya bisa dimasuki satu badan dan dengn tinggi sekitar 50 meter yang
harus merunduk/jongkok sepanjang terletak di Dusun Menggoran,
sekitar dua meter. Dengan adanya Desa Bleberan, Kecamatan Playen,
beberapa lokasi wisata yang memiliki Gunung Kidul, atau sekitar 40 km
nilai sejarah cukup tinggi serta dari Yogyakarta (lihat Gambar 3.9). 
nuansa goa yang alami dan menarik

„Gambar 3.9 Air Terjun Sri Gethuk

Sumber: Desa Wisata Bleberan (2015b)


46 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

Meski tak setinggi dan tersebut akan menghilang. Makanya


terkenal seperti Grojogan Sewu masyarakat menyebut Sri Gethuk
di Tawangmangu, Sri Gethuk sebagai air terjun Slompret. Warga
menawarkan panorama yang tak percaya, gamelan itu dibunyikan
kalah indah.  Anda bisa mencapai oleh para jin yang suka kesenian dan
Sri Gethuk dari jalan utama Jogja- milik dari Angga Mandura, nama
Wonosari dengan jarak sekitar 10 dari raja jin Slempret. Sedangkan
km, yang dihiasi dengan jalanan untuk nama Sri Gethuk diambil
batu putih (yang memacu adrenalin) dari nama instrumen gamelan yang
sepanjang sekitar 3 km yang dipergunakan Jin Angga Mandura
hanya bisa dilalui oleh maksimal yakni Kethuk.
satu kendaraan.  Lokasinya yang Perkembangan total kunjungan
cukup ekstrim membuat tidak ada wisatawan dan rata-rata kunjugan
angkutan umum yang beroperasi di wisatawan per bulan di Air Terjun Sri
daerah tersebut. Jalan satu-satunya Gethuk dan Goa Rancang Kencono
adalah hanya dengan menggunakan (lihat Gambar 3.10). Total kunjungan
kendaraan pribadi. wisatawan paling tinggi mencapai
Mengingat potensinya yang luar 140.315 orang wisatawan pada tahun
biasa, Sri Gethuk akan dikembangkan 2015 dengan rata-rata per bulan
sebagai tempat wisata terpadu yang sebesar 11.693 orang wisatawan.
meliputi Goa Rancang Kencana,
Air Terjun Sri Gethuk, bumi
perkemahan, situs purbakala, dan
pemacingan dalam satu area di
Dusun Menggoran, Desa Bleberan,
Kecamatan Playen, Gunung Kidul.
Sri Gethuk juga menyimpan kisah
mistis hingga masyarakat setempat
menyebutnya slempret, yang
berasal dari kata slompret (Desa
Wisata Bleberan, 2015b). Konon,
keberadaan air terjun Sri Gethuk
merupakan lokasi pasar jin. Di
malam-malam tertentu, masyarakat
sering mendengar bunyi-bunyian
seperti slompret dari arah air terjun
itu. Tapi jika suara itu didekati, suara
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 47
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

„Gambar 3.10. Total Kunjungan Wisatawan dan Rata-rata Kunjungan Wisatawan Per
Bulan

Sumber: Pengelola Wisata Sri Gethuk dan Goa Rancang Kencono (2018)

Peningkatan wisata ini diminati sebagai daya tarik meliputi: paket


karena keunggulan wisata air terjun wisata, outing/meeting, tracking & body
dan goa yang memiliki nilai sejarah rafting, paket wisata budaya, outbond
purbakala di tanah Jawa. Wisata Air team building, paket outbond, education
Terjun Sri Gethuk menjadi daya tarik & tour for kid, paket tour & training. dan
wisata karena pesona alam tebing homestay. Tentunya paket wisata ini
dan sumber mata air yang mengalir telah dilengkapi dengan pemandu,
di aliran sungai membuat wisatawan asuransi jasa rahaja, susur sungai
tertarik untuk bermain tubing dan dengan perahu, dan makan.
berenang, dan tidak lupa untuk Namun, seiring perkembangan
berfoto mengabadikan kenangan di wisata yang dikelola maju pesat,
bawah Air Terjun Sri Gethuk. Tebing Air Terjun Sri Gethuk dan Goa
yang dialiri air merupakan batuan Rancang Kencono terjadi penurunan
karst yang terbentuk secara alami kunjungan wisatawan pada tahun
sehingga lekukan batu membuat 2016 dan 2017 (lihat Gambar 3.11)
keindahan untuk diabadikan dalam karena adanya bencana banjir pada
foto. Fasilitas yang ditawarkan tahun 2016 membuat peralatan
48 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI DIY

seperti perahu untuk susur, terjangan banjir. Wisatawan domestik


pelampung, dan perlengkapan dan wisatawan mancanegara
wisata yang lain ikut hanyut terbawa menurun hingga 112.260 orang (lihat
Gambar 3.10).

„Gambar 3.11. Kunjungan Wisatawan Domestik dan Wisatawan Mancanegara

Sumber: Pengelola Wisata Sri Gethuk dan Goa Rancang Kencono (2018)

Meskipun demikian, wisatawan Malaysia, Cina, Taiwan, dan


mancanegara ada peningkatan sebagainya. Pengelolaan wisata
dari tahun 2016 ke tahun di Air Terjun dan Goa Rancang
2017 yaitu 492 orang menjadi Kencono lebih menekankan pada
1.051 orang. Asal wisatawan pengembangan wisata alam dan
beragam negara, seperti wisata budaya.
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 49
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI LAMPUNG

BAB 4
GAMBARAN UMUM
PERHUTANAN SOSIAL
DI LAMPUNG

Dalam bab ini akan dijelaskan perambahan lahan hutan semakin


gambaran umum perhutanan luas. Oleh karena itu, pada tahun
sosial di Lampung. Subbab pertama 1983-1994, seluruh masyarakat yang
mendeskripsikan perhutanan tinggal di sekitar hutan direlokasi
sosial Lampung, khususnya Hutan oleh pemerintah. Tanaman kopi
Kemasyarakatan (HKm). Salah satu beserta cengkeh mereka yang sudah
HKm terluas di Lampung terdapat di memasuki masa panen disita oleh
Kabupaten Tanggamus. Oleh karena pemerintah.
itu, subbab kedua berisi tentang Skema perhutanan sosial hadir
HKm Tanggamus. Selanjutnya pada sebagai resolusi konflik lahan antara
subbab ketiga berisi deskripsi lokasi pemerintah dan masyarakat sekitar
dua HKm yang ada di Tanggamus, hutan. Perhutanan sosial merupakan
yaitu: HKm Beringin Jaya dan HKm program pemerintah yang memberi
Sinar Mulya. ruang bagi masyarakat sekitar hutan
untuk dapat memasuki kawasan
4.1. PERHUTANAN SOSIAL hutan secara legal dan mengelola
LAMPUNG hutan tersebut. Adapun bentuk dari
Masyarakat di sekitar hutan program perhutanan sosial, antara
khususnya Lampung memiliki lain: Hutan Kemasyarakatan (HKm),
ketergantungan yang sangat tinggi Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan
atas keberadaan hutan. Sebagian Desa (HD) dan Kemitraan.
besar masyarakat sekitar hutan Keempat program dari skema
menjadikan hutan sebagai sumber perhutanan sosial tersebut terdapat
mata pencarian mereka dengan di Lampung. Lampung memiliki
membuka lahan hutan untuk HKm seluas 109.360,7 ha dengan 134
bercocok tanam. Pembukaan lahan SK yang tersebar di 10 kabupaten/
hutan sudah dimulai sejak tahun kota. Ketentuan dari program HKm
1950 dan dibuka kembali oleh tersebut diatur dalam P.37/Menhut-
masyarakat transmigran pada tahun II/2007 dan P.88/Menhut-II/2014.
1960-1972 yang mengakibatkan Selain HKm, di Lampung juga terdapat
50 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI LAMPUNG

Hutan Desa (HD) seluas 2.015 ha, yaikni hampir 58.347,07 ha atau
Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas hampir 50% dari luas HKm Lampung
20.159 ha, dan Kemitraan Kehutanan dengan 41 Surat Keputusan (SK).
seluas 40.256 ha. Program-program Kemudian, diikuti oleh Kabupaten
tersebut berada dalam wilayah kerja Lampung Barat yang memiliki HKm
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung seluas 26.133 ha dengan 48 SK. Hal
(KPHL), Kesatuan Pengelolaan Hutan yang menarik adalah terdapat HKm
Produksi (KPHP) dan Kesatuan di ibukota Provinsi Lampung yaitu di
Pengelolaan Hutan Konservasi Kota Bandar Lampung. Adapun luas
(KPHK) sebagai pengelola hutan di dari HKm tersebut adalah 499,56 ha
tingkat tapak. dengan 1 SK dan merupakan wilayah
Salah satu HKm terluas di Lampung dengan HKm terkecil di Lampung.
terdapat di Kabupaten Tanggamus

„Gambar 4.1. Peta Perhutanan Sosial di Lampung

Sumber: Kementerian LHK (2017)


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 51
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI LAMPUNG

4.2. HUTAN KEMASYARAKATAN dua Blok Pengelolaan, yaitu Blok


(HKm) TANGGAMUS Inti dan Blok Pemanfaatan. Seluruh
Secara administrasi, luas HKm di Blok terbagi kedalam 217 petak yang
Kabupaten Tanggamus mencapai terdiri atas 55 petak Inti dan 162
hampir 58.347,07 ha berada dalam petak Pemanfaatan.
Kawasan Hutan Lindung (KHL) Seluruh areal KPHL Kota
(Korut, 2017). HKm tersebut terbagi Agung Utara dibagi menjadi 7
ke dalam 8 register, yaitu Reg. 21, Resort Pengelolaan Hutan (RPH).
Reg. 25 Pematang Tanggang, Reg. Pembagian RPH di KPHL Kota Agung
26 Serkung Piji, Reg. 27 Pematang Utara didasarkan pada areal Sub DAS
Sulah, Reg. 28 Pematang Neba, dan rentang kendali pengelolaan.
Register 30 Gunung Tanggamus, Reg. Areal Sub DAS yang masih luas dibagi
32 Bukit Rindingan, dan Register 39 kedalam dua RPH. Distribusi Blok
Kota Agung Utara. Areal KPHL Kota dan Petak pada masing-masing RPH
Agung Utara terbagi lagi menjadi di KPHL Kota Agung Utara disajikan
pada Tabel 4.1.

„TabeL 4.1. Distribusi Blok dan Petak pada areal KPHL Kotaagung Utara

Blok Inti Blok Pemanfaatan


Luas
No. RPH Petak
Jumlah Luas Jumlah Luas (ha)
Petak (ha) Petak (ha)
1. Kotaagung 15 3.603,57 7 1.619,12 22 5.222,69
2. Kotaagung 3 697,16 24 6.800,80 27 7.497,96
Barat
3. Way Belu 5 1.632,55 20 5.148,54 22 6.781,09
4. Wonosobo 12 3.555,70 15 3.962,26 36 7.517,96
5. Way 20 4.813,77 38 8.445,06 25 13.258,83
Semuong
6. Semaka Hulu - - 36 9.635,68 58 9.635,68
7. Semaka Hilir - - 22 6.105,79 27 6.105,79
Jumlah 55 14.302,744 162 41.717,25 217 56.020,00
Keterangan:
Jumlah petak dan luas RPH Way Semuong jauh lebih besar dibanding yang lain. Hal
ini didasarkan pada pertimbngan bahwa sebagian besar wilayahnya merupakan areal
Kontrak Karya PT. Natarang Mining.

Sumber: KPHL Kota Agung Utara (2014)


52 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI LAMPUNG

Berdasarkan administrasi 4.2 menyajikan nama gapoktan/KTH,


pemerintahan, wilayah HKm yang kawasan hutan lindung, luas areal, dan
terbagi atas 8 register tersebut jumlah anggota untuk tiap Gapoktan/
tercakup dalam 56 Pekon/Desa di KTH di Kabupaten Tanggamus.
16 Kecamatan. Kecamatan tersebut
meliputi Kelumbayan Barat, Bulok, 4.3. LOKASI HKm BERINGIN JAYA
Cukuh Balak, Limau, Pugung, Gisting, DAN HKm SINAR MULYA
Kota Agung, Sumberejo dan Pulau HKm di Lampung yang
Panggung, Air Naningan, Talang memperoleh ijin IUPHHKM di tahun
Padang, Bandar Negri Semong, Ulu 2014, dua di antaranya adalah HKm
Belu, Wonosobo, Semaka, Kotaagung Beringin Jaya dan HKm Sinar Mulya.
Barat, dan Pardasuka. HKm Beringin Jaya memperoleh ijin
Kabupaten Tanggamus memiliki berdasarkan SK Menteri Kehutanan
41 HKm. HKm tersebut terbagi atas (Menhut) No. 886/Menhut-II/2013
3 wilayah kelola, yaitu wilayah kelola pada 11 Desemeber 2013 dan SK
KPHL Kota Agung Utara, KPHL Bupati No.B.465/34/II/2014 pada
Batu Tegi dan wilayah kelola KPHL 30-12-2014. HKm Beringin Jaya
Pematang Neba. KPHL Pematang masuk dalam wilayah Pekon/Desa
Neba mengelola 12 HKm, KPHL Talang Beringin, Kecamatan Pulau
Batu Tegi mengelola 12 HKm dn Panggung Reg. 30 dengan luas lahan
KPHL Kota Agung Utara mengelola HKm 871 ha. HKm tersebut terdiri
12 HKm. Sementara 5 HKm lainnya atas 8 kelompok yaitu kelompok
masuk ke dalam dua wilayah kelola, Lestari Jaya 1, Lestari Jaya 2, Lestari
yaitu KPHL Kota Agung Utara dan Jaya 3, Lestari Jaya 4, Lestari Jaya
KPHL Batu Tegi. HKm tersebut yaitu 5, Lestari Jaya 6, Lestari Jaya 7 dan
Patria Panca Marga (Kppm), Tani Lestari Jaya 8 dengan jumlah anggota
Harapan Sentosa, Bun Margo Rukun, kelompok 446 orang.
Karya Tani Mandiri dan HKm Bakti Sementara itu, HKm Sinar Mulya
Mandiri. SK HKm beserta Ijin Usaha memperoleh ijin berdasarkan SK
Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan Menhut No.80/Menhut-II/2014 pada
(IUPHKM) di Kabupaten Tanggamus 22 Januari 2014 dan SK Bupati
diberikan ke 41 HKm dalam waktu No.B.461/34/II/2014 pada 30-12-
yang berbeda-beda. Ada 4 HKm yang 2014. HKm Sinar Mulya masuk dalam
telah memperoleh IUPHKM di tahun wilayah Pekon/Desa Sukamaju Kec.
2007. Setelah itu di tahun 2009 ada Ulu Belu Reg. 39 dengan luas lahan
9 Hkm, di tahun 2014 ada 18 Hkm 917 ha. HKm tersebut terdiri atas
dan di tahun 2017 ada 10 HKm. Tabel 5 kelompok tani yaitu kelompok
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 53
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI LAMPUNG

Ndelong Utara, Ndelong Selatan, dan gapoktan Beringin Jaya yang


Ndelong Tengah, Lungur Buntung berada di Register 39 Kota Agung
dan Pondok Rejo dengan jumlah Utara dan Regisiter 30 Gunung
anggota kelompok 263 orang. Letak Tanggamus dapat dilihat melalui
wilayah kerja Gapoktan Sinar Mulya Gambar 4.2 dan 4.3 di bawah ini.

„Gambar 4.2. Peta Lokasi HKm Beringin Jaya

Sumber: KORUT (2014)


54 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI LAMPUNG

„Tabel 4.2. Gapoktan, Kawasan, Luas Areal, dan Jumlah Anggota di HKm Tanggamus

Luas Areal Jumlah


No. Gapoktan/KTH Kawasan Hutan Lindung
Kelola (ha) Anggota
1. Kelumbayan Maju Reg. 25 Pematang Tanggang 1.910,00 902
2. Lestari Jaya Reg. 26 Serkung Piji 655,00 557
3. Tunas Muda Reg. 27 Pematang Sulah 673,00 254
4. Karya Mandiri Reg. 27 Pematang sulah 414,95 341
5. Gunung Jaya Lestari Reg. 27 Pematang sulah 1.166,01 669
6. Citra Lestari Reg. 27 Pematang sulah 1.218,76 976
7. Kuyung Jaya Reg. 27 Pematang sulah 1.514,00 1.036
8. Sedia Maju Reg. 28 Pematang Neba 475,71 251
9. Maju Jaya Reg. 28 Pematang Neba 887,00 265
10. Mandiri Jaya Reg. 28 Pematang Neba 883,48 644
11. Wirakarya Sejahtera Reg. 28 Pematang Neba 4.305,00 904
12. Karya Tani Sejahtera Reg. 28 Pematang Neba 3.382,00 991
13. Bakti Makmur Reg. 30 Gunung Tanggamus 856,60 565
14. Beringin Jaya Reg. 30 Gunung Tanggamus 871,00 851
15. Sidodadi Reg. 32 Bukit Rindingan 2.306,00 390
16. Hijau Makmur Reg. 32 Bukit Rindingan 1.190,00 434
17. Sinar Harapan Reg. 32 Bukit Rindingan 4.834,00 467
18. Sinar Baru Reg. 32 Bukit Rindingan 1.244,89 485
19. Mahardika Reg. 32 Bukit Rindingan 2.340,00 1.141
20. Hutan Lestari Reg. 39 Kotaagung Utara 382,00 171
21. Sinar Mulya Reg. 39 Kotaagung Utara 917,00 263
22. Pala Makmur Reg. 39 Kotaagung Utara 368,28 303
23. Bakti Mandiri Reg. 39 Kotaagung Utara 473,00 421
24. Tribuana Reg. 39 Kotaagung Utara 678,37 500
25. Tunas jaya Reg. 39 Kotaagung Utara 1.388,00 584
26. Wana Jaya Reg. 39 Kotaagung Utara 1.507,00 801
27. Tulung Agung Reg. 39 Kotaagung Utara 926,00 844
28. Mulya Agung Reg. 39 Kotaagung Utara 1.450,00 961
29. Wana Binangkit Reg. 30 Gunung Tanggamus 289,18 217
30. Koptan Sumber Rezeki Reg. 30 Gunung Tanggamus 499,56 275
31. Wana Arba Lestari Reg. 32 Bukit Rindingan 2.000,00 1.017
32. Mandiri Lestari Reg. 39 Kotaagung Utara 1.401,80 181
33. Koptan Harapan Sentosa Reg. 39 Kotaagung Utara 300,00 273
34. Bina Wana Jaya 2 Reg. 39 Kotaagung Utara 1.044,80 281
35. Bina Wana Jaya 1 Reg. 39 Kotaagung Utara 1.592,40 360
36. Wana Tani Lestari Reg. 39 Kotaagung Utara 3.091,00 483
37. Karya Bakti Reg. 39 Kotaagung Utara 1.896,40 606
38. Margo Rukun Reg. 39 Kotaagung Utara & 32 Bukit Rindingan 1.428,70 282
39. Koperasi Patria Panca Marga Reg. 39 Kotaagung Utara & 32 Bukit Rindingan 593,58 304
40. Karya Tani Mandiri Reg. 39 Kotaagung Utara & 32 Bukit Rindingan 1.977,60 653
41. Tunas Mekar Reg. 21 1.015,00 604

  Total   58.347,07 23.453

Sumber: KORUT (2017)


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 55
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI LAMPUNG

„Gambar 4.3. Peta Lokasi HKm Sinar Mulya

Sumber: KORUT (2014)

Anggota Gapoktan Beringin Jaya Mulya memiliki anggota sebanyak


sebagian besar terletak di Pekon 701 KK. Seluruh anggota dari
Sumberejo, Kabupaten Tanggamus kedua Gapoktan tersebut mayoritas
dengan jumlah anggota 571 KK, merupakan petani perkebunan
sedangkan anggota Gapoktan Sinar yang secara turun menurun telah
Mulya sebagian besar berada pada menanam kopi sebagai tanaman
wilayah Pekon Sukamaju Kecamatan budidaya di lahan HKmnya (lihat
Ulu belu. Saat ini Gapoktan Sinar Gambar 3.1).
56 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI LAMPUNG

„Gambar 4.4 Lahan HKm di Beringin Jaya Sumber: Dokumentasi Tim (2018)

SK HKm yang diperoleh HKm di HKm Beringin Jaya. Setelah


Beringin Jaya dan Sinar Mulya ijin IUPHKM terbit mereka mulai
melalui proses yang sangat panjang. memperbaiki pola tanamnya dengan
Hal tersebut sejalan dengan praktik menerapkan sistem agroforestri
pengelolaan hutan yang telah yang mengkombinasikan jenis
dilakukan sejak lama oleh petani. tanaman kayu kayuan, Multi Purpose
Petani hutan dulunya menggarap Tree Species (MPTS), perkebunan dan
lahan kelola tanpa ada ijin dari tanaman agrikultur. Jenis tanaman
pemerintah sehingga mereka kayu-kayuan yang ada antara lain
dikatakan ilegal. Sebelum adanya mindri, medang, mahoni, randu,
ijin HKm Kawasan Hutan Lindung rimau, dadap, cempaka. Sementara
Tanggamus dikelola oleh petani jenis tanaman MPTS berupa durian,
dengan cara berkebun dan bertani. randu, cengkeh, petai, jengkol,
Tanaman utama yang mendominasi alpukat, nangka, mangga, pinang dan
lahan hutan adalah kopi di HKm aren. Tanaman perkebunan yang ada
Sinar Mulya dan sayur-sayuran berupa tanaman kopi, coklat, lada,
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 57
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI LAMPUNG

dan pala. Selanjutnya untuk jenis dan lain-lain yang bersifat tanaman
tanaman agrikultur (sayur-sayuran) sela dengan jumlah relatif kecil.
berupa jahe, cabe, kacang-kacangan

„Gambar 4.5. Lahan HKm di Sinar Mulya

Sumber: Dokumentasi Tim (2018)

Lahan kelola HKm saat ini banyak tersebut. Beberapa tanaman MPTS
ditanami tanaman MPTS. Penanaman yang ada di lahan HKm bibitnya
MPTS dilakukan karena lahan HKm berasal dari bantuan pemerintah.
berada di kawasan hutan lindung Pemberian bantuan bibit merupakan
sehingga masyarakat harus menjaga upaya pemerintah merehabilitasi
keberadaan pohon dan tidak boleh lahan di kawasan hutan lindung.
menebang pohon. Dengan menanam Bibit yang diberikan yaitu durian,
MPTS, mereka dapat memanfaatkan pala dan alpukat.
buah yang dihasilkan oleh pohon
58 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI LAMPUNG

Selain mengubah pola tanam dalam mengelola hutan. Mereka tidak lagi
mengelola lahan hutan terbitnya Ijin takut dan bersembunyi-sembunyi
Usaha Pemanfaatan HKm (IUPHKm) ke hutan atau lari ketika bertemu
juga memberikan kepastian hukum. dengan polisi hutan (polhut).
Kepastian hukum tersebut didukung Beberapa anggota kelompok tani
dengan adanya Anggaran Dasar/ dari Sinar Mulya dan Beringin Jaya
Anggaran Rumah Tangga (AD/ direkrut menjadi mitra bagi KPHL
ART) kelompok tani. Dalam AD/ART dan polhut dalam rangka menjaga
terdapat hak, kewajiban, larangan keamanan hutan. Adanya mitra
dan sangsi yang mengikat anggota KPHL yang merupakan anggota
kelompok. Beberapa kewajiban kelompok tani ini menunjukkan
bagi anggota tertuang dalam pasal 2 bahwa adanya hubungan yang baik
butir 6 dan 7 yaitu “Setiap anggota dan tingkat kepercayaan yang tinggi
wajib melaporkan kepada pengurus antara pemerintah dan masyrakat
kelompok apabila ada pencurian, sekitar hutan.
pembakaran dan pengrusakan Kemitraan lainnya yang timbul
hutan serta mencegah dan melarang setelah terbitnya ijin IUPHKm
penebangan liar di areal kelompok”. yakni kemitraan kelompok tani
Selain itu, terdapat larangan bagi dengan perusahaan Nestle, Tropical
anggota yang tertuang dalam pasal Forest Conservation Action (TFCA),
5 butir 1, 2, dan 4 yaitu “Dilarang dan Konsorsium Kota Agung
mengambil dan menebang isi hutan Utara (KORUT). Kehadiran ketiga
seperti kayu yang masih hidup dan mitra HKm tersebut memberikan
satwa yang dilindungi, dilarang dampak yang besar bagi kelompok
memperluas atau membuka lahan tani terutama dalam penguatan
yang masih berupa hutan produktif kelembagaan kelompok tani dan
dan mencuri dan menampung hasil peningkatan kapasitas kelompok tani
curian”. hutan. Secara implementasi Nestle
Aturan tersebut sangat memberikan pengetahuan kepada
berpengaruh, sehingga tingkat petani tentang teknik-teknik terbaik
kriminalitas seperti pencurian, dalam pengelolaan panen dan pasca
pembukaan lahan dan penebangan panen kopi. Sementara TFCA ikut
pohon sangat jarang terjadi, mendorong mendorong petani HKm
setidaknya menurun, di HKm untuk melakukan perlindungan dan
Beringin Jaya dan HKm Sinar Mulya. pemeliharaan kawasan konservasi
Petani HKm saat ini merasa jauh lebih termasuk tumbahan dan satwa yang
nyaman dan bersemangat dalam ada di dalamnya. Di samping itu
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 59
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI LAMPUNG

pendampingan juga terus dialakukan dapat tercapai. Melalui kemitraan


oleh KORUT agar tujuan utama dari yang terbentuk tersebut kualitas
skema perhutanan sosial yakni hidup keluarga kelompok tani ikut
hutan lestari masyarakat sejahtera meningkat.

„Gambar 4.6. Air Terjun Lembah Pelangi

Sumber: Dokumentasi Tim (2018)


60 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
GAMBARAN UMUM PERHUTANAN SOSIAL DI LAMPUNG

Munculnya kemitraan memberi- yang sama untuk menjaga kelestarian


kan dampak postif bagi petani yakni hutan. Di samping sumber mata
meningkatnya tingkat kesadar- air yang melimpah kawasan hutan
an masyarakat untuk menjaga lindung Reg. 30 dan Reg. 39 juga
kelestarian hutan. Hal tersebut memiliki potensi wisata berupa air
juga dikarenakan sebagian besar terjun. Air terjun tersebut yakni
masyarakat sekitar hutan khususnya air terjun batu lapis yang berada di
petani HKm Beringin Jaya dan Sinar wilayah kelola HKm Beringin Jaya
Mulya memanfaatkan sumber dan air terjun lembah pelangi yang
mata air dari kawasan hutan lin- berada di HKm Sinar Mulya. Namun,
dung sebagai sumber utama untuk objek wisata ini belum terkelola
memenuhi kebutuhan air mereka. dengan baik oleh kelompok sadar
Sebagian besar petani di kedua wisata (pokdarwis) dan petani
HKm tersebut tidak memiliki sumur, HKm sehingga sangat diperlukan
sehingga mereka memiliki komitmen pengarahan dan pendampingan dari
berbagai stakeholder terkait.

„Gambar 4.7. Tim Penelitian di HKm Sinar Mulya

Sumber: Dokumentasi Tim (2018)


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 61
METODOLOGI PENELITIAN

BAB 5
METODOLOGI
PENELITIAN

Bab 5 ini menguraikan mengenai mengelaborasi sejauh mana dampak


prosedur atau cara penelitian yang peningkatan kesejahteraan ditinjau
dijadikan sebagai dasar untuk dari dimensi ekonomi, sosial
memperoleh data yang digunakan di terhadap masyarakat di sekitar hutan,
dalam penelitian ini. Melalui prosedur serta sejauh mana perhutanan sosial
penelitian yang benar diharapkan dapat mendukung kelestarian hutan.
diperoleh data yang benar-benar Metode penelitian yang digunakan
valid sehingga mampu menjawab dalam penelitian ini adalah eksploratif
perumusan masalah penelitian ini. dan deskriptif analitik. Penggunaan
Oleh karena itu, di dalam bab ini akan metode ini diharapkan mampu
diuraikan secara rinci mengenai mengelaborasi dan mempermudah
pendekatan penelitian yang proses penggalian informasi selama
dilakukan, lokasi penelitian, unit penelitian berlangsung.
analisis dan informan, ruang lingkup
penelitian, teknik pengumpulan data, 5.2. LOKASI PENELITIAN
teknik analisis data dan kerangka Identifikasi dampak ekonomi,
pemikiran. sosial dan lingkungan dari
perhutanan sosial dilakukan di
5.1. PENDEKATAN PENELITIAN dua lokasi penelitian, yaitu: di
Perubahan paradigma dalam Provinsi Lampung dan Daerah
pengelolaan hutan menekankan Istimewa Yogyakarta (DIY). Dua
bahwa pengembangan kesejahteraan lokasi penelitian ini dipilih karena
diperuntukkan bagi seluruh rakyat, sudah ditetapkan sebagai provinsi
termasuk penerima hak/ijin dan percontohan perhutanan sosial di
rakyat di sekitar hutan. Keberhasilan Indonesia. Masing-masing provinsi
dalam pengelolaan hutan dapat diambil dua lokasi HKm.
dilihat bagaimana kondisi serta Lokasi penelitian untuk Provinsi
permasalahan sosial maupun Lampung dilakukan di Pekon
ekonomi masyarakat sekitar hutan. Margoyoso Kecamatan Sumberejo
Oleh karena itu, penelitian ini dan Pekon Sukamaju Kecamatan
62 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
METODOLOGI PENELITIAN

Ulu Belu Kabupaten Tanggamus. sampling. Cluster sampling digunakan


Sedangkan untuk Provinsi DIY ketika elemen dari populasi secara
dilakukan di Dusun Kalibiru, Desa geografis tersebar luas sehingga
Hargowilis, Kecamatan Kokap, sulit disusun sampling frame.
Kabupaten Kulon Progo dan di Keuntungan penggunaan teknik ini
Dusun Menggoran II, Desa Bleberan, adalah menjadikan proses sampling
Kecamatan Playen, Kabupaten lebih murah dan cepat daripada
Gunungkidul. Lokasi penelitian di jika digunakan teknik random
wilayah DIY dan Lampung memiliki sampling. Dalam implementasinya,
HKm seluas masing-masing 0,41% metode pengambilan sampel
dan 36,3% terhadap total luasan dengan cluster sampling ini peneliti
HKm di Indonesia. membagi populasi menjadi beberapa
subkelompok berdasarkan kriteria
5.3. UNIT ANALISIS DAN yang sederhana atau tersedia
INFORMAN dalam data, peneliti berusaha
Unit analisis dalam penelitian menjaga heterogenitas dalam satu
ini adalah anggota Kelompok subkelompok dan homogenitas antar
HKm. Unit analisis yang dikaji sub kelompok, peneliti memilih
untuk Provinsi DIY adalah anggota jumlah subkelompok secara random
kelompok HKm Mandiri Dusun (Cooper & Schindler dalam Kuncoro,
Kalibiru, Desa Hargowilis, Kecamatan 2013:136). Dalam konteks ini, hutan
Kokap, Kabupaten Kulonprogo dan HKm yang dipilih sebagai kluster
kelompok HKm Tani Manunggal, adalah: hutan HKm di Desa Sukamaju
Dusun Menggoran II, Desa Bleberan dan Desa Margoyoso Kecamatan
Kecamatan Playen, Kabupaten Ulubelu Kabupaten Tanggamus,
Gunungkidul. Sedangkan unit Desa Hargowilis Kecamatan Kokap
analisis di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Kulon Progo serta
anggota Kelompok HKm Beringin Desa Bleberan Kecamatan Playen
Jaya, Pekon Margoyoso, Kecamatan Kabupaten Gunungkidul.
Suberejo dan anggota Kelompok Teknik penentuan responden
HKm Sinar Mulya, Pekon Sukamaju, menggunakan purposive sampling
Kecamatan Ulubelu, Kabupaten (sampel bertujuan). Teknik ini
Tanggamus. merupakan pengambilan sampel
Teknik penentuan informan secara sengaja sesuai dengan
dilakukan dengan metode cluster persyaratan sampel yang disyaratkan
sampling dan purposive sampling. misalnya terkait sifat, karakteristik,
Cluster sampling disebut juga area kriteria, dan sebagainya. Responden
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 63
METODOLOGI PENELITIAN

dalam penelitian adalah anggota peternak, pokdarwis, gapoktan dan


kelompok tani HKm. Jumlah pelaku ekonomi lainnya di HKm.
responden untuk masing-masing Proses observasi awal dilakukan
lokasi HKm adalah 50 orang. Untuk pada saat pra-survei, kemudian
mempertajam analisis, peneliti juga pada saat pelaksanaan penelitian
melakukan wawancara ke informan berlangsung.
lain yaitu pengurus kelompok tani,
kelompok sadar wisata (pokdarwis), 5.5.2. Dokumentasi
Gabungan Kelompok Tani (gapoktan), Tahap ini merukapan
anggota kelompok tani, unit usaha pengumpulan dengan memanfaatkan
dari kelompok HKm serta stakeholder data sekunder untuk mendukung
terkait baik dari pemerintah (bupati, hasil riset seperti profil desa di
dinas kehutanan, camat, pemerintah masing-masing lokasi, data BPS
desa/pekon, dukuh) dan LSM. masing-masing lokasi, (Kecamatan
dalam Angka, Kabupaten Dalam
5.4. RUANG LINGKUP PENELITIAN Angka, Statistik Kesejahteraan
Penelitian ini mengukur sejauh Sosial), data tutupan lahan, dan
mana dampak yang ditimbulkan sebagainya.
dari keberadaan HKm di Provinsi
Lampung dan DIY. Sebagai upaya 5.5.3. Wawancara (Indepth
untuk mendapatkan gambaran yang interview)
komprehensif mengenai perhutanan Wawancara mendalam dalam
sosial maka ruang lingkup dalam penelitian dilakukan kepada masing
penelitian ini dibatasi tiga aspek, masing lima puluh petani di masing-
yaitu: dampak ekonomi, sosial masing lokasi HKm. Agar data lebih
serta lingkungan yang mendukung komprehensif maka wawancara juga
kelestarian hutan. ditujukan kepada Bupati, Sekda,
kepala desa, camat, dukuh, dan
5.5. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
5.5.1. Observasi terkait yakni Dinas Kehutanan, Dinas
Langkah pertama yang dilakukan Lingkungan Hidup, Dinas Pariwisata,
dalam penelitian ini adalah Dinas Pertanian, dan sebagainya.
observasi. Bentuk observasi yang
dilakukan dalam penelitian ini 5.5.4. Focused Group Discussion
adalah melihat langsung di lokasi (FGD)
penelitian yakni aktivitas-aktivitas Metode FGD dilakukan dengan
yang dilakukan oleh para petani, mengundang stakeholders terkait
64 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
METODOLOGI PENELITIAN

(kelompok tani, pemerintah desa, ini adalah penarikan kesimpulan.


pemerintah kecamatan, dan Upaya menarik kesimpulan ini
Organisasi Perangkat Daerah terkait). dilakukan dengan mendasarkan
FGD secara khusus juga dilakukan pada bukti dan data yang valid
kepada anggota kelompok HKm di sehingga kesimpulan yang diperoleh
masing-masing lokasi penelitian. adalah kesimpulan yang benar-benar
FGD ini dilakukan untuk memperoleh kredibel.
umpan balik dari hasil survei yang
dilakukan pada responden. 5.7. KERANGKA PEMIKIRAN
Riset ini berbasis pada tiga aspek
5.6. TEKNIK ANALISIS DATA yakni dampak sosial, dampak
5.6.1. Validasi Data ekonomi dan aspek lingkungan di
Validasi data dilakukan dengan dalam mewujudkan kesejahteraan
pemilahan data dari hasil catatan di masyarakat serta kelestarian hutan
lapangan dan menentukan data mana (lihat Gambar 5.1).
yang dapat digunakan dan valid. Data
yang diperlukan akan dikembangkan 1. Dampak Ekonomi
dan dipertajam sesuai dengan fokus Untuk mengidentifikasi dampak
penelitian. ekonomi akan dilihat dari indikator-
indikator ekonomi sebagai berikut:
5.6.2. Penyajian Data  Jumlah produksi dan
Setelah data divalidasi, tahap pendapatan petani.
berikutnya adalah penyajian  Lapangan kerja yang muncul
data. Data tersebut kemudian dari keberadan HKm.
diorganisasikan dan disusun  Penurunan kemiskinan.
pola-pola hubungan yang ada  Kemitraan bisnis yang mampu
sehingga mudah untuk dipahami. dikembangkan.
Selain analisis deskriptif analitik,
penelitian ini juga menggunakan
Sistem Informasi Geografis (SIG)
untuk menampilkan peta tematik
berdasarkan tutupan lahan,
kemiskinan, dan lain-lain.

5.6.3. Penarikan Kesimpulan dan


Verifikasi
Tahap selanjutnya dari penelitian
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 65
METODOLOGI PENELITIAN

„Gambar 5.1. Kerangka Pemikiran

2. Dampak Sosial pencurian satwa, pencurian


Indikator untuk melihat dampak dan sebagainya).
sosial adalah sebagai berikut:  Partisipasi masyarakat di
 Persepsi masyarakat. dalam mendukung kelestarian
 Desain kelembagaan. lingkungan.
 Perubahan perilaku.
 Kendala di dalam 5.8. ANALISIS DESKRIPTIF
pengembangan HKm. Dalam studi ini digunakan analisis
deskriptif yang meliputi metode
3. Dampak Lingkungan kasus dan metode statistik.
Indikator yang digunakan adalah
sebagai berikut: 5.8.1. Metode Kasus
 Sustainabilitas kelestarian Metode kasus lebih sering
lingkungan. digunakan untuk menemukan
 Ancaman (kebakaran hutan, ide-ide baru mengenai hubungan
antarvariabel, yang kemudian diuji
66 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
METODOLOGI PENELITIAN

lebih mendalam dalam penelitian Progo dan Tanggamus. Profil


eksploratif. Perbedaan metode responden akan diidentifikasi
kasus dalam studi eksploratif dan dengan mencermati: nama/
studi deskriptif terletak pada hasil kode responden, jenis kelamin,
akhirnya. Bila pengujian lebih lanjut usia, tingkat pendidikan, alamat,
diperlukan, maka penelitian tersebut pekerjaan pokok, luas lahan, nama
bersifat eksploratif. kelompok tani-hutan, jumlah
Dalam studi ini akan digunakan anggota kelompok, tahun SK HKm
baik studi deskriptif maupun diterima, total luas lahan HKm, dan
eksploratif. Studi deskriptif jarak tempat tinggal responden dari
mendeskripsikan responden hutan kemasyarakatan.
di 4 lokasi Hkm di Kabupaten Metode statistik juga digunakan
Tanggamus, Gunungkidul, dan dalam mengeksplorasi dampak
Kulon Progo. Studi eksplorasi akan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
didasari pada beberapa aspek Selain itu, pembahasan akan
kajian dampak; dampak ekonomi, dilengkapi dengan grafik dan
dampak sosial, dan dampak visualisasi peta untuk penyajian
lingkungan. Dampak ekonomi laporan yang lebih informatif.
akan menitikberatkan penilaian
pada aspek produksi, pendapatan, 5.9. ANALISIS CROSS
tenaga kerja, biaya produksi, TABULATION (TABULASI SILANG)
kemitraan, serta informasi lain yang Analisis crosstabs yang digunakan
terkait dengan dampak ekonomi. adalah analisis statistik yaitu Chi-
Dampak sosial menitikberatkan Square. Metode analisis ini digunakan
pada persepsi masyarakat, desain untuk menguji korelasi antara
kelembagaan, perubahan perilaku, variabel dalam tabel kontigensi
serta kendala yang mungkin ada sehingga diketahui apakah proporsi
dalam pengelolaan HKm. Dampak dari dua perubahan terjadi karena
Lingkungan menitikberatkan pada kebutuhan atau karena adanya
sustainabilitas, ancaman (kebakaran, asosiasi. Tabulasi silang digunakan
pencurian, gangguan satwa, dan untuk mentabulasikan beberapa
ancaman perburuan satwa). variabel yang berbeda ke dalam suatu
matriks. Variabel yang ditabulasi
5.8.2. Metode Statistik silang adalah:
Metode statistik digunakan 1. Variabel bentuk pendampingan
untuk menelusuri profil responden dan hambatan dalam pengelolaan
di Kabupaten Gunungkidul, Kulon HKm.
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 67
METODOLOGI PENELITIAN

2. Variabel peran kelembagaan dikotomis.


dalam mendorong pemberdayaan ŸŸ Regresi logistik amat bermanfaat
masyarakat dan hambatan dalam digunakan apabila distribusi
pengelolaan HKm respon atas variabel prediktor
3. Variabel keberadaan diharapkan nonlinear dengan satu
pendampingan dan hambatan atau lebih variabel prediktor.
dalam pengelolaan HKm
Regresi logistik memiliki cakupan
5.10. ANALISIS REGRESI yang lebih luas daripada model
LOGISTIK logit. Model logit dengan dua pilihan
Model regresi logistik dirancang sering disebut sebagai binary logistic
untuk untuk melakukan prediksi regression. Misalnya, peneliti mau
keanggotaan grup. Dengan kata lain, menganalisis apa faktor-faktor
tujuan analisis adalah seberapa yang dapat memprediksi: perilaku
jauh model yang digunakan mampu konsumen perempuan dan laki-laki,
memprediksi secara benar kategori perbedaan Katimin (Kawasan Timur
(grup) dari sejumlah individu? Indonesia) dengan Kabarin (Kawasan
Dapatkah grup atau hasil diprediksi barat Indonesia). Sedangkan model
dengan menggunakan sejumlah logistik dengan lebih dua pilihan
variabel prediktor? disebut multinomial logistic regression.
ŸŸ Kelebihan metode regresi logistik Lebih dari dua pilihan, bisa, tiga,
adalah lebih fleksibel dibanding empat, lima pilihan tergantung tujuan
teknik lain, yaitu: penelitian. Sebagai contoh, peneliti
ŸŸ Regresi logistik tidak memiliki mau menganalisis apa faktor-faktor
asumsi normalitas atas variabel yang dapat memprediksi: persepsi
prediktor yang digunakan dalam masyarakat tentang Presiden SBY-
model. Artinya, variabel prediktor Boediono apakah sangat puas, puas,
tidak harus memiliki distribusi moderat, tidak puas, sangat tidak
normal, linear, maupun memiliki puas.
varians yang sama dalam setiap Karena model yang dihasilkan
grup. Ini berbeda dengan analisis dengan regresi logistik bersifat
diskriminan yang mengharuskan nonlinear, persamaan yang
semua variabel prediktor digunakan untuk mendeskripsikan
berdistribusi normal. hasil sedikit lebih kompleks
ŸŸ Variabel prediktor dalam regresi dibanding regresi berganda.
logistik bisa campuran dari Variabel grup, Y, adalah probabilitas
variabel kontinu, diskrit, dan mendapatkan 2 hasil atau lebih
68 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
METODOLOGI PENELITIAN

berdasarkan fungsi nonlinear dari u = A + b1X1+b2X2+… + bkXk


kombinasi linear sejumlah variabel 5.2
bebas (predictors).
Persamaan umum untuk regresi dengan konstanta A, koefisien bi, dan
logistik dengan dua pilihan hasil variabel bebas Xj dengan jumlah k
dinyatakan sebagai berikut: (j=1,2,..., k).
eu Dalam subbab ini analisis regresi
Yi = –––––––– digunakan untuk memprediksi
5.1 faktor-faktor penentu klasifikasi
1+ e u pendapatan responden. Adapun
di mana Yi adalah probabilitas yang fungsi pendapatan adalah sebagai
diestimasi dengan kasus sebanyak i berikut:
(i=1,…, n) dan u adalah persamaan Adapun model yang digunakan
regresi biasa: adalah Binary Logistic Regression
sebagai berikut:

PG_PENDAPATAN = f (LAMA_SK, LUAS_LAHAN, TK, B_TRANSPORTASI,


B_INPUT, KEMITRAAN, P_HKM, KENDALA,
KEBAKARAN, PENCURIAN, PENDAMPINGAN,
TANAM POKOK, PARTISIPASI_RENCANA,
PARTISIPASI_PELAKSANAAN, PARTISIPASI_
MONEV) 5.3
Persamaan 5.3 digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagai
berikut: Apakah kategori pendapatan responden (PG_PENDAPATAN)
dapat dijelaskan oleh variabel (LAMA_SK, LUAS_LAHAN, TK, B_
TRANSPORTASI,KEMITRAAN, P_HKM,KENDALA, KEBAKARAN, PENCURIAN,
PENDAMPINGAN, TANAM POKOK,PARTISIPASI_Rencana, PARTISIPASI_
Pelaksanaan, PARTISIPASI_Monev) tersebut? Adapun variabel penjelas
tersebut adalah:

LAMA_SK = Lama tahun diterima SK


LUAS_LAHAN = Luas Lahan HKm yang dikelola masing-
masyarakat
TK = Jumlah tenaga kerja termasuk buruh dan
pemilik lahan
B_TRANSPORTASI = Biaya transportasi yang dikeluarkan
B_INPUT = Biaya input yang dikeluarkan untuk mengelola
lahan HKm
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 69
METODOLOGI PENELITIAN

KEMITRAAN = Jenis kemitraan yang dilakukan


P_HKM = Dummy varibel (1= masyarakat tahu tentang
HKm, 0= tidak tahu)
KENDALA = Dummy varibel (0= tidak tahu, 1=akses
pasar, 2=akses modal. 3=akses bahan baku,
4=peralatan masih tradisonal, 5=kombinasi,
6=lainnya )
KEBAKARAN = Dummy varibel (1= tidak pernah kebakaran,
0= pernah kebakan)
PENCURIAN = Dummy varibel (0= tidak ada pencurian,
1= ada pencurian)
PENDAMPINGAN = Dummy varibel (0= tidak ada pendampingan,
1= ada pendampingan)
TANAM POKOK = Dummy varibel (1=kopi, 2=jati, 3=lainnya
(tanaman kehutanan)
PARTISIPASI_Rencana = Dummy variabel partisipasi rencana masyara-
kat mendukung kelestarian lingkungan (3=
tinggi, 2=sedang, 1=rendah)
PARTISIPASI_Pelaksanaan = Dummy variabel partisipasi pelaksanaan
masyarakat mendukung kelestarian lingkungan
(3= tinggi, 2=sedang, 1=rendah).
PARTISIPASI_Monev = Dummy variabel partisipasi monev masyarakat
mendukung kelestarian lingkungan (3= tinggi,
2=sedang, 1=rendah).
70 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
PENDAHULUAN
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 71
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

BAB 6
ANALISIS DAMPAK
EKONOMI
PERHUTANAN SOSIAL

Bab 6 ini menguraikan mengenai terutama dalam hak pengelolaan


hasil dari analisis dampak ekonomi luasan lahan yang selama ini telah
perhutanan sosial yang ada di wilayah mereka garap (persil). Kepastian
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hak pengelolaan ini secara ekonomi
dan Provinsi Lampung. Pembahasan memberikan nilai tambah bagi aset
dampak ekonomi meliputi: (1) mereka terutama aset tanah dan
peningkatan produksi setelah aset batang pohon perkebunan.
menerima Surat Keputusan (SK) Adanya kepastian kepemilikan aset
Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan ini diharapkan dapat meningkatkan
(HKm), (2) ada atau tidak peningkatan semangat berproduksi tanpa merasa
pendapatan sebelum dan setelah khawatir bahwa apa yang petani
memiliki surat keputusan, (3) lakukan melanggar hukum.
perubahan pendapatan terutama Gambar 6.1 memperlihatkan
yang berasal dari tanaman pokok bahwa adanya HKm ternyata
atau sampingan/ternak/wisata, (4) berdampak terhadap peningkatan
ada atau tidak peningkatan lapangan produksi. Sebanyak 56,5 persen
kerja yang terjadi sebelum dan setelah responden menyatakan bahwa
memiliki SK, (5) tingkat kemiskinan produksi tanaman mereka semakin
dari rumah, mobil dan motor yang meningkat setelah mereka meneri-
dimiliki, (6) kemitraan bisnis yang ma Ijin Usaha Pengelolaan HKm
terjalin antar lembaga dengan pemilik (IUPHKm). Peningkatan ini ter-
Hutan Kemasyarakatan (HKm), (7) jadi dikarenakan mereka lebih
kendala utama yang dihadapi selama bersemangat untuk menggarap
mengelola HKm, dan (8) faktor-faktor ladang HKm mereka. Dengan kata
penentu pendapatan anggota HKm. lain, yang dahulu kebun dan ladang
merupakan sumber pendapatan
6.1. PRODUKSI sampingan dengan adanya HKm
Pemberian HKm kepada petani, kebun dan ladang mereka menjadi
artinya memberikan kepastian hak sumber pendapatan utama.
pengelolaan hutan bagi petani, Sebagian besar petani yang
72 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

mengalami peningkatan produksi Dusun Kalibiru, Desa Hargowilis,


adalah petani di HKm Kabupaten Kokap, Kulon Progo. Kelompok HKm
Tanggamus. Seluruh responden Tani Manunggal memiliki tanaman
petani di HKm Tanggamus adalah utama berupa pohon Jati (hutan
petani kopi yang juga memiliki lindung) yang tidak dapat dipanen
tanaman sampingan lain seperti secara tahunan. Akibatnya, nilai
lada, pisang, cengkeh, serta tanam- produksi dari hasil hutan belum
an sayuran. Tanaman tersebut diketahui walaupun secara langsung
memiliki masa panen baik tahunan, dapat dilihat semakin membesarnya
triwulanan, bulanan ataupun harian. batang pohon jati. Demikian pula
Dengan demikian, petani dapat kelompok Tani HKm Mandiri yang
menghitung dan memperkirakan kawasan hutan yang dikelolanya
jumlah produksi yang mereka merupakan hutan lindung, yang
hasilkan pada setiap waktu panen. sebagian besar terdiri dari tanaman
Berbeda halnya dengan petani jati, akasia, sonokeling, dan mahoni.
di HKm di wilayah DIY, khususnya Jumlah tanaman yang paling banyak
kelompok petani HKm Tani adalah pohon jati. Di kedua wilayah
Manunggal di Dusun Menggoran II, tersebut dapat dikatakan tidak
Desa Bleberan, Playen, Gunungkidul menikmati peningkatan produksi
dan kelompok tani HKm Mandiri karena termasuk kawasan hutan
lindung.
„Gambar 6.1. Peningkatan Produksi Setelah Mendapat SK HKm

Sumber: Diolah dari


data primer
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 73
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

6.2. DAMPAK PENDAPATAN Sedangkan pendapatan yang antara


Peningkatan dalam produksi Rp80 juta sampai dengan Rp140 juta
petani akan berdampak terhadap per tahun hanya sebanyak 4 persen
pendapatan yang diterima. Tentu saja saja. Secara rata-rata pendapatan
ini tergantung kepada fluktuasi harga petani HKm adalah sebesar Rp28,3
komoditas yang diproduksi dan dijual juta selama satu tahun atau Rp 2,36
ke pasar. Peningkatan produksi petani juta per bulan.
HKm ternyata memberikan dampak Berdasarkan data BPS Tanggamus,
yang positif terhadap peningkatan pengeluaran penduduk per kapita
pendapatan petani. di Kabupaten Tanggmus per bulan
Berdasarkan Gambar 6.2 dapat adalah sebesar Rp0,714 juta,
dilihat bahwa pendapatan yang atau Rp8,572 juta per tahun (BPS
diperoleh petani dari hasil produksinya Tanggamus, 2017). Berdasarkan
tersebut sangat bervariasi. Pendapat- data tersebut terlihat bahwa jika rata-
an petani sebagian besar berada rata petani memiliki 4 orang anggota
pada interval Rp1-20 juta per tahun keluarga, maka rata-rata pengeluaran
yaitu sebesar 53,5 persen, kemudian per kapita per tahun adalah sebesar
25 persen berada pada interval Rp34,288 juta. Artinya sebagian
pendapatan Rp20–40 juta per besar pendapatan petani di HKm
tahun, serta 5,5 persen berada pada sebagian besar belum cukup untuk
interval pendapatan Rp 60–70 juta. memenuhi pengeluaran kebutuhan
rumah tangga selama satu tahun.

„Gambar 6.2. Interval Total Pendapatan per Tahun

Keterangan: (*) Rata-rata Total Pendapatan Rp28.340.724,00


Sumber: Diolah dari data primer
74 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

Berdasarkan Tabel 6.1 terlihat Selanjutnya untuk 25 persen petani


bahwa terdapat perbedaan pen- yang memiliki pendapatan dengan
dapatan antara pemilik HKm di lebih interval Rp20–39,9 juta hanya
Kabupaten Tanggamus (HKm Sinar 2,5 persen yang berasal dari petani
Mulya dan HKm Beringin Jaya) dan HKm Kabupaten Kulon Progo dan
HKm di wilayah DIY (HKm Mandiri Kabupaten Gunungkidul (DIY),
dan HKm Tani Manunggal). Petani sedangkan 22 persen berasal dari
di Kabupaten Tanggamus relatif petani HKm Kabupaten Tanggamus.
mendapatkan pendapatan yang lebih Untuk pendapatan dengan interval
tinggi dibandingkan dengan Petani di yang lebih tinggi, atau petani yang
wilayah DIY (HKm Tani Manunggal, berpendapatan Rp40 juta sampai
Kabupaten Gunung Kidul dan HKm dengan Rp140 juta, hanya 0,5 persen
Mandiri, Kabupaten Kulon Progo). saja yang berasal dari HKm di wilayah
Dari 54 persen petani yang memiliki DIY, dan 21,5 persen adalah petani
pendapatan di interval Rp1-19,9 juta, dari HKm Kabupaten Tanggamus.
ternyata 47 persen adalah petani Berdasarkan Tabel 6.1 menunjukkan
di HKm di wilayah DIY, sedangkan bahwa pendapatan yang diperoleh
sisanya 7 persen berada di wilayah petani di HKm di wilayah DIY lebih
HKm di Kabupaten Tanggamus. rendah dibandingkan petani HKm di
Kabupaten Tanggamus.
„Tabel 6.1. Crosstabulation antara Total Pendapatan dan Alamat HKm

HKm
Interval
Kelas Pendapatan Tani Sinar Beringin Total
Mandiri
(Ribu rupiah) Manunggal Mulya Jaya
(%)
(%) (%) (%)
1. 1.000 - 19.999 24,5 22,5 3 4 54,0
2. 20.000 - 39.999 0,5 2 5 17 24,5
3. 40.000 - 59.999 0 0,5 8 3,5 12,0
4. 60.000 - 79.999 0 0 5 0,5 5,5
5. 80.000 - 99.999 0 0 2,5 0 2,5
6. 100.000 - 119.999 0 0 0,5 0 0,5
7. 120.000 - 139.999 0 0 0,5 0 0,5
8. ≥ 140.000 0 0 0,5 0 0,5
Total 25 25 25 25 100,0

Sumber: Diolah dari data primer


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 75
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

Sumber pendapatan petani 0,473 persen. Terdapat 52 persen


responden (anggota kelompok HKm) petani yang memiliki proporsi dari
berasal dari 3 sumber pendapatan pendapatan utamanya yang berada
dari usaha tani, yaitu yang berasal lebih dari 50 persen. Sebanyak 48
dari tanaman utama, tanaman persen petani memiliki proporsi di
sampingan, dan budidaya ternak. bawah 50 persen pendapatannya
Tabel 6.2 menggambarkan interval bersumber dari tanaman utama.
proporsi pendapatan responden Untuk tanaman sampingan rata-
yang berasal dari tanaman utama, rata proporsi pendapatannya adalah
tanaman sampingan dan juga ternak 0,36,4 persen. Proporsi pendapatan
terhadap total pendapatannya. dari tanaman utama cenderung lebih
Untuk proporsi tanaman utama, kecil, terdapat 67 persen petani yang
rata-rata proporsi pendapatan memiliki proporsi pendapatan yang
dari tanaman utama sebesar sangat kecil atau dibawah 50 persen.

„Tabel 6.2. Interval Proporsi Pendapatan Responden dari Tanaman Utama, Tanaman
Sampingan, dan Ternak Terhadap Total Pendapatan Responden

Interval Utama Sampingan Ternak


Kelas Proporsi
Pendapatan Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1 0,0 – 9,99 79 39,5 79 39,5 138 69,0
2 10,0 – 19,9 4 2,0 29 14,5 13 6,5
3 20,0 – 19,9 4 2.0 9 4,5 11 5,5
4 30,0 – 39,9 5 2,5 11 5,5 9 4,5
5 40,0 – 40,9 4 2,0 6 3,0 3 1,5
6 50,0 – 59,9 4 2,0 5 2,5 3 1,5
7 60,0 – 69,0 9 4,5 11 5,5 5 2,5
8 70,0 – 79,0 16 8,0 9 4,5 1 0,5
9 80,0 – 89,0 33 16,5 5 2,5 7 3,5
10 90,0 - 100 42 21,0 36 18,0 10 5
200 100,0 200 200
Keterangan:
1) Rata-rata Proporsi Pendapatan Tanaman Utama : 47,3 persen
2) Rata-rata Proporsi Pendapatan Tanaman Sampingan : 36,4 persen
3) Rata-rata Proporsi Pendapatan Ternak : 36, 4 persen

Sumber: Diolah dari data primer


76 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

Selanjutnya terdapat 33 persen Wisata Kalibiru, Hargowilis,


petani yang penghasilan utama dari Kokap, Kulon Progo. Berdasarkan
tanaman sampingan cukup besar wawancara mendalam dan focus
atau proporsinya lebih dari 50 persen group discussion (FGD) diperoleh
(lihat Tabel 6.2). Demikian pula untuk kesimpulan bahwa kegiatan desa
proporsi pendapatan petani yang wisata tersebut berdampak po-
berasal dari usaha ternak, rata-rata sitif terhadap perekonomian, khu-
proporsinya 36,4 persen. Proporsi susnya pendapatan masyarakat
pendapatan petani dari ternak dan penyerapan tenaga kerja. Dari
cenderung lebih kecil, terdapat 87 kegiatan wisata tersebut pendapatan
persen petani yang memiliki proporsi pengelola desa wisata diperoleh dari
hanya di bawah bawah 50 persen, dan tiket masuk ke lokasi wisata, sewa
hanya sebagian kecil atau 13 persen penginapan (homestay dan pondok
memiliki proporsi yang melebihi 50 wisata), gardu pandang, paket wisata
persen. (joglo pertemuan, outbond, flying
Keragaman dalam proporsi pen- fox, jalur tracking, dan gardu foto).
dapatan ini sangat dipengaruhi oleh Masyarakat, khususnya anggota
jenis tanaman utama yang dihasilkan kelompok HKm Mandiri yang
oleh petani, di HKm Kabupaten terlibat dalam kegiatan desa wisata
Tanggamus, tanaman utama yang pendapatannya juga meningkat,
ditanam sebagian besar adalah pohon misalnya yang terlibat sebagai tenaga
kopi sehingga dampaknya mereka kerja pengelola kawasan desa wisata
lebih mengandalkan tanaman utama dan pengelola warung makanan.
sebagai sumber pendapatanya. Seluruh pengelola warung
Sebaliknya petani HKm di wilayah DIY makanan di desa wisata Kalibiru
berbeda, tidak dapat mengandalkan menerapkan harga yang sama. Dari
pohon jati dan pohon lainnya di hutan jumlah warung sebanyak 38 unit, 20
sebagai sumber pendapatan utama unit berada di dalam kawasan wisata
dikarenakan hutan yang mereka dan 18 unit berada di luar kawasan
kelola termasuk kawasan hutan wisata. Harga diatur oleh pengelola
lindung. Petani HKm di wilayah DIY desa wisata. Margin keuntungan rata-
mengandalkan tanaman sampingan, rata sekitar 10 persen. Pendapatan
ternak, dan pengelolaan kawasan kotor untuk hari biasa sekitar
hutan untuk wisata sebagai sumber Rp10.000,00 per hari, sedangkan
pendapatan mereka. pada hari libur atau hari minggu dapat
Kelompok HKm Mandiri mencapai Rp800.000,00 per hari.
terlibat dalam pengelolaan Desa
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 77
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

Di kawasan desa wisata Kalibiru PP, dan Girinyono–Kalibiru PP. Sewa


terdapat 6 penginapan yang dise- angkutan rata-rata sebesar Rp350
wakan dengan tarif Rp300.000,00 per ribu PP. Untuk hari biasa, bukan hari
hari. Penginapan tersebut dikelola libur dan minggu, biasanya transaksi
oleh kelompok masyarakat yang sewa jeep sebanyak 1 kali per hari.
mengelola kawasan wisata tersebut. Pada hari libur atau hari Minggu,
Dengan demikian ketentuan tarif dan transakasi sewa jeep yang terjadi
standar pelayanan sudah ditentukan mencapai 2-3 kali per hari.
oleh pengelola. Mulai bulan April Jumlah wisatawan yang datang
2018, tiket masuk kawasan desa ke kawasan desa wisata Kalibiru dari
wisata Kalibiru untuk wisatawan lokal tahun 2010 sampai dengan tahun
Rp10.000,00 per orang sedangkan 2016 selalu meningkat (lihat Tabel
untuk wisatawan mancanegara 6.3). Selanjutnya pada tahun 2017
sebesar Rp20.000,00 per orang. mengalami penurunan sebesar
Efek pengganda dari kegiatan desa 87.572 pengunjung (19,76 persen).
Wisata Kalibiru tidak hanya diperoleh Penurunan tersebut terkait di wilayah
anggota kelompok HKm Mandiri, juga sudah mulai dikembangkan
Kalibiru dan masyarakat Desa kawasan wisata sejenis di sekitar
Hargowilis, namun juga diterima Kalibiru. Dugaan lain, pada umumnya
warga di sekitarnya. Masyarakat desa wisatawan/pengunjung hanya
tetangga menjalankan usaha sewa datang sekali dan jarang yang datang
angkutan jeep dengan rute Waduk untuk ke-2 atau ke-3 kali (kunjungan
Sermo– Kalibiru PP, Clereng–Kalibiru berulang).

„Tabel 6.3 Jumlah Wisatawan/Pengunjung Desa Wisata Kalibiru

Tahun Jumlah Wisatawan / Pengunjung


2010 7.167
2011 13.033
2012 19.012
2013 19.762
2014 79.137
2015 309.541
2016 443.070
2017 355.498
Jumlah 1.246.220

Sumber: Diolah dari data primer


78 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

Selanjutnya untuk anggota Berdasarkan data 3 tahun terakhir,


kelompok HKm Tani Manunggal, jumlah wisatawan dapat mencapai
Dusun Menggoran II, Desa Bleberan, 2.000 orang setiap minggu. Anggota
Playen, Gunungkidul memperoleh kelompok HKm Tani Manunggal yang
pendapatan dari tanaman terlibat dalam kegiatan desa wisata
sampingan dan hasil ternak. Di tentu akan memperoleh tambahan
samping itu, sebagian anggota HKm pendapatan.
Tani Manunggal terlibat dalam
kegiatan desa wisata Bleberan yang 6.3. PENYERAPAN TENAGA KERJA
dikelola oleh Badan Usaha Milik Salah satu tujuan pemberian
Desa (BUMDes) “Sejahtera”. Terdapat HKm bagi petani adalah agar
3 jenis usaha yang dikelola oleh masyarakat perdesaan mendapatkan
BUMDes yaitu unit pengelolaan desa kesempatan untuk bekerja mandiri
wisata (Goa Rancang Kencana dan Air dan mengurangi arus urbanisasi.
Terjun Sri Gethuk), unit pemanfaatan Penyerapan kesempatan di perdesaan
dan pengelolaan sumber mata air, akan mengurangi pengangguran dan
dan unit usaha simpan pinjam. akan meningkatkan perekonomian
Kegiatan usaha yang terkait masyarakat perdesaan.
dengan pengelolaan desa wisata Berdasarkan Gambar 6.3, terlihat
Bleberan antara lain sewa penginapan bahwa sebelum mendapat SK HKm
(homestay), baik untuk keluarga dan sebanyak 46 persen responden me-
rombongan, warung makanan dan ngelola sendiri lahan HKm-nya tanpa
sebagainya. Pengelola desa wisata bantuan tenaga kerja lain. Berikutnya
menerapkan paket wisata, dalam ada 32,5 persen petani yang menge-
paket tersebut mencakup masuk lola sendiri dibantu oleh satu orang
obyek wisata, penginapan, makan- tenaga kerja untuk mengelola lahan
minum tradisional, nonton atraksi HKm, dan sisanya sebesar 22,5%
seni budaya, belajar musik gamelan menggunakan tambahan dua orang
dan sebagainya. atau lebih tenaga kerja. Kendati
Tarif paket wisata sebesar demikian, masih ada pemakaian
Rp390.000,00 per paket minimal tenaga kerja yang cukup banyak oleh
20 paket. Di samping itu, pengelola penggarap hutan, yakni sebanyak
juga wisata menawarkan paket 10 orang dan 15 orang yang
outbond (Rp50.000,00 per orang) terdapat pada HKm di wilayah DIY.
dan paket rafting (Rp50.000,00 per Pemakaian tenaga kerja yang cukup
orang). Setia pengunjung juga ditarik banyak tersebut digunakan untuk
retribusi Rp10.000,00 per orang. melakukan pembersihan lahan dari
guguran daun.
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 79
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

„Gambar 6.3. Jumlah Tenaga Kerja Sebelum Mendapat SK HKm

Keterangan: (*) Rata-rata jumlah tenaga kerja yang terserap : 2 orang

Sumber: Diolah dari data primer

semakin bertambah dari 9,5 persen


Setelah petani menerima IUPHKm
bertambah menjadi 15,5 persen
terjadi perubahan yang cukup
demikan seterusnya. Hasil survei
signifikan dalam penyerapan tenaga
ini menunjukkan bahwa usaha tani
kerja. Rata-rata jumlah tenaga kerja
yang dilakukan oleh petani setelah
yang terlibat dalam pengelolaan
menerima HKm telah berubah dari
HKm mengalami kenaikan menjadi
pertanian subsistem telah menjadi
3 orang (lihat Gambar 6.4). Petani
usaha tani yang memiliki aset berupa
yang bekerja sendiri turun dari
tenaga kerja. Namun, usaha tani
46 persen menjadi 29 persen.
di lahan HKm ini masih tergolong
Petani yang menyerap 2 tenaga
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) karena
kerja semakin berkurang dari 32,5
menyerap tenaga kerja masih kurang
persen menjadi 22,5 persen, petani
dari 20 orang.
yang mempekerjakan 3 orang
80 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

„Gambar 6.4 Jumlah Tenaga Kerja Setelah Mendapat SK HKm (Orang)

Keterangan: Rata-rata jumlah tenaga kerja yang terserap 3 orang

Sumber: Diolah dari data primer

Hasil survei lapangan pada Gambar adalah usaha mikro dengan jumlah
6.3 menunjukkan jumlah petani tenaga kerja 1-4 orang.
responden yang memperkerjakan Responden yang tergolong
tenaga kerja 1-4 orang mencapai 92,5 UMK relatif banyak, baik sebelum
persen maka dapat dikategorikan menerima SK (92,5 persen) maupun
sebagai usaha mikro atau usaha skala sesudah menerima SK (78 persen).
rumah tangga (sebelum memperoleh Kondisi tersebut tentu sedikit banyak
SK). Kemudian jika mencermati akan mempengaruhi kemampuan
Gambar 6.4 jumlah responden yang unit usaha petani responden anggota
tergolong usaha mikro atau usaha HKm untuk meningkatkan kinerja,
rumah tangga sebanyak 78 persen misalnya dalam meningkatkan
(sesudah menerima SK). Dengan produksi dan pendapatan mereka.
demikian, ada sebagian responden Kondisi ini dipertegas oleh hasil
14,5 persen yang meningkat menjadi tabulasi silang (crosstabulation)
kategori usaha kecil dengan jumlah pada Tabel 6.4 antara jumlah
tenaga kerja 5-19 orang yang tadinya tenaga kerja sebelum dan sesudah
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 81
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

menerima IUPHKm. Sebelum sebelum HKm meningkat menjadi 11


menerima IUPHKm, petani yang persen. Dari tabulasi silang tersebut
bekerja sendiri sebanyak 46 persen terlihat bahwa semakin banyak
dan turun menjadi 29 persen setelah petani menggunakan tenaga kerja
menerima IUPHKm. Petani yang di saat sudah menerima IUPHKm.
sebelum IUPHKm menyerap 2 orang Ada kecenderungan akan semakin
sebanyak 32,5 persen turun menjadi bertambah serapan tenaga kerjanya.
22,5 persen. Sebaliknya petani Hal ini menunjukkan bahwa ada
yang menyerap 3 orang sebelum peningkatan skala usaha tani di DIY
menerima IUPHKm sebanyak 9,5 dan Lampung. Ini diperkuat dengan
persen mengalami peningkatan nilai Chi-Square sebesar 396.000, yang
menjadi 15,5 persen, begitupun signifikan pada derajat kepercayaan
petani yang menyerap 4 tenaga kerja 99%.

„Tabel 6.4. Tabulasi Silang antara Jumlah Tenaga Kerja Sebelum dan Sesudah
Menerima SK HKm

Keterangan:
1) Nilai Pearson Chi-Square: 396.000a, yang signifikan pada derajat kepercayaan 99%.
2) 69 cells (85,2%) have expected count less than 5.
3) The minimum expected count is 0,01.

Sumber: Diolah dari data primer


82 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

Dari kegiatan BUMDes “Sejahtera”, wilayah tersebut. Kegiatan wisata


Desa Bleberan, Playen, Gunungkidul tersebut menyerap tenaga kerja, baik
jumlah karyawan BUMDes sebanyak anggota maupun bukan anggota HKm
12 orang, ditambah karyawan unit serta masyarakat dari desa maupun
pengelolaan air sebanyak 6 orang dari luar desa. Dengan demikian,
dan unit simpan pinjam sebanyak kegiatan kelompok HKm Tani
3 orang. Tenaga kerja yang diserap Manunggal dan HKm Mandiri terkait
untuk pengelolaan kawasan desa langsung maupun tidak langsung
wisata sebanyak 90 orang. Terkait dengan kegiatan desa wisata di kedua
dengan kegiatan wisata maka desa tersebut. Kegiatan desa wisata
pemberdayaan masyarakat dengan tersebut berdampak positif dalam
membuka warung sebanyak 60 orang mendorong peningkatan pendapatan
dan pengelola homestay sebanyak dan penyerapan tenaga kerja. Salah
30 orang. Di samping itu, terdapat satu perbedaan dalam pengelolaan
10 kelompok pemilik mobil dan 6 desa wisata di kedua desa tersebut
kelompok kuliner untuk mendukung adalah desa wisata Bleberan sudah
kegiatan wisata. dikelola oleh BUMDes, sedangkan
Selanjutnya kegiatan wisata yang desa wisata Kalibiru masih dikelola
dikelola kelompok masyarakat di oleh kelompok masyarakat (belum
Kalibiru, Hargowilis, Kokap, Kulon dikelola oleh BUMDes).
Progo mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 73 orang. Di samping itu 6.4. STRUKTUR BIAYA
juga terdapat karyawan tidak tetap Rasio biaya tenaga kerja
yang terlibat sebanyak 43 orang. merupakan perbandingan biaya
Dengan demikian tenaga kerja yang tenaga kerja dengan total biaya. Rasio
terlibat dalam pengelolaan kawasan biaya digunakan untuk mengetahui
desa wisata Kalibiru mencapai 116 seberapa besar proporsi biaya tenaga
orang. Sebagian dari jumlah tersebut kerja dibandingkan total biaya.
termasuk anggota HKm Manunggal. Berdasarkan perhitungan, rata-rata
Penyerapan tenaga kerja rasio biaya tenaga kerja adalah 30
untuk kasus kelompok HKm Tani persen.
Manunggal, Menggoran II, Bleberan, Tabel 6.5 memperlihatkan hasil
Playen, Gunungkidul dan HKm tabulasi silang antara rasio biaya
Mandiri, Kalibiru, Hargowilis, Kokap, tenaga kerja dan jumlah tenaga
Kulon Progo, terutama sesudah kerja. Responden dengan interval
menerima SK, dapat diduga terkait rasio biaya tenaga kerja pada Kelas
dengan kegiatan desa wisata di kedua 1 (0 hingga 10 persen) merupakan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 83
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

responden dengan jumlah terbanyak responden dengan rasio biaya pada


(38,5 persen), kemudian menyusul Kelas 4 (30,1 hingga 40 persen),
interval rasio biaya pada Kelas 5 (40,1 masing-masing sebesar 38,5 persen,
hingga 50 persen), dan berikutnya 14 persen, dan 10,5 persen.

„Tabel 6.5. Crosstabulation antara Rasio Biaya Tenaga Kerja dan Jumlah Tenaga Kerja
Sesudah Menerima SK HKm

Keterangan: (*) Rata-rata rasio biaya tenaga kerja adalah 30 persen

Sumber: Diolah dari data primer

Berdasarkan hasil tabulasi silang, DIY (Kabupaten Gunungkidul dan


banyaknya responden dengan Kabupaten Kulon Progo), yang
rasio biaya pada Kelas 1 dan hanya menggarap lahan HKm-nya sendiri
menggunakan satu tenaga kerja tanpa menggunakan tenaga kerja
(pemilik lahan) adalah sebesar orang lain yang dibayar. Di samping
19,5 persen, sedangkan banyaknya dirasakan masih mampu untuk
responden rasio biaya Kelas 1 mengerjakannya, hal tersebut dapat
dan menggunakan 2 tenaga kerja meniadakan atau menghemat biaya
adalah sebesar 17 persen. Masih tenaga kerja yang dibayar.
banyak petani anggota kelompok Berbeda dengan kondisi HKm
HKm, baik di wilayah Kabupaten di wilayah DIY, penyerapan tenaga
Tanggamus, Lampung serta wilayah kerja di HKm Lampung relatif tinggi.
84 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

Rata-rata jumlah tenaga kerja yang 6.5. DAMPAK TERHADAP


dipekerjakan di HKm Lampung KEMISKINAN
sebanyak 3 orang. Petani merasa Salah satu indikator tingkat
akan lebih efisien jika menggunakan kemiskinan dapat dilihat kepemilikan
tambahan tenaga untuk merawat dan jenis rumah yang dihuni oleh
dan memanen tanaman. Bahkan keluarga. Seluruh responden di
HKm Sinar Mulya memiliki jadual Kabupaten Tanggamus mengatakan
tiap-tiap kelompok tani untuk bahwa rumah yang mereka tinggali
mengontrol seluruh total lahan merupakan rumah milik sendiri.
HKm. Hal ini untuk meningkatkan Hal ini sesuai dengan Statistik
rasa kegotongroyongan, senasib Kesejahteraan Rakyat Kabupaten
sepenanggungan, dan kesadaran Tanggamus 2017, yang menyatakan
bahwa bertani di lahan HKm bahwa 89,24 persen status rumah
merupakan sumber penghasilan di Kabupaten Tanggamus adalah
utama. Hal tersebut juga merupakan milik sendiri. Demikian pula
upaya untuk meminimumkan biaya untuk seluruh responden anggota
tenaga kerja yang dilakukan oleh HKm Tani Manunggal (Kabupaten
anggota kelompok HKm Sinar Mulya. Gunungkidul) dan seluruh
Untuk kelompok tani HKm responden anggota HKm Mandiri
Tani Manunggal dan HKm Mandiri (Kabupaten Kulon Progo) yang
kesadaran untuk menjaga dan menyatakan bahwa rumah tinggal
merawat kawasan hutan lindung mereka milik sendiri. Kondisi ini
cukup tinggi, hal ini terbukti untuk sejalan dengan kondisi masyarakat
beberapa tahun terakhir kasus Kabupaten Gunungkidul yang 97,44
pencurian kayu di hutan dapat persen tinggal di rumah sendiri (BPS
dikatakan nihil. Kesadaran dan Gunung Kidul, 2016). Demikian
kegoyongroyongan mereka dalam juga kondisi tersebut sesuai dengan
menjaga hutan cukup tinggi. Kondisi kondisi masyarakat Kabupaten
tersebut dialami oleh anggota Kulon Progo pada umumnya, dimana
kelompok HKm dan juga anggota sebanyak 88,82 persen menyatakan
kepala keluarga (KK) anggota HKm. tinggal di rumah sendiri (BPS Kulon
Dalam konteks KK anggota HKm, Progo, 2017).
anggota keluarganya juga dilibatkan Di sisi lain dari jenis rumah
dalam kegiatan sehingga mereka responden petani HKm, dapat dilihat
merasa tidak perlu menggunakan dari jenis rumah mereka. Gambar
tenaga kerja di luar anggota keluarga. 6.5 memberikan informasi jenis
rumah responden. Sebanyak 49
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 85
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

persen responden memiliki rumah Sebagian responden petani yang


yang sudah permanen, artinya lain atau 51 persen masih memiliki
dinding rumah adalah tembok rumah yang semi permanen yang
terbuat dari bata merah dan semen, dindingnya sebagian dari tembok
atap bangunannya genteng, lantai dan semen kemudian sebagian lain
terbuat dari bata merah dan semen. dari kayu, lantainya masih tanah
serta atap ditutupi seng.
„Gambar 6.5. Kepemilikan Jenis Rumah Oleh Pemilik Lahan

Sumber: Diolah dari data primer

Hasil penelitian ini sejalan Demikian pula untuk respoden


dengan Statistik Kesejahteraan anggota HKm Tani Manunggal
Rakyat Kabupaten Tanggamus (Kabupaten Gunungkidul) dan HKm
2017 menyatakan bahwa 61,16 Mandiri (Kabupaten Kulon Progo)
persen dinding bangunan terluas dapat dinyatakan juga sebagai bukan
di Kabupaten Tanggamus adalah kategori kelompok miskin. Statistik
tembok dari semen dan 88,3 Kesejahteraan Rakyat Kabupaten
persen rumah tangga di kabupaten Gunungkidul 2016 menyatakan
Tanggamus telah menggunakan bahwa kondisi rumah menggunakan
listrik PLN. Dengan kata lain genteng (97,63 persen), tembok
berdasarkan indikator perumahan (80,36 persen), lantai bukan tanah
maka responden HKm di Kabupaten (80,47 persen) dan listrik (99,49
Tanggamus cenderung sudah bukan persen). Selanjutnya berdasarkan
dikategorikan sebagai kelompok Statistik Kesejahteraan Rakyat
miskin.
86 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

Kabupaten Kulon Progo 2017, rumah Bleberan mempunyai unit usaha


di wilayah tersebut dengan genteng menyalurkan air bersih dari sumber
(98,77 persen), tembok (87,57 mata air, sehingga ketersediaan atau
persen), lantai bukan tanah (90,05 pasokan air bersih dapat dinimakti
persen), dan listrik (99,35 persen). oleh warga setempat. Namun harus
Dari sisi perumahan, pada HKm diakui pada saat musim kemarau
Beringin Jaya setelah mereka pada saat musim kemarau pasokan
mendapatkan ijin pengelolaan HKm, air berkurang. Dari wawancara
muncul perkumpulan sosial berupa mendalam dan FGD di kedua wilayah
“Arisan Rumah”. Secara bergilir tersebut hanya beberapa anggota
anggota arisan bergotong royong HKm yang belum mempunyai MCK
mengumpulkan dana dan melakukan sendiri.
renovasi bagi anggota arisan yang Selain rumah, salah satu
mendapatkan undian arisan. Inilah kebutuhan yang menandakan bahwa
bentuk konkrit modal sosial yang seseorang telah memiliki pendapatan
positif bagi perbaikan rumah. yang cukup dan tidak termasuk
Arisan rumah ini sangat membantu kategori miskin adalah kebutuhan
petani untuk memperbaiki rumah, transportasi yaitu kepemilikan
dikarenakan biaya renovasi rumah kendaraan bermotor, baik motor
menjadi murah karena biaya tenaga maupun mobil. Gambar 6.6
kerja dilakukan secara bergotong memperlihatkan jumlah kendaraan
royong. motor yang dimiliki oleh petani HKm.
Dari sisi tempat tinggal jika Dari Gambar 6.6 terlihat bahwa 83,5
dicermati lebih jauh, seluruh persen warga memiliki paling sedikit
responden anggota HKm Mandiri satu unit motor dan paling banyak 5
Kalibiru mengaku rumahnya sudah buah motor. Hanya 15,5 persen saja
menggunakan listrik, tersedia mandi yang tidak memiliki motor.
cuci kakus (MCK), dan air bersih, Motor bagi petani di Kabupaten
meskipun untuk musim kemarau Tanggamus merupakan sarana
ketersediaan air bersih berkurang. transportasi utama untuk
Demikian juga untuk responden melakukan proses produksi dan
anggota HKm Tani Manunggal, mendistribusikan produksinya.
Bleberan (Kabupaten Gunungkidul), Gambaran data di atas menunjukkan
seluruh responden sudah bahwa daya beli petani relatif cukup
menggunakan fasilitas jaringan untuk mendapatkan aset tersebut
listrik, tersedia MCK, dan air bersih di walaupun harga aset itu relatif cukup
rumahnya. BUMDes “Sejahtera” Desa tinggi.
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 87
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

„Gambar 6.6. Jumlah Kepemilikan Motor Oleh Pemilik Lahan

Sumber : Diolah dari data primer

Berdasarkan wawancara men- menuju ke ibukota kecamatan dan


dalam dan FGD di wilayah HKM Tani ibukota kabupaten yang cukup jauh;
Manunggal (Kabupaten Gunung (2) Kondisi wilayah yang berbukit
Kidul) dan HKm Mandiri (Kabupaten dengan jalan naik turun dan berkelok
Kulon Progo), kendaraan motor roda (HKm Mandiri) menjadikan sepeda
dua digunakan oleh anggota HKm motor menjadi alat transportasi yang
untuk mobilitas kegiatan sehari-hari dapat diandalkan; (3) Kemudahan
baik yang terkait langsung dengan mempunyai sepeda motor melalui
kegiatan pekerjaan pokok dan cicilan kredit menjadikan sebanyak
sampingan serta kegiatan yang tidak 55,5 persen mempunyai sepeda
terkait langsung misalnya untuk motor lebih dari 1 unit.
mengantar anak sekolah, kegiatan Selain motor, kepemilikan mobil
sosial (mendatangi acara hajatan) dapat digunakan sebagai salah satu
dan agama (pengajian). Kepemilikan indikator tingkat kemiskinan. Dalam
sepeda motor responden yang cukup arti orang yang mempunyai mobil
tinggi (84,5 persen) disebabkan oleh pribadi seharusnya tidak termasuk
beberapa hal, yaitu: (1) kebutuhan kategori miskin. Penduduk yang
untuk mobilitas, terkait dengan lokasi telah memiliki mobil relatif memiliki
antar dusun, antar desa dan jarak pendapatan yang jauh lebih besar
88 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

dan daya beli yang lebih tinggi. yang memiliki 3 mobil. Namun
Berdasarkan Gambar 6.7 terlihat berdasarkan wawancara, mobil
bahwa ada petani HKm yang telah yang mereka miliki merupakan
memiliki mobil, yaitu sebanyak 6 mobil yang umumnya digunakan
persen. Sebanyak 5 persen memiliki untuk melakukan angkutan proses
1 mobil dan ada 1 persen petani produksi.
„Gambar 6.7. Jumlah Kepemilikan Mobil

Sumber: Hasil olahan data primer

Dalam jangka panjang seharusnya program Perhutanan Sosial. Salah


program Perhutanan Sosial, satu tujuan program tersebut yaitu
termasuk dalam bentuk HKm, untuk mengurangi kemiskinan di
dapat mendorong secara bertahap kawasan hutan secara lebih efektif.
pengurangan kemiskinan di wilayah Untuk mencapai tujuan diperlukan
kawasan hutan. Masyarakat yang kerja keras masyarakat anggota HKm
mendapat hak kelola kawasan di dukung oleh pemerintah pusat
hutan selama 35 tahun, dapat dan pemerintah daerah. Kerja keras
mengoptimalkan pemanfaatan tersebut hasilnya akan menjadi lebih
kawasan hutan untuk berproduksi optimal jika memperoleh dukungan
dan atau mengelola kawasan hutan pemangku kepentingan seperti
untuk memperolah pendapatan baik perguruan tinggi, dunia usaha, media
bagi individu maupun kelompok. massa, dan komunitas masyarakat
Tujuan tersebut akan lebih mudah lokal.
dicapai jika ada upaya percepatan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 89
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

6.6. KEMITRAAN usaha tani. Kemitraan dapat berasal


Pelaku atau unit usaha biasanya dari pihak-pihak swasta, Lembaga
memerlukan dukungan dari mitra Sosial Masyarakat (LSM), institusi
yang akan membantu dalam pemerintah, perguruan tinggi, dan
proses produksi, membantu panen pemangku kepentingan yang lain.
dan pasca panen, membantu Gambar 6.8 menjelaskan jenis
permodalan dan pemasaran serta kemitraan yang dilakukan oleh
memberi berbagai informasi dalam responden.

„Gambar 6.8. Jenis Kemitraan

Sumber: Diolah dari data primer

Gambar 6.7 memperlihatkan modal; (3) memberikan pelatihan; (4)


bahwa petani responden ternyata memberikan pendampingan; serta (5)
telah banyak melakukan kemitraan memberikan penyuluhan. Kemitraan
dalam menjalankan usahanya. yang terbanyak adalah kemitraan
Sebagian besar petani (74,5 persen) berupa gabungan dari berbagai jenis
telah melakukan kemitraan, dan kemitraan yang dilakukan, sebanyak
sebagian lagi 25,5 persen belum 54 persen responden melakukan
melakukan kemitraan. kemitraan yang lebih dari satu jenis
Berbagai macam kemitraan bentuk kemitraan. Selain kombinasi
yang dilakukan adalah (1) membeli kemitraan, persentase terbesar
produksi petani; (2) memberi bantuan selanjutnya adalah bahwa terdapat
90 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

25,5 persen responden yang tidak menjadi acuan agar capaian kegiatan
memiliki mitra; lalu 6,5 persen anggota HKm menjadi lebih baik
responden hanya mendapatkan dan kinerja BUMDes menjadi lebih
penyuluhan; masing-masing 4 optimal.
persen respoden mengatakan hanya
mendapat pelatihan dan hanya 6.7. KENDALA
dibeli produknya; 2,5 persen hanya Selanjutnya Gambar 6.9
mendapatkan bantuan modal; 2 menjelaskan jenis-jenis kendala
persen mengatakan lainnya; dan yang dialami oleh responden. Jenis
1,5 persen hanya mendapatkan kendala terbanyak yang dialami
pendampingan. responden adalah kombinasi dari
Secara kelembagaan HKM Tani terbatasnya akses bahan baku,
Manunggal (Kabupaten Gunungkidul) akses modal, akses pasar, dan
dan HKm Mandiri bupaten Kulon masih tradisionalnya peralatan
Progo) telah melakukan kemitraan yang dimiliki. Sebanyak 34%
dan kerjasama dengan berbagai responden menjawab kombinasi.
pihak terkait, seperti misalnya 10,5% responden mengatakan
pemerintah pusat dan pemerintah hanya memiliki kendala akses bahan
daerah, perguruan tinggi, LSM, baku; 8% hanya memiliki kendala
dunia usaha, dan komunitas peralatannya yang masih tradisional;
masyarakat lokal. Sebagai contoh, 7,5% hanya memiliki kendala
HKm Mandiri telah lama didampingi terbatasnya akses modal; 5,5%
oleh LSM (Yayasan Damar). LSM hanya memiliki kendala terbatasnya
tersebut mendampingi kelompok akses pasar; dan 3,5% responden
masyarakat dalam mengelola, menjawab kendala lainnya.
merawat, dan menjaga kawasan
hutan. Lebih jauh LSM tersebut
juga membantu mengembangkan
kawasan desa wisata Kalibiru. Untuk
HKm Tani Manunggal (Kabupaten
Gunungkidul) kemitraan dan
kerjasama telah dilakukan dengan
beberapa perguruan tinggi (PTN/
PTS), Beberapa kajian dilakukan
terkait dengan HKm Tani Manunggal
(dan juga BUMDes “Sejahtera”). Hasil
kajian tersebut diharapkan dapat
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 91
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

„Gambar 6.9. Jenis Kendala

Sumber: Hasil olahan data primer

Terkait kendala peralatan yang modern. Pihak vendor kemudian


masih tradisional dan akses pasar, mengolah kopi asalan tadi menjadi
petani di HKm Sinar Mulya dan kopi berkualitas, dan menjual ke
HKm Beringin Jaya belum memiliki pasar dengan harga tinggi, sekitar
peralatan yang modern untuk Rp40.000 hingga Rp45.000 per
mengolah kopi asalan (kopi yang kilogramnya.
masih bercampur dengan kulit, Responden yang mengatakan
gelondong dan lainnya) menjadi kopi tidak ada kendala (31%) sebagian
yang berkualitas. Para petani hanya besar merupakan responden HKm
bisa menjual hasil panennya kepada Mandiri dan HKm Tani Manunggal.
pihak vendor (pengepul) dengan Penelusuran lebih lanjut berdasarkan
harga rendah, sesuai dengan harga wawancara mendalam dan FGD
pasar kopi asalan, sekitar Rp20.000 terkait dengan tidak ada kendala
hingga Rp25.000 per kilogram. adalah keterlibatan masyarakatan
Pihak vendor tadi merupakan pihak anggota HKm dalam menjaga dan
yang memiliki peralatan yang lebih merawat kawasan hutan lindung
92 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

adalah hal yang biasa dan menjadi juta selama satu tahun atau Rp 2,36
bagian kehidupan sehari-hari. juta per bulan.
Pemahaman mereka terhadap Selanjutnya variabel independen
kelestarian hutan dapat dianggap terdiri dari lamanya SK diterima oleh
sudah mendarah daging. Tidak ada responden, luas lahan yang diterima,
kendala yang berarti bagi mereka jumlah tenaga kerja, persentase
untuk hidup bersatu dan menjadi biaya transportasi, persentase biaya
bagian dari kawasan hutan. input, jenis kemitraan, pengetahuan
tentang HKm, partisipasi dalam
6.8. FAKTOR-FAKTOR PENENTU perencanan, partisipasi dalam
PENDAPATAN pelaksanaan, serta partisipasi dalam
Subbab ini akan berupaya monitoring dan evaluasi. Dari 10
menjawab pertanyaan: apakah faktor- variabel independen dalam model 1,
faktor penentu pendapatan dari hanya ada 3 variabel independen yang
responden yang merupakan anggota signifikan yaitu lama SK diterima,
HKm Sinar Mulya dan HKm Beringin luas lahan, dan jumlah tenaga kerja.
Jaya (Kabupaten Tanggamus) serta Ketiga variabel penjelas tersebut
HKm Tani Manunggal (Kabupaten masing-masing signifikan pada α
Gunungkidul) dan HKm Mandiri = 1 persen. Variabel-variabel jenis
(Kabupaten Kulon Progo)? Jawaban kemitraan, pengetahuan tentang
dari pertanyaan tersebut dapat HKm, partisipasi dalam perencanan,
dicermati pada Tabel 6.6. partisipasi dalam pelaksanaan, serta
Model 1 terdiri dari variabel partisipasi dalam monitoring dan
dependen dan variabel independen evaluasin tidak signifikan diduga
atau penjelas. Variabel dependen terkait penerapan Program HKm
adalah total pendapatan anggota yang relatif masih pendek.
HKm yang menjadi responden.
Berdasarkan analisis di subbab 6.2,
pendapatan petani sebagian besar
berada pada interval Rp1-20 juta
per tahun yaitu sebesar 53,5 persen,
kemudian 25 persen berada pada
interval pendapatan Rp20–40 juta
per tahun, serta 5,5 persen berada
pada interval pendapatan Rp 60–70
juta. Secara rata-rata pendapatan
petani HKm adalah sebesar Rp28,3
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 93
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

„Tabel 6.6. Hasil Regresi Faktor-faktor Penentu Pendapatan Responden

Variabel Independen Model 1 Model 2

2,516E7 1,845E7
Konstanta
(2,540)* (3,330)*
-1,722E6 -1,701E6
Lama SK diterima
(-4,325)* (-4,647)*
4,302E6 4,240E6
Luas dalam hektar
(3,610)* (3,758)*
2,177E6 2,186E6
Jumlah tenaga kerja (4,322)* (4,697)*
705241,989
Persen biaya transpor
(0,092)
3,500E6
Persen biaya input
(0,506)
1,123E6 1,091E6
Jenis kemitraan
(2.237)** (2,278)**
-2,174E6
Pengetahuan tentang HKm
(-0,449)
56044,300
Partisipasi dalam perencanaan
(0,008)
-1,933E6
Partisipasi dalam pelaksanaan
(-0,329)
-528295,187
Partisipasi dalam monev
(-0,076)
Adjusted R2 0,499 0,510
F-statistik 20,856* 52,884*

Keterangan:
1) * signifikan pada α = 1 persen
2) ** signifikan pada α = 5 persen
Sumber: Diolah dari data primer

Kemudian dilakukan metode diperoleh model 2. Model tersebut


“backward” untuk memilih variabel mempunyai adjusted R2 sebesar
independen mana saja yang 0,51 yang lebih tinggi daripada model
berpengaruh terhadap variabel 1 yang hanya memiliki adjusted R2
dependen. Dari proses tersebut sebesar 0,499 (lihat Tabel 6.6). hasil
94 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

ini menunjukkan variasi perubahan pada taraf kepercayaan 99 persen.


seluruh variabel independen dalam Model 2 dianggap tidak terjadi
model (lama SK diterima, luas pelanggaran terhadap asumsi klasik
lahan, jumlah tenaga kerja, dan jenis yang meliputi multikolinearitas,
kemitraan) mampu menjelaskan heteroskedastisitas, dan otokrelasi.
perubahan variasi total pendapatan Variabel lama SK diterima
sebesar 51 persen dan sisanya 49 berpengaruh negatif dan signifikan
persen dijelaskan oleh variabel lain terhadap total pendapatan pada taraf
yang tidak dimasukkan dalam model. kepercayaan 99 persen. Gambar
Selanjutnya model 2 mempunyai 6.10 menunjukkan mayoritas lama
nilai F statistik sebesar 52,884 IUPHKm diterima oleh responden
dan signifikan pada α=1 persen. adalah 38,5 persen. Kondisi ini
Angka F statistik yang signifikan dapat diartikan semakin pendek
menunjukkan bahwa seluruh lama SK IUPHKm diterima maka
variabel (lama SK diterima, luas total pendapatan responden makin
lahan, jumlah tenaga kerja, dan jenis meningkat. Dengan kata lain,
kemitraan) secara bersama-sama semakin cepat pemberian IUPHKm
dalam model berpengaruh signifikan kepada kelompok tani maka potensi
terhadap pendapatan responden peningkatan pendapatan akan
semakin besar.
„Gambar 6.10. Lama SK IUPHKm Diterima Oleh Responden

Sumber: Hasil olahan data primer


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 95
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PERHUTANAN SOSIAL

Kemudian luas lahan


berpengaruh positif dan signifikan
terhadap total pendapatan pada
taraf kepercayaan 99 persen. Hal
ini berarti semakin luas lahan
yang diterima oleh petani anggota
HKm maka akan mendorong
meningkatnya pendapatan,
ceteris paribus.
Variabel jumlah tenaga kerja
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap total pendapatan pada
taraf kepercayaan 99 persen.
Dengan meningkatnya jumlah
tenaga kerja yang dilibatkan
dalam kegiatan di lahan HKm
maka pendapatan juga akan
meningkat, ceteris paribus.
Selanjutnya jenis kemitraan
berpengaruh positif dan signifikan
pada taraf kepercayaan 95 persen.
Hal ini dapat diartikan semakin
banyak jenis kemitraan yang
dapat dilakukan maka berbagai
fasilitas seperti pembimbingan,
pendampingan, dan bantuan lain
akan diperoleh anggota HKm.
Dengan berbagai fasilitas dari
kemitraan tersebut maka kegiatan
usaha dari anggota HKm akan
lebih baik, dan pada gilirannya
pendapatan juga akan meningkat,
ceteris paribus.
96 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
PENDAHULUAN
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 97
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

BAB 7
ANALISIS DAMPAK
SOSIAL PERHUTANAN
SOSIAL

Bab 7 ini menguraikan tentang dalam pengelolaan HKm. Ada


hasil dari analisis dampak sosial beberapa aspek yang akan dianalisis
perhutanan sosial yang ada di wilayah tentang persepsi masyarakat, yang
DIY dan Lampung. Analisis dampak meliputi: pengetahuan masyarakat
sosial meliputi: persepsi masyarakat tentang HKm, dari mana sumber
terhadap perhutanan sosial, lembaga informasi tentang HKm didapatkan,
yang muncul setelah adanya HKm, dan sejak kapan mengetahui HKm.
perubahan perilaku masyarakat Tabel 7.1 menunjukkan bahwa
setelah adanya HKm dan kendala sebagian besar responden, baik di
yang muncul dalam pengelolaan DIY maupun Lampung, mengetahui
HKm, . Oleh sebab itu, pada bab ini informasi tentang HKm di mana ada
akan dipaparkan secara rinci hasil 183 dari 200 responden (91,5%) yang
olah data dari hasil survei di DIY dan menyatakan tahu, sementara hanya
Lampung. 17 responden (8,5%) yang tidak
tahu. Hal ini mengindikasikan bahwa
7.1. PERSEPSI MASYARAKAT pengetahuan HKm dapat diterima
TERHADAP HKm secara baik di masyarakat. Dari hasil
Persepsi masyarakat menjadi salah penelitian juga menunjukkan bahwa
satu faktor menjadi kunci yang akan responden mampu menjelaskan
menentukan perilaku responden secara sederhana mengenai HKm.

„Tabel 7.1. Pengetahuan Masyarakat Mengenai Hutan Kemasyarakatan (HKm)

Frekuensi Persentase
Tidak 17 8,5
Valid Ya 183 91,5
Total 200 100,0

Sumber: Diolah dari data primer


98 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

Jika dilihat dari variasi antar HKm. Kemudian di Kelompok Sinar


daerah, sebagaimana tertera di dalam Mulya Pekon Sukamaju terdapat 44
Tabel 7.2 menunjukkan bahwa 50 responden (22%) yang mengetahui
responden kelompok HKm Mandiri dan Kelompok HKm Beringin
Kalibiru Kulonprogo mengetahui Jaya Pekon Margoyoso hanya 41
tentang HKm (25%). Sedangkan responden (20,5%) yang mengetahui
di kelompok Tani Manunggal HKm ini. Secara lebih jelas dapat
Bleberan Gunungkidul ditemukan dilihat pada Tabel 7.2 berikut ini.
48 responden (24%) mengetahui

„Tabel 7.2. Lokasi dan Pengetahuan tentang HKm (P_HKm)

P_HKm Total
Tidak Ya
Count 0 50 50
Mandiri
% of Total 0,0% 25,0% 25,0%
Count 2 48 50
Tani Manunggal
Lokasi % of Total 1,0% 24,0% 25,0%
HKm Count 6 44 50
Sinar Mulya
% of Total 3,0% 22,0% 25,0%
Count 9 41 50
Beringin Jaya
% of Total 4,5% 20,5% 25,0%
Count 17 183 200
Total
% of Total 8,5% 91,5% 100,0%

Catatan: Chi-square=12,536, signifikan pada derajat kepercayaan 99%


Sumber: Diolah dari data primer

Pengetahuan tentang HKm desa, kecamatan dan kabupaten.


tersebut diperoleh dari berbagai Pemerintah melalui pemerintah
sumber informasi. Hasil penelitian daerah hingga aparat desa
menunjukkan bahwa sebagian besar melakukan sosialisasi tentang HKm
responden di DIY dan Lampung kepada masyarakat, serta membantu
memperoleh sumber informasi mengenai pengurusan izin HKm.
mengenai pengetahuan terhadap Sumber informasi utama kedua
HKm dari pemerintah yakni 137 diperoleh dari sumber lainnya (LSM,
responden (68,5%). Pemerintah universitas dan sebagainya). Hal ini
dalam hal ini adalah pemerintah seperti tertera dalam Tabel 7.3.
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 99
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

„Tabel 7.3. Sumber Informasi Pengetahuan HKm

Frekuensi Persentase
Tidak tahu 14 7,0
Pemerintah 137 68,5
Media massa 1 0,5
Valid
Lainnya (LSM, universitas dsb) 47 23,5
Pemerintah dan sumber lainnya 1 0,5
Total 200 100,0

Sumber: Diolah dari data primer

Pengetahuan masyarakat tentang (7,5%) yang memperoleh informasi


informasi HKm berasal dari berbagai dari sumber lainnya. Dari hasil
sumber, dengan membandingkan penelitian di lapangan, sumber
antara lokasi dengan sumber informasi lainnya ini berasal dari
informasi menunjukkan bahwa LSM pendamping. Di Kelompok HKm
Kelompok HKm Mandiri Kalibiru Manunggal, LSM pendampingnya
dan Kelompok HKm Tani adalah Lembaga Java Learning
Manunggal Bleberan memperoleh Center (Javlec). Sedangkan LSM
pengetahuan tentang HKM berasal yang mendampingi kelompok HKm
dari sumber informasi lainnya. Mandiri adalah Yayasan Damar,
Hal ini berdasarkan Tabel 7.4 yang sementara di Lampung LSM yang
menunjukkan bahwa terdapat 20 mendampingi adalah Konsorsium
responden (10%) di Kelompok HKm Kota Agung Utara (Korut). Lembaga-
Mandiri yang memperoleh sumber lembaga ini turut membantu dalam
informasi dari sumber lainnya, memberikan informasi kepada
sedangkan di kelompok HKm Tani anggota kelompok tani dan sadar
Manunggal ada 15 responden wisata di masing-masing daerah.
100 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

„Tabel 7.4. Lokasi dan Sumber Informasi

Lokasi HKm Total


Mandiri Tani Sinar Beringin
Manunggal Mulya Jaya
Count 0 0 5 9 14
Tidak tahu
% of Total 0,0% 0,0% 2,5% 4,5% 7,0%
Count 30 34 39 34 137
Pemerintah
% of Total 15,0% 17,0% 19,5% 17,0% 68,5%

Sumber Count 0 0 1 0 1
Media massa
Informasi % of Total 0,0% 0,0% 0,5% 0,0% 0,5%
Count 20 15 5 7 47
Lainnya
% of Total 10,0% 7,5% 2,5% 3,5% 23,5%
Count 0 1 0 0 1
1 dan 4
% of Total 0,0% 0,5% 0,0% 0,0% 0,5%
Count 50 50 50 50 200
Total
% of Total 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 100,0%
Catatan: Chi-square=35,965, signifikan pada derajat kepercayaan 99%
Sumber: Diolah dari data primer

Lama pengetahuan responden 1 orang responden yang sudah


mengenai HKm sangat bervariasi. memiliki lama pengetahuan HKm
Sebagian besar responden (49%) selama 25 tahun (0,5%). Hal tersebut
sudah mengetahui HKm selama 4, seperti terlihat pada Tabel 7.5.
9, dan 15 tahun. Bahkan terdapat
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 101
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

„Tabel 7.5. Lama Pengetahuan HKm


Lama Tahun Frekuensi Persentase
<4 8 4,0
4 25 12,5
5 12 6,0
6 9 4,5
7 4 2,0
8 4 2,0
9 37 18,5
10 8 4,0
11 9 4,5
12 1 0,5

Valid 13 4 2,0
14 5 2,5
15 36 18,0
16 5 2,5
17 10 5,0
18 12 6,0
19 3 1,5
20 1 0,5
21 6 3,0
25 1 0,5
Total 200 100,0

Sumber: Diolah dari data primer

Jika dicermati pengetahuan pengetahuan responden ini juga


responden dari masing-masing berkaitan erat dengan terbitnya
daerah sebagaimana terlihat pada Izin Usaha Pemanfaatan HKm. Di
Tabel 7.6. menunjukkan perbedaan Kalibiru Kulonprogo, izin sementara
yang variatif. Hal ini ditunjukkan pengelolaan HKm terbit pada tahun
dari nilai Chi-square sebesar 2003 melalui Surat Keputusan
274,8 dan signifikan pada derajat Pemberian Izin Sementara
kepercayaan 99%. Di Kelompok HKm Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan
Mandiri, mayoritas responden (18 kepada 7 kelompok Tani Hutan
responden) memiliki pengetahuan (KTHKm). Atas perkembangan yang
HKm sudah 15 tahun. Lama positif muncul izin definitif yang
102 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

terbit pada tahun 2007. Namun Hal ini berbeda dengan Lampung
demikian sebelum itu, sebagian di mana sebagian besar masyarakat
masyarakat juga sudah mengenalnya belum lama mengetahui mengenai
dikarenakan pendampingan Yayasan HKm. Sebagian responden (17
Damar di Kalibiru sudah dimulai responden) Kelompok HKm Tani
sejak tahun 1999. Tabel 7.6 juga Sinar Mulya, mengetahui HKm
menunjukkan bahwa di HKm Tani baru 4 tahun sedangkan kelompok
Manunggal mayoritas responden (18 HKm Beringin Jaya sebagian besar
responden) mengetahui HKm selama respondennya (27 responden)
15 tahun. Ijin pengelolaan HKm mengetahui HKm baru 9 tahun. Hal
di Bleberan Gunungkidul ini juga ini tidak terlepas dari ijin pengelolaan
sama dengan Kalibiru yakni tahun HKm di dua kelompok tersebut yang
2007 ditandai dengan terbitnya Ijin baru muncul pada tahun 2013.
Pemanfaatan HKm di 35 kelompok Secara lebih rinci dapat dilihat pada
Tani HKm di Gunungkidul. Tabel 7.6.

„ Tabel 7.6. Lokasi dan Pengetahuan HKm


Lokasi HKm Total
Mandiri Tani Sinar Mulya Beringin
Manunggal Jaya
Count 0 0 3 5 8
0
% of Total 0,0% 0,0% 1,5% 2,5% 4,0%
Count 0 0 17 8 25
4
% of Total 0,0% 0,0% 8,5% 4,0% 12,5%
Count 0 1 6 5 12
5
% of Total 0,0% 0,5% 3,0% 2,5% 6,0%
Count 0 1 8 0 9
6
% of Total 0,0% 0,5% 4,0% 0,0% 4,5%
Count 0 0 0 4 4
7
% of Total 0,0% 0,0% 0,0% 2,0% 2,0%
Count 0 0 4 0 4
8
% of Total 0,0% 0,0% 2,0% 0,0% 2,0%
Count 0 0 10 27 37
9
% of Total 0,0% 0,0% 5,0% 13,5% 18,5%
Count 6 1 0 1 8
10
% of Total 3,0% 0,5% 0,0% 0,5% 4,0%
Count 4 5 0 0 9
11
% of Total 2,0% 2,5% 0,0% 0,0% 4,5%
Count 1 0 0 0 1
12
Lama % of Total 0,5% 0,0% 0,0% 0,0% 0,5%
tahun Count 2 2 0 0 4
13
% of Total 1,0% 1,0% 0,0% 0,0% 2,0%
Count 1 4 0 0 5
14
% of Total 0,5% 2,0% 0,0% 0,0% 2,5%
Count 18 18 0 0 36
7
% of Total 0,0% 0,0% 0,0% 2,0% 2,0%
Count 0 0 4 0 4
8
% of Total 0,0% 0,0% 2,0% 0,0% 2,0%
Count 0 0 10 27 37
9
0,0%
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
0,0% 5,0% 13,5%PERHUTANAN 18,5% 103
% of Total ANALISIS DAMPAK SOSIAL SOSIAL

Count 6 1 0 1 8
10
% of Total 3,0% 0,5% 0,0% 0,5% 4,0%
Count 4 5 0 0 9
11
% of Total 2,0% 2,5% 0,0% 0,0% 4,5%
Count 1 0 0 0 1
12
Lama % of Total 0,5% 0,0% 0,0% 0,0% 0,5%
tahun Count 2 2 0 0 4
13
% of Total 1,0% 1,0% 0,0% 0,0% 2,0%
Count 1 4 0 0 5
14
% of Total 0,5% 2,0% 0,0% 0,0% 2,5%
Count 18 18 0 0 36
15
% of Total 9,0% 9,0% 0,0% 0,0% 18,0%
Count 1 3 1 0 5
16
% of Total 0,5% 1,5% 0,5% 0,0% 2,5%
Count 8 2 0 0 10
17
% of Total 4,0% 1,0% 0,0% 0,0% 5,0%
Count 5 6 1 0 12
18
% of Total 2,5% 3,0% 0,5% 0,0% 6,0%
Count 2 1 0 0 3
19
% of Total 1,0% 0,5% 0,0% 0,0% 1,5%
Count 1 0 0 0 1
20
% of Total 0,5% 0,0% 0,0% 0,0% 0,5%
Count 0 6 0 0 6
21
% of Total 0,0% 3,0% 0,0% 0,0% 3,0%
Count 1 0 0 0 1
25
% of Total 0,5% 0,0% 0,0% 0,0% 0,5%
Count 50 50 50 50 200
Total
% of Total 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 100,0%

Catatan: Chi-square=274,8, signifikan pada derajat kepercayaan 99%.


Sumber: Diolah dari Data Primer

Pengetahuan masyarakat tentang sedangkan yang tidak mengetahui


HKm membuat masyarakat juga hanya sebanyak 24 respoden (12%).
mengetahui mengenai status hutan Pengetahuan masyarakat mengenai
yang berada di sekitar wilayah status hutan ini tentunya akan
tempat tinggal mereka. Tabel 7.7 membantu kesadaran masyarakat
menunjukkan bahwa sebagian di dalam mengelola dan menjaga
besar responden mengetahui status kelestarian hutan.
hutan yakni 166 responden (88%)

„ Tabel 7.7. Pengetahuan Mengenai Status Hutan


Frekuensi Persentase
Valid Tidak 24 12
Ya 176 88
Total 200 100

Sumber: Diolah dari data primer


104 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

Jika dicermati dari masing- status hutan yang berbeda terjadi


masing lokasi HKm, sebagaimana di kelompok HKm Tani Manunggal
dirangkum pada Tabel 7.8, sebanyak di mana status hutan adalah hutan
50 responden di kelompok HKm produksi. Adanya 3 responden di
Mandiri mengetahui status hutan kelompok HKm Tani Manunggal yang
tersebut sedangkan kelompok Tani tidak mengetahui status hutan ini
Manunggal hanya ada 3 responden dikarenakan hak pengelolaan hutan
yang tidak mengetahui. Sedangkan yang dimiliki merupakan warisan
di Lampung, kelompok HKm Sinar dari suami atau orang tuanya.
Mulya dan HKm Beringin Jaya Responden tersebut hanya memiliki
ternyata masing-masing terdapat 40 hak mengelola sedangkan informasi
responden yang mengetahui status tentang kelompok maupun status
HKm. Di kelompok HKm Mandiri, HKm tidak banyak mengetahui.
responden mengetahui adanya Secara lebih jelas mengenai distrbusi
perubahan status hutan lindung responden menurut pengetahuan
bersamaan dengan turunnya ijin status hutan dapat dilihat pada Tabel
definitif pada tahun 2007. Sedangkan 7.8.

„ Tabel 7.8. Lokasi dan Pengetahuan Status Hutan

TAHU STATUS HUTAN Total


Tidak Ya
Count 0 50 50
Mandiri
% of Total 0,0% 25,0% 25,0%
Count 3 47 50
Tani Manunggal
Lokasi % of Total 1,5% 23,5% 25,0%
HKm Count 11 39 50
Sinar Mulya
% of Total 5,5% 19,5% 25,0%
Count 10 40 50
Beringin Jaya
% of Total 5,0% 20,0% 25,0%
Count 24 176 200
Total
% of Total 12,0% 88,0% 100,0%

Catatan: Chi-square=16,288, signifikan pada derajat kepercayaan 99%


Sumber: Diolah dari Data primer
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 105
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

7.2. DESAIN KELEMBAGAAN lembaga yang paling banyak muncul


Salah aspek penting keber- dari pengelolaan HKm adalah
lanjutaan pengelolaan hutan koperasi sebagaimana dikemukakan
kemasyarakatan adalah adanya oleh 125 responden (62,5%). Hal
lembaga yang mampu menjadi wadah ini menunjukkan bahwa koperasi
sosial ekonomi masyarakat. Dalam masih dipandang sebagai lembaga
penelitian ini, aspek kelembagaan yang dianggap layak untuk menjadi
akan dilihat dari beberapa aspek wadah aktivitas sosial ekonomi dan
yakni bentuk kelembagaan yang alat perjuangan ekonomi rakyat
muncul, peran kelembagaan dalam kecil. Selain koperasi, lembaga lain
pemberdayaan, pendampingan yang muncul pasca IUPHKm adalah
terhadap kelembagaan, bentuk kelompok usaha (Pokdarwis dan
pendampingan, dan pihak yang Gapoktan) (10%), dan sebagainya.
melakukan pendampingan. Berikut Tabel 7.9 yang menunjukkan
Dari hasil penelitian di Lampung kelembagaan yang muncul setelah
dan DIY menunjukkan bahwa adanya HKm.

„ Tabel 7.9. Kelembagaan Yang Muncul Setelah Adanya HKm

Frekuensi Persentase

Tidak menjawab 4 2,0

kelompok usaha 13 6,5

Pokdawis 7 3,5

Koperasi 125 62,5

Valid kelompok usaha dan koperasi 17 8,5

koperasi dan lainnya 5 2,5

kelompok usaha, pokdarwis dan lainnya 21 10,5

kelompok usaha dan pokdawis 8 4,0

Total 200 100,0

Sumber: Diolah dari data primer


106 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

Berdasarkan variasi antar daerah adalah koperasi. Hal demikian juga


dapat dilihat dan memperkuat fakta diakui oleh mayoritas responden
bahwa koperasi menjadi lembaga di kelompok HKm Sinarmulyo (32
yang diakui oleh responden paling responden), kelompok HKm Tani
banyak muncul. Di kelompok Manunggal (30 responden) dan
HKm Beringin Jaya menunjukkan kelompok HKm Mandiri, Kalibiru (18
bahwa 45 responden (22,5%) responden). Secara lebih jelas dapat
menyatakan lembaga yang muncul dilihat pada tabel 7.10.

„ Tabel 7.10. Lokasi dan Lembaga Yang Muncul


Lokasi HKm Total
Mandiri Tani Sinar Beringin
Manunggal Mulya Jaya
Tidak Count 0 0 3 1 4
menjawab 0,0% 0,0% 1,5% 0,5% 2,0%
% of Total
Kelompok Count 2 2 6 3 13
usaha 1,0% 1,0% 3,0% 1,5% 6,5%
% of Total
Pokdawis Count 4 0 3 0 7
% of Total 2,0% 0,0% 1,5% 0,0% 3,5%
Koperasi Count 18 30 32 45 125
% of Total 9,0% 15,0% 16,0% 22,5% 62,5%
Lembaga Kelompok 4 9 3 1 17
Count
yang usaha dan
muncul % of Total 2,0% 4,5% 1,5% 0,5% 8,5%
koperasi
Koperasi dan Count 4 1 0 0 5
lainnya 2,0% 0,5% 0,0% 0,0% 2,5%
% of Total
Kelompok Count 13 8 0 0 21
usaha, 6,5% 4,0% 0,0% 0,0% 10,5%
pokdawis % of Total
dan lainnya
Kelompok Count 5 0 3 0 8
usaha dan
% of Total 2,5% 0,0% 1,5% 0,0% 4,0%
pokdawis
Count 50 50 50 50 200
Total
% of Total 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 100,0%

Catatan: Chi-square=77,487, signifikan pada derajat kepercayaan 99%.


Sumber: Diolah dari Data primer
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 107
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

Koperasi menjadi wadah untuk pendukung wisata belum disediakan


bekerjasama yang banyak dipilih dengan selayaknya.
oleh responden di lokasi penelitian. Agar kelembagaan yang ada
Sayangnya, keberadaan koperasi mampu memberikan kontribusi
di Beringin Jaya dikeluhkan oleh bagi masyarakat, maka peran
sebagian responden karena manfaat kelembagaan dalam memberdayakan
belum dirasakan secara merata masyarakat menjadi penting. Dari
oleh semua anggota. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
responden selalu merasa kesulitan peran lembaga yang ada ternyata aktif
saat akan meminjam dari koperasi, dalam melakukan pemberdayaan
karena uang sudah didistribusikan masyarakat di kelompok HKm. Tabel
ke anggota lain. Fenomena lain 7.11. menunjukkan hal tersebut
yang terjadi di HKm Beringin Jaya di mana 179 responden (89,5%)
adalah ketidakberadaan Pokdarwis. menyatakan peran kelembagaan
Pokdarwis (kelompok sadar wisata) yang aktif dan hanya 21 responden
tidak ada karena kegiatan utama HKm (10,5%) yang menyatakan tidak
adalah perkebunan. Pariwisata alam aktif. Peran kelembagaan yang aktif
belum dikelola dengan baik, antara tersebut tentunya sangat positif
lain dapat dilihat dari pencatatan dalam mendorong pemberdayaan
jumlah pengunjung hingga fasilitas para petani HKm.

„ Tabel 7.11. Peran Kelembagaan Dalam Pemberdayaan Masyarakat

Frekuensi Persentase
Tidak aktif 21 10,5
Valid Aktif 179 89,5
Total 200 100,0
Sumber: Diolah dari data primer

Dengan melihat variasi antar Hal ini sebenarnya juga diperkuat


daerah, peran kelembagaan yang dari hasil wawancara di lapangan
paling aktif terdapat di kelompok yang menunjukkan bahwa lembaga
HKm Mandiri Kalibiru. Semua yang ada di kelompok HKm
responden di kelompok HKm Mandiri Kalibiru cukup aktif dalam
Mandiri Kalibiru menyatakan peran menyelenggarakan pertemuan rutin
aktif dari kelembagaan tersebut. dan mengadakan berbagai aktivitas
108 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

untuk mendorong keterlibatan aktivitas bersama juga diinisiasi oleh


masyarakat dalam pengelolaan wisata kelompok misalnya perawatan pohon
di Kalibiru. Sebagian warga Kalibiru jati. Sedangkan di kelompok Beringin
terlibat dalam pengelolaan wisata baik Jaya dan Sinar Mulya, masing-
sebagai petugas kebersihan, tukang masing hanya 10 responden yang
parkir, pemandu wisata, penjaga menyatakan bahwa lembaga yang
tiket dan sebagainya. Demikian ada tidak aktif dalam pemberdayaan
juga di kelompok Tani Manunggal masyarakat. Lembaga-lembaga
dimana hanya ada 1 responden yang yang ada tersebut juga aktif
menyatakan bahwa lembaga tersebut menyelenggarakan pertemuan untuk
tidak aktif perannya. Pertemuan rutin anggota HKm dan juga menjadi
di kelompok Tani Manunggal masih wadah ketika berhubungan dengan
aktif diselenggarakan. Berbagai pihak eksternal.

„ Tabel 7.12. Peran Kelembagaan dalam Pemberdayaan Masyarakat berdasarkan Lokasi


HKm

PERAN LEMBAGA Total


Tidak aktif Aktif
Count 0 50 50
Mandiri
% of Total 0,0% 25,0% 25,0%
Count 1 49 50
Tani Manunggal
Lokasi % of Total 0,5% 24,5% 25,0%
HKm Count 10 40 50
Sinar Mulya
% of Total 5,0% 20,0% 25,0%
Count 10 40 50
Beringin Jaya
% of Total 5,0% 20,0% 25,0%
Count 21 179 200
Total
% of Total 10,5% 89,5% 100,0%

Catatan: Chi-square=19,314, signifikan pada derajat kepercayaa 99%.


Sumber: Diolah dari Data primer
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 109
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

Munculnya kelembagaan yang responden menyatakan bahwa


aktif tersebut tidak terlepas dari terdapat pendampingan terhadap
adanya pendampingan yang kelembagaan, yakni 186 responden
dilakukan oleh pendamping. Tabel (93%). Hal ini seperti terlihat pada
7.13. menunjukkan bahwa mayoritas Tabel 7. 13.

„ Tabel 7.13. Peran Pendamping Terhadap Kelembagaan


Frekuensi Persentase
Tidak 14 7,0
Valid Ya 186 93,0
Total 200 100,0
Sumber: Diolah dari data primer

Berdasarkan empat lokasi HKm menyatakan bahwa pendamping


yang diteliti, semua responden di aktif melakukan pendampingan
kelompok HKm Mandiri Kalibiru (50) terhadap kelembagaan. Sedangkan
menyatakan bahwa pendamping aktif di kelompok HKm Tani Manunggal
di dalam melakukan pendampingan terdapat 48 responden yang
terhadap kelembagaan. Sementara menyatakan peran pendamping
di kelompok HKm Sinar Mulya terhadap kelembagaan tersebut.
dan Beringin Jaya masing- Secara lebih jelas dapat dilihat pada
masing ada 44 responden yang Tabel 7.14.

„ Tabel 7.14 Lokasi dan Keberadaan Pendamping Terhadap Kelembagaan

PENDAMPING Total
Tidak Ya
Count 0 50 50
Mandiri
% of Total 0,0% 25,0% 25,0%
Count 2 48 50
Tani Manunggal
Lokasi % of Total 1,0% 24,0% 25,0%
HKm Count 6 44 50
Sinar Mulya
% of Total 3,0% 22,0% 25,0%
Count 6 44 50
Beringin Jaya
% of Total 3,0% 22,0% 25,0%
Count 14 186 200
Total
% of Total 7,0% 93,0% 100,0%
Catatan: Chi-square=8,295, signifikan pada derajat kepercayaan 99%.
Sumber: Diolah dari Data primer
110 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

Dalam proses pendampingan dan akses pasar (2,5%). Sedangkan


yang dilakukan terdapat berbagai sisanya merupakan kombinasi di
bentuk pendampingan yang cukup antara penguatan kelembagaan
variatif. Namun demikian, mayoritas dan kewirausahaan, penguatan
responden (139 responden atau kelembagaan dan akses pasar, dan
69,5%) menyatakan bentuk kombinasi di antara ketiga bentuk
pendampingan yang utama pendampingan yakni penguatan
dilakukan adalah penguatan kelembagaan, kewirausahaan dan
kapasitas kelembagaan. Bentuk akses pasar. Lebih jelasnya dapat
pendampingan yang lain adalah dilihat pada Tabel 7.15.
penguatan kewirausahaan (5,5%)

„ Tabel 7.15 Bentuk Pendampingan

Frekuensi Persentase
Tidak ada pendampingan 17 8,5
Penguatan kapasitas kelembagaan 139 69,5
Penguatan kewirausahaan 11 5,5
Akses pasar 5 2,5
Valid Penguat kelembagaan dan kewirausahaan 16 8,0
Penguatan kelembagaan dan akses pasar 11 5,5
Penguatan kelembagaan, kewirausahaan, 1 0,5
dan akses pasar
Total 200 100,0
Sumber: Diolah dari data primer

Jika melihat variasi antar Sedangkan di kelompok HKm


daerah, seperti terlihat pada Sinar Mulya, Sukamaju terdapat
Tabel 7.16 menunjukkan bahwa 30 responden yang menyatakan
mayoritas responden di kelompok pendampingan dilakukan melalui
Tani Manunggal (44 responden) penguatan kelembagaan. Sementara
menyatakan bahwa penguatan di kelompok HKm Beringin Jaya
kelembagaan merupakan bentuk Margoyoso ada 24 responden
pendampingan yang paling sering yang menyatakan pendampingan
dilakukan oleh para pendamping. dilakukan melalui penguatan
Demikian juga di kelompok HKm kelembagaan. Bentuk pendampingan
Mandiri, Kalibiru (41 responden). lainnya yang dilakukan yaitu
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 111
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

pendampingan dalam bentuk terdiri dari 8 responden di kelompok


penguatan kewirausahaan, akses HKm Sinar Mulya dan 7 responden
pasar dan kombinasi di antara di kelompok HKm Beringin Jaya
bentuk-bentuk pendampingan yang menyatakan tidak ada
walaupun hanya terdapat beberapa pendampingan terhadap mereka.
responden yang menjawab . Hal yang Hal ini dimungkinkan karena proses
menarik dari Tabel 7.16 tersebut pendampingan yang belum merata
adalah masih ada 15 responden yang ke segenap anggota kelompok HKm.

„ Tabel 7.16. Lokasi dan Bentuk Pendampingan


Lokasi HKm Total
Mandiri Tani Sinar Beringin
Manunggal Mulya Jaya

Tidak ada Count 0 2 8 7 17


pendamping- % of 0,0% 1,0% 4,0% 3,5% 8,5%
an Total
Penguatan Count 41 44 30 24 139
kapasitas % of 20,5% 22,0% 15,0% 12,0% 69,5%
kelembagaan Total
Count 0 1 0 10 11
Penguatan 0,0% 0,5% 0,0% 5,0% 5,5%
% of
kewirausahaan
Total
Count 0 0 3 2 5
Bentuk Akses pasar % of 0,0% 0,0% 1,5% 1,0% 2,5%
Pendam- Total
pingan Penguat 6 3 4 3 16
Count
kelembagaan 3,0% 1,5% 2,0% 1,5% 8,0%
dan % of
kewirausahaan Total
Penguatan Count 2 0 5 4 11
kelembagaan % of 1,0% 0,0% 2,5% 2,0% 5,5%
dan akses pasar Total
Penguatan Count 1 0 0 0 1
kelembagaan, 0,5% 0,0% 0,0% 0,0% 0,5%
kewirausahaan, % of
dan akses pasar Total
Count 50 50 50 50 200
Total % of 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 100,0%
Total
Catatan: Chi-square=59,081, signifikan pada derajat kepercayaan 99%.
Sumber: Diolah dari Data primer
112 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

Bentuk pendampingan yang yang berperan ini terutama dari


dilakukan tidak dapat dilepaskan Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan
dari lembaga yang melakukan dan Lingkungan Hidup, dan Dinas
pendampingan tersebut. Hasil Pariwisata. Ironisnya, Kementerian
dari penelitian yang dilakukan Lingkungan Hidup dan Kehutanan
memperlihatkan bahwa yang paling dinilai oleh responden kurang
banyak memberikan pendampingan memberikan pendampingan. Dari
adalah LSM (29%) serta dinas hasil penelitian tersebut hanya
terkait (29%). Hal ini dapat terlihat 1,5 persen dari 200 responden
pada keberhasilan program yang menyatakan pendampingan
pengembangan kelompok HKm di dilakukan oleh Kementerian
Kalibiru yang tidak terlepas dari Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
peran Yayasan Damar. Dinas terkait Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7.17.

„ Tabel 7.17. Pelaku Pendampingan

Frekuensi Persentase

Tidak ada pendamping 11 5,5

Kementerian LHK 3 1,5

Dinas terkait 43 21,5

LSM 58 29,0

Lainnya 1 0,5

Dinas terkait dan LSM 58 29,0

Kementrian LHK, Dinas terkait, dan LSM 2 1,0

Dinas terkait, LSM, dan perusahaan swasta 3 1,5


Valid
LSM, perusahaan swasta, dan perguruan tinggi 4 2,0

Dinas terkait, LSM, dan perguruan tinggi 1 0,5

LSM dan perguruan tinggi 1 0,5

LSM dan perusahaan swasta 7 3,5

Kombinasi 1-5 1 0,5

Kementerian LHK dan LSM 4 2,0

Dinas terkait dan perusahaan swasta 3 1,5

Total 200 100,0

Sumber: Diolah dari data primer


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 113
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

Dilihat dari hubungan antara lokasi Meskipun di tiga lokasi lembaga


dengan lembaga yang melakukan yang dianggap paling banyak
pendampingan menunjukkan melakukan pendampingan adalah
bahwa di kelompok HKm Mandiri LSM, namun di Kelompok HKm Tani
Kalibiru, kelompok HKm Sinar Mulya Manunggal, Bleberan, Gunungkidul
Sukamaju, dan kelompok HKm justru sebagian besar responden (26
Beringin Jaya Margoyoso mayoritas responden) yang menyatakan bahwa
responden menyatakan bahwa LSM Dinas terkait yang paling banyak
merupakan lembaga yang paling melakukan pendampingan. Dinas
banyak melakukan pendampingan. terkait dalam hal ini adalah Dinas
Berdasarkan Tabel 7.18 terdapat Pertanian dan Dinas Kehutanan.
22 responden di kelompok HKm Hal yang menarik untuk kelompok
Mandiri, 16 responden di kelompok HKm Sinar Mulya menunjukkan
HKm Beringin Jaya, 13 responden adanya keterlibatan perusahaan
di kelompok HKm Sinar Mulya yang dalam melakukan pendampingan.
menyatakan demikian. Adanya Berdasarkan Tabel 7.18. pada
mayoritas responden di Kalibiru kelompok HKm Sinar Mulya terdapat
yang menyatakan pendampingan 7 responden yang menyatakan bahwa
dilakukan oleh LSM, tidak terlepas pendampingan dilakukan oleh LSM
dari adanya Yayasan Damar yang dan perusahaan swasta, 3 responden
telah melakukan pendampingan di menyatakan pendampingnya Dinas
Kalibiru sejak pertengahan tahun terkait, LSM, dan perusahaan swasta,
2000. Berbagai aktivitas seperti dan 4 responden yang menyatakan
penguatan kelompok, mendorong pendampingan dilakukan oleh LSM,
kesadaran masyarakat untuk tidak perusahaan swasta, dan perguruan
mengambil hasil hutan secara tinggi. Keterlibatan perusahaan
sembarangan dan juga bersama- ini tidak terlepas dari keberadaan
sama masyarakat menginisiasi perusahaan Nesttle yang menjadi
pengembangan desa wisata adalah mitra para petani kopi di desa
beberapa contoh peran yang tersebut.
dilakukan oleh Yayasan Damar. Di
kelompok HKm Sinar Mulya dan
Beringin Jaya, LSM KORUT juga
banyak melakukan pendampingan
untuk penguatan kelompok dan
kapasitas masyarakat dalam
penanaman kopi.
114 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

„ Tabel 7.18. Lokasi dan Aktor Pelaku Pendampingan


Lokasi HKm Total
Mandiri Tani Sinar Beringin
Manunggal Mulya Jaya
Tidak ada Count 0 2 5 4 11
pendamping % of Total 0,0% 1,0% 2,5% 2,0% 5,5%
Kementrian LHK Count 1 0 1 1 3
% of Total 0,5% 0,0% 0,5% 0,5% 1,5%
Dinas terkait Count 11 26 5 1 43
% of Total 5,5% 13,0% 2,5% 0,5% 21,5%
LSM Count 22 7 13 16 58
% of Total 11,0% 3,5% 6,5% 8,0% 29,0%
Lainnya Count 0 1 0 0 1
% of Total 0,0% 0,5% 0,0% 0,0% 0,5%
Dinas terkait dan Count 15 13 6 24 58
LSM % of Total 7,5% 6,5% 3,0% 12,0% 29,0%
Kementrian LHK, Count 1 1 0 0 2
Dinas terkait, dan
% of Total 0,5% 0,5% 0,0% 0,0% 1,0%
LSM
Dinas terkait, LSM, Count 0 0 3 0 3
dan perusahaan
Pelaku % of Total 0,0% 0,0% 1,5% 0,0% 1,5%
swasta
Pendam- LSM, perusahaan 0 0 4 0 4
Count
ping swasta, dan
% of Total 0,0% 0,0% 2,0% 0,0% 2,0%
perguruan tinggi
Dinas terkait, LSM, Count 0 0 1 0 1
dan perguruan
% of Total 0,0% 0,0% 0,5% 0,0% 0,5%
tinggi
LSM dan Count 0 0 1 0 1
perguruan tinggi
% of Total 0,0% 0,0% 0,5% 0,0% 0,5%
LSM dan Count 0 0 7 0 7
perusahaan
% of Total 0,0% 0,0% 3,5% 0,0% 3,5%
swasta
Kombinasi Count 0 0 1 0 1
1-5
% of Total 0,0% 0,0% 0,5% 0,0% 0,5%
Kementerian LHK Count 0 0 1 3 4
dan LSM
% of Total 0,0% 0,0% 0,5% 1,5% 2,0%
Dinas terkait Count 0 0 2 1 3
dan perusahaan
% of Total 0,0% 0,0% 1,0% 0,5% 1,5%
swasta
Count 50 50 50 50 200
Total
% of Total 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 100,0%

Catatan: Chi-square=125,037, signifikan pada derajat kepercayaan 99%.


Sumber: Diolah dari data primer
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 115
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

7.3. PERUBAHAN PERILAKU Pengelolaan HKm ini, akan dilihat


Tujuan utama program HKm beberapa aspek anyata lain melaui
adalah untuk mensejahterakan ada tidaknya perubahan perilaku dan
masyarakat sekitar hutan. Melalui kenyamanan mengelola kawasan
HKm, masyarakat diberi kewenangan HKm.
dalam pengelolaan hutan di wilayah Berdasarkan Tabel 7.19, diketahui
sekitar tempat tinggalnya. Izin bahwa perilaku masyarakat berubah
pengelolaan HKm yang relatif baru setelah adanya HKm. Mayoritas
diterima ternyata mengubah perilaku responden (99,5%) menyatakan ada
masyarakat di sekitar wilayah hutan. perubahan perilaku dan hanya 0,5%
Untuk menganalisis perubahan responden yang menyatakan tidak
perilaku pasca penetapan Ijin ada perubahan perilaku.

„ Tabel 7.19. Perubahan Perilaku Masyarakat


Frekuensi Persentase
Tidak 1 0, 5
Valid Ya 199 99, 5
Total 200 100,0

Sumber: Diolah dari Data primer

Berdasarkan analisis pada Sinar Mulya Pekon Suka Maju yang


empat lokasi hanya 1 responden menyatakan ada perubahan perilaku.
di kelompok HKm Beringin Jaya, Belum adanya perubahan perilaku
Pekon Margoyoso yang menyatakan diduga karena izin pengelolaan
tidak adanya perubahan perilaku. HKm yang belum lama baru sekitar
Sementara semua responden di 2013 sehingga belum membawa
kelompok HKm Mandiri Kalibiru, dampak pada perubahan perilaku
kelompok HKm Tani Manunggal masyarakat. Secara lebih jelas dapat
Bleberan dan kelompok HKm dilihat pada tabel 7.20.
116 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

„ Tabel 7.20 Lokasi dan Perubahan Perilaku Masyarakat


Perubahan Perilaku Total
Tidak Ya
Count 0 50 50
Mandiri
% of Total 0,0% 25,0% 25,0%
Count 0 50 50
Tani Manunggal
Lokasi % of Total 0,0% 25,0% 25,0%
HKm Count 0 50 50
Sinar Mulya
% of Total 0,0% 25,0% 25,0%
Count 1 49 50
Beringin Jaya
% of Total 0,5% 24,5% 25,0%
Count 1 199 200
Total
% of Total 0,5% 99,5% 100,0%

Sumber: Diolah dari Data primer

Wujud dari perubahan perilaku merupakan tabungan sehingga ada


yang muncul misalnya berupa rasa anggota yang menjaga tanamannya
memiliki (handarbeni) dari anggota dengan memberi “pagar” keliling di
kelompok HKm setelah mereka lahan yang mereka kelola. Pagar ini
memiliki kewenangan di dalam berhubungan dengan kearifan warga
pengelolaan hutan. Sebagai contoh, lokal setempat karena mempercayai
status hutan produksi anggota bahwa pagar tersebut dapat
kelompok HKm Tani Manunggal, melindungi tamanan yang mereka
Bleberan Gunungkidul yang miliki dari berbagai gangguan dan
membuat anggota kelompok HKm ancaman.
memperoleh sharing profit dari hasil Hal demikian juga terjadi di
hutan yang mereka kelola. Oleh sebab kelompok HKm Mandiri, Kalibiru.
itu, rasa handarbeni mereka terhadap Setelah ditetapkan sebagai hutan
HKm relatif tinggi. Perubahan lindung, masyarakat memiliki
perilaku tersebut juga terlihat kesadaran untuk tidak mengambil
dari tidak adanya pencurian kayu. hasil-hasil hutan secara sembarangan.
Mereka menganggap mencuri kayu Pendampingan yang dilakukan oleh
maupun hasil hutan di lahan HKm Yayasan Damar Kulonprogo turut
sama saja mencuri miliknya sendiri. membantu terjadinya perubahan
Selain itu, mereka juga menganggap perilaku masyarkaat tersebut.
bahwa tanaman yang mereka tanam Seperti telah dipaparkan di atas
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 117
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

pendampingan yang dilakukan hutan, hal ini dimaksudkan untuk


meliputi penguatan kelembagaan dan menjaga ketersediaan air bersih yang
peningkatan kapasitas masyarakat. mereka gunakan dalam aktivitas
Pengembangan Kalibiru sebagai sehari-hari. Masyarakat menyadari
destinasi wisata juga mendorong bahwa keberadaan mata air sangat
perubahan perilaku masyarakat tergantung pada keberadaan pohon-
untuk menjaga kelestarian hutan. pohon yang lestari.
Perubahan perilaku anggota Meskipun sebagian besar res-
kelompok tani Beringin Jaya, Pekon ponden menyatakan ada perubahan
Margoyoso juga hampir serupa, perilaku positif dari keberadaan
mereka menjaga kelestarian hutan hutan kemasyarakatan akan tetapi
karena berpikir tentang keberlanjutan ada beberapa dampak sosial negatif
masa depan. Pengelolaan yang baik yang muncul. Misalnya potensi
akan membuat kehidupan mereka kecemburuan antara anggota dengan
lebih baik saat ini dan masa depan. pengurus kelompok dan munculnya
Hal tersebut terpicu dari peningkatan pola perilaku menyimpang masya-
kemampuan finansial para anggota rakat seperti perilaku prostitusi.
tani. Sejak izin pengelolaan HKm Hal ini seperti terjadi pada bebe-
diterima mereka mulai bisa rapa anggota masyarakat di
memperbaiki rumah melalui arisan Kalibiru Kulonprogo. Meningkatnya
bedah rumah, menambah kendaraan pendapatan yang diterima oleh
bermotor, dan anak-anak bisa masyarakat di dusun ini sebagaimana
melanjutkan sekolah. dampak dari pengelolaan wisata
HKm Sinar Mulya Pekon Suka justru menyebabkan terjadinya
Maju memiliki cerita yang serupa, perilaku negatif dari beberapa
kecuali untuk tingkat kriminalitas. anggota masyarakat dengan “jajan
Sejak izin pengelolaan HKm seks” di luar Kalibiru. Pola perilaku
diterima, kriminalitas berupa negatif ini jika tidak diantisipasi
pencurian kendaraan bermotor secara baik akan mengganggu
berkurang drastis. Hal ini terjadi keberlanjutan pengelolaan HKm.
karena masyarakat sudah memiliki Munculnya status HKm di masing-
pendapatan yang pasti dari hasil masing daerah juga menimbulkan
perkebunan, sehingga tidak perlu rasa nyaman masyarakat dalam
mencari nafkah dengan cara-cara mengelola HKm. Berdasarkan hasil
yang ilegal. Baik HKm Beringin penelitian di Lampung dan DIY,
Jaya maupun Sinar Mulya juga diketahui bahwa 99% responden
melakukan pelestarian tanaman di menyatakan nyaman dengan sistem
118 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

pengelolaan HKm (lihat Tabel 7.21.). Jika dicermati analisis per daerah
Hanya 1% responden menyatakan ternyata responden yang merasakan
tidak nyaman dengan sistem tidak nyaman berasal dari kelompok
pengelolaan hutan. HKm Tani Manunggal Bleberan.

„Tabel 7.21. Kenyamanan Mengelola Kawasan HKm


Frekuensi Persentase
Tidak 2 1,0
Valid Ya 198 99,0
Total 200 100,0

Sumber: Diolah dari Data primer

Sedangkan di tiga lokasi lainnya prosedur memamen hasil hutan dari


yakni kelompok HKm Mandiri, tanaman yang mereka tanam. Hal
kelompok HKm Sinar Mulya dan ini tentunya dapat mempengaruhi
Kelompok HKm Beringin Jaya semua rasa kenyamanan masyarakat dalam
responden merasakan nyaman mengelola lahan HKm. Apabila hal
(lihat Tabel 7.22). Ketidaknyamanan tersebut tidak segera ditanggulangi
responden di kelompok HKm Tani dikhawatirkan juga akan
Manunggal disebabkan karena berpengaruh kepada perubahan
belum adanya kepastian pengelolaan perilaku masyarakat, misalnya
panen HKm. Sampai saat ini belum pencurian kayu.
ada kejelasan sistem mengenai

„Tabel 7.22. Lokasi dan Kenyamanan Mengelola Kawasan HKm


NYAMAN Total
Tidak Ya
Count 0 50 50
Mandiri
% of Total 0,0% 25,0% 25,0%
Count 2 48 50
Tani Manunggal
Lokasi % of Total 1,0% 24,0% 25,0%
HKm Count 0 50 50
Sinar Mulya
% of Total 0,0% 25,0% 25,0%
Count 0 50 50
Beringin Jaya
% of Total 0,0% 25,0% 25,0%
Count 2 198 200
Total
% of Total 1,0% 99,0% 100,0%
Sumber: Diolah dari Data primer
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 119
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

Alasan responden merasa secara ekonomi kepada anggota HKm


nyaman dengan sistem pengelolaan . Misalnya, anggota HKm Mandiri rata-
hutan beragam. Alasan terbanyak rata mendapat kompensasi antara
menyatakan nyaman karena Rp. 300.000 sampai Rp400.000 per
tidak lagi dikejar polisi hutan dan bulan secara berkala.
memiliki kepastian hak pengelolaan Sedangkan untuk kelompok
(57%). Sedangkan 23% responden HKm Tani Manunggal Bleberan
menyatakan nyaman dengan sistem Gunungkidul, alasan responden
pengelolaan hutan karena adanya nyaman dengan status hutan beragam.
kepastian hak IUPHKm dan 13,5 Alasan lainnya yang dimaksud pada
persen karena alasan lainnya. indikator kenyamanan terhadap
Pada kasus di kelompok HKm sistem pengelolaan HKm antara lain:
Mandiri Kalibiru Kulon Progo, bertambahnya lahan yang digarap,
yang dimaksud alasan lainnya peningkatan pengetahuan teknologi
meliputi: pertama, adanya rasa pertanian. Jawaban yang paling
aman dalam pengelolaan hutan, sering muncul adalah mudahnya
sejak adanya status HKm tidak ada mendapat bantuan seperti bantuan
lagi kasus pencurian kayu. Kedua, bibit.
adanya tambahan penghasilan dari Responden pada kelompok
jasa lingkungan wisata. HKm di tani HKm Beringin Jaya dan Sinar
Kulon Progo berkembang menjadi Mulya menyatakan ada rasa tidak
ekowisata yang ramai dikunjungi tenang ketika ijin pengelolaan
oleh rata-rata per tahun 29.625 belum ada. Mereka harus “kucing-
wisatawan. Dengan berkembangnya kucingan” dengan petugas sehingga
sektor wisata tersebut, anggota HKm tidak bisa mendapatkan hasil yang
Mandiri Kalibiru juga mendapat maksimal. Hal tersebut terjadi
dampak positif secara ekonomi. karena tidak setiap saat tanaman
Namun, status hutan lindung dapat diperhatikan, akibatnya hasil
membuat anggota kelompok HKm panen menjadi lebih sedikit. Begitu
tidak bisa mengambil nilai manfaat pula ketika hendak memanen dan
langsung dari hasil hutan. Meskipun membawa turun hasil panen, rasa
demikian berkembangnya sektor takut membuat responden terburu-
wisata mampu memberi kontribusi buru dan asal dalam memetik hasil.
120 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

„Tabel 7.23. Alasan Kenyamanan Dalam Sistem Pengelolaan HKm.


Frekuensi Persentase
Tidak menjawab 2 1,0
Tidak dikejar polisi hutan 2 1,0
Kepastian hak IUPHKm 47 23,5
Lainnya 27 13,5
Semuanya 2 1,0
Valid 114 57,0
Tidak dikejar polisi hutan
dan adanya kepastian
IUPHKm
Adanya kepastian 6 3,0
IUHPHKm dan lainnya
Total 200 100,0

Sumber: Diolah dari Data primer

Jika dicermati dari masing-masing kelompok HKm Mandiri sebanyak 23


daerah menunjukkan hal yang responden sedangkan di kelompok
berbeda antara DIY dan Lampung. Di HKm Tani Manunggal 24 responden.
Kelompok HKm Mandiri Kalibiru dan Sementara di Lampung (kelompok
Tani Manunggal Bleberan sebagian HKm Sinar Mulya dan Beringin
besar responden mengatakan bahwa Jaya) semua responden menyatakan
mereka nyaman mengelola HKm nyaman karena adanya kepastian
karena adanya kepastian hak IUPHKm. hak IUHPHK dan tidak dikejar-kejar
Dalam Tabel 7.24 menunjukkan di polisi hutan.
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 121
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

„Tabel 7.24. Lokasi Dan Alasan Kenyamanan


Lokasi HKm Total
Mandiri Tani Sinar Beringin
Manunggal Mulya Jaya

Tidak Count 0 2 0 0 2
menjawab % of Total 0,0% 1,0% 0,0% 0,0% 1,0%
Count 0 2 0 0 2
Tidak dikejar
% of Total 0,0% 1,0% 0,0% 0,0% 1,0%

Kepastian Count 23 24 0 0 47
hak IUHPHK % of Total 11,5% 12,0% 0,0% 0,0% 23,5%

Status Count 18 9 0 0 27
Lainnya
nyaman % of Total 9,0% 4,5% 0,0% 0,0% 13,5%
Count 0 2 0 0 2
Semuanya
% of Total 0,0% 1,0% 0,0% 0,0% 1,0%
Count 6 8 50 50 114
1 dan 2
% of Total 3,0% 4,0% 25,0% 25,0% 57,0%
Count 3 3 0 0 6
2 dan 3
% of Total 1,5% 1,5% 0,0% 0,0% 3,0%
Count 50 50 50 50 200
Total
% of Total 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 100,0%

Catatan: Chi-square=168,990, signifikan pada derajat kepercayaan 99%.


Sumber: Diolah dari Data primer

7.4. KENDALA PENGELOLAAN akan mengganggu keberlanjutan


HKm pengelolaan HKm. Berdasarkan
Pengelolaan HKm telah dimulai Tabel 7.25, diketahui bahwa
pada tahun 2000-an. Selama hanya sebagian kecil responden
lima belas tahun berjalan tidak menyatakan adanya hambatan
menutup kemungkinan beragam dalam pengelolaan HKm. Mayoritas
kendala atau hambatan muncul responden (65,5%) menyatakan tidak
dalam pengelolaan HKm. Jika tidak ada hambatan dalam pengelolaan
diantisipasi, kendala-kendala ini HKm.
122 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

„Tabel 7.25. Hambatan dalam Pengelolaan HKm


Frekuensi Persentase
Tidak ada 131 65,5
Konflik 15 7,5
Valid Kurangnya akuntabilitas 15 7,5
Lainnya 39 19,5
Total 200 100,0

Sumber: Diolah dari Data primer

Jika dicermati variasi Mandiri, Kalibiru (32 responden) dan


masing-masing daerah ternyata kelompok HKm Beringin Jaya (35
menunjukkan bahwa mayoritas responden). Sementara mayoritas
anggota kelompok HKm Sinar Mulya responden di kelompok Tani
(47 responden) menyatakan tidak Manunggal mengatakan bahwa ada
ada hambatan di dalam pengelolaan hambatan lainnya (30 responden).
HKm. Demikian juga mayoritas Data lebih lengkap dapat dilihat pada
responden di kelompok HKm Tabel 7.26.

„Tabel 7.26. Lokasi dan Hambatan Pengelolaan HKm


HAMBATAN Total
Tidak Konflik Kurangnya Lainnya
ada akuntabilitas
Count 32 7 2 9 50
Mandiri
% of Total 16,0% 3,5% 1,0% 4,5% 25,0%

Tani Count 17 3 0 30 50

Lokasi Manunggal % of Total 8,5% 1,5% 0,0% 15,0% 25,0%


HKm Count 47 2 1 0 50
Sinar Mulya
% of Total 23,5% 1,0% 0,5% 0,0% 25,0%

Beringin Count 35 3 12 0 50
Jaya % of Total 17,5% 1,5% 6,0% 0,0% 25,0%
Count 131 15 15 39 200
Total % of 65,5% 7,5% 7,5% 19,5% 100,0%
Total

Catatan: Chi-square=104,229, signifikan pada derajat kepercayaan 99%.


Sumber: Diolah dari Data primer
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 123
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

Berdasarkan hasil wawancara di Di sela-sela pohon jati sebagai


lapangan hambatan yang muncul komoditas utama lahan HKm, petani
dalam pengelolaan HKm di kelompok pada saat itu menanam tanaman-
HKm Tani Manunggal, Gunungkidul tanaman palawija seperti jagung,
adalah anggota kelompok tidak kacang sehingga memperoleh
bisa memanen hasil hutan karena tambahan penghasilan. Namun
belum adanya kejelasan peraturan saat ini kondisi pohon sudah tinggi
mengenai hal tersebut. Masyarakat sehingga sudah tidak bisa ditanami
mengeluhkan prosedur izin yang oleh tanaman lainnya selain tanaman
dirasa berbelit-belit. Hal ini dapat pokok. Tambahan penghasilan saat
menjadi potensi terjadi penjarahan ini diperoleh dari penjualan daun-
atau pencurian kembali jika daun pohon jati yang diperoleh dari
prosedur ijin penjarangan tidak hutan HKm dan komoditas lainnya
diubah. Sebagai contoh, untuk seperti kepompong dan belalang.
melakukan penjarangan kelompok Sedangkan di kelompok HKm
harus melakukan sensus rinci nama Mandiri Kalibiru sebagaimana terlihat
pohon, tentunya hal ini memakan pada Tabel 7.25 di atas, hambatan
biaya yang tidak sedikit. Beberapa yang muncul di dalam pengelolaan
tahun yang lalu, anggota kelompok HKm ini adalah konflik dan
HKm pernah melakukan sensus kurangnya akuntabilitas. Sebagian
yang menghabiskan biaya sebesar masyarakat menganggap selama ini
Rp. 15.000.000 dan hasilnya tetap yang mengetahui informasi maupun
saja gagal dalam memperoleh izin administrasi dalam pengelolaan
penjarangan. Kondisi ini apabila HKm khususnya wisata Kalibiru
tidak segera diantisipasi dapat merupakan orang-orang tertentu
menimbulkan potensi distrust saja. Jika tidak dikelola secara baik
(ketidakpercayaan) dengan Dinas ini tentunya dapat menghambat
Kehutanan dan bisa memunculkan keberlanjutan pengelolaan HKm.
anarkisme sosial. Saat terjun ke Selain itu, status hutan lindung
lapangan, pihak pemerintah (Dinas yamg ada di kelompok HKm Kalibiru
Kehutanan) seringkali juga bingung juga menyulitkan mereka untuk
ketika masyarakat menanyakan mengembangkan wisata Kalibiru
prosedur penjarangan ini. secara lebih optimal. Misalnya karena
Kendala lainnya adalah terkait belum ada payung hukum, secara
pemanfaatan lahan. Pada awalnya formal menyebabkan kelompok HKm
masyarakat menggunakan sistem Mandiri di Kalibiru belum mampu
tumpang sari pada lahan HKm. memberikan kontribusi secara resmi
124 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

dan signifikan melalui Pendapatan adalah faktor cuaca (angin kencang,


Asli Desa maupun Pendapatan Asli hujan dan kemarau di waktu yang
Daerah Kabupaten Kulon Progo. tidak sesuai siklus) sehingga
Selama ini kontribusi sosial yang menghambat perkembangan usaha
diberikan kelompok HKm lebih perkebunan kopi (Tanggamus).
bersifat informal seperti bantuan Untuk mengatasi hal ini, para petani
pembangunan masjid, infrastruktur sangat membutuhkan bantuan baik
jalan dan sebagainya. berupa alat maupun pengetahuan
Kelompok tani HKm Beringin untuk mengurangi dampak negatif
Jaya dan Sinar Mulya mayoritas cuaca tersebut.
menyatakan tidak ada konflik Masalah yang mengganggu
dalam pengelolaan hutan, akan keberlanjutan program dapat
tetapi pernah ada hambatan yang dilihat dalam Tabel 7.27. Data
disebabkan komunikasi. Keberadaan tersebut menunjukkan bahwa
anggota tani yang relatif banyak 63,5% responden menyatakan tidak
membuat informasi sampai di waktu ada masalah yang mengganggu
yang berbeda, sehingga rentan keberlanjutan program. Sedangkan
menimbulkan kesalahpahaman. 15% responden menyatakan hal yang
Keahlian pengurus kelompok juga dapat menjadi masalah keberlanjutan
menjadi salah satu hambatan, hal ini program adalah tidak adanya
dirasakan wajar karena sebelumnya pendampingan yang berkelanjutan.
pengurus adalah petani biasa yang Selain itu, ada 6,5% yang mengatakan
tidak mendapatkan pendidikan bahwa masalah yang menggangggu
atau pelatihan organisasi. Masalah keberlanjutan program adalah
lain yang sering dihadapi oleh para kecemburuan.
petani di dua kelompok HKm ini

„Tabel 7.27 Masalah yang Mengganggu Keberlanjutan Program


Frekuensi Persentase
Tidak ada 127 63,5
Kecemburuan 13 6,5
Konflik anggota dengan pengurus 2 1,0
Konflik dengan LSM 3 1,5
Pendampingan yang tidak berkelanjutan 30 15,0
Valid
Pihak luar HKm membuka lahan 1 ,5
Konflik antar kelompok 5 2,5
Kombinasi antar a-g 5 2,5
Lainnya 14 7,0
Total 200 100,0
Sumber: Diolah dari Data primer
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 125
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

Jika mencermati variasi antar berkelanjutan menyebabkan


daerah sebagaimana di rangkum pengetahuan yang mereka dapatkan
pada tabel 7.27, menunjukkan tidak bisa diaplikasikan secara
bahwa sebagian besar responden sempurna. Selain itu, pendampingan
di masing-masing kelompok HKm yang mereka rasakan semakin
mengatakan tidak ada masalah yang berkurang sehingga menyebabkan
menghambat dalam keberlanjutan masyarakat khawatir terhadap
HKm. Bahkan di Kelompok HKm keberlanjutan HKm.
Sinar Mulya terdapat 44 responden Berdasarkan Tabel 7.28 dapat
yang mengatakan demikian. Namun dilihat terdapat alasan lainnya
jika mencermati masalah yang lain yang mengganggu keberlanjutan
terlihat bahwa pendampingan yang program HKm di kelompok HKm
tidak berkelanjutan menjadi kendala Tani Manunggal dan kelompok HKm
di mana di kelompok HKm Tani Mandiri. Di kelompok HKm Tani
Manunggal terdapat 12 responden, Manunggal alasan lainnya ini adalah
Kelompok HKm Mandiri 9 responden kejelasan masa panen dikarenakan
dan kelompok HKm Beringin Jaya peraturan yang belum jelas. Ketika
terdapat 9 responden. akan melakukan penjarangan,
Responden pada masing-masing anggota kelompok terbentur adanya
kelompok HKm menyatakan masalah peraturan yang belum
bahwa masalah yang muncul saat jelas. Sedangkan di kelompok HKm
ini adalah kurangnya intensitas Mandiri, Kalibiru masalah lainnya
pendampingan. Pada awal berdirinya yang mengganggu keberlanjutan
kelompok, pendampingan dilakukan adalah persaingan dengan kelompok
secara gencar dari berbagai pihak wisata yang mengambil obyek wisata
yang mencakup berbagai aspek yang serupa seperti Pule Payung dan
namun saat ini pendampingan yang Gunung Gajah. Destinasi-destinasi
dilakukan saat di rasakan mulai wisata ini berdekatan dengan Kalibiru
berkurang. Berdasarkan wawancara sehingga ke depannya dikhawatirkan
dengan responden di kelompok akan menurunkan jumlah kunjungan
HKm Tani Manunggal menunjukkan wisatawan ke Kalibiru.
bahwa pendampingan yang tidak
126 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

„ Tabel 7.28. Lokasi dan Masalah yang Mengganggu Keberlanjutan Program


Lokasi HKm Total
Mandiri Tani Sinar Beringin
Manunggal Mulya Jaya
Count 25 22 44 36 127
Tidak ada % of 12,5% 11,0% 22,0% 18,0% 63,5%
Total
Count 8 2 1 2 13
Kecemburuan % of 4,0% 1,0% 0,5% 1,0% 6,5%
Total
Konflik anggota Count 0 0 0 2 2
dengan % of 0,0% 0,0% 0,0% 1,0% 1,0%
pengurus Total
Count 0 0 3 0 3
Konflik dengan 0,0% 0,0% 1,5% 0,0% 1,5%
LSM % of
Total
Masalah Pendampingan Count 9 12 0 9 30
Keberlan- yang tidak % of 4,5% 6,0% 0,0% 4,5% 15,0%
jutan berkelanjutan Total
Count 0 0 1 0 1
Pihak luar HKm 0,0% 0,0% 0,5% 0,0% 0,5%
membuka lahan % of
Total
Count 3 0 1 1 5
Konflik antar 1,5% 0,0% 0,5% 0,5% 2,5%
kelompok % of
Total
Count 3 2 0 0 5
Kombinasi antar 1,5% 1,0% 0,0% 0,0% 2,5%
a-g % of
Total
Count 2 12 0 0 14
Lainnya % of 1,0% 6,0% 0,0% 0,0% 7,0%
Total
Count 50 50 50 50 200
Total % of 25,0% 25,0% 25,0% 25,0% 100,0%
Total
Catatan: Chi-square=85,472, signifikan pada derajat kepercayaan 99%.
Sumber: Diolah dari Data primer
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 127
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

7.5. ANALISIS TABULASI SILANG kelembagaan, kewirausahaan,


7.5.1. Bentuk Pendampingan dan akses pasar, kelembagaan dan
Hambatan dalam Pengelolaan kewirausahaan, kelembagaan dan
HKm akses pasar, serta kombinasi dari
Pengelolaan hutan lindung kelembagaan, kewirausahaan, dan
oleh masyarakat bertujuan untuk akses pasar. Diharapkan, melalui
mendukung kesejahteraan hidup pendampingan hambatan-hambatan
masyarakat di sekitar hutan. dalam pengelolaan HKm dapat
Tujuan ini tidak serta-merta dapat dikurangi.
terlaksana karena keterbatasan Tabulasi silang antara bentuk
masyarakat dalam pengelolaan, pendampingan dan hambatan dalam
sehingga diperlukan pendampingan pengelolaan HKm, sebagaimana
oleh pihak-pihak tertentu. Dalam terlihat pada Tabel 7.29 menunjukkan
konteks pemberdayaan masyarakat, bahwa adanya pendampingan
peran pihak eksternal dibutuhkan memiliki pengaruh terhadap
untuk mendorong inovasi dan ide hambatan dalam pengelolaan HKm.
baru ke masyarakat sehingga mereka Berdasarkan Tabel 7.29, terdapat
memiliki kapasitas untuk mandiri. 137 responden yang menyatakan
Proses pendampingan dari pihak luar bahwa dengan pendampingan
harus ditempatkan sebagai bagian maka hambatan dalam pengelolaan
dari proses membina kemampuan HKm berupa konflik (antaranggota,
(enabling process). Secara teoritik, antara anggota dan pengurus,
proses pendampingan dinyatakan serta antarkelompok), kurangnya
berhasil apabila setelah program akuntabilitas, dan hambatan
intervensi berakhir penerima lainnya menjadi tidak ada. Bentuk
pendampingan secara mandiri pendampingan berupa penguatan
dapat melanjutkan berbagai kapasitas kelembagaan menjadi
aktivitas membangun yang bersifat bentuk yang paling utama dinyatakan
swadaya dan swakelola dalam proses oleh responden (69,5%). Meskipun
selanjutnya (Suyatna, et al., 2015: demikian, ada 17 dari 131 responden
45). (hanya 8,5%) yang menjawab tanpa
Bentuk pendampingan dalam bantuan pendampingan tidak ada
pengelolaan HKm yang diberikan hambatan dalam pengelolaan HKm.
beragam. Untuk mempermudah
pembahasan, pendampingan akan
dikelompokkan menjadi beberapa hal
sebagai berikut: penguatan kapasitas
128 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

„ Tabel 7.29. Tabulasi Silang Bentuk Pendampingan dan Hambatan Pengelolaan HKm
HAMBATAN Total
Tidak Konflik Kurangnya Lainnya
ada akuntabili-
tas
Tidak ada Count 17 0 0 0 17
pendam- 8,5% 0,0% 0,0% 0,0% 8,5%
pingan % of Total

Penguatan Count 87 12 5 35 139


kapasitas 43,5% 6,0% 2,5% 17,5% 69,5%
kelembagaan % of Total

Penguatan Count 4 0 7 0 11
Kewirau- 2,0% 0,0% 3,5% 0,0% 5,5%
sahaan % of Total

Count 4 0 1 0 5
Bentuk Akses pasar
% of Total 2,0% 0,0% 0,5% 0,0% 2,5%
Pendam- 10 1 2 3 16
Penguat Count
pingan
kelembagaan 5,0% 0,5% 1,0% 1,5% 8,0%
dan kewirausa- % of Total
haan
Penguatan Count 9 1 0 1 11
kelembagaan 4,5% 0,5% 0,0% 0,5% 5,5%
dan akses % of Total
pasar
Count 0 1 0 0 1
Penguatan
kelembagaan, 0,0% 0,5% 0,0% 0,0% 0,5%
kewirau-
sahaan, dan % of Total
akses pasar
Count 131 15 15 39 200
Total % of 65,5% 7,5% 7,5% 19,5% 100,0%
Total

Catatan: Chi-square=82,508, signifikan pada derajat kepercayaan 99%.


Sumber: Diolah dari Data primer
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 129
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

Hasil olah data berdasarkan Sumber Daya Manusia) Kabupaten


Tabel 7.29 juga diperkuat dengan Tanggamus, Dinas Koperasi dan
hasil wawancara dan FGD di lokasi UMKM Kabupaten Tanggamus,
penelitian. Di Kelompok HKm Kesatuan Pengelolaan Hutan
Tani Manunggal Bleberan, para Lindung (KPHL) Kota Agung Utara,
kelompok tani juga mengakui bahwa KPHL Batu Tegi, IPKINDO (Ikatan
pendampingan yang dilakukan Penyuluh Kehutanan Indonesia),
terutama oleh LSM Java Learning Dinas kehutanan dan perkebunan
Center (Javlec) memberikan Kabupaten Tanggamus. Selain
kontribusi positif bagi pengelolaan melakukan pendampingan kepada
keuangan kelompok yang lebih Beringin Jaya dan Sinar Mulya, KORUT
transparan, menjaga kekompakan juga melakukan pendampingan
antaranggota kelompok dan terhadap 26 Gapoktan HKm lain
kesadaran mereka dalam menjaga di Kabupaten Tanggamus (KORUT,
kelestarian hutan. Hal demikian juga 2017).
diakui oleh Kelompok HKm Mandiri Pendampingan yang dilakukan
Kalibiru yang juga menyatakan bahwa oleh KORUT terdiri dari tiga komponen
pendampingan yang dilakukan yaitu, penguatan pengelolaan
berhasil meningkatkan ketrampilan HKm, penguatan kawasan HKm
mereka dalam pengelolaan sebagai penyangga taman nasional
kelompok menjadi lebih transparan dan waduk Batu Tegi, serta
dan akuntabel. Potensi kecemburuan pengembangan ekonomi terpadu.
antara anggota dengan pengurus Wujud nyata dari ketiga komponen
kelompok HKm memang ada akan tersebut meliputi penguatan
tetapi selama ini masih dapat dikelola kelembagaan HKm, pembukaan dan
secara baik oleh kelompok. peningkatan jaringan pemasaran,
Salah satu pendamping yang pengembangan koperasi, hingga
secara konsisten membantu peningkatan kapasitas HKm (Prijono,
kelompok tani HKm Beringin Jaya 2017). Wawancara dan FGD terhadap
dan Sinar Mulya adalah Konsorsium responden di kelompok tani HKm
Kota Agung Utara (KORUT). Dalam Beringin Jaya dan Sinar Mulya
melaksanakan kegiatannya, KORUT menemukan bahwa mayoritas
bekerjasama dengan banyak pihak di responden menjawab tidak ada
antaranya adalah: PSKL (perhutanan hambatan dalam pengelolaan HKm.
sosial dan kemitraan lingkungan) Hal ini dapat terjadi karena anggota
Kabupaten Tanggamus, BP2SDM tani didampingi untuk memiliki
(Badan Penyuluhan dan Peningkatan wadah untuk meningkatkan
130 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

kesejahteraan bersama. Melalui Anggota kelompok menumbuhkan


beragam aktivitas yang ada, identitas seragam dan mengenali
kekompakan dan rasa memiliki kepentingan mereka bersama
mulai terpupuk sehingga konflik (Moeljarto, 1996:138). Melalui
dan hambatan dalam pengelolaan kelembagaan lokal, diharapkan
HKm semakin sedikit terjadi. masyarakat juga dapat berperan
Meskipun demikian, masih ada lebih aktif untuk mengatasi
beberapa hambatan yang ditemui permasalahan-permasalahan yang
tetapi dapat diselesaikan sebelum muncul, mengembangkan potensi
menjadi masalah yang berlarut- dirinya serta dapat menggali
larut. Hambatan ini bisa muncul potensi lokal dan ikut berperan
karena kesalahan komunikasi serta melakukan kontrol terhadap
ataupun karena anggota tani masih penyelengaraan pemerintah agar
dalam tahap belajar mengelola hutan tercipta kesejahteraan sesuai yang
kemasyarakatan. diharapkan. (Suyatna et al., 2016:
45).
7.5.2. Peran Kelembagaan dalam Dalam konteks pengelolaan HKm
Mendorong Pemberdayaan ini, muncul beberapa kelembagaan
Masyarakat dan Hambatan dalam lokal seperti koperasi, kelompok
Pengelolaan HKm usaha, kelompok sadar wisata
Adanya kelembagaan (pokdarwis), maupun gabungan
yang aktif dalam mendorong kelompok tani (gapoktan). Lembaga
pemberdayaan masyarakat akan lokal inilah yang diharapkan mampu
memberikan kontribusi positif memberikan peran lebih besar
untuk menyelesaikan berbagai sebagai wadah bagi masyarakat
permasalahan sosial yang ada di untuk saling bertukar informasi
kelompok. Keberadaan institusi dan memecahkan secara bersama-
lokal akan memungkinkan sama permasalahan yang ada dalam
penerapan strategi pemberdayaan pengelolaan HKm.
masyarakat yang berbasis pada Dari hasil penelitian di DIY dan
kelompok. Institusi lokal strategis Lampung, sebagaimana dirangkum
bagi upaya pemberdayaan karena pada Tabel 7.30, menunjukkan
dapat berperan dalam memfasilitasi adanya variasi yang signifikan antara
tindakan bersama. Di dalam kelompok aktif tidaknya peran kelembagaan
terjadi suatu dialogical center yang dalam menyelesaikan hambatan
menumbuhkan dan memperkuat dalam pengelolaan HKm. Hasil
kesadaran dan solidaritas kelompok. penelitian menunjukkan bahwa
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 131
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

sebanyak 131 responden (65,55%) 55,5% mengaku aktifnya peran


menyatakan tidak ada hambatan kelembagaan, 15% menyelesaikan
dalam pengelolaan HKm, di mana konflik dan kurangnya akuntabilitas.

„ Tabel 7.30. Tabulasi Silang Peran Kelembagaan dan Hambatan Pengelolaan HKm
HAMBATAN Total
Tidak Konflik Kurangnya Lainnya
ada akuntabilitas

Tidak Count 20 0 0 1 21
Peran aktif % of Total 10,0% 0,0% 0,0% 0,5% 10,5%
Kelemba-
Count 111 15 15 38 179
gaan Aktif
% of Total 55,5% 7,5% 7,5% 19,0% 89,5%
Count 131 15 15 39 200
Total
% of Total 65,5% 7,5% 7,5% 19,5% 100,0%

Catatan: Chi-square=9,301, signifikan pada derajat kepercayaan 95%


Sumber: Diolah dari Data primer

Hasil penelitian di lapangan juga yang menyebabkan masyarakat


memperkuat apa yang ditunjukkan cenderung tidak memiliki hambatan
pada Tabel 7.30 tersebut. Lembaga- dalam pengelolaan HKm (10%).
lembaga yang ada di masing- Adanya institusi lokal yang cukup
masing kelompok HKm cukup aktif aktif inilah yang seharusnya dapat
melakukan pertemuan sebulan dijadikan sebagai modal sosial
sekali. Di luar pertemuan bulanan untuk mendorong keberlajutan
mereka juga seringkali berinteraksi pengelolaan HKm.
secara informal. Di Kelompok Aktivitas kelompok tani
HKm Mandiri, Kalibiru masyarakat HKm Beringin Jaya dan Sinar
setiap hari justru berinteraksi Mulya di Tanggamus Lampung
karena mereka memiliki aktivitas berbeda dengan kelompok tani
pengelolaan wisata. Di antara di Gunungkidul dan Kulonprogo.
anggota-anggota kelompok HKm Wisata di kawasan hutan belum
juga muncul kepedulian untuk berjalan aktif karena pengelolaan
saling mengingatkan bersama yang masih belum profesional.
pentingnya soliditas kelompok dan Aktivitas utama kelompok tani HKm
kesadaran menjaga hutan. Hal inilah di Tanggamus berkisar di tanaman
132 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

perkebunan dengan komoditas mendorong terciptanya kekuatan


utama kopi, sehingga kelembagaan dan kemampuan masyarakat untuk
yang terbentuk berfokus pada secara mandiri mampu mengelola
pengelolaan tanaman perkebunan dirinya, berdasarkan kebutuhan
tersebut. Peran aktif dari lembaga masyarakat itu sendiri, serta mampu
yang terbentuk membantu anggota mengatasi tantangan persoalan di
tani memperoleh pengetahuan yang masa yang akan datang .
mendukung pengelolaan tanaman Berdasarkan hal tersebut,
perkebunan, dari sebelum dan keberadaan pendampingan di-
sesudah panen. Kegiatan bersama harapkan akan membantu masya-
yang dilakukan para anggota rakat dalam mengatasi berbagai
kelompok tani tersebutlah yang permasalahan pengelolaan HKm.
membantu meminimalisir hambatan Lembaga-lembaga lokal yang
dalam pengelolaan HKm. baru muncul dari kelompok HKm
ini membutuhkan adanya pen-
7.5.3. Keberadaan Pendampingan dampingan secara intensif sebab
dan Hambatan dalam pada umumnya pengelola lembaga
Pengelolaan HKm HKm masih belum memiliki kapasitas
Pemberdayaan masyarakat memadai untuk mengelola lembaga
diartikan sebagai upaya untuk tersebut. Bentuk pendampingan
membantu masyarakat dalam tersebut dapat berupa penguatan
mengembangkan kemampuan kapasitas kelembagaan, kewira-
sendiri sehingga bebas dan mampu usahaan, penguatan akses pasar,
untuk mengatasi masalah dan dan sebagainya. Keberadaan
mengambil keputusan secara pendamping dalam pengelolaan
mandiri. Esensi pemberdayaan pada kelembagaan diharapkan mampu
hakekatnya tidak sekedar membantu membantu kemajuan lembaga
masyarakat dalam mengatasi yang bersangkutan agar mampu
kesulitan yang mereka hadapi, akan menciptakan kesejahteraan antar
tetapi merupakan usaha untuk anggota dan kelompok.
membentuk kemandirian sehingga Tabel 7.31 menunjukkan hubung-
masyarakat dapat mengatasi an antara keberadaan pendampingan
permasalahan mereka sendiri dengan lembaga yang muncul
(Suparjan & Suyatna, 2003: 22). dengan hambatan dalam pengelolaan
Oleh karena itu, pendampingan HKm. Dari Tabel 7.31 tersebut
sebagai bagian sentral pemberdayan menunjukkan bahwa terdapat 186
masyarakat ditujukan untuk responden (93%) menyatakan bahwa
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 133
ANALISIS DAMPAK SOSIAL PERHUTANAN SOSIAL

adanya pendampingan terhadap didukung oleh 117 responden


kelembagaan yang muncul dapat (58,5%) yang menyatakan bahwa
meminimalkan hambatan dalam dengan adanya pendampingan
pengelolaan HKm seperti konflik menyebabkan tidak ada hambatan
dan kurangnya akuntabilitas. Ini dalam pengelolaan HKm.

„ Tabel 7.31. Tabulasi Silang Keberadaan Pendampingan dan Hambatan Pengelolaan HKm
Pendamping
Total
Tidak Ya
Count 14 117 131
Tidak ada
% of Total 7,0% 58,5% 65,5%
Count 0 15 15
Konflik
% of Total 0,0% 7,5% 7,5%
Hambatan
Kurangnya Count 0 15 15
akuntabilitas % of Total 0,0% 7,5% 7,5%
Count 0 39 39
Lainnya
% of Total 0,0% 19,5% 19,5%
Count 14 186 200
Total
% of Total 7,0% 93,0% 100,0%

Catatan: Chi-square=7,929, signifikan pada derajat kepercayaan 95%


Sumber: Diolah dari Data primer

Hasil wawancara dan FGD di hambatan lain seperti konflik antar


keempat lokasi HKm yakni kelompok anggota, konflik anggota dengan
Tani Manunggal Bleberan, kelompok pengurus juga dapat diminimalkan,
HKm Mandiri Kalibiru, kelompok Masyarakat juga sudah sadar arti
HKm Sinar Mulya Sukamaju dan pentingnya kelembagaan yang ada
Kelompok HKm Beringin Jaya dan arti penting kelestarian hutan
Margoyoso memperkuat data bagi mereka, Berdasarkan hasil
survey tersebut, Keberadaan temuan tersebut dapat disimpulkan
pendampingan membantu mereka bahwa bentuk pendampingan yang
meningkatkan ketrampilan merawat dilakukan secara maksimal akan
dan memelihara hutan, Dari dimensi meminimalisir hambatan dalam
sosial, aktivitas pencurian kayu juga pengelolaan HKm.
sudah mulai tidak ada, Hambatan-
134 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
PENDAHULUAN
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 135
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

BAB 8
ANALISIS DAMPAK
LINGKUNGAN
PERHUTANAN SOSIAL

Analisis dampak dilakukan menurut kepentingan komunitas.


berdasarkan studi kasus di lokasi Dampak program HKm terhadap
Hutan Kemasyarakatan (HKm) kelestarian fungsi sosial dipotret
Mandiri, di Dusun Kalibiru Desa dari partisipasi masyarakat pada
Hargowilis dan Tani Manunggal di tiap tahapan, yaitu: pada tingkat
Dusun Menggoran II, Desa Bleberan perencanaan, pelaksanaan, dan
(Yogyakarta), Sinar Mulya, Pekon monitoring dan evaluasi. Berikutnya
Sukamaju dan Beringin Jaya, dipotret keterlibatan para stakeholders
Pekon Margoyoso (Lampung). Pada pada program HKm. Hasil analisis
Subbab 8.1 akan dijabarkan hakikat kelestarian fungsi sosial disajikan
sustainibilitas. Adapun dampak dari pada Subbab 8.4.
program HKm dari sisi sustainabilitas
fungsi produksi dipaparkan pada 8.1. HAKIKAT SUSTAINABILITAS
Subbab 8.2. Di dalam menganalisis sus-
Di lapangan, dampak program tainabilitas pengelolaan sumberdaya
HKm terhadap kelestarian fungsi hutan harus mengacu pada tiga
ekologi dipotret dari ancaman dalam asas kelestarian yang dapat menjadi
pengelolaan HKm. Hasil analisis landasan berfikir dari sebuah
terhadap responden di lokasi studi pengelolaan hutan (Simon, 2010).
HKm terkait hal tersebut ditampilkan Pertama adalah kelestarian hasil
pada Subbab 8.3. Kriteria untuk (statis), yaitu kelestarian yang hanya
penentuan kelestarian fungsi sosial menghendaki hasil yang sama setiap
dalam pengelolaan hutan berbasis tahunnya. Kedua adalah kelestarian
masyarakat mencakup kejelasan potensi (dinamis), yaitu kelestarian
sistem tenurial lahan dan hutan yang menuntut kemampuan yang
komunitas, terjaminnya ketahanan maksimal secara kontinyu dari
dan pengembangan ekonomi komu- hutan untuk menghasilkan produk
nitas, terbangun pola hubungan tertentu. Ketiga adalah kelestarian
sosial yang simetris dalam proses ekosistem, yaitu kelestarian yang
produksi, dan keadilan manfaat menginginkan adanya kontinyuitas
136 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

dari seluruh kemanfaatan hutan yang kehidupan secara lintas generasi


dapat diberikan baik dalam menjaga (intergeneration). Dengan demikian,
keseimbangan ekosistem (mencegah syarat pengelolaan hutan yang
banjir dan erosi, menjaga tata air, penting adalah menghindarkan
menjaga kualitas udara, dan lain- terjadinya pemanfaatan sumber
lain) maupun dalam memberikan daya yang berlebihan (overuse) atau
kemanfaatan kepada manusia. melebihi daya dukungnya (carrying
Untuk dapat mewujudkan capacity) dan dalam pengusahaannya
kelestarian dalam pengelolaan melakukan reinvestasi minimal
hutan, minimal harus memenuhi sama dengan apa yang diambil dari
tiga persyaratan, yaitu: areal yang sumberdaya (Sardjono, 2005). Hal
dikelola harus sudah dilaksanakan tersebut penting agar sumberdaya
tata batas yang jelas padanya, dapat terus mempertahankan
dalam eksploitasi tidak boleh strukturnya (ecological atau
melebihi kemampuan hutan untuk environmental sustainability) dalam
menghasilkan produk atau riap upaya mempertahankan fungsi dan
(jatah tebangan), dan yang terakhir manfaatnya.
adalah adanya jaminan keberhasilan Berkaitan dengan sumberdaya
dari proses penanaman kembali hutan di Indonesia, di mana
(regenerasi) agar sumber daya masyarakat dalam faktanya
hutan tetap dapat mempertahankan menjadi elemen integral atau sulit
potensinya (Simon, 2006). Apabila terpisahkan dari sumberdaya hutan,
ketiga syarat tersebut tidak dapat kelestarian ekologi, dan ekonomi
dipenuhi, hampir dapat dipastikan hanya dimungkinkan dicapai
bahwa pengelolaan hutan akan bila pengelolaan sumberdaya
kehabisan sumberdayanya dan akan juga senantiasa memperhatikan
menyebabkan berbagai macam kehidupan dan penghidupan
degradasi lingkungan. masyarakat lokal. Pemahaman
Sustainabilitas atau lebih populer sederhana siapa yang dimaksud
disebut kelestarian (sustainability) dengan masyarakat lokal (local
dalam konteks pengelolaan sumber community). Masyarakat lokal adalah
daya hutan dipahami sebagai sekelompok manusia yang bermukim
pencapaian dan pemeliharaan luaran di dalam atau di sekitar hutan serta
(output) hutan sebagai sumberdaya kehidupannya tergantung pada
yang dapat diperbaharui (renewable sumberdaya tersebut. Ditinjau
resources) secara terus menerus dari latar belakang budaya yang
(perpetuity) atau dalam dimensi dimilikinya dalam kaitannya dengan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 137
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

sumberdaya, masyarakat lokal ganda sumberdaya hutan yang


dikategorikan menjadi dua, yaitu: bermula dari pembagian sumberdaya
tradisional/masyarakat adat dan non hutan ke dalam fungsi-fungsi tertentu
tradisional. (fungsi perlindungan, produksi,
Prinsip kelestarian hutan pada pelestarian dan pengawetan, serta
dasarnya telah lama dianut dalam rekreasi) di dalam suatu pengelolaan
pengusahaan dan pengelolaan hutan. hutan secara intensif yang menuntut
Konsep kelestarian hutan dalam terpenuhinya setiap fungsi tersebut
pengelolaan sumberdaya hutan pada dari setiap satuan lahan hutan yang
mulanya muncul dalam kegiatan dikelola.
pengusahaan hutan untuk keperluan Kriteria dari kelestarian fungsi
produksi, bahkan secara lebih khusus produksi di dalam pengelolaan hutan
adalah untuk produksi kayu. Hal ini berbasis masyarakat mencakup tiga
dapat dimengerti karena hasil hutan macam kelestarian, yaitu: kelestarian
yang pertama kali dirasakan paling sumberdaya, kelestarian hasil,
besar manfaatnya dalam memenuhi dan kelestarian usaha. Indikator
kebutuhan manusia adalah kayu. kelestarian sumberdaya, antara lain
Walaupun dalam perkembangannya adalah: status dan batas lahan jelas,
penerapan konsep kelestarian perubahan luas penutupan lahan,
cenderung diperluas ke dalam manajemen pemeliharaan hutan,
pengelolaan sumberdaya hutan dan sistem silvikultur sesuai daya
secara umum, namun konsep dukung hutan.
kelestarian hasil hutan yang berupa Indikator untuk kelestarian hasil
kayu jauh lebih maju dibanding hutan, meliputi: penataan areal
dengan konsep pengaturan hasil pengelolaan hutan, kepastian adanya
hutan bukan kayu dan hasil hutan potensi produksi untuk dipanen
yang bersifat intangible lainnya. lestari, pengaturan hasil, efisiensi
Perkembangan konsep pemanfaatan hutan, keabsahan
kelestarian dalam pengelolaan sistem lacak balak dalam hutan,
sumberdaya hutan sejalan dengan prasarana pengelolaan hutan, dan
nilai dan manfaat hasil hutan non pengaturan manfaat hasil (LEI, 2004).
kayu, baik yang bersifat tangible Sedangkan indikator kelestarian
maupun intangible, dan makin tinggi usaha, meliputi: kesehatan usaha,
akibat pesatnya perkembangan ilmu kemampuan akses pasar, sistem
pengetahuan dan teknologi. Hal ini informasi manajemen, tersedianya
dapat dilihat dari perkembangan tenaga terampil, investasi dan
dalam penerapan konsep manfaat reinvestasi untuk pengelolaan
138 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

hutan, serta kontribusi terhadap pihak lain, fungsi kawasan menurut


peningkatan kondisi sosial dan kepentingan komunitas/publik
ekonomi setempat (LEI, 2004). secara jelas diakui sebagai kawasan
Penentuan konsep kelestarian hutan tetap, digunakannya tata
fungsi ekologi mencakup: stabilitas cara atau mekanisme penyelesaian
ekosistem dan sintasan spesies sengketa yang demokratis dan
langka/endemik/dilindungi (LEI, adil terhadap pertentangan klaim
2004). Indikator stabilitas ekosistem, atas hutan yang sama, dan pelaku
antara lain: tersedianya aturan pengelolaan HKm benar-benar
kelola produksi yang meminimalkan warga komunitas, baik dijalankan
gangguan terhadap integritas sendiri atau bermitra.
lingkungan dan proporsi luas Terjaminnya ketahanan dan
kawasan dilindungi yang tertata baik pengembangan ekonomi komunitas
terhadap keseluruhan kawasan yang dilihat dari indikator: sumber-
seharusnya dilindungi dan sudah sumber ekonomi komunitas
ditata batas di lapangan. Indikator minimal tetap mampu mendukung
berikutnya adalah: dampak kegiatan kelangsungan hidup komunitas
kelola produksi terhadap stabilitas secara lintas generasi, penerapan
ekosistem (tanah, air, struktur, dan teknik-teknik produksi minimal
komposisi hutan) dan intensitasnya tetap mempertahankan tingkat
terdokumentasi, serta adanya penyerapan tenaga kerja yang ada,
rencana kelola lingkungan dan baik laki-laki maupun perempuan
efektifitas kegiatannya. Indikator (LEI, 2004). Indikator berikutnya
sintasan spesies langka/endemik/ adalah: kegiatan pengelolaan hutan
dilindungi, antara lain: tersedianya maupun paska panen sejauh mungkin
informasi mengenai spesies langka/ dikembangkan di dalam wilayah
endemik/dilindungi dan agihan komunitas dan menggunakan tenaga
habitatnya yang penting dalam kerja komunitas.
kawasan, adanya upaya minimalisasi Indikator terbangunnya pola
dampak kelola produksi terhadap hubungan sosial yang simetris dalam
spesies langka/endemik/dilindungi. proses produksi. Ini termasuk pola
Indikator kejelasan sistem hubungan sosial yang terbangun
tenurial lahan dan hutan komunitas antara berbagai pihak dalam
mencakup: status lahan tidak dalam pengelolaan hutan merupakan
proses konflik dengan warga anggota hubungan sosial relatif sejajar
komunitasnya maupun pihak lain, dan pembagian kewenangan yang
kejelasan batas-batas areal dengan jelas, demokratis dalam organisasi
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 139
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

penyelenggaraan HKm. berdampak terhadap tingkat


Selanjutnya keadilan manfaat kesejahteraan masyarakat dan
menurut kepentingan komunitas exsistensi keberadaan hutan serta
dipandang dari indikator: adanya fungsi ekologisnya. Hadirnya HKm
kompensasi atas kerugian di Kulon Progo, Gunungkidul, dan
yang diderita komunitas secara Tanggamus diharapkan mampu
keseluruhan akibat pengelolaan menjadi resolusi konflik antara
hutan oleh kelompok dan disepakati pemerintah dan masyarakat dalam
seluruh warga komunitas, seluruh pengelolaan kawasan hutan.
warga komunitas dan publik Masyarakat sekitar hutan yang
terbuka untuk terlibat dalam tergabung dalam gabungan kelompok
penyelanggaraan HKm, dan adanya tani (gapoktan) diharapkan mampu
mekanisme pertanggungjawaban membantu mempertahankan
publik dari kelompok pengelola fungsi hutan lindung ataupun hutan
terhadap komunitas dan/atau publik. produksi. Pengelolan HKm yang
berlandaskan asaz keberlanjutan
8.2. SUSTAINABILITAS HKm akan memberi dampak terhadap
Subbab 8.2 tentang sustainabilitas kelestarian dari keanekaragaman
HKm akan membahas perubahan hayati baik flora maupun fauna,
tutupan lahan di empat lokasi HKm ekosistem perairan (mata air,
pada kurun waktu tahun 2009 sampai sungai, danau, dan air terjun) dan
dengan tahun 2014 dan kurun kesehatan hutan. Pengelolaan
waktu 2014 sampai dengan tahun hutan yang baik mampu mencegah
2016 melalui kajian data sekunder dan meminimalisasi terjadinya
yang diperoleh dari Kementerian erosi, banjir, dan kebakaraan
Lingkungan Hidup dan Kehutanan hutan. Oleh karena itu, dibutuhkan
(KLHK). Selanjutnya berturut- monitoring dan evaluasi yang dapat
turut akan dipaparkan hasil survei mengukur dampak dari HKm
terhadap responden di empat lokasi terhadap lingkungan dan kelestarian
HKm yang mencakup jenis tanaman, hutan. Beberapa indikator yang
tanaman pokok, rehabilitasi, dan digunakan dalam kajian ini untuk
pertumbuhan bibit. mengukur dampak tersebut, yaitu:
sustanabilitas, tingkat ancaman yang
8.2.1. Perubahan Tutupan Lahan ada, seperti: kebakaran, penebangan
Terbukanya akses legal bagi pohon, pencurian, ancaman
masyarakat memasuki lahan hutan gangguan satwa, dan perburuan
melalui program HKm sangat satwa. Partisipasi kelompok tani
140 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

dalam HKm juga menjadi penentu campuran beralih fungsi menjadi


tercapainya program HKm. tutupan hutan lahan kering sekunder.
Program HKm di Kulon Progo, Pada tahun 2009-2014 tidak ada
Gunungkidul, dan Tanggamus telah hutan lahan kering sekunder. Namun
berjalan sejak lama. Hal ini terlihat di tahun 2016, luas hutan lahan
dari diperolehnya Surat Keputusan kering sekunder menjadi 113,77 ha.
(SK) HKm mulai dari tahun 2007, Sebaliknya pertanian lahan kering
2009, 2014 dan 2017. SK tersebut campuran yang awalnya pada tahun
diberikan kepada gapoktan HKm yang 2009-2014 memiliki luas 113,77 ha
ada di Kulon Progo, Gunungkidul, menjadi tidak ada karena beralih
dan Tanggamus. Kriteria untuk fungsi menjadi hutan lahan kering
penentuan kelestarian fungsi sosial sekunder.
dalam pengelolaan hutan berbasis Di sisi lain, perubahan juga terjadi
masyarakat mencakup: kejelasan pada tutupan pertanian lahan kering.
sistem tenurial lahan dan hutan Di tahun 2009 pertanian lahan kering
komunitas, terjaminnya ketahanan memiliki luas 19,85 ha. Namun di
dan pengembangan ekonomi tahun 2014-2016 terdapat sawah
komunitas, terbangun pola hubungan yang lokasinya di luar unit HKm.
sosial yang simetris dalam proses Jika dilihat dari status kawasan
produksi, serta keadilan manfaat lahan HKm yang merupakan hutan
menurut kepentingan komunitas. lindung, maka pengalihfungsian
Ijin Usaha Pengelolaan Hutan lahan pertanian kering menjadi lahan
Kemasyarakatan (IUPHKm) yang sawah kurang sesuai dengan fungsi
diberikan pemerintah memberikan hutan lindung. Secara normatif
akses kepada masyarakat untuk kawasan hutan lindung merupakan
berpartisipasi mengelola wilayah kawasan yang tidak dapat dijadikan
hutan dengan aturan-aturan tertentu. sebagai lahan sawah (Kementerian
Faktanya ijin tersebut memberikan Pertanian, 2013).
dampak terhadap tutupan lahan dari Berdasarkan perubahan tutupan
tahun ke tahun. lahan di HKm Kalibiru dapat
Berdasarkan Tabel 8.1a, diketahui cadangan serapan karbon.
perubahan tutupan lahan yang Tutupan lahan tahun 2016 di HKm
terjadi di HKm Mandiri Kalibiru Kalibiru terdiri dari 113,77 ha hutan
sangat menarik dan mendukung lahan kering sekunder dan 19,85 ha
kelestarian hutan lahan kering sawah (lihat Tabel 8.1a). Dari 113,77
sekunder. Hal tersebut dikarenakan ha hutan lahan kering sekunder,
tutupan pertanian lahan kering dapat dihitung jumlah cadangan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 141
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

karbon sebesar 9.698,89 Carbon (C) berdasarkan data cadangan karbon


ton. Hal ini diperoleh berdasarkan per hektar untuk 23 tipe penutupan
perhitungan data cadangan karbon lahan skala nasional di mana setiap
per hektar untuk 7 tipe penutupan hektar sawah memiliki cadangan
lahan hutan skala regional. Untuk karbon 2 C ton/ha. Dari luas total
pulau Jawa, cadangan karbon per sawah 19,85 ha diperoleh cadangan
hektar sebesar 85,25 C ton/ha. karbon sebesar 39,7 C ton (Tosiani,
Sedangkan untuk sawah dihitung 2015).

„ Tabel 8.1a. Perubahan Tutupan Lahan HKm di Kalibiru, Desa Hargowilis

Hutan Lahan Pertanian Lahan Pertanian Lahan


Tahun Sawah
Kering Sekunder Kering Kering Campur
2009 - 19,85 113,77 -
2014 - - 113,77 19,85
2016 113,77 - - 19,85
Sumber: Diolah dari Kementerian LHK (2017)

„ Gambar 8.1. Peta Penutupan Lahan HKm Kalibiru, Desa Hargowilis tahun 2009 dan
2014

Sumber: Diolah dari Kementerian LHK (2018)


142 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

„ Gambar 8.2. Peta Penutupan Lahan HKm di Kalibiru, Hargowilis Tahun 2016

Sumber: Diolah dari Kementerian LHK (2018)

Berbeda dengan HKm Mandiri perubahan yaitu hanya ada tipe hutan
Kalibiru, perubahan tutupan lahan lahan kering dari tahun 2009-2016.
tidak terjadi di HKm Tani Manunggal. Akibatnya, cadangan karbon yang
Luas tutupan hutan lahan kering dimiliki dengan luas hutan lahan
sekunder yang semula di tahun 2009 kering sekunder sebesar 129,4 ha
yaitu 129,40 ha sampai dengan tahun yaitu sebesar 11.031,35 C ton. Setiap
2016 tidak berubah dan tidak ada hektar hutan lahan kering sekunder
pengalih fungsian lahan (lihat Tabel ini memiliki cadangan karbon
8.1b). sebesar 85.25 C ton/ha (Tosiani,
Pada KTHKm Tani Manunggal, 2015).
tutupan lahan tidak mengalami
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 143
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

„ Tabel 8.1b. Perubahan Tutupan Lahan HKm di Menggoran, Desa Bleberan

Tahun Hutan Lahan Kering Sekunder


2009 129,40
2014 129,40
2016 129,40

Sumber: Diolah dari Kementerian LHK (2017)

„ Gambar 8.3. Peta Penutupan Lahan HKm Tani Manunggal Bleberan tahun 2009, 2014
dan 2016

Sumber: Diolah dari Kementerian LHK (2018)

Di HKm Sinar Mulya Pekon 2014 sampai 2016 tidak terjadi


Sukamaju terjadi perubahan tutupan perubahan tutupan lahan. Tutupan
lahan dari tahun 2009 sampai hutan lahan kering sekunder
dengan 2014. Sementara dari tahun mengalami penurunan seluas 2,91
144 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

ha. Penurunan tersebut juga terjadi memiliki luas hutan lahan kering
pada pertanian lahan kering seluas sekunder sebesar 63,85 ha, memiliki
352 ha. Berdasarkan studi yang cadangan karbon sebesar 5.818,01
dilakukan Ngaji (2009), perubahan C ton. Nilai tersebut merupakan
penggunaan lahan hutan menjadi konversi dari data cadangan karbon
pertanian menyebabkan lahan tidak untuk tipe hutan lahan kering
produktif, sehingga berdampak tidak sekunder di Pulau Sumatera di mana
adanya ketersediaan air di musim setiap hektar hutan lahan kering
kering. Sebaliknya, menanam sekunder memiliki cadangan karbon
pohon dapat mengurangi limpasan sebesar 91,12 C ton/ha. Sedangkan
permukaan (surface run-off) dan untuk tipe lahan pertanian kering
meningkatkan aliran cepat tanah yaitu sebesar 179,34 ha memiliki
(soil quick flow), sehingga kapasitas cadangan karbon sebesar 1.793,4
penyangga Daerah Aliran Sungai C ton dan pertanian lahan kering
(DAS) meningkat. Sementara campur seluas 680,23 ha memiliki
pertanian lahan kering campuran cadangan karbon sebesar 20.406,9
mengalami peningkatan seluas C ton. Nilai tersebut merupakan
354,91 ha (lihat Tabel 8.1c). hasil konversi dari data cadangan
HKm Sinar Mulya Pekon karbon untuk pertanian lahan kering
Sukamaju memiliki 3 tipe tutupan memiliki cadangan karbon sebesar
lahan yaitu hutan lahan kering 10 C ton/ha dan pertanian lahan
sekunder, pertanian lahan kering, kering campur sebesar 30 C ton/ha
dan pertanian lahan kering campur. (Tosiani, 2015).
Pada tahun 2016 HKm Sinar Mulya

„ Tabel 8.1c. Perubahan Tutupan Lahan di Lokasi HKm Sinar Mulya Pekon Sukamaju

Hutan lahan Kering Pertanian Lahan Pertanian lahan


Tahun
sekunder Kering Kering Campur
2009 66,76 531,34 325,32
2014 63,85 179,34 680,23
2016 63,85 179,34 680,23

Sumber: Diolah dari Kementerian LHK (2017)


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 145
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

„ Gambar 8.4. Peta Penutupan Lahan di Lokasi HKm Sinar Mulya Pekon Sukamaju tahun
2009, 2014 dan 2016

Sumber: Diolah dari Kementerian LHK (2018)

Jika dibandingkan antara HKm lahan kering mengalami penurunan,


Sinar Mulya Pekon Sukamaju dan yaitu berkurang sebanyak 271,76
HKm Beringin Jaya Pekon Margoyoso, ha dan pertanian lahan kering
terdapat perbedaan perubahan campuran mengalami peningkatan
tutupan lahan di antara keduanya. Di seluas 271,75 ha (lihat Tabel 8.1d).
HKm Beringin Jaya Pekon Margoyoso HKm Beringin Jaya Pekon
tutupan hutan lahan kering skunder Margoyoso dengan 3 tipe tutupan
tidak mengalami perubahan, dari lahan yaitu hutan lahan kering
tahun 2009 hingga 2016 luas tutupan sekunder, pertanian lahan kering,
lahan tetap 9,61 ha. Sementara pada dan pertanian lahan kering campur.
pertanian lahan kering relatif sama Tahun 2016, HKm ini memiliki
dengan HKm Sinar Mulya Pekon luas hutan lahan kering sekunder
Sukamaju, di HKm Beringin Jaya sebesar 9,61 ha. Jika dikonversikan,
Pekon Margoyoso juga luas pertanian HKm ini memiliki cadangan karbon
146 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

sebesar 875,66 C ton. Nilai tersebut kering campur seluas 830,08 ha


merupakan konversi dari data memiliki cadangan karbon sebesar
cadangan karbon di Pulau Sumatera 20.902,4 C ton. Nilai tersebut hasil
di mana setiap hektar hutan lahan konversi dari data cadangan karbon
kering sekunder memiliki cadangan untuk pertanian lahan kering
karbon sebesar 91,12 C ton/ha. memiliki cadangan karbon sebesar
Sedangkan untuk tipe pertanian 10 C ton/ha dan pertanian lahan
lahan kering yaitu sebesar 24,08 ha kering campur sebesar 30 C ton/ha
memiliki cadangan karbon sebesar (Tosiani, 2015).
240,8 C ton dan pertanian lahan

„ Tabel 8.1d. Perubahan Tutupan Lahan di Lokasi HKm Beringin Jaya Pekon Margoyoso

Hutan lahan Kering Pertanian Lahan Pertanian lahan Kering


Tahun Campur
sekunder Kering
2009 9,61 295,84 558,33
2014 9,61 24.08 830,08
2016 9,61 24.08 830,08

Sumber: Diolah dari Kementerian LHK (2017)

„ Gambar 8.5. Peta Penutupan Lahan di Lokasi HKm Beringin Jaya Pekon Margoyoso
tahun 2009, 2014 dan 2016

Sumber: Diolah dari Kementerian LHK (2018)


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 147
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

Perubahan tutupan lahan pada regulasi yang tegas yang memiliki


kedua lokasi HKm di Tanggamus payung hukum yang jelas sehingga
tersebut sangat dipengaruhi oleh mampu memberikan efek jera kepada
tingkat kebutuhan kelompok penggarap ilegal. Setelah regulasi
tani pengelola hutan terhadap dibuat Unit Pelaksanaan Teknis (UPT)
lahan perkebunan yang sangat baik daerah maupun kabupaten
tinggi. Sebagian besar kelompok harus mampu menerapakan dan
tani menggantungkan hidupnya menjelankan sanksi hukum terkait
dari hasil perkebunan kopi. regulasi tersebut.
Faktor ekonomi tersebut yang Peran stakeholders terkait terutama
menyebabkan meningkatnya luasan KPHL, Polhut, Bintara Pembinaan
pertanian lahan kering campuran Desa (Babinsa) sangat dibutuhkan
dan berkurangnya luasan pertanian untuk berkolaborasi mengamankan
lahan kering serta tutupan hutan hutan dari pembukan lahan.
lahan kering sekunder. Hal tersebut Koordinasi antara pihak pemerintah
sejalan dengan studi yang dilakukan dalam hal ini KPHL dan kelompok
Putiksari et al., (2014) bahwa faktor tani harus ditingkatkan seperti
sosial ekonomi seperti rendah dan halnya pelaporan terjadinya
tingginya pendapatan menjadi penggarapan ilegal. Kelompok
pendorong terjadinya perambahan tani sebagai pengelola HKm jauh
yang menyebab deforestasi. Di lebih cepat mengetahui jika ada
sisi lain, kelompok tani sangat pembukaan lahan. Hal tersebut
mengeluhkan terjadi pembukaan harus segera dilaporkan kepada
lahan garapan baru yang disebabkan KPHL ataupun polhut. Selain itu,
oleh penggarap ilegal. Mereka tidak patroli rutin harus segera dilakukan
memilki ijin HKm dan tidak tergabung minimal 2 kali dalam 1 minggu.
dalam kelompok tani bahkan berasal Patroli pertama dilakukan dengan
dari desa lain. Sampai saat ini belum KPHL, polhut, babinsa dan kelompok
ada tindakan pencegahan yang tani. Patroli kedua dilakukan oleh
efektif atau penerapan sanksi hukum pengurus kelompok tani dan anggota
kepada penggarap ilegal tersebut, kelompok tani. Harapannya dengan
yang mengakibatkan jumlah mereka adanya laporan pembukaan lahan
semakin bertambah. Oleh karena yang dilakukan oleh perorangan atau
itu, tindakan cepat dan tepat sangat masyarakat dapat segera ditindak
dibutuhkan untuk meminimalkan lanjuti kemudian patroli yang
terjadi pembukaan lahan hutan. dilakukan dapat mencegah terjadi
Pemerintah KLHK harus menerapkan pembukaan lahan berikutnya.
148 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

8.2.2. Jenis Tanaman Di Lahan tanaman HMT (lihat Gambar 8.6).


HKm Jawaban lainnya, yaitu sebesar 12%
Dilihat dari kondisi biofisik, responden menjawab komposisi
tanaman yang ada di kawasan tanaman kehutanan, HMT, dan MPTS.
HKm Mandiri Kalibiru merupakan Sedangkan 6% responden lainnya
kombinasi antara tanaman menjawab hanya ada tanaman
kehutanan, empon-empon, Hijauan kehutanan dan MPTS di lahan HKm
Makan Ternak (HMT), dan Multi mereka (lihat Gambar 8.6). Tanaman
Purposes Trees Species (MPTS). Kondisi kehutanan yang ada, meliputi: jati,
ini ditunjukkan dengan jawaban sonokeling, dan akasia. Tanaman
responden, yaitu sebesar 50% empon-empon yang ada, antara
mengatakan ditanami kombinasi lain: berupa kunyit, temulawak, dan
ketiga jenis tanaman hutan. Selain lengkuas. Untuk jenis HMT, terdiri
itu, terdapat 32% responden di dari: rumput kolonjono, singkong,
Kalibiru menyebutkan bahwa pada dan gamal. Sedangkan tanaman
lahan mereka hanya ditanami MPTS, meliputi: cengkeh, duren,
tanaman kehutanan, empon-empon, nangka, rambutan, mangga, dan
dan tanaman MPTS tanpa ada pete.

„ Gambar 8.6. Jenis Tanaman di Lahan HKm Mandiri dan Tani Manunggal (DIY)

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

Sementara itu untuk HKm Tani terdapat tanaman kehutanan, 20%


Manunggal Bleberan, mayoritas responden menjawab tanaman
responden yaitu sebesar 76% kehutanan dan HMT, dan 4%
menjawab pada lahan mereka hanya responden menjawab ada tanaman
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 149
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

kehutanan dan empon-empon di belukar. Kondisi tanaman jati dapat


lahan HKm yang mereka kerjakan dikatakan cukup rapat, sebagaimana
(lihat Gambar 8.6). Pada saat terlihat dari tajuknya yang sudah
dilakukan pengamatan langsung bersentuhan satu sama lain. Hal
pada areal HKm oleh Tim, maka inilah yang menyebabkan tanaman
diketahui bahwa tanaman kehutanan, jenis lain tidak dapat tumbuh dengan
yaitu jati mendominasi tutupan baik pada areal ini dikarenakan
lahan HKm tersebut dan di sela-sela minimnya sinar matahari yang dapat
tanaman jati tersebut ada beberapa masuk atau menembus tutupan tajuk
titik yang terdapat HMT dan semak tanaman jati.

„ Gambar 8.7. Jenis Tanaman di Lahan HKm Sinar Mulya dan Beringin Jaya (Lampung)

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

HKm Sinar Mulya Pekon Sukamaju mencapai 70%. Kondisi topografi di


dan HKm Beringin Jaya Pekon tingkat dataran dan tingkat kemiringan
Margoyoso memiliki karakteristik memiliki variasi. Persentase pada
tempat tumbuh yang sama. Hal tingkat dataran 8˚-15˚ seluas 15%
tersebut terlihat dari kondisi tanah dan 15˚-45˚ seluas 30%. Persentase
dan kondisi topografi. Tanah lahan pada tingkat kemiringan lebih dari
HKm didominasi dua jenis tanah, 45˚ memiliki luasan 65%, ketinggian
berupa latasol coklat dan podsolik tanah mencapai 250-700 meter di
merah kuning. Kondisi tanah subur atas permukaan laut (mdpl). Suhu
mencapai 100% sementara kondisi mencapai 25-32˚C, dengan curah
tanah kurang subur dan tandus hujan berkisar dari 2.000-7.000 mm
berbatu dengan kemiringan minimal per tahun.
150 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

Karakteristik tempat tumbuh Orientasi petani saat ini tidak lagi


tersebut mempengaruhi jenis terhadap luas lahan, namun mengacu
tanaman yang tumbuh dan ditanam di pada optimalisasi lahan. Kombinasi
atas lahan HKm. Sebagian besar petani tanaman adalah langkah efektif
HKm Sinar Mulya Pekon Sukamaju yang dilakukan untuk memperoleh
menanam tanaman perkebunan di pendapatan, harian, bulanan dan
lahannya dengan persentase 50%. tahunan. Adapun tanaman kopi
Tanaman perkebunan tersebut berupa ditanam di bawah naungan tanaman
kopi, lada, dan cengkeh. Sementara berkayu (mindi, medang, mahoni,
tanaman terbanyak setelah tanaman randu, rimau, dadap, dan cempaka)
kopi, yaitu kombinasi antara tanaman dan MPTS (petai, durian, alpukat
kehutanan, empon-empon, HMT, jengkol, dan pala). Sementara
dan MPTS dengan persentase 42%. tanaman pertanian, seperti: jahe,
Setelah itu diikuti dengan tanaman cabai, pepaya, kacang-kacangan, dan
MPTS dan kehutanan dengan talas ditanam sebagai tanaman sela
persentase tanaman masing-masing di bawah atau di dekat tanaman kopi.
4% (lihat Gambar 8.7). Adapun di Berdasarkan struktur strata hutan
HKm Beringin Jaya Pekon Margoyoso dan komposisi jenis tanaman, maka
memiliki komposisi tanaman lahan HKm termasuk agroforestri
perkebunan sebesar 48%, tanaman kompleks.
kombinasi (kehutanan, empon- Berdasarkan struktur strata
empon, HMT, dan MPTS) sebesar hutan dan komposisi jenis tanaman,
42%, tanaman kehutanan sebesar empat lokasi lahan HKm termasuk
8%, dan tanaman MPTS sebesar 2%. agroforestri kompleks. Namun,
Jenis tanaman empon-empon di karena lokasi HKm terutama di HKm
HKm Sinar Mulya Pekon Sukamaju dan Sinar Mulya dan HKm Beringin Jaya
HKm Beringin Jaya Pekon Margoyoso, lebih banyak didominasi tanaman
yaitu: jahe, kunyit dan lainnya. Jenis perkebunan yakni kopi, maka
HMT yakni dikhususkan pada rumput perlu ada rekomendasi berupa
pakan ternak kambing karena banyak perbanyakan tanaman kehutanan
petani yang memelihara kambing. dan MPTS. Sejauh ini telah ada
Rumput tersebut, yaitu: rumput rehabilitasi tanaman MPTS yakni
gajah, kolonjono, dan gliricidia/ durian, pala, dan alpukat. Sementara
gamal. Tingginya persentase untuk tanaman kehutanan belum
tanaman kombinasi dipengaruhi ada. Diharapkan Balai Pengelolaan
oleh tingkat kesadaran petani dalam Daerah Aliran Sungai dan Hutan
mengoptimalkan produksi lahan. Lindung (BPDSHL) nantinya dapat
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 151
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

memberikan bantuan bibit yang lahan HKm Mandiri Kalibiru dan Tani
memiliki tajuk lebar sehingga mampu Manunggal Bleberan adalah tanaman
menahan air hujan sampai tanah kehutanan, meskipun terdapat
dan mengurangi jumlah air yang beberapa jenis tanaman lain pada
terinfiltrasi serta penjenuhan lengas areal tersebut. Di areal HKm Mandiri
tanah secara tepat. Selain itu, jenis terdapat beberapa jenis tanaman
tanaman yang memiliki perakaran kehutanan, seperti: mahoni, jati,
dalam juga harus diutamakan agar sonokeling, dan akasia. Sedangkan
mampu meresapkan air hujan ke pada areal HKm Tani Manunggal
dalam tanah dan sebagai pencegah hanya terdapat satu jenis tanaman
longsor. Beberapa jenis tanaman kehutanan, yaitu tanaman jati.
tersebut yaitu, kaliandra merah, Kondisi ini disebabkan karena areal
kaliandra putih, johar, sonokeling, hutan pada HKm Mandiri merupakan
waru laut, waru gunung, bungur, hutan lindung, sedangkan areal
mindi, mahoni, lamtoro dan angsana. HKm Tani Manunggal merupakan
Setelah batuan bibit diberikan hutan produksi yang sebelumnya
pihak KPHL dan polhut harus ikut berupa tanah kosong yang kemudian
serta menanm bibit bersama petani ditanami dengan satu jenis tanaman
setelah itu dilakukan pengecekan pokok berupa jati oleh KTHKm Tani
rutin yang terus berkelanjutan Manunggal.
dalam jangka waktu tertentu untuk Berbeda dengan di lahan HKm
memastikan bibit tersebut tumbuh. Mandiri dan HKm Tani Manunggal
Bibit yang mati harus disulam, yang tanaman pokoknya merupakan
penyulaman bibit tersebut harus pohon berkayu. Di lahan HKm Sinar
dilakukan kelompok tani dengan Mulya Pekon Sukamaju dan Beringin
pengawasan dari KPHL dan polhut. Jaya Pekon Margoyoso, kopi adalah
Selain penyulaman penerapan tanaman pokok yang mendominasi
sanksi dengan menanam bibit 2 kali di areal HKm tersebut (lihat Tabel
lebih banyak bagi bibit tanaman hasil 8.2). Lahan hutan di HKm Sinar
sulaman yang mati dapat dijadikan Mulya Pekon Sukamaju adalah lahan
solusi untuk menggerakan petani hutan dengan didominasi tanaman
menjaga bibit tanamannya agar perkebunan kopi. Setelah ada ijin
dapat tumbuh dengan baik. HKm tanaman pokok tetap kopi.
Namun, sudah ada penanaman
8.2.3. Tanaman Pokok Di Lahan tanaman MPTS dan kehutanan
HKm (pohon berkayu). Sementara di HKm
Tanaman pokok yang berada di Beringin Jaya Pekon Margoyoso,
152 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

sebelum adanya ijin HKm lahan kopi yang berumur 1, 3, 7 dan 10


hutan lindung didominasi tanaman tahun. Limpasan permukaan terbesar
pertanian berupa sayuran. diperoleh pada petak dengan tanaman
Setelah adanya ijin HKm tanaman kopi berumur 3 tahun (124 mm). Pada
sayuran sudah berubah menjadi petak dengan tanaman kopi berumur
tanaman perkebunan, MPTS, dan lebih dari 3 tahun terjadi penurunan
kehutanan (pohon berkayu). Hal ini limpasan permukaan. Kehilangan
menunjukkan dengan diberikannya tanah karena erosi yang terbesar pada
ijin HKm memberikan dampak petak dengan tanaman kopi berumur
terhadap kelestarian hutan di lokasi 1 tahun. Hasil percobaan tersebut
HKm Beringin Jaya Pekon Margoyoso. menunjukan bahwa kopi monokultur
Lahan HKm di Sinar Mulya dan ternyata tidak dapat mencegah laju
Beringin Jaya yang didominasi infiltrasi lebih besar dari tanaman
dengan tanaman utama kopi kehutanan yakni pohon.
kurang sesuai jika dilihat dari aspek Oleh karena itu, lahan HKm dengan
sustainabilitas hutan. Hal tersebut penerapan sistem agroforestri yang
dikarenakan penutupan kanopi yang tanaman pokoknya berupa kopi
dimiliki tanaman kopi lebih rendah perlu ada perbaikan dengan lebih
dari tanaman kehutanan sehingga banyak ditanami tanaman MPTS
saat hujan turun air hujan langsung dan berkayu. Namun, proses ini
mengenai dan memukul permukaan membutuhkan waktu dan bertahap.
tanah yang menyebabkan tingginya Karena hal ini tidak terlepas dari
limpasan permukaan tanah sehingga faktor ekonomi masyarakat yang
terjadi erosi. Fakta ini sejalan dengan mengharapkan cepat mendapatkan
studi yang dilakukan Widianto et hasil dari tanaman pokoknya dan
al. (2004) bahwa, pertanaman kopi sejarah pengelolaan lahan yang
monokultur ternyata tidak dapat memang ditanami kopi. Peran
sepenuhnya mengembalikan fungsi berbagai pihak untuk menumbuhkan
hidrologi hutan walaupun kopi telah kesadaran petani secara langsung
berumur 10 tahun. Ada beberapa dan tidak langsung harus dilakukan
aspek yang hilang dari hutan yang terutama dalam penyuluhan dan
tidak bisa dikembalikan melalui pendampingan. Sekolah lapang
pertanaman kopi. Hal tersebut dengan model farmer to farmer share
dibuktikan dengan percobaan learning dapat dijadikan media untuk
lapangan yang dilakukannya pada menggaungkan tanaman kehutanan
lahan hutan yang masih tersisa di dan MPTS sebagai naungan bagi
puncak bukit dan pada pertanaman tanaman kopi. Pemberian bantuan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 153
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

bibit tanaman MPTS dan tanaman penting untuk perbaikan jenis


berkayu juga memberikan peran tanaman di lahan HKm.

„ Tabel 8.2. Persentase Tanaman Pokok

Lokasi HKm Tanaman Pokok Persentase


Mandiri Kalibiru Hargowilis Lainnya 100%
Tani Manunggal Bleberan Jati 100%
Sinar Mulya Sukamaju Kopi 100%
Beringin Jaya Margoyoso Kopi 100%

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

8.2.4. Rehabilitasi Di Lahan HKm tidak ada kegiatan rehabilitasi (lihat


Rehabilitasi merupakan Tabel 8.3). Kegiatan rehabilitasi ini
upaya untuk memulihkan, berupa penanaman kembali tanaman
mempertahankan, dan meningkatkan MPTS, seperti: bibit duren, jambu,
fungsi hutan dan lahan sehingga nangka, dan petai. Sedangkan 100%
daya dukung, produktifitas, dan responden di HKm Tani Manunggal
peranannya dalam mendukung Bleberan menjawab tidak ada kegiatan
sistem penyangga kehidupan tetap rehabilitasi di lahan HKm mereka
terjaga. Kegiatan rehabilitasi hutan (lihat Tabel 8.3). Hal ini dikarenakan
dapat berupa kegiatan reboisasi, lahan mereka sudah tidak dapat
penghijauan, pemeliharaan maupun ditanami tanaman lain karena pohon
pengayaan tanaman. Di HKm Mandiri jati yang ada sudah besar-besar dan
Kalibiru terdapat 96% responden yang tajuknya sudah menutupi seluruh
menjawab ada kegiatan rehabilitasi lahan garapan mereka.
dan hanya 4% responden menjawab

„ Tabel 8.3. Persentase Rehabilitasi

Lokasi HKm Ada Tidak ada


Mandiri Kalibiru 96% 4%
Tani Manunggal Bleberan - 100%
Sinar Mulya Sukamaju 94% 6%
Beringin Jaya Margoyoso 94% 6%

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)


154 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

Adanya kegiatan rehabilitasi dan memfasilitasi kelompok tani


di lahan HKm Sinar Mulya Pekon untuk mengkonservasi lahan hutan.
Sukamaju dan HKm Beringin Jaya Bantuan bibit tersebut diberikan
Pekon Margoyoso tidak terlepas untuk merehabilitasi lahan hutan.
dari peran dan dukungan berbagai Bibit yang diberikan pemerintah
stekeholders terkait yang peduli berupa tanaman MPTS, yaitu: durian,
terhadap sustainabilitas hutan. pala, dan alpukat di tahun 2010, 2011,
Stakeholders terkait, yang meliputi dan 2017. Bantuan bibit tersebut
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung diberikan oleh BPDAS HL kepada
(KPHL), Dinas Kehutanan, Balai HKm Sinar Mulya Pekon Sukamaju
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Beringin Jaya Pekon Margoyoso
dan Hutan Lindung (BPDAS HL) melalui program Bantuan Langsung
dan Lembaga Swadaya Masyarakat Masyarakat Pengembangan Per-
(LSM), secara berkelanjutan hutanan Masyarakat Perdesaan
memberikan dukungan kepada Berbasis Konservasi (BLM-PPMPBK)
kelompok tani HKm sesuai dan Kebun Bibit Rakyat (KBR). Bibit
dengan kapasitasnya. LSM sebagai tersebut telah ditanam di lahan HKm
pendamping petani sangat aktif Sinar Mulya Pekon Sukamaju dan
dalam membantu meningkatkan HKm Beringin Jaya Pekon Margoyoso
kesadaran petani untuk mengelola dengan persentase penanaman
lahan dengan memperhatikan aspek bibit mencapai 94% (lihat Tabel
sustainabilitas. Aspek sustainabilitas 8.3). Pemberian bantuan bibit ini
hutan merupakan tujuan yang ingin diharapkan oleh kelompok tani
dicapai oleh pemerintah melalui menjadi program yang berkelanjutan
program HKm. Oleh karena itu, dari pemerintah. Adapun bibit yang
pemerintah melakukan upaya diharapkan petani adalah bibit unggul
yang mendukung terjaganya atau bibit dari pohon plus (berkualitas
kelestarian hutan. Upaya tersebut, tinggi) sehingga bisa dijadikan sumber
yaitu: penyuluhan dan pelatihan indukan yang baik untuk Kebun Bibit
kehutanan, pemberian pinjaman Rakyat (KBR) yang dimiliki petani.
modal melalui Badan Layanan Umum
Pengelola Pembiayaan Hutan (BLU 8.2.5. Pertumbuhan Bibit Di Lahan
P2H) KLHK, dan pemberian bantuan HKm
bibit tanaman. Dilihat dari keberhasilan tanaman,
Pemberian bantuan bibit tanaman persen bibit yang dapat tumbuh di
merupakan upaya pemerintah HKm Mandiri Kalibiru masih rutin
melalui BPDAS HL dalam mendukung dilakukan penanaman. Dari hasil
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 155
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

wawancara 82% responden menjawab Gambar 8.8) sehingga di lahan HKm


persen bibit tumbuh kurang dari 75%, Tani Manunggal sudah tidak pernah
dan hanya 16% responden menjawab lagi ditanami tanaman apapun.
persen bibit tumbuh lebih dari 75% Pernah dilakukan uji coba tanaman
(lihat Gambar 8.8). porang (sejenis umbi-umbian) namun
Sedangkan di HKm Tani kurang berhasil karena memang tajuk
Manunggal Bleberan, 100% res- tanaman jati yang sudah terlalu rapat
ponden menjawab bahwa persen yang menyebabkan kurangnya sinar
tumbuh bibit kurang dari 75% (lihat matahari yang masuk ke lantai hutan.

„ Gambar 8.8. Persentase Tumbuh Bibit di HKm Mandiri dan HKm Tani Manunggal (DIY)

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

Persen bibit tumbuh yang kurang agar persentase bibit tumbuhnya


dari 75% di lahan HKm Sinar meningkat. Ada beberapa upaya
Mulya Pekon Sukamaju adalah pemeliharaan yang dapat dilakukan,
80%, sementara di HKm Beringin yaitu: memberikan jarak tanam
Jaya Pekon Margoyoso hanya 66% antar tanaman, menanam tanaman
(lihat Gambar 8.9). Pertumbuhan di bawah naungan tajuk disertai ajir
bibit sangat dipengaruhi oleh yang terbuat dari bambu, menyirami
faktor cuaca, intensitas hujan, dan bibit dengan air yang cukup, dan
tindakan pemeliharaan. Oleh karena membersihkan rumput pengganggu
itu, kelompok tani harus lebih dan semak belukar yang dapat
meningkatkan pemeliharaan bibitnya menjadi penghambat pertumbuhan
156 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

tanaman. Selain itu, kegiatan bibit. Pertumbuhan bibit tanaman


penyulaman juga perlu dilakukan menjadi salah satu faktor penunjang
sehingga ada keseimbangan antara kelestarian hutan.
persen tumbuh dan kematian
„ Gambar 8.9. Persentase Bibit di HKm Sinar Mulya dan HKm Beringin Jaya (Lampung)

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

8.3. ANCAMAN DALAM eksistensi keberadaan hutan, yaitu


PENGELOLAAN HKm kebakaran hutan. Kebakaran hutan
Ancaman dalam pengelolaan HKm dapat terjadi disebabkan oleh 2
merupakan representasi indikator faktor yakni manusia dan alam. Oleh
yang dipilih untuk menjawab karena itu, HKm hadir sebagai solusi
kelestarian dari sisi fungsi ekologi. untuk meminimalkan terjadinya
Pada subbab ini akan membahas berbagai ancaman yang mengancam
kebakaran (faktor-faktor kebakaran keberadaan hutan. Ijin HKm dalam
dan tindakan pencegahan), pencurian P.37/Menhut-II/2007 dan P.88/
(persentase pencurian dan tindakan Menhut-II/2014 memberikan suatu
pencegahan), dan satwa (jenis payung hukum yang jelas dalam
satwa, gangguan satwa, tindakan melaksanakan pengelolaan hutan.
pencegahan, dan perburuan satwa). Peraturan tersebut selanjutnya
ditungkan dalam AD/ART kelompok,
8.3.1. Kebakaran sehingga kelembagaan HKm
Ancaman yang mengkhawatirkan memiliki suatu aturan main (rule of
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 157
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

the game) dan batasan kewenangan Sinar Mulya Pekon Sukamaju


(jurisdictional boundaries) yang jelas. kebakaran tidak pernah terjadi dan di
Aturan formal ini mengikat semua HKm Beringin Jaya Pekon Margoyoso
anggota untuk patuh. persentase terjadi kebakaran hanya
Persentase terjadinya kebakaran 4%. Kebakaran dapat terjadi karena
di HKm Mandiri dan Tani Manunggal dua faktor yakni alam dan manusia.
(DIY) dan HKm Sinar Mulya dan Menurut Armanto & Wildayana (1998)
Beringin Jaya (Lampung) cukup dan Armanto (2014), kebakaran
rendah. Ternyata 75,5% kebakaran terjadi sebagian besar akibat
tidak pernah terjadi dan 24,5% kelalaian atau aktivititas manusia
kebakaran pernah terjadi (lihat dan faktor alam. Dalam penelitian
Gambar 8.10). Kebakaran lebih Akbar (2015) dan Wildayana (2006),
sering terjadi di HKm Mandiri kejadian kebakaran 95% selalu dipicu
Kalibiru dengan persentase 22% oleh adanya pembakaran awal dalam
dan HKm Tani Manunggal Bleberan aktivitas manusia.
sebesar 72%, sementara di HKm

„ Gambar 8.10. Persentase Kebakaran di DIY dan Lampung

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)


158 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

Kebakaran hutan merupakan dan 28% menjawab tidak pernah


salah satu ancaman dalam lagi kebakaran. Hal ini disebabkan
kegiatan pengelolaan hutan. Dari salah satunya karena seresah berupa
hasil wawancara, sebanyak 22% daun jati dan semak belukar yang
responden mengatakan bahwa kering merupakan bahan yang
masih terjadi kebakaran di kawasan mudah sekali terbakar. Akibatnya,
HKm Mandiri Kalibiru, dan sebanyak ketika ada sedikit saja percikan api
78% responden menjawab sudah baik yang disengaja maupun tidak
tidak pernah terjadi kebakaran lagi dari aktifitas manusia tertentu akan
(lihat Gambar 8.11). Sedangkan menyebabkan terjadinya kebakaran.
di areal HKm Tani Manunggal Namun, sejauh ini ketika terjadi
Bleberan masih sering terjadi kebakaran pada areal HKm Tani
kebakaran. Dari hasil wawancara Manunggal Bleberan selalu dapat
menunjukkan bahwa sebanyak 72% diatasi secepatnya dan tidak sampai
responden menjawab masih terjadi menyebabkan kerusakan ataupun
kebakaran di saat musim kemarau kematian pada tanaman jati.

„ Gambar 8.11. Kebakaran di Lahan HKm Mandiri Desa Hargowilis dan Tani Manunggal
Desa Bleberan

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

Sejak adanya kelembagaan dan Persentase terjadi kebakaran


Anggaran Dasar/Anggaran Rumah hutan di HKm Sinar Mulya Pekon
Tangga (AD/ART) kelompok pada Sukamaju tidak pernah terjadi
pengelolaan HKm, kebakaran sedangkan di HKm Beringin Jaya
hutan hampir tidak pernah terjadi. Pekon Margoyoso persentase terjadi
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 159
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

kebakaran hanya 4% (lihat Gambar bagian dari masyarakat peduli


8.12). Faktor manusia dapat sangat api yang merupakan mitra
mendominasi sebagai penyebab KPHL. Pembentukan kelompok
terjadinya kebakaran di dua HKm tersebut sejalan dengan studi
tersebut, karena Register 30 Gunung Imanudin et al. (2015) bahwa
Tanggamus dan Register 39 Kota pengendalian kebakaran secara
Agung Utara bukan merupakan nonteknis dapat dilakukan dengan
gunung berapi yang aktif. Adapun membangun kemitraan dan
salah satu faktor rendahnya tingkat penguatan kelembagaan petani
kebakaran ini adalah adanya aturan atau masyarakat. Kegiatan patroli di
dalam AD/ART yang melarang wilayah hutan juga dilakukan Pamong
bagi anggota kelompok membakar Hutan (Pamhut) bersama dengan
areal hutan. Saat ini kelompok tani stakeholder terkait untuk mencegah
pengelola HKm jauh lebih peduli terjadinya pelanggaran illegal
dengan hutan dan aktif dalam logging, perambahan, perburuan,
melakukan tindakan pencegahan dan kebakaran. Beberapa upaya
terjadinya kebakaran. pencegahan yang dilakukan tersebut
Beberapa anggota kelompok diharapkan mampu memberikan
tani di kedua pengelola HKm kenyamanan kepada kelompok tani
tersebut berpartisipasi menjadi dalam mengelolaan lahan HKm.

„ Gambar 8.12. Kebakaran di Lahan HKm Sinar Mulya Pekon Sukamaju dan Beringin
Jaya Pekon Margoyoso

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)


160 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

8.3.2. Pencurian ada di lokasi studi. Pencurian hasil


Kenyamanan dan ancaman adalah panen dan penebangan pohon saat
dua faktor yang sangat berdampak ini semakin berkurang. Persentase
terhadap pengelolaan HKm. Tingkat tidak terjadi pencurian di lahan
kenyamanan diharapkan semakin HKm mencapai 74,5% dan terjadi
tinggi setelah adanya HKm. Hal pencurian 25,5% (lihat Gambar 8.13).
tersebut sejalan dengan fakta yang
„ Gambar 8.13. Pencurian di Lahan HKm di DIY dan Lampung

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

Pada HKm di DIY, persentase Sinar Mulya dan Beringin Jaya), maka
pencurian kayu atau hasil panen persentase tingkat pencurian lebih
hanya 8% di HKm Mandiri dan di HKm besar terjadi pada HKm di Lampung,
Tani Manunggal sebesar 32% (lihat yaitu: HKm Sinar Mulya sebesar 22%
Gambar 8.14). Jika dibandingkan dan HKm Beringin Jaya sebesar 40%
antar HKm di DIY (HKm Mandiri dan (lihat Gambar 8.15).
Tani Manunggal) dan Lampung (HKm
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 161
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

„ Gambar 8.14. Persentase Pencurian HKm Mandiri Desa Hargowilis dan Tani Manunggal
Desa Bleberan

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

„ Gambar 8.15. Persentase Pencurian di HKm Sinar Mulya Pekon Sukamaju dan Beringin
Jaya Pekon Margoyoso

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

Pencurian kayu dan hasil hutan menerus akan menyebabkan


akan mengancam kelestarian hutan. berkurangnya pepohonan yang ada
Menurut Pega et al. (2016), kegiatan dalam kawasan hutan lindung dan
pencurian pohon oleh masyarakat lambat laun akan menimbulkan
sekitar kawasan hutan yang terus kerusakan yang sangat parah.
162 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

Selain itu, fungsi hidrologis akan yang masih hidup. Sanksi bagi
terganggu karena lahan bekas anggota yang tertangkap melakukan
tebangan yang kosong tidak mampu hal tersebut, yaitu diberi peringatan
menyerap dan menyimpan air yang ke-1 sampai dengan peringatan ke-2.
akan mengakibatkan terjadinya Apabila selama diberikan peringatan,
erosi dan banjir. Terdegradasinya pelaku tidak berubah bahkan masih
kualitas tanah, kekeringan yang melakukan pelanggaran, maka akan
berkepanjangan, dan kemiskinan dikeluarkan dari anggota kelompok
karena potensi yang terus menyusut. tani pengelola HKm dan diharuskan
Pohon yang rapat menjadi jarang meninggalkan lahan garapan. Sanksi
dan menjadi hamparan yang kosong berikutnya dilaporkan pada Polisi
dan kritis. Oleh karena itu, dukungan Hutan (Polhut) atau polisi untuk
berbagai stakeholders untuk mencegah dilakukan proses hukum. Selama
terjadinya pencurian dan penebangan program HKm telah berjalan,
pohon sangat dibutuhkan. kelompok tani pengelola HKm telah
Sebelum adanya ijin HKm, proaktif dalam melakukan upaya
tindakan pencurian sering terjadi pencegahan terjadinya pencurian
di musim panen. Namun, setelah dan penebangan pohon. Upaya
adanya ijin HKm tingkat pencurian pencegahan, antara lain: berupa
menurun bahkan jarang terjadi. himbauan, saling mengingatkan
Dalam satu tahun terakhir persentase antar anggota, menjaga lahan kelola,
kegiatan pencurian hanya 22% di melaporkan tindakan pencurian ke
HKm Sinar Mulya Pekon Sukamaju aparat pemerintah, dan melakukan
sementara di HKm Beringin Jaya ronda ataupun pengawasan bersama
Pekon Margoyoso tingkat pencurian pamhut dan Bintara Pembinaan Desa
lebih banyak terjadi hingga mencapai (Babinsa).
40% (lihat Gambar 8.15). Tingkat
kejadian pencurian dapat terjadi 1 8.3.3. Satwa
hingga 10 kali selama satu tahun Mengacu pada Rencana
pada beberapa lahan HKm. Pembangunan Jangka Menengah
Faktor yang mempengaruhi Nasional (RPJMN) 2015–2019,
penurunan tingkat pencurian ini maka program Perhutanan Sosial
karena adanya larangan dan sanksi dan Kemitraan Lingkungan (PSKL)
dalam AD/ART yang melarang diharapkan mampu menjawab
anggotanya untuk mencuri atau nawacita pemerintahan. Pemerintah
menampung hasil curian. Selain itu, menginginkan pembangun dari
adanya larangan menebang pohon pinggiran, sehingga mengurangi
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 163
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

ketimpangan dan meningkatkan gangguan satwa yang terjadi di lahan


kesejahteraan masyarakat. HKm HKm, baik di HKm Mandiri dan Tani
yang merupakan salah satu bagian Manunggal (DIY) maupun HKm Sinar
dari program PSKL diharapkan Mulya dan Beringin Jaya (Lampung)
mampu melestarikan keseimbangan cukup tinggi yang mencapai 70%
ekosistem dan keanekaragaman ada gangguan dan 30% tidak ada
hayati serta keberadaan Sumberdaya gangguan (lihat Gambar 8.16).
Alam (SDA) sebagai sistem penyangga Biasanya satwa merusak tanaman
kehidupan untuk mendukung dan memakan buah-buahan di lahan
pembanguan keberlanjutan. Oleh HKm. Hal ini sejalan dengan hasil
karena itu, kepedulian masyarakat penelitian Diniyati (2015) bahwa
terhadap lingkungan dan kehutanan satwa merusak dan memakan
sangat dibutuhkan. Perilaku peduli tanaman pangan, tanaman buah,
dari masyarakat menjadi faktor tanaman obat, dan merusak batang
pendukung dalam tercapainya keles- tanaman kayu. Oleh karena itu,
tarian hutan. Sementara faktor gangguan satwa sangat mengancam
penghambat kelestarian hutan yakni kuantitas dari hasil panen. Menurut
ancaman-ancaman yang ada dalam Harahap et al. (2014), gangguan satwa
pengelolaan hutan. menyebabkan kerugian ekonomi
Gangguan satwa merupakan an- terhadap pendapatan dari hasil
caman berbahaya dalam pengelolaan tanaman palawija dan tanaman
hutan. Hal ini dikarenakan persentase tahunan.

„ Gambar 8.16. Persentase Gangguan Satwa di DIY dan Lampung

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)


164 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

Gangguan satwa di areal HKm satwa di lahan mereka (lihat Gambar


Mandiri lebih besar dibanding di 8.17). Di lokasi HKm Mandiri
HKm Tani Manunggal. Sebanyak lebih besar gangguan satwanya
90% responden di HKm Mandiri dikarenakan status hutannya adalah
menuturkan masih ada gangguan hutan lindung yang di dalamnya
satwa yang ada di lahan HKm mereka, masih banyak satwa yang dapat
dan 10% responden mengatakan hidup dan berkembang biak secara
tidak ada gangguan satwa. aman. Sedangkan di lokasi HKm
Sedangkan di HKm Tani Manunggal, Tani Manunggal merupakan hutan
86% responden mengatakan produksi yang lebih monokultur
tidak ada gangguan satwa di lahan sehingga tidak banyak terdapat satwa
HKm mereka, dan 14% responden seperti di hutan lindung.
mengatakan terdapat gangguan

„ Gambar 8.17. Gangguan Satwa di HKm Mandiri Desa Hargowilis dan Tani Manunggal
Desa Bleberan

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

Gangguan satwa pada HKm di dipengaruhi oleh kerusakan habitat


Lampung (Tanggamus) cukup tinggi. satwa di kawasan hutan lindung. Hal
Persentase gangguan satwa di HKm tersebut diperkuat oleh Harahap et
Sinar Mulya Pekon Sukamaju sebesar al. (2014) bahwa perambahan hutan
82% dan di HKm Beringin jaya Pekon mengakibatkan kerusakan habitat
Margoyoso sebesar 94% (lihat Gambar satwa dan jenis tanaman yang ada
8.18). Tingginya persentase tersebut di lahan hutan sangat disukai satwa.
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 165
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

Kedatangan satwa biasanya di waktu pada pukul 05.00 hingga 07.45 WIB,
pagi dan sore saat petani belum dan pukul 16.00 hingga 17.30 WIB.
datang ke lahannya dan ketika telah Faktor ini juga yang menyebabkan
pulang dari lahannya. Hal tersebut petani sulit untuk mengamankan
didukung oleh hasil studi Nasichah lahannya dari gangguan satwa.
(2017), bahwa satwa sering dijumpai

„ Gambar 8.18. Persentase Gangguan Satwa di Lokasi HKm Sinar Mulya Pekon Sukamaju
dan HKm Beringin Jaya Pekon Margoyoso

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

Jenis satwa yang mengganggu Diniyati (2016), gangguan satwa


di lahan HKm Mandiri dan HKm tersebut juga ditemukan pada hutan
Tani Manunggal (DIY) lebih beragam pola agroforestri. Sementara satwa
dari pada di lahan HKm Sinar Mulya yang mengganggu di lahan HKm
Pekon Sukamaju dan HKm Beringin Sinar Mulya Pekon Sukamaju dan
Jaya Pekon Margoyoso (Lampung). HKm Beringin Jaya Pekon Margoyoso
Jenis satwa yang mengganggu di (Lampung), yaitu: babi hutan, monyet,
lahan HKm Mandiri dan HKm Tani dan kombinasi babi hutan, monyet,
Manunggal (DIY) adalah babi hutan, dan tikus. Hal tersebut sejalan
monyet, tikus, rusa, ular, ayam hutan, dengan hasil penelitian Irfan (2006)
kombinasi babi, rusa, dan ayam hutan, bahwa gangguan terhadap tanaman
serta kombinasi rusa, monyet, dan perkebunan disebabkan oleh tikus
tikus (lihat Gambar 8.19). Menurut hutan, monyet, dan babi hutan.
166 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

Secara umum persentase Mandiri paling banyak mengganggu


gangguan satwa tertinggi ada pada adalah babi hutan yakni 44% dan di
jenis babi hutan yang mencapai 45% lahan HKm Tani Manunggal tidak ada
dan monyet sebesar 15,5%. Namun, gangguan satwa (86%) (lihat Gambar
jika dibandingkan antara HKm 8.20). Sedangkan di lahan HKm Sinar
Mandiri dan HKm Tani Manunggal Mulya Pekon Sukamaju, satwa yang
(DIY) dan HKm Sinar Mulya Pekon paling banyak mengganggu adalah
Sukamaju dan HKm Beringin babi hutan sebesar 58% dan di lahan
Jaya Pekon Margoyoso (Lampung) HKm Beringin Jaya Pekon Margoyoso
terdapat perbedaan persentase sebesar 78% (lihat Gambar 8.21).
gangguan satwa. Di lahan HKm

„ Gambar 8.19. Persentase Jenis Satwa di DIY dan Lampung

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 167
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

Jenis satwa yang terdapat di responden menjawab terdapat jenis


lahan HKm Mandiri juga lebih satwa babi hutan dan 20% menjawab
banyak dibandingkan di lahan HKm terdapat jenis satwa, seperti: babi
Tani Manunggal. Di lahan HKm hutan, rusa, dan ayam hutan di lahan
Mandiri terdapat beberapa satwa, HKm mereka. Jawaban lain, yaitu
terutama babi hutan, tikus, rusa, sebesar 12% responden mengatakan
ayam hutan, dan monyet. Menurut bahwa terdapat jenis satwa, seperti:
warga Kalibiru, keberagaman satwa babi hutan, monyet, dan rusa. Selain
ini dikarenakan status lahan HKm itu 10% responden menjawab hanya
mereka yaitu hutan lindung dengan ada jenis satwa rusa di lahan mereka
komposisi pohon yang lebih beragam dan 4% responden menjawab jenis
dan lokasi HKm yang berdekatan satwa, seperti: babi hutan, monyet,
dengan Suaka Margasatwa Sermo. dan tikus (lihat Gambar 8.19).
Dari hasil wawancara, sebanyak 44%
„ Gambar 8.20. Jenis Satwa di Lahan HKm Mandiri Desa Hargowilis dan Tani Manunggal
Desa Bleberan

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

Sedangkan di HKm Tani satwa berupa ayam hutan, dan 2%


Manunggal, sebanyak 86% menjawab ada jenis satwa berupa
responden menjawab tidak ada jenis monyet (lihat Gambar 8.20). Adanya
satwa dan sisanya yaitu sebesar 6% jenis satwa ini tentunya merugikan
menjawab ada jenis satwa berupa anggota kelompok tani HKm ketika
ular, 4% menjawab ada jenis satwa mereka masih menanam tanaman
berupa tikus, 2% menjawab ada jenis pertanian atau tanaman pangan di
168 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

lahan mereka. Namun, setelah areal di lahan HKm Beringin Jaya Pekon
HKm mereka hanya berisi tanaman Margoyoso. Jenis-jenis satwa tersebut
jati yang sudah relatif besar dan sebagian besar menyerang tanaman
rapat, maka gangguan dari satwa perkebunan. Adanya gangguan dari
tidak membahayakan lagi. jenis satwa yang sama di kedua lahan
Sebagian besar jenis satwa yang HKm ini dipengaruhi oleh keragaman
mengganggu di lahan HKm Sinar jenis tanaman. Tanaman seperti
Mulya Pekon Sukamaju adalah babi kopi, buah-buahan, dan pisang
hutan dengan persentase 58% dan merupakan tanaman yang disukai
78% di lahan HKm Beringin Jaya oleh babi hutan dan monyet. Oleh
Pekon Margoyoso (lihat Gambar karena itu perlu upaya yang efektif
8.21). Gangguan jenis satwa terbesar dan efisien untuk meminimalkan
setelah jenis satwa babi hutan adalah gangguan satwa.
jenis satwa monyet ekor panjang Sebagian besar kelompok
sebesar 38% di lahan HKm Sinar tani HKm di DIY (HKm Mandiri
Mulya Pekon Sukamaju dan 22%

„ Gambar 8.21. Jenis Satwa di Lahan HKm Sinar Mulya Pekon Sukamaju dan HKm
Beringin Jaya Pekon Margoyoso

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

dan Tani Manunggal) maupun Pekon Margoyoso) tidak melakukan


di Lampung (HKm Sinar Mulya tindakan pencegahan terhadap
Pekon Sukamaju dan Beringin Jaya gangguan satwa. Persentase petani
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 169
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

HKm yang tidak melakukan tindakan mengusirnya atau dipindahkan


pencegahan mencapai 78% dan adalah upaya mitigasi yang dapat
22% lainnya melakukan tindakan dilakukan untuk mencegah gangguan
pencegahan (lihat Gambar 8.22). satwa. Menurut Diniyati (2015), alat
Sebagian petani tidak melakukan atau bunyi-bunyian dapat digunakan
tindakan pencegahan disebabkan untuk mengusir satwa.
oleh status kawasan hutan yang Terkait dengan gangguan satwa
merupakan hutan lindung. Petani tersebut, sebanyak 96% responden
lainnya melakukan tindakan, namun menjawab tidak ada tindakan
hanya sebatas pada pengusiran pencegahan atas gangguan satwa
satwa serta perlindungan lahan dan yang ada di areal HKm Mandiri,
hasil hutan bukan kayu (buah) dari sedangkan 4% dari responden
gangguan satwa. Hal tersebut sejalan menjawab ada upaya pencegahan
dengan penelitian Nasichah (2017), yaitu berupa kegiatan perburuan

„ Gambar 8.22. Persentase Tindakan Pencegahan Satwa Di Lahan HKm DIY dan
Lampung

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)


170 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

babi bekerjasama dengan dinas sumber makanan satwa tersebut


terkait. Sedangkan di areal HKm tidak berpengaruh atau tidak
Tani Manunggal tidak ada upaya membahayakan terhadap keamanan
pencegahan (lihat Gambar 8.23). tanaman.
Pada dasarnya satwa di areal HKm Pengamanan lahan dari gangguan
Mandiri Kalibiru tersebut tidak satwa sebagian besar menjadi
mengganggu dikarenakan satwa tanggung jawab kelompok tani
tersebut memang dilindungi pengelola HKm. Oleh karena itu,
mengingat status kawasan tersebut petani melakukan upaya pencegahan
sebagai hutan lindung. Sedangkan di ataupun pengamanan dari gangguan
areal HKm Tani Manunggal karena di satwa. Meskipun upaya yang telah
lahan hanya ada tanaman jati sebagai dilakukan petani masih rendah dan
sumber makanan satwa, maka

„ Gambar 8.23. Tindakan Pencegahan dari Gangguan Satwa di HKm Mandiri Desa
Hargowilis dan HKm Tani Manunggal Desa Bleberan

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

kurang efektif. Hal tersebut terlihat upaya tindakan pencegahan dan


dari persentase tidak adanya upaya pengamanan yang dilakukan oleh
tindakan pencegahan terhadap kedua HKm tersebut yaitu sebatas
gangguan satwa yang dilakukan oleh memasang pagar seng di lahan kelola,
HKm Sinar Mulya Pekon Sukamaju memasang jaring pada tanaman yang
yaitu sebesar 50% dan HKm Beringin berbuah, menghidupkan petasan
Jaya Pekon Margoyoso sebesar ketika satwa datang, dan memasang
66% (lihat Gambar 8.24). Adapun orang-orangan sawah. Tindakan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 171
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

tersebut juga baru dilakukan oleh masyarakat terhadap konservasi


sebagian anggota kelompok tani satwa di sekitar kawasan konflik,
saja sedangkan yang lainya hanya monitoring/pendataan lokasi rawan
membiarkan gangguan satwa di konflik, bermitra dengan LSM untuk
lahannya terjadi. Menurut Wibowo menangani/mitigasi konflik satwa
et al. (2017), penanganan konflik liar serta perlindungan dan patroli
gangguan satwa liar dapat dilakukan kawasan konservasi.
dengan beberapa tindakan, yaitu Selain ancaman gangguan satwa
pengusiran/penghalauan satwa liar ada juga ancaman perburuan liar di
kembali ke habitatnya. Penangkapan lahan HKm. Persentase perburuan
satwa liar yang mengganggu untuk liar di HKm Mandiri mencapai 52%,
dievakuasi ke lokasi habitatnya yang sedangkan 48% menjawab tidak ada
aman, demikian juga penyelamatan perburuan. Tindakan pencegahan
satwa liar yang bermasalah (terjerat/ dilakukan dengan memasang spanduk
terluka). Melakukan penyuluhan larangan berburu di dalam lahan
di sekitar kawasan sekitar konflik HKm, serta pengawasan stakeholders
dan membangun kepedulian terkait dan anggota HKm sendiri. Di

„ Gambar 8.24. Tindakan Pencegahan Dari Gangguan Satwa Di HKm Sinar Mulya Pekon
Sukamaju dan HKm Beringin Jaya Pekon Margoyoso

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

HKm Tani Manunggal 96% responden perburuan. Tidak ada tindakan


mengatakan tidak ada perburuan pencegahan karena perburuan tidak
liar dan 4% lainnya menjawab ada menganggu keamanan di lahan HKm.
172 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

Persentase perburuan liar di HKm tarkait. Saat ini keanekaragaman


Sinar Mulya adalah 15,4% sementara satwa mulai mengalami penurunan.
di Beringin Jaya perburuan liar Satwa yang seringkali menjadi
mencapai 21,2% (lihat Gambar 8.25). perburuan liar di lahan HKm yakni
Meskipun persentase perburuan liar burung kacer. Burung tersebut
masih relatif rendah namun gangguan memiliki peran sebagai agen hayati
ini sangat mengkhawatirkan ke- yang memakan semut di tanaman.
lompok tani karena perburuan Saat ini keberadaan burung tersebut
tersebut dapat mengancam ke- sudah hampir tidak terlihat di hutan.
seimbangan ekosistem hutan dan Kelompok tani sangat membutuhkan
keanekaragaman satwa. Oleh karena peran serta berbagai stakeholders yang
itu, pengamanan hutan dari ancaman dapat memberikan tindakan efektif
perburuan liar menjadi tanggung yang nyata agar perburuan liar tidak
jawab bersama terutama stakeholders terjadi.
„ Gambar 8.25. Persentase Perburuan Satwa di Masing-masing HKm

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 173
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

Pemerintah perlu merumuskan antara masyarakat kota dan desa


regulasi yang jelas dan tegas tehadap hampir terputus. Kalaupun ada, yang
berbagai pelanggaran yang dilakukan terjadi adalah hubungan yang bersifat
oleh perorangan ataupun masyarakat satu arah (top-down) dan ekstraktif,
di luar anggota HKm. Faktanya bukan hubungan yang bersifat
larangan dan sanksi yang ada di AD/ kerjasama dan saling mendukung.
ART kekuatannya hanya sebatas pada Karena itu yang diperlukan bukan
anggota, sedangkan masyarakat di pendekatan yang menekankan
luar anggota tidak terikat dengan pada pembentukan kapital namun
sanksi tersebut. Perburuan satwa lebih memperhatikan tenaga kerja
sering kali dilakukan oleh pihak luar, dan penyediaan lapangan kerja,
yaitu masyarakat yang bukan anggota dan ini mengharuskan pemberian
kelompok bahkan berasal dari desa prioritas pada persoalan partisipasi
lain. Meskipun pemasangan papan masyarakat. Menurut dua ilmuwan
atau tanda peringatan dilarang tersebut, partisipasi dapat diarahkan
melakukan perburuan satwa di lahan pada empat sasaran, yaitu partisipasi
hutan nyatanya tidak memberikan dalam pembuatan keputusan, pene-
dampak apapun terhadap para rapan keputusan, menikmati hasil,
pemburu. Menurut Achmadi & dan evaluasi hasil (Masoed, 2003).
Rusdiana (2016), selain aturan Dalam praktik pengelolaan hutan
hukum nasional penanggulangan di lapangan, partisipasi masyarakat
terhadap perburuan satwa dapat tidak bisa secara serta merta muncul
dilakukan dengan pembinaan spi- dan menjadi pendukung keberhasilan
ritual atau aturan hukum adat dan kegiatan. Beberapa asumsi umum
budaya hukum setempat. Karena hal yang harus ada agar partisipasi
tersebut di beberapa tempat jauh berjalan dengan baik sering tidak
lebih efektif, seperti halnya di Taman dipenuhi. Di antara asumsi tersebut
Nasional Bromo Tengger Semeru. adalah bahwa masyarakat lokal
memiliki kemampuan dan kemauan
8.4. PARTISIPASI MASYARAKAT untuk mengelola sumberdaya hutan
Salah satu unsur penting dalam secara lestari. Kenyataan di lapangan
demokrasi adalah adanya partisipasi menunjukkan bahwa sebagian
rakyat dalam setiap pengambilan besar masyarakat yang berada di
kebijakan atau keputusan. Persoalan sekitar hutan tidak atau kurang
berat yang dihadapi negara dunia memiliki ketrampilan tersebut.
ketiga pada umumnya adalah Tingkat pendidikan mereka rata-
organization gap, di mana hubungan rata masih rendah dan pengalaman
174 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

yang masih sedikit dalam mengelola mendapatkan lahan secara sah,


hutan. Kondisi ekonomi mereka penyusunan rencana kelola bertujuan
juga sebagian besar masih jauh dari untuk merencanakan kegiatan yang
cukup. Adalah sesuatu yang mustahil akan dilakukan, melaksanakan
bahwa partisipasi masyarakat dapat kegiatan monitoring dan evaluasi
terwujud dalam kondisi sosial yang bertujuan untuk perbaikan
ekonomi masyarakat yang demikian. kegiatan yang telah dilaksanakan dan
Keterlibatan atau partisipasi ikut serta dalam pengelolaan wisata
setiap anggota KTHKm dalam untuk meningkatkan hasil unit usaha
seluruh tahapan kegiatan penge- pariwisata. Sedangkan partisipasi
lolaan HKm merupakan salah satu KTHkm Tani Manunggal dalam
faktor yang sangat menentukan pengelolaan hutan di areal HKm
bagi keberhasilan dan kontinyuitas Menggoran meliputi pengajuan ijin
pengelolaan HKm. Partisipasi kelola kawasan HKm, penyusunan
tersebut dapat dilihat dari tiga rencana kelola, pembuatan kese-
tahapan kegiatan pengelolaan, yaitu: pakatan dalam pengelolaan HKm,
tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaksanaan kegiatan pengelolaan
dan monitoring evaluasi. Partisipasi meliputi tata batas areal, pembersihan
masyarakat akan dikelompokkan lahan, penanaman, pemeliharaan,
menjadi tiga kelompok, yaitu: rendah, perlindungan dan pengamanan,
sedang, dan tinggi. Dalam subbab pemanenan, pemasaran, serta
ini juga akan dijelaskan keterlibatan monitoring dan evaluasi.
stakeholders dalam pengelolaan HKm
khususnya di HKm Mandiri dan HKm 8.4.1. Partisipasi Masyarakat
Tani Manunggal (DIY) dan HKm Dalam Tahap Perencanaan
Sinar Mulya Pekon SUkamaju dan Partisipasi masyarakat da-
HKm Beringin Jaya Pekon Margoyoso lam kegiatan perencanaan ditun-
(Lampung). jukkan dengan keikutsertaan
Partisipasi anggota KTHKm dalam pembentukan struktur
Mandiri dalam berbagai tahapan kepengurusan gabungan kelompok
kegiatan pengelolaan hutan di areal tani (gapoktan), pembuatan dan
KHm Kalibiru meliputi penanaman penetapan draft AD/ART, dan rencana
areal HKm dengan tanaman yang pengelolaan hutan. Perencanaan
bernilai ekonomi tinggi, peme- tersebut dilakukan dalam pertemuan
liharaan serta perlindungan rutin kelompok. Pertemuan rutin
tanaman, mengajukan ijin kelola bertujuan memberikan informasi
kawasan HKm yang bertujuan untuk terkait kegiatan yang sedang
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 175
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

dilakukan oleh gapoktan, membahas memang ada kecenderungan hanya


rencana kegiatan selanjutnya, dan pengurus kelompok yang aktif
menyelesaikan permasalahan de- dalam setiap kegiatan pengelolaan
ngan musyawarah mufakat. HKm. Namun dalam dua tahun
Dari hasil analisis data di DIY dan terakhir ketika terjadi pergantian
Lampung, 2,5% menujukkan adanya kepengurusan, keterlibatan semua
partisipasi yang rendah dalam tahap anggota dalam kegiatan pengelolaan
perencanaan. 36% menunjukkan HKm semakin meningkat. Sedang-
tingkat partisipasi yang sedang, kan di Tanggamus, partisipasi ma-
dan 61,5% menunjukkan tingkat syarakat KTHKm Sinar Mulya Pekon
partisipasi yang tinggi dalam Sukamaju dalam pengelolaan HKm
tahap perencanaan (lihat Tabel termasuk dalam kategori tinggi
8.4). Sedangkan berdasarkan hasil mencapai persentase 58%, sedang
wawancara di setiap KTHKm, di 34%, dan rendah 8%. Sementara
KTHKm Mandiri sebanyak 88% HKm Beringin Jaya Pekon Margoyoso,
responden menyatakan bahwa persentase termasuk dalam kategori
partisipasi anggota kelompok tinggi 53% dan sedang 46%.
tani masuk dalam kategori tinggi, Dari keempat KTHKm di DIY dan
sedangkan 12% lainnya menyatakan Lampung dapat disimpulkan bahwa
masuk dalam kategori sedang. Pada partisipasi pada tahap perencanaan
KTHKm Tani Manunggal, sebanyak tergolong tinggi. Khusus di KTHKm
52% responden menyatakan Beringin Jaya Pekon Margoyoso,
partisipasi kelompok tani termasuk persentase tertinggi ditemukan
kategori tinggi, 46% menyatakan pada kelompok partisipasi sedang.
termasuk kategori sedang dan Sedangkan partisipasi rendah hanya
sisanya 2% responden menyatakan terdapat di KTHKm Tani Manunggal,
termasuk kategori rendah. Hal ini dan ketiga KTHKm lainnya sudah
disebabkan karena pada KTHKm Tani tergolong ke dalam range sedang
Manunggal Bleberan pada awalnya hingga tinggi.
176 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

„ Tabel 8.4. Hasil Analisis Tabulasi Silang dan Chi-Square Partisipasi Masyarakat Dalam
Perencanaan HKm di DIY dan Lampung

Partisipasi Dalam Perencanaan


Total
Rendah Sedang Tinggi
Count 0 6 43 49
Mandiri % of Total 0,0% 3,0% 21,5% 24,5%

Tani Count 1 23 26 50
Manunggal % of Total 0,5% 11,5% 13,0% 25,0%
Lokasi
HKm Count 4 17 29 50
Sinar Mulya % of Total 2,0% 8,5% 14,5% 25,0%

Beringin Count 0 26 25 51
Jaya % of Total 0,0% 13,0% 12,5% 25,5%
Count 5 72 123 200
Total % of Total 2,5% 36,0% 61,5% 100,0%

Catatan: Chi-square=28,522 signifikan pada derajat kepercayaan 99%.


Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

„ Gambar 8.26. Persentase Partisipasi Perencanaan di Masing-masing KTHKm

Sumber:
Hasil olahan
data primer
(2018)
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 177
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

8.4.2. Partisipasi Masyarakat pelaksanaan pada KTHKm di DIY dan


Dalam Tahapan Pelaksanaan Lampung tergolong tinggi di keempat
Pelaksanan kegiatan yang telah KTHKm, dan hanya KTHKm Tani
dilakukan oleh gapoktan adalah Manunggal dan Sinar Mulya Pekon
pemetaan lahan persil, penguatan tata Sukamaju yang memiliki partisipasi
batas HKm, penguatan kelembagaan rendah. Jika dirata-rata dari keempat
gapoktan, dan peningkatan ekonomi KTHKm tersebut, maka partisipasi
anggota. Pemetaan lahan persil tingkat rendah hanya sebesar 2,5%,
dilakukan untuk memperjelas dan sedangkan partisipasi tingkat sedang
memperkuat batas-batas lahan sebesar 30,5%, dan partisipasi
kelola setiap anggota kelompok, serta pelaksanaan tingkat tinggi sebesar
menjadi database dalam program 67% (lihat Tabel 8.5).
HKm. Dari analisis data partisipasi

„ Tabel 8.5. Hasil Analisis Tabulasi Silang dan Chi-Square Partisipasi Masyarakat Dalam
Pelaksanaan HKm

Partsisipasi Dalam Pelaksanaan


Total
Rendah Sedang Tinggi
Count 0 6 43 49
Mandiri % of Total 0,0% 3,0% 21,5% 24,5%

Tani Count 1 23 26 50
Manunggal % of Total 0,5% 11,5% 13,0% 25,0%
Lokasi
HKm Count 4 12 34 50
Sinar Mulya % of Total 2,0% 6,0% 17,0% 25,0%
Count 0 20 31 51
Beringin Jaya % of Total 0,0% 10,0% 15,5% 25,5%
Count 5 61 134 200
Total % of Total 2,5% 30,5% 67,0% 100,0%

Catatan: Chi-square=24,986 signifikan pada derajat kepercayaan 99%.


Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

Adapun rangkaian kegiatan dalam dan konsultasi, (e) Finalisasi


pembuatan peta persil, yaitu: (a) peta persil, dan (f) Pengesahan
Sosialisasi peta persil kepada anggota peta persil. Tahapan selanjutnya
gapoktan, (b) Pemetaan partisipatif, yakni penguatan tata batas HKm.
(c) Digitasi peta, (d) Sosialisasi Penguatan tata batas dilakukan
178 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

pada bulan April-Juni tahun 2015 dilakukan dengan: pembentukan dan


dengan bantuan LSM. Beberapa penguatan kelembagaan ekonomi,
tahapan kegiatan yang dilakukan optimalisasi produk kopi, pisang dan
meliputi perubahan peta areal kerja, alpukat, budidaya tanaman pala, dan
koordinasi dan pembentukan panitia pengembangan ekowisata air terjun
tata batas, pembuatan patok batas, Lembah Pelangi.
dan pemasangan patok batas. Di DIY, pada KTHKm Mandiri
Tahapan partisipasi lainnya adalah Kalibiru dalam rangka peningkatan
penguatan kelembagaan gapoktan. ekonomi, masyarakat didampingi
Penguatan kelembagaan gapoktan oleh LSM telah mengembangkan
dilakukan untuk mensinergiskan objek wisata alam. LSM yang
program dengan stakeholders terkait. mendampingi adalah Javlec dan
Adapun kegiatan yang dilakukan dibantu oleh dinas terkait. Menurut
adalah pelatihan pengelolaan paparan warga, pengembangan
organisasi dan keuangan. Kegiatan wisata alam Kalibiru yang berada
ini dilakukan pada bulan Mei 2015. di lahan HKm Mandiri ini telah
Dengan pendampingan pengelolaan memberikan dampak peningkatan
organisasi keuangan, kegiatan ini ekonomi yang cukup signifikan.
membantu gapoktan menjalankan Wisata alam Kalibiru sendiri dapat
dan mengorganisasi keuangan menyerap tenaga kerja lebih dari 90%
dengan sistem keuangan yang baku. dari anggota KTHKm Mandiri. Mulai
Gapoktan Beringin Jaya Pekon dari pemandu wisata, pedagang,
Margoyoso melakukan pertemuan tukang ojek wisata, dan penyedia
rutin setiap satu bulan sekali. penginapan di sekitar lokasi wisata
Sementara Gapoktan HKm Sinar cukup banyak menyerap tenaga kerja.
Mulya Pekon Sukamaju melakukan Setiap empat bulan, penggarap lahan
pertemuan setiap tiga bulan sekali. HKm juga mendapatkan uang kas dari
Pertemuan dengan stakeholders hasil wisata sebesar ±Rp300.000,00.
diharapkan mampu mensinergiskan Berbeda dengan KTHKm Tani
program pengelolaan HKm sehingga Manunggal, peningkatan ekonomi
tujuan kelestarian hutan terwujud. dilakukan dengan mengembangkan
Penguatan kelembagaan anggota UKM yaitu berupa keripik jagung dan
pada KTHKm di Tanggamus kerajinan dari limbah kayu.
Lampung tidak terlepas dari Partisipasi masyarakat di KTHKm
penguatan ekonomi anggota. Mandiri Kalibiru ternyata sangat
Beberapa kegiatan untuk mencapai tinggi dibanding ketiga KTHKm
peningkatan ekonomi tersebut lainnya yaitu sebesar 88% dan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 179
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

kategori sedang sebesar 12%. Untuk yang masuk kategori tinggi mencapai
KTHKm Tani Manunggal Bleberan, 68%, sedang 24%, dan rendah 8%.
partisipasi kategori tinggi sebesar Sementara HKm Beringin Jaya
52%, kategori sedang 46%, dan Pekon Margoyoso, partisipasi dalam
kategori rendah sebesar 2%. Untuk pelaksanaan HKm yang masuk
KTHKm Sinar Mulya Pekon Sukamaju, kategori tinggi 60%, sedang 40%,
partisipasi dalam pelaksanaan HKm dan rendah 0% (lihat Gambar 8.27).

„ Gambar 8.27. Persentase Partisipasi Pelaksanaan di Masing-masing KTHKm

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)


180 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

8.4.3. Partisipasi Masyarakat menunjukkan hasil yang cukup


Dalam Tahapan Monitoring dan bagus. Secara umum dari keempat
Evaluasi KTHKm menunjukkan partisipasi
Monitoring secara luas diakui tinggi dalam monitoring dan evaluasi
sebagai suatu elemen yang krusial (62,5%), kategori sedang (35%),
dalam pengelolaan dan implementasi dan kategori rendah hanya sebesar
program dan kebijakan dalam (2,5%). Tabel 8.6 menunjukkan hasil
organisasi. Monitoring merupakan uji chi-square yang signifikan pada
suatu penilaian (assesment) yang derajat kepercayaan 99%. Artinya,
rutin (harian) terkait aktivitas ada perbedaan yang signifikan antar
dan perkembangan yang sedang lokasi KTHKm dilihat dari partisipasi
berlangsung. Partisipasi masyarakat masyarakat pada tahapan monitoring
dalam tahap monitoring di KTHKm dan evaluasi.
DIY maupun Tanggamus (Lampung)

„ Tabel 8.6. Hasil Analisis Tabulasi Silang dan Chi-Square Partisipasi Masyarakat Dalam
Monitoring dan Evaluasi HKm

Partisipasi Dalam Monitoring dan


Evaluasi Total
Rendah Sedang Tinggi
Count 0 6 43 49
Mandiri
% of Total 0,0% 3,0% 21,5% 24,5%
Tani Count 1 23 26 50
Lokasi Manunggal % of Total 0,5% 11,5% 13,0% 25,0%
HKm Count 3 19 28 50
Sinar Mulya
% of Total 1,5% 9,5% 14,0% 25,0%
Count 1 22 28 51
Beringin Jaya
% of Total 0,5% 11,0% 14,0% 25,5%
Count 5 70 125 200
Total
% of Total 2,5% 35,0% 62,5% 100,0%

Catatan: Chi-square=20,547 signifikan pada derajat kepercayaan 99%.


Sumber: Hasil olahan data primer (2018)

Partisipasi masyarakat pada partisipasi paling tinggi (88%) dan


tahap monitoring di KTHKm Mandiri kategori sedang (12%). Sedangkan
Kalibiru menunjukkan bahwa KTHKm Tani Manunggal, partisipasi
KTHKm tersebut memiliki tingkat berada pada kategori tinggi sebesar
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 181
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

52%, sedang 46%, dan rendah terlihat bahwa tingkat partisipasi


2%. KTHKm Sinar Mulya Pekon dalam pelaksanaan dengan kategori
Sukamaju, partisipasi masyarakat tinggi di HKm Mandiri lebih besar
dalam monitoring dan evaluasi dari ketiga HKm lainnya. Sementara
berada pada kategori tinggi (56%), persentase dengan kategori rendah
sedang (38%), dan rendah (6%). masih terdapat pada KTHKm
Sementara HKm Beringin Jaya Tani Manunggal, Sinar Mulya, dan
Pekon Margoyoso, persentase dalam Beringin Jaya dengan masing-
kategori tinggi 54%, sedang 44%, dan masing persentase sebesar 2%, 6%,
rendah 2%. Dari persentase tersebut dan 2%.

„ Gambar 8.28. Persentase Partisipasi Pada Tahap Monitoring dan Evaluasi di Masing-
masing KTHKm

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)


182 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

8.4.4. Keterlibatan Stakeholders nilai persentase paling tinggi yaitu


Dalam Pengelolaan HKm sebesar 36,5%. Kombinasi A dan C
Keberhasilan dalam pengelolaan yaitu pengurus kelompok dan LSM
lahan HKm didukung oleh memiliki persentase sebesar 30,5%.
dua faktor, yakni internal dan Keterlibatan pengurus kelompok
eksternal. Kedua faktor ini saling menunjukkan persentase sebesar
menguatkan dan berpengaruh dalam 17,5%. Sedangkan kombinasi A dan
mempertahankan keberlanjutan B yaitu pengurus kelompok dan
hutan. Faktor internal dalam polisi hutan sebesar 11%. Hanya
pengelolaan HKm di antaranya 4,5% jawaban dari responden
adalah kelembagaan kelompok tani yang menjawab lainnya. Nilai
dan manajemen pengelolaan lahan. ini dijumpai pada responden
Sementara faktor eksternalnya di Tanggamus (Lampung) yang
adalah kolaborasi dalam pengeloaan menunjukkan stakeholders pihak
lahan bersama stakeholders terkait. swasta (perusahaan swasta) dan
Gambar 8.29 menunjukkan hasil akademisi (perguruan tinggi). Pada
persentase keterlibatan stakeholders HKm di Tanggamus (Lampung),
dalam pengelolaan HKm di DIY dan gapoktan telah menjalin kerjasama
Tanggamus (Lampung). Kombinasi dengan berbagai perusahaan swasta
A, B, C merupakan kombinasi di Indonesia, bahkan dari luar negeri,
stakeholders dari pengurus kelompok, dari hasil lahan HKm mereka yaitu
polisi hutan, dan LSM memiliki kopi.

„ Gambar 8.29. Persentase Keterlibatan Stakeholders Dalam Pengelolaan HKm

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 183
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

Stakeholders yang terkait dan berada di KTHKm Sinar Mulya Pekon


berperan dalam pengelolaan lahan Sukamaju, Tanggamus (Lampung).
HKm yang hanya terdiri dari pengurus Kombinasi A dan B yaitu kombinasi
kelompok tertinggi di KTHKm Tani pengurus kelompok dan polisi hutan
Manunggal yaitu sebesar 9,5%. tertinggi pada KTHKm Beringin
Stakeholders kombinasi A, B, dan C Jaya Pekon Margoyoso, Tanggamus
yaitu kombinasi pengurus kelompok, (Lampung). Kombinasi A dan C yaitu
polisi hutan, dan LSM tertinggi pada kombinasi pengurus kelompok dan
KTHKm Mandiri di Kulonprogo LSM tertinggi yaitu pada KTHKm
(DIY). Stakeholders lainnya yaitu Tani Manunggal di Gunungkidul
pihak swasta dan akademisi yaitu (DIY).

„ Gambar 8.30. Persentase Keterlibatan Stakeholders Dalam Pengelolaan HKm Di


Masing-masing KTHKm

Sumber: Hasil olahan data primer (2018)


184 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN PERHUTANAN SOSIAL

Hasil persentase dari adanya program ini yaitu jaminan


keterlibatan stakeholder paling keamanan. Selain itu persepsi
tinggi ada pada pengurus seseorang terhadap sesuatu
kelompok, polisi hutan, dan LSM. akan mempengaruhi perilakunya
Hal ini menunjukkan bahwa peran (behavior) salah satunya dalam
serta pemerintah melalui polhut wujud pengambilan keputusan
ataupun KPHL belum dirasakan (Fabra-Crespo, 2012).
oleh masyarakat. Peran tersebut
harus ditingkatkan dan dibenahi.
Pemerintah dalam hal ini KPHL
dapat menjadi penghubung
antara kelompok tani dengan
segmen pasar (perusahaan,
dan kelompok usaha) dan
akademisi (perguruan tinggi dan
peneliti) sehingga kebehasilan
HKm dapat terwujud. Faktor
lainya yang menjadi penentu
keberhasilan perhutanan sosial,
menurut Ekawati et al., (2008),
adalah kesiapan aspek sosial
yaitu kesempatan, kemauan,
dan kemampuan masyarakat
yang secara keseluruhan akan
mempengaruhi ketertarikan
masyarakat. Ketertarikan
masyarakat terhadap program
perhutanan sosial dipengaruhi
oleh manfaat yang mereka peroleh.
Hal ini sejalan dengan studi yang
dilakukan oleh Novayanti et al.,
(2017) bahwa tingkat persepsi
masyarakat terhadap program
pembangunan perhutanan
sosial tergolong dalam kategori
sedang. Masyarakat merasa
mendapatkan manfaat dengan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 185
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

BAB 9
DAMPAK
PERHUTANAN
SOSIAL TERHADAP
KESEJAHTERAAN
RAKYAT

Dalam bab ini akan dibahas dengan menggunakan data primer


tentang dampak perhutanan sosial di DIY dan Lampung? Dalam subbab
terhadap kesejahteraan masyarakat. tersebut akan digunakan analisis
Paradigma baru perhutanan sosial regresi logistik yang binari.
intinya hutan bukan hanya untuk
pengusaha atau usaha besar tapi 9.1. PRO-POOR GROWTH AND
rakyat kecil dan usaha kecil mikro PRO-JOBS
(UKM) di seputar hutan perlu 9.1.1. Di Indonesia
mendapat jaminan ijin dan hak Dua warisan pemerintah SBY
penghidupan yang layak. Tentu setelah 10 tahun berkuasa adalah
multipler effects dari perhutanan sosial menurunnya kemiskinan namun
akan berdampak langsung bagi diikuti dengan ketimpangan
rakyat kecil yang mendapat ijin dan yang cenderung meningkat.
hak yang selama ini hanya diberikan Pertanyaannya, mengapa selama 10
dan dinikmati kepada pengusaha tahun terakhir kemiskinan Indonesia
kelas kakap. hanya berkurang 5,7% padahal dana
Bab ini akan menganalisis seberapa APBN dan APBD untuk mengurangi
besar dampak perhutanan sosial kemiskinan telah digelontorkan
terhadap kesejahteraan. Subbab hingga ratusan trilyun? Bagaimana
pertama akan menganalisis topic ini pemerintah Jokowi membalik arah
dengan menggunakan data makro pembangunan yang terkonsentrasi
dan regional. Subbab berikutnya secara geografis ke Jawa-Sumatra
akan mengeloborasi faktor utama dan perkotaan menjadi membangun
apa di balik kenaikan atau klasifikasi dari pinggiran dan desa?
pendapatan para responden yang Data Badan Pusat Statistik
merupakan penerima ijin HKm Januari 2015 menunjukkan tingkat
kemiskinan menurun dari 16,66%
186 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

di awal Presiden Susilo Bambang ternyata belum mampu menurunkan


Yudhoyono (SBY) memerintah ketimpangan, yang diukur dengan
(2004), menjadi 14,15% di akhir indeks gini, secara substansial bahkan
pemerintahan Kabinet Indonesia ada kecenderungan meningkat
Bersatu I (2009), bahkan menjadi hingga tahun 2014. Dengan kata lain,
10,96% pada September 2014 pertumbuhan ekonomi Indonesia
dengan jumlah penduduk miskin belum “berkualitas” ketimpangan
masih sebanyak 27,73 juta orang. antar si kaya-miskin dan daerah
Angka terakhir ini hanya berkurang kaya-miskin masih lebar.
0,87 juta orang dibandingkan dengan Di era Jokowi, realisasi
penduduk miskin pada September pertumbuhan ekonomi, kemiskinan,
2013 yang sebesar 28,6 juta orang pengangguran, dan ketimpangan
(11,46%). Rekor kemiskinan ini masih di bawah target yang ditetapkan
tercatat paling rendah, baik besaran dalam Rencana Pembangunan
maupun persentasenya, sejak tahun Jangka Menengah Nasional
1970. Namun, yang perlu dicatat, (RPJMN).Dalam dokumen resmi
penurunan kemiskinan masih di Kabinet Kerja yang tertuang dalam
bawah target RPJMN dan terjadi RPJMN (Rencana Pembangunan
perlambatan penurunan kemiskinan Jangka Menengah Nasional) 2015-
di akhir era SBY. 2019, Jokowi-JK menetapkan
Mencermati fakta ini, tantangan sasaran nasional hingga 2019: (1)
utama pemerintah Joko Widodo- pertumbuhan ekonomi 5,8-8%; (2)
Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sejak kemiskinan menjadi 8-10,5%; (3)
Oktober 2014 adalah bagaimana pengangguran turun menjadi 7-8%;
menurunkan ketimpangan (4) indeks gini turun dari 0,41 menjadi
pendapatan antardaerah dan 0,36. Nyatanya, selama era Kabinet
antargolongan pendapatan yang Kerja, ekonomi Indonesia mencatat
cenderung meningkat (Kuncoro, pertumbuhan ekonomi sebesar
2013), serta kemiskinan yang masih 4,79% (2015), 5,02% (2016), dan
substansial? 5,19% (2017). Dengan pertumbuhan
Gambar 9.1 menunjukkan ekonomi sekitar 4,8-5,19% tersebut,
bagaimana pertumbuhan ekonomi kemiskinan, pengangguran, dan
yang meningkat di Indonesia ketimpangan mampu diturunkan.
telah menyebabkan penurunan Tingkat kemiskinan terbukti
kemiskinan dan pengangguran. menurun dari 11,25% (2014) menjadi
Namun pertumbuhan ekonomi 10,12% (2017), demikian juga tingkat
yang sekitar 4-6% sejak tahun 2000 pengangguran menurun dari 5,94%
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 187
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

(2014) menjadi 5,5% (2017); serta kepada rakyatnya. Namun, yang


tingkat ketimpangan menurun dari terjadi sebaliknya kesenjangan terjadi
0,41 (2014) menjadi 0,391 (2017). di mana-mana.Misalnya, di daerah
Singkatnya, hanya pengangguran yang miskin dan APBD-nya rendah,
yang sesuai dengan target RPJMN. para pejabat dan kepala dinasnya
Masalah ketimpangan ini, mengendarai mobil-mobil mewah
dalam praktik, sering memicu dan tinggal di perumahan mewah.
kecemburuan sosial dan kekerasan Tak ketinggalan para kontraktor
yang sering terjadi berbagai daerah sebagai mitra kerja Pemda juga ikut
di Indonesia. Sumber daya alam yang menampilkan gaya hidup mewah di
melimpah di Indonesia seharusnya tengah kesulitan masyarakat dalam
mampu memberikan kesejahteraan memenuhi kebutuhan dasarnya.
masyarakat jika regulasi berpihak

„ Gambar 9.1. Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, Pengangguran, dan Indeks Gini:


Indonesia 2002-2017

Sumber: Diolah dari BPS (2018)


188 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

Dalam studi empiris, ada dua jenis nasional yang dinikmati kelompok
ketimpangan yang menjadi pusat 40% penduduk termiskin justru
perhatian. Pertama, ketimpangan diikuti oleh kenaikan kue nasional
distribusi pendapatan antar- yang dinikmati oleh 20% kelompok
golongan pendapatan masyarakat, terkaya dari 42,2% tahun 2002
yang diukur dengan indeks gini menjadi 46,41% tahun 2017
dan berapa kue nasional yang (lihat Tabel 9.1). Sementara itu
dinikmati oleh 40% golongan kelompok 40% penduduk menengah
pendapatan terendah. Ketimpangan mengalami penurunan kue nasional
yang meningkat diukur dengan dari 36,9% tahun 2002 menjadi
ketimpangan distribusi pendapatan 36,47% pada tahun 2017. Ternyata
yang makin lebar, sebagaimana ada indikasi kuat terjadi trickle-up
tercermin dari rasio gini yang effect, efek muncrat ke atas, dalam
meningkat dari 0,33 pada tahun proses pembangunan di Indonesia
2002 menjadi 0,39 pada tahun (Kuncoro, 2013b).
2017. Ironisnya, penurunan kue

„ Tabel 9.1. Ketimpangan Antargolongan Pendapatan Dari Era Megawati-Haz Hingga


Jokowi-Kalla, Indonesia, 2002-2017

Sumber: Diolah dari BPS (2017; 2002)


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 189
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

Kedua, ketimpangan antar secara spasial masih terkonsentrasi


daerah penting untuk diteliti karena KBI sekitar 80-81% sejak tahun 2000
gravitasi aktivitas ekonomi Indonesia (lihat Tabel 9.2). Kawasan Timur
masih cenderung terkonsentrasi Indonesia (KTI), sebagai kawasan
secara geografis ke Kawasan Barat pinggiran, hanya kebagian sisanya
Indonesia (KBI) selama lebih dari yaitu sekitar 19-20%. Singkatnya,
5 dasawarsa terakhir. Betapa pola unbalanced development di
tidak, data BPS hingga triwulan Indonesia masih terus terjadi, yang
I 2017 menunjukkan, struktur tercermin dari kuatnya “pusat”
perekonomian Indonesia secara (Jawa-Sumatra) sebagai gravitasi
spasial masih didominasi kelompok pembangunan dan menyisakan
provinsi di Pulau Jawa yang “pinggiran” (KTI dan desa).
memberikan kontribusi terhadap Pembangunan ekonomi Indonesia
Produk Domestik Bruto (PDB) memang bias ke barat (KBI), yang
sebesar 58%, yang disusul Sumatera memegang pangsa sekitar 80-81%
(22%), Kalimantan (8,3%), Sulawesi dari kegiatan ekonomi nasional.
(6%), Bali dan Nusa Tenggara Dengan kata lain, ketimpangan antar
(3%),serta Maluku dan Papua (2%). wilayah dan pulau di Indonesia terus
Struktur perekonomian Indonesia terjadi.

„ Tabel 9.2. Peranan Wilayah/Pulau dalam Pembentukan PDB Nasional,


2000-2017.1 (persen)
Pulau 2000 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017.1
Sumatra 23,1 23,56 23,74 23,81 23,63 22,37 22,03 21,95
Jawa 58,0 57,59 57,65 57,99 58,51 58,27 58,49 58,49
Bali dan Nusa 2,7 2,56 2,51 2,53 2,50 3,10 3,13 3,03
Tenggara
Kalimantan 9,2 9,55 9,3 8,67 8,21 7,99 7,85 8,33
Sulawesi 4,6 4,61 4,74 4,82 4,97 6,08 6,04 5,94
Maluku dan 2,4 2,13 2,06 2,18 2,18 2,19 2,46 2,26
Papua
Total 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber: BPS (2015; 2017)


190 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

Gambar 9.2 menunjukkan 2,21% tahun 2016. Pada tahun 2016,


kontribusi Provinsi Lampung dan DIY Provinsi DIY menyumbang 0,92%,
dalam membentuk PDB Indonesia. persentase sumbangan ini sedikit
Provinsi Lampung menyumbang mengalami penurunan sebesar 1%
2,20% pada tahun 2011 kemudian dibanding dengan sumbangan DIY
sumbangan ini sedikit menjadi pada tahun 2011.

„ Gambar 9.2. Persentase Sumbangan PDRB Seluruh Provinsi di Indonesia, 2011, 2013 &
2016.

Sumber: Diolah dari BPS (2018)


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 191
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

9.1.2. Di Tanggamus, Kulonprogo, ekonomi yang sekitar 4,3-4,95%


Gunung Kidul selama tahun 2011-2016ternyata
Gambar 9.3 menunjukkan bagai- belum mampu menurunkan
mana pertumbuhan ekonomi yang ketimpangan. Tingkat ketimpangan
di Kulon progo telah menyebabkan dan pengangguran ternyata
penurunan kemiskinandari 23,62% berfluktuasi pada tahun 2011-2016
pada tahun 2011 menjadi 20,3% pada (lihat Gambar 9.3).
tahun 2016. Namun pertumbuhan

„ Gambar 9.3. Tingkat Pengangguran, Kemiskinan, Ketimpangan, Pertumbuhan


Ekonomi Kulon Progo, 2011-2016

Sumber: Diolah dari BPS DIY (2017)


192 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

Gambar 9.4 menunjukkan 2011 menjadi 19,34% pada tahun


indikator ketenagakerjaan, 2016. Kendati demikian, ternyata
penduduk miskin, ketimpangan, pertumbuhan ekonomi Gunung
pertumbuhan ekonomi di Gunung Kidul tersebut belum mampu untuk
Kidul. Pertumbuhan ekonomi, mengurangi tingkat ketimpangan
yang berada pada kisaran 4,97- dan pengangguran. Ketimpangan dan
4,33% selama tahun 2011-2016, pengangguran ternyata mengalami
ternyata mampu menurunkan angka tren meningkat pada tahun 2011-
kemiskinan dari 23,03% pada tahun 2016 (lihat Gambar 9.4).

„ Gambar 9.4. Tingkat Pengangguran, Kemiskinan, Ketimpangan, Pertumbuhan


Ekonomi Gunungkidul, 2011-2016

Sumber: Diolah dari BPS DIY (2017)


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 193
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

Gambar 9.5 menunjukkan penurunan. Penurunan terjadi pada


indikator ketenagakerjaan, penduduk tahun 2012 menuju 2015 dari 9,19%
miskin, pertumbuhan ekonomi di menurun hingga 5,5%. Penurunan
Tanggamus. Pertumbuhan ekonomi angka pertumbuhan ekonomi ini
Tanggamus berkisar pada angka ternyata berdampak pada kemiskinan
sekitar 5,5-9,19% selama tahun dan pengangguran ternyata juga
2011-2015. Pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan pada tahun
Tanggamus cenderung mengalami 2011-2016.

„ Gambar 9.5. Tingkat Pengangguran, Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi Tanggamus,


2011-2016

Sumber: Diolah dari BPS Tanggamus (2017)


194 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

Ijin Usaha Pengelolaan Hutan mengurangi tingkat kemiskinan


Kemasyarakatan (IUPHKm) di dan pengangguran Tanggamus.
Tanggamus diberikan secara Bahkan, tingkat kemiskinan dan
bertahap dalam lima tahun terakhir. pengangguran di tahun 2015
Ijin pengelolaan paling banyak mengalami peningkatan. Kondisi
diberikan di tahun 2014 dengan luas seperti ini diduga terjadi karena
lahan 46.867, 67 ha. efek pemberian ijin pengelolaan
Hasil regresi logistik binari di HKm tidak langsung terjadi di tahun
subbab 9.2 menyatakan bahwa bersangkutan, terutama untuk
secara statistik luas lahan HKm Tanggamus. Mayoritas responden
tidak bisa menjelaskan kenaikan hutan kemasyarakatan di Tanggamus
pendapatan responden. Hal ini mengusahakan komoditas
sejalan dengan Gambar 9.6, perkebunan (kopi), yang hasilnya
pemberian ijin pengelolaan HKm di baru bisa dinikmati beberapa tahun
tahun 2014 yang tinggi hanya sedikit kemudian setelah penanaman.

„ Gambar 9.6. Tingkat Kemiskinan, Pengangguran, dan IUP-HKm (Ijin Usaha


Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan) di Tanggamus Tahun 2011-2016

Sumber: Diolah dari BPS Lampung (2017)


DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 195
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

Gambar 9.7 dan 9.8 memberikan hutan kemasyarakatan di DIY


gambaran mengenai pemberian khususnya Gunungkidul menanam
ijin pengelolaan HKm di tahun 2009 tanaman Jati, yang mana hasil dari
sampai dengan 2016 yang tinggi tanaman ini baru bisa diambil dalam
hanya sedikit mengurangi tingkat jangka waktu yang relatif lama.
kemiskinan dan pengangguran di Respon di Kulon Progo menanam
Gunugkidul dan Kulon Progos. Kondisi tanaman kayu atau tanaman hutan
seperti ini diduga terjadi karena lainnya. yang hasilnya baru bisa
efek pemberian ijin pengelolaan dinikmati beberapa tahun kemudian
HKm tidak langsung terjadi di tahun setelah penanaman.
bersangkutan. Mayoritas responden
„ Gambar 9.7. Tingkat Kemiskinan, Pengangguran, dan IUP-HKm (Ijin Usaha
Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan) di Kulon Progo Tahun 2011-2016

Sumber: Diolah dari BPS DIY (2017)

„ Gambar 9.8. Tingkat Kemiskinan, Pengangguran, dan IUP-HKm (Ijin Usaha


Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan) di Kulon Progo Tahun 2011-2016

Sumber: Diolah dari BPS DIY (2017)


196 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

9.2. HUBUNGAN ANALISIS SOSIAL, responden. Pendapatan 200


LINGKUNGAN DAN EKONOMI responden di Lampung dan DIY
Paradigma baru perhutanan dikategorikan menjadi “tinggi”
sosial intinya hutan bukan hanya apabila melebihi nilai rata-rata
untuk pengusaha atau usaha besar pendapatan ditambah deviasi
tapi rakyat kecil dan usaha kecil standarnya; sebaliknya disebut
mikro (UKM) di seputar hutan perlu “rendah” bila kurang dari nilai rata-
mendapat jaminan ijin/hak untuk rata pendapatan ditambah deviasi
menanam kopi, jagung dll, maupun standarnya.
air minum dan penghidupan yang Berdasarkan Gambar 9.9
layak.Di masa lalu perambah hutan, diperoleh hasil bahwa klasifikasi
masyarakat adat dan rakyat yang pendapatan rendah responden
tinggal di seputar hutan sering sebanyak 35,5%, dan sebanyak 44%
dikejar-kejar oleh polisi hutan karena responden memiliki pendapatan
mencuri kayu, merusak, bahkan yang tinggi, sisanya 20,5% responden
membakar hutan.Kini mereka malah berpendapatan sedang.
dikasih ijin/hak pengelolaan.
Tentu spillover dan multipler „ Gambar 9.9. Klasifikasi Pendapatan
effects dari perhutanan sosial akan
berdampak langsung bagi rakyat kecil
(baca: wong cilik) yang mendapat
ijin/hak yang selama ini hanya
diberikan dan dinikmati kepada
pengusaha klas kakap. Dampak
tidak langsung juga akan dirasakan
bagi daerah di seputar hutan akan
mendapat manfaat dari penciptaan
kerja (menurunkan pengangguran),
meningkatnya nilai tambah &
pertumbuhan ekonomi, dan
Sumber: Diolah dari data primer
menurunkan ketimpangan.Memang
rakyat dan UKM membutuhkan
pendampingan dan kemitraan.
Dalam subbab ini analisis
regresi logistik digunakan untuk
memprediksi faktor-faktor penentu
klasifikasi kenaikan pendapatan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 197
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

Adapun model yang digunakan adalah Binary Logistic Regression sebagai


berikut:

PG_PENDAPATAN = f (LAMA_SK, LUAS_LAHAN, TK, B_TRANSPORTASI,


B_INPUT, KEMITRAAN, P_HKM, KENDALA,
KEBAKARAN, PENCURIAN, PENDAMPINGAN,
TANAM POKOK, PARTISIPASI_RENCANA,
PARTISIPASI_PELAKSANAAN, PARTISIPASI_
MONEV) 5.3
Persamaan 5.3 digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagai
berikut: Apakah kategori pendapatan responden (PG_PENDAPATAN)
dapat dijelaskan oleh variabel (LAMA_SK, LUAS_LAHAN, TK, B_
TRANSPORTASI,KEMITRAAN, P_HKM,KENDALA, KEBAKARAN, PENCURIAN,
PENDAMPINGAN, TANAM POKOK,PARTISIPASI_Rencana, PARTISIPASI_
Pelaksanaan, PARTISIPASI_Monev) tersebut? Adapun variabel penjelas
tersebut adalah:

LAMA_SK = Lama tahun diterima SK


LUAS_LAHAN = Luas Lahan HKm yang dikelola masing-
masyarakat
TK = Jumlah tenaga kerja termasuk buruh dan
pemilik lahan
B_TRANSPORTASI = Biaya transportasi yang dikeluarkan
B_INPUT = Biaya input yang dikeluarkan untuk mengelola
lahan HKm
KEMITRAAN = Jenis kemitraan yang dilakukan
P_HKM = Dummy varibel (1= masyarakat tahu tentang
HKm, 0= tidak tahu)
KENDALA = Dummy varibel (0= tidak tahu, 1=akses
pasar, 2=akses modal. 3=akses bahan baku,
4=peralatan masih tradisonal, 5=kombinasi,
6=lainnya )
KEBAKARAN = Dummy varibel (1= tidak pernah kebakaran,
0= pernah kebakan)
PENCURIAN = Dummy varibel (0= tidak ada pencurian,
1= ada pencurian)
PENDAMPINGAN = Dummy varibel (0= tidak ada pendampingan,
1= ada pendampingan)
198 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

TANAM POKOK = Dummy varibel (1=kopi, 2=jati, 3=lainnya


(tanaman kehutanan)
PARTISIPASI_Rencana = Dummy variabel partisipasi rencana masyara-
kat mendukung kelestarian lingkungan (3=
tinggi, 2=sedang, 1=rendah)
PARTISIPASI_Pelaksanaan = Dummy variabel partisipasi pelaksanaan
masyarakat mendukung kelestarian lingkungan
(3= tinggi, 2=sedang, 1=rendah).
PARTISIPASI_Monev = Dummy variabel partisipasi monev masyarakat
mendukung kelestarian lingkungan (3= tinggi,
2=sedang, 1=rendah).
Secara keseluruhan, model untuk kemitraan adalah positif
regresi logistik binari mampu dan signifikan dengan derajat
mengalokasikan secara tepat lebih kepercayaan 95%.Hal ini berarti
dari 88% dari klasifikasi pendapatan. bahwa semakin responden banyak
Tabel 9.1 memberikan ringkasan menjalin kemitraan dengan
klasifikasi untuk model tersebut. pihak mana pun maka makin
Model 3 adalah model yang terbaik besar kemungkinan pendapatan
karena hasilnya mampu memprediksi responden meningkat. Sebaliknya,
secara tepat keanggotaan grup makin sedikit kemitraan yang dijalin,
sebesar 80,5% untuk responden yang maka makin besar kemungkinan
pendapatannya tinggi pasca ijin HKm pendapatn responden tidak
dan 86,2% untuk responden yang meningkat. Sedangkan variabel
mengaku pendapatannya rendah. tenaga kerja, memiliki hubungan
Variabel kunci yang menentukan yang negatif, artuinya semakin
pendapatan responden meningkat banya jumlah tenaga kerja maka
atau tidak adalah lama SK IUPHKm, penghasilan yang diperoleh menjadi
kemitraan, tenaga kerja, dan semakn berkurang.
partisipasi pelaksanaan. Koefisien Koefisien regresi logistik untuk
regresi logistik untuk lama SK adalah partipasi pelaksanaan adalah negatif
negatif dan signifikan dengan derajat dan signifikan dengan derajat
kepercayaan 99%. Hal ini berarti kepercayaan 90%. Hal ini berarti
bahwa semakin singkat responden bahwa semakin besar partisipasi
mendapatkan SK IUPHKm maka masyarakat dalam pelaksanaan
besar kemungkinan pendapatan maka makin kecil kemungkinan
responden makin tinggi. pendapatan responden makin
Koefisien regresi logistik rendah.
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 199
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

„ Tabel 9.3. Hasil Estimasi Kategori Pendapatan dengan Regresi Logistik Binari

Model
Prediktor
1 2 3
Konstanta -6,260 -6,293 -1,524
  (1,915) (2,223) (0,961)
Luas Lahan -0,081
  (0,036)
Lama SK 0,684 0,634 0,711
  (13,497) (29,991)*** (35,615)***
Tenaga Kerja -0,176 -0,160 -0,218
  (1,658) (1,758) (3,287)*
Proporsi Biaya Transpor 1,517 1,643
(1,258) (1,860)
Proporsi Biaya Input -0,560
  (0,201)
Kemitraan 0,190 0,216 0,184
  (3,387)* (5,034)** (4,252)**
Kendala 0,066
  (0,277)
Pengetahuan tentang HKm 2,781 2,583
(1,329) (1,346)
Kebakaran 1,210 1,128
(2,657) (2,820)*
Pencurian 0,123
(0,027)
Ada tidaknya pendampingan 2,274 2,157
(0,417) (0,396)
Tanaman pokok yang ditanam -0,320
(0,154)
Partisipasi Rencana 0,601
(0,056)
Partisipasi Pelaksanaan -2,724 -1,898 -1,776
(1,629) (9,624)*** (8,094)**
Partisipasi Monev -6,260
(1,915)
Pendapatan tinggi 89,3% 86,6%
Pendapatan rendah 90,9% 89,8%
Overall Percentage 90,0% 88,0%

***) menunjukkan signifikan statistik pada derajat kepercayaan 99%


**) menunjukkan signifikan statistik pada derajat kepercayaan 95%
*) menunjukkan signifikan statistik pada derajat kepercayaan 90%
Nilai statistik Wald dalam kurung. Model 1: model lengkap ; model 2: backward model; model 3:
model terbaik
200 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

Ternyata koefisien lain yang


tidak signifikan adalah luas
lahan, biaya transpor, biaya
input, kebakaran, pencurian,
pendampingan, tanaman pokok,
partisipasi rencana, dan partisipasi
monev. Artinya, variabel ekonomi
(luas lahan, biaya transpor,
biaya input), variabel sosial
(pendampingan, pengetahuan
HKm, dan kendala pengelolaan
HKm), dan variabel lingkungan
(kebakaran, pencurian, tanaman
pokok, partisipasi rencana, dan
partisipasi monev) ternyata
belum berdampak secara
signifikan terhadap pendapatan
responden. Besar kemungkinan
ini diakibatkan oleh periode
implementasi HKm yang relatif
masih pendek (3-4 tahun).
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 201
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB 10
KESIMPULAN DAN
IMPLIKASI KEBIJAKAN

Pada bab ini menjelaskan for People. Pembangunan diarahkan


kesimpulan dan implikasi kebijakan untuk pembangunan masyarakat
dari masing-masing bab berdasarkan lokal (forestry for local community
dimensi ekonomi, sosial, dan development). Tujuannya adalah untuk
lingkungan, yang diharapkan ber- meningkatkan standar kehidupan
manfaat bagi pengambilan keputusan penduduk perdesaan di sekitar hutan
dari berbagai pemangku kepentingan dengan cara melibatkan mereka
khususnya Kementerian Lingkungan dalam proses pengambilan keputusan
Hidup dan Kehutanan. dan berbagai kegiatan pengelolaan
hutan sesuai dengan kearifan lokal.
10.1. Kesimpulan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
Laporan final ini telah menjawab 622/Kpts-II/1995 tentang Pedoman
pertanyaan sebagai berikut: (1) Hutan Kemasyarakatan awal mula
Seberapa jauh peningkatan kese- payung hukum yang digunakan.
jahteraan (dampak ekonomi Pencanangan HKm pada tahun 2007
dan sosial) terhadap rakyat lokal merupakan tonggak awal pemberian
(pemegang ijin dan masyarakat ijin definitif HKm yaitu IUPHKm yang
sekitar)?; (2) Sejauh mana perhutanan diberikan ketiga provinsi di Indonesia
sosial mendukung kelestarian yaitu Lampung, DIY, dan NTB. Terjadi
hutan? Sasaran dari kajian ini adalah peningkatan pemberian akses kelola
“rakyat sejahtera, hutan lestari” yang kawasan hutan dari tahun 2007-2014
ditinjau dari tiga aspek analisis, yaitu ke tahun 2014-2017 yaitu sebesar
analisis dampak ekonomi, sosial dan 438.087,05 ha.
lingkungan. Bab 3 mendeskripsikan gambaran
Bab 2 memberikan gambaran umum perhutanan sosial di DIY.
umum mengenai perhutanan sosial di Dalam bagian ini deskripsi fokus
Indonesia. Perhutanan sosial muncul di wilayah penelitian yaitu Hutan
setelah Kongres Kehutanan Dunia Kemasyarakatan (HKm) Tani
ke-8 tahun 1978 di Jakarta. Kongres Manunggal, Dusun Menggoran II,
tersebut mengangkat tema Forest Desa Bleberan, Kecamatan Playen,
202 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Kabupaten Gunungkidul dan HKm dikelola oleh 8 kelompok tani dan


Mandiri, Dusun Kalibiru, Desa HKm Beringin Jaya Pekon Margoyoso,
Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kecamatan Pulau Panggung Reg.30
Kabupaten Kulon Progo. Kawasan dikelola oleh 8 kelompok tani. Kedua
hutan yang dikelola oleh HKm Tani HKm tersebut merupakan kawasan
Manunggal, Dusun Menggoran II, hutan lindung dengan tanaman
Desa Bleberan merupakan hutan pokok kopi. Tanaman kopi tersebut
lindung dengan tanaman pohon telah menjadi sumber pendapatan
Jati. Di wilayah Desa Bleberan telah terbanyak dalam pemenuhan
dikembangkan kawasan desa wisata kebutuhan rumah tangga kelompok
Bleberan dengan obyek wisata tani. Bahkan kelompok tani telah
utama Air terjun Sri Gethuk dan Goa memperoleh berbagai pelatihan kopi
Rancang Kencono. Kawasan desa dari Nestle, Tropical Forest Conservation
wisata tersebut dikelola oleh BUMDEs Action (TFCA), dan Konsorsium Kota
“Sejahtera”. Sebagian anggota HKm Agung Utara (KORUT). Sementara
Tani Manunggal terlibat secara untuk pemeliharan ternak hanya
langsung dan tidak langsung dalam sebagai penghasilan tambahan
kegiatan desa wisata tersebut. karena baru sebagian saja anggota
Kawasan hutan yang dikelola kelompok yang melihara ternak.
oleh HKm Mandiri juga kawasan HKm Sinar Mulya dan Beringin Jaya
hutan lindung dengan beberapa memiliki potensi wisata yaitu air
jenis pohon seperti Jati, Sonokeling, terjen lembah pelangi di Hkm Sinar
dan tanaman keras lainnya. Di Mulya dan air terjun batu lapis di
dusun Kalibiru, Desa Hargowilis Hkm Beringin Jaya. Wisata air terjun
sudah dikembangkan kawasan desa ini belum dikelola dengan baik
wisata Kalibiru. Efek pengganda dari dan belum ada sarana prasarana
kegiatan wisata tersebut mendorong pendukung di dalamnya sehingga
peningkatan pendapatan masyarakat belum memberikan konteribusi
dan penyerapan tenaga kerja. terhadap pendapatan kelompok tani.
Sebagian anggota HKm Mandiri Namun, telah dibentuk pokdarwis
yang terlibat langsung maupun tidak di Hkm Sinar Mulya yang sudah
langsung tentu akan memperoleh berjalan selama ijin IUPHKM terbit
tambahan penghasilan. bersama dengan koperasi serba
Bab 4 menjelaskan gambaran usaha. Di HKM Beringin jaya koperasi
umum perhutanan sosial di serba usaha sudah jauh lebih dulu
Lampung. HKm Sinar Mulya Pekon dibentuk dan berjalan.
Sukamaju Kec. Ulu Belu Reg.39 Bab 5 mendeskripsikan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 203
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

metodologi yang digunakan dalam lingkungan, ancaman (kebakaran


kajian ini. Metode penelitian yang hutan, pencurian satwa, pencurian
digunakan dalam penelitian ini adalah dan sebagainya) dan partisipasi
eksploratif dan deskriptif analitik. masyarakat di dalam mendukung
Unit analisis dalam penelitian ini kelestarian lingkungan, Metode
adalah anggota Kelompok HKm di 4 analisis data menggunakan analisis
lokasi di DIY dan Lampung. Teknik deskriptif (metode kasus dan metode
penentuan informan dilakukan statistik), analisis tabulasi silang dan
dengan metode cluster sampling regresi logistik.
dan purposive sampling. Jumlah Bab 6 berisi hasil dan pembahasan
responden untuk masing-masing dampak ekonomi implementasi
lokasi HKm adalah 50 orang sehingga perhutanan sosial. Secara umum
total responden adalah 200. Teknik terjadi peningkatan produksi,
pengumpulan data dilakukan dengan pendapatan, penyerapan tenaga
observasi, wawancara, dokumentasi kerja. Terlepasnya petani dari jerat
dan focused group discussion. Teknik kemiskinan yang tercermin dari: (1)
Analisis data dilakukan dengan Petani HKm telah memiliki rumah
validasi data, penyajian data, sendiri meskipun sebagian masih
penarikan kesimpulan dan verifikasi. semi permanen; (2) Kepemilikan
Kerangka pemikiran yang digunakan sepeda motor antara 1 hingga 3
untuk mengidentifikasi dampak unit. Analisis regresi membuktikan
perhutanan sosial adalah dimensi bahwa lama SK IUPHKm, luas lahan,
ekonomi, dimensi sosial dan dimensi jumlah tenaga kerja, dan kemitraan
lingkungan. Untuk mengidentifikasi berpengaruh positif terhadap
dampak ekonomi dilihat dari pendapatan. Jenis kemitraan yang
indikator-indikator jumlah produksi telah dilakukan berupa penyuluhan,
dan pendapatan petani, lapangan pelatihan, membeli produk, memberi
kerja yang muncul dari keberadaan bantuan modal, dan pendampingan.
HKm, penurunan kemiskinan dan Kendala yang dihadapi oleh petani
kemitraan bisnis yang mampu kelompok Hkm adalah kombinasi
dikembangkan. Indikator dampak dari terbatasnya akses bahan baku,
sosial meliputi persepsi masyarakat, akses modal, akses pasar, dan
desain kelembagaan, perubahan masih tradisionalnya peralatan yang
perilaku dan kendala di dalam dimiliki.
pengembangan HKm. Sedangkan Bab 7 telah menganalisis
indikator dampak lingkungan dampak sosial dari perhutanan
adalah sustainabilitas kelestarian sosial di Lampung dan DIY. Hasil
204 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

analisis menemukan bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan


program Perhutanan Sosial telah monitoring evaluasi tergolong tinggi.
meningkatkan pengetahuan Ada variasi keterlibatan stakeholders.
masyarakat mengenai HKm, Keterlibatan stakeholders dalam
mendorong munculnya lembaga pengelolaan HKm sebagian besar
lokal (terutama koperasi), dan didominasi oleh pengurus kelompok,
perubahan perilaku positif polisi hutan, dan LSM. Khusus pada
masyarakat. Kendala yang dapat HKm Sinar Mulya, Lampung terdapat
mengancam keberlanjutan program keterlibatan stakeholders dari pihak
perhutanan sosial yang telah swasta yaitu perusahaan nasional
diidentifikasi adalah: kurangnya dan internasional, serta pihak
pendampingan dari KLHK, bentuk akademisi.
pendampingan yang muncul masih Bab 9 disimpulkan bahwa
berorientasi penguatan kelembagaan ternyata pertumbuhan ekonomi
(silver), adanya keluhan terkait baik di DIY dan Tanggamus belum
prosedur ijin dalam penjarangan mampu mengurangi kemiskinan.
(Gunungkidul), lemahnya kapasitas Hal ini didukung oleh temuan hasil
pengurus dalam mengelola HKm dan penelitian melalui regresi logistik
faktor cuaca (angin kencang, hujan binari bahwa hanya ada beberapa
dan kemarau di waktu yang tidak variabel yang memiliki pengaruh
sesuai siklus) menjadi masalah bagi terhadap kenaikan pendapatan.
keberlangsungan usaha perkebunan Variabel kunci yang menentukan
kopi (Tanggamus). pendapatan responden meningkat
Bab 8 disimpulkan bahwa adanya atau tidak adalah lama SK IUPHKm,
variasi perubahan tutupan lahan di kemitraan, tenaga kerja, dan
keempat lokasi HKm. Peningkatan partisipasi pelaksanaan. Koefisien
tutupan hutan lahan kering sekunder regresi logistik untuk lama SK adalah
terjadi di HKm Kalibiru, sebaliknya di negatif dan signifikan dengan derajat
HKm Sinar Mulya terjadi penurunan kepercayaan 99%. Hal ini berarti
sebesar 2,91 ha. Pada dua lokasi bahwa semakin singkat responden
HKm lainnya tidak terjadi perubahan mendapatkan SK IUPHKm maka
tutupan hutan lahan kering sekunder. besar kemungkinan pendapatan
Ada gangguan satwa dan perburuan responden makin tinggi. Koefisien
satwa yang mengancam kelestarian regresi logistik untuk kemitraan
hutan. Ancaman satwa terbesar, adalah positif dan signifikan dengan
yaitu babi hutan dan monyet. derajat kepercayaan 95%.Hal ini
Tingkat partisipasi dari tahap berarti bahwa semakin responden
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 205
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

banyak menjalin kemitraan dengan kemungkinan ini diakibatkan oleh


pihak mana pun maka makin periode implementasi HKm yang
besar kemungkinan pendapatan relatif masih pendek (3-4 tahun).
responden meningkat. Sebaliknya,
makin sedikit kemitraan yang dijalin, 10.2. IMPLIKASI KEBIJAKAN
maka makin besar kemungkinan Berdasarkan hasil analisis dan
pendapatan responden tidak temuan dari Bab 1 hingga Bab 9,
meningkat. Sedangkan variabel dapat ditarik implikasi kebijakan dari
tenaga kerja, memiliki hubungan perspektif masing-masing dimensi
yang negatif, artuinya semakin sebagai berikut:
banya jumlah tenaga kerja maka 1. Dari dimensi ekonomi:
penghasilan yang diperoleh menjadi a. Program pemberian IUPHKm
semakn berkurang. Koefisien regresi kepada petani/masyarakat
logistik untuk partipasi pelaksanaan terus dilaksanakan secara
adalah negatif dan signifikan berkesinambungan dengan
dengan derajat kepercayaan 90%. mempertimbangkan
Hal ini berarti bahwa semakin lamanya ijin usaha (termasuk
besar partisipasi masyarakat kemudahan dan kecepatan
dalam pelaksanaan maka makin pemberian ijin yang terkait
kecil kemungkinan pendapatan dengan pengelolaan hutan),
responden makin rendah. luas lahan, dan kesiapan
Ternyata koefisien lain yang tidak kelompok tani HKm.
signifikan adalah luas lahan, biaya b. Program Perhutanan Sosial,
transpor, biaya input, kebakaran, khususnya HKm, harus bekerja
pencurian, pendampingan, tanaman sama dan bersinergi dengan
pokok, partisipasi rencana, dan pemangku kepentingan, yaitu:
partisipasi monev. Artinya, variabel pemerintah daerah, akademisi,
ekonomi (luas lahan, biaya transpor, dunia usaha, komunitas
biaya input), variabel sosial lokal, dan media massa (Penta
(pendampingan, pengetahuan HKm, Helix). Keterlibatan pemangku
dan kendala pengelolaan HKm), dan kepentingan diharapkan dapat
variabel lingkungan (kebakaran, meningkatkan hasil produksi,
pencurian, tanaman pokok, pendapatan petani, penyerapan
partisipasi rencana, dan partisipasi tenaga kerja, penurunan
monev) ternyata belum berdampak kemiskinan, dan kemitraan
secara signifikan terhadap usaha.
pendapatan responden. Besar c. Sebagian besar responden
206 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

tergolong Usaha Mikro dan dimiliki anggota kelompok


Kecil (UMK) maka diperlukan HKm.
dukungan, bantuan, dan c. Fungsi pendamping perlu
pendampingan terkait dengan lebih dioptimalkan lagi
akses bahan baku, akses agar keberadaannya dapat
modal, akses pasar, dan masih memberikan manfaat
tradisionalnya peralatan yang bagi masyarakat. Secara
dimiliki. ideal, fungsi pendamping
diarahkan pada tiga tugas
2. Dari dimensi sosial: utama yaitu pengorganisasian
a. Pendampingan yang lebih masyarakat, peningkatan
intensif dari KLHK perlu kapasitas masyarakat, dan
ditingkatkan khususnya melalui pendokumentasian program-
penguatan kewirausahaan program Perhutanan Sosial.
(bantuan ekonomi produktif Fungsi pengorganisasian
dan temu usaha), akses modal, masyarakat meliputi:
akses pasar. merumuskan kebutuhan hidup
b. P r o g r a m - p r o g r a m masyarakat di sekitar wilayah
pendampingan perlu berbasis HKm dan memetakan potensi
pada paradigma pemberdayaan yang dimiliki masyarakat
masyarakat. Pendekatan utama untuk berkembang (need
dalam konsep pemberdayaan assesment), menjalin dan
ini adalah menempatkan menjaga hubungan baik
masyarakat tidak sekedar dengan masyarakat dan
sebagai obyek melainkan juga pemangku kepentingan
subyek dalam pengelolaan lainnya seperti pemerintah
HKm. Dalam konteks ini, daerah, pemerintah desa,
pemberdayaan harus diarahkan LSM dan berbagai organisasi
pada upaya pengembangan lainnya, menginformasikan
(enabling), memperkuat potensi dan mendorong partisipasi
(empowering), dan menciptakan masyarakat dalam program-
kemandirian anggota HKm. program Perhutanan Sosial,
Perencanaan partisipatif dan merumuskan rencana
menjadi salah satu kunci utama program sesuai dengan
agar bentuk pendampingan kebutuhan dan potensi
yang dilakukan sesuai dengan masyarakat di sekitar HKm.
kebutuhan dan potensi yang Sedangkan fungsi peningkatan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 207
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

kapasitas masyarakat meliputi: 3. Dari dimensi lingkungan:


merumuskan kapasitas yang a. Perlu adanya tindakan
harus dimiliki masyarakat pencegahan yang efektif dan
dalam program pengembangan penerapan sanksi hukum yang
HKm dan melakukan tegas agar mampu memberikan
pendampingan pengembangan efek jera kepada penggarap
kapasitas masyarakat dan ilegal yang membuka lahan
pengurus kelompok HKm, hutan. Peran stakeholders terkait
melakukan monitoring terutama KPHL, Polhut, Bintara
dan evaluasi program yang Pembinaan Desa (Babinsa)
dilakukan. sangat dibutuhkan untuk
d. Dari aspek regulasi, perlu berkolaborasi mengamankan
payung hukum agar kelompok hutan dari pembukan lahan.
HKm mampu memberi b. Perlu adanya penerapan
kontribusi kepada daerah teknologi yang tepat untuk
melalui PADes maupun PAD mengamankan hutan dari
(Kulon Progo), gangguan satwa dan perburuan
e. Perlu ada peran KLHK satwa. Bantuan dari dinas
dalam memunculkan dan terkait untuk pengamanan
mensosialisasikan prosedur lahan sangat dibutuhkan agar
ijin yang jelas dalam pengawasan hutan dan regulasi
melakukan penjarangan pohon yang tegas dapat dijalankan.
(Gunungkidul), Regulasi yang tegas diharapkan
f. Perlu ada penguatan kapasitas mampu mencegah perburuan
akses pasar mengenai satwa yang biasanya dilakukan
pengolahan kopi paska panen oleh perorangan ataupun
agar nilai jual biji kopi di masyarakat di luar anggota
petani bisa tinggi dan petani HKm.
memiliki alternatif menjual Keterlibatan stakeholders dalam
kopi dalam bentuk olahan yang pendampingan pengelolaan HKm
bernilai tambah, penguatan perlu ditingkatkan dan harus
kewirausahaan dengan bantuan terus berkelanjutan terutama
alat/pengetahuan yang mampu keterlibatan dari KLHK. Kelompok
mengurangi kerugian akibat tani membutuhkan pendampingan
cuaca yang tidak bersahabat terkait cara inventarisasi, pemetaan,
(Tanggamus). dan pembuatan perencanaan kelola
tahunan (RKT).
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 209
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, R. H., Rusdiana, E. (2016). Kesejahteraan Rakyat Kabupaten


Penanggulangan perburuan satwa Gunungkidul 2016. BPS Kabupaten
yang dilindungi oleh masyarakat Gunungkidul, Yogyakarta.
adat di Taman Nasional Bromo BPS Kulon Progo. (2016). Kulon Progo
Tengger Semeru, Jurnal Novum, Dalam Angka 2016. BPS Kabupaten
Vol. 1(2): 1-7. Kulon Progo. Yogyakarta.
Akbar. A. (2015). Studi Kearifan BPS Kulon Progo. (2017). Statistik
Lokal Penggunaan Api Persiapan Kesejahteraan Rakyat Kabupaten
Lahan. Studi Kasus di Hutan Kulon Progo 2017. BPS Kabupaten
Mawas, Kalimantan Tengah, Kulon Progo, Yogyakarta.
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi BPS Tanggamus. (2017). Statistik
Kehutanan, Vol. 8(3): 211-223. Kesejahteraan Rakyat Kabupaten
Armanto, M.E. (2014). Spatial Tanggamus 2017. BPS Kabupaten
Mapping for Managing Oxidized Tanggamus, Lampung.
Pyrite (FeS2) in South Sumatra Desa Bleberan. (2016). “Sejarah
Wetlands, Indonesia. Journal Desa Bleberan”. Tersedia di:
of Wetlands Environmental http://bleberan-playen.desa.id/
Managements, Vol. 2 (2): 6-12. index.php/first (Diakses tanggal 2
Armanto, M.E. dan Wildayana, E. Februari 2018).
(1998). Analisis Permasalahan Desa Wisata Bleberan. (2015a). “Goa
Kebakaran Hutan dan Lahan Rancang Kencono”. Tersedia
dalam Pembangunan Pertanian di: http://wisatadesableberan.
dalam Arti Luas, Jurnal Lingkungan blogspot.co.id/(Diakses tanggal 2
dan Pembangunan, Vol.18(4): 304- Februari 2018).
318. Desa Wisata Bleberan. (2015b).
BPDAS Serayu Opak Progo. (2011). “Pesona Air Terjun Sri
Profil Kelompok Tani HKm DIY. Gethuk”. Tersedia di: http://
BPDAS Serayu Opak Progo. wisatadesableberan.blogspot.
Yogyakarta. co.id/(Diakses tanggal 2 Februari
BPS Gunungkidul. (2016). Statistik 2018).
210 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

Desa Wisata Kalibiru. (2017). Gunungkidul Jadi Desa Wisata


“Kalibiru: Desa Wisata”. Tersedia Terbaik Versi Kemendes”,
di: http://kalibiru.blogspot.co.id/ Detiknews. Tersedia di:https://
(Diakses tanggal 2 Februari 2018). news.detik.com/berita-jawa-
Diniyati, D. (2015). Satwa yang sering tengah/d-3501806/bleberan-
ditemukan pada hutan rakyat gunungkidul-jadi-desa-wisata-
agroforestri di Kabupaten Ciamis terbaik-versi-kemendes (Diakses
dan Tasikmalaya, Jawa Barat, tanggal 2 Februari 2018).
Jurnal, Vol 1, (3): 642-646. Harahap, W.H., Patana, P., Afifuddin,
Ekawati S, Daryono H, Zuraida. Y. (2014). “Mitigasi konflik satwa
(2008). Kesiapan Masyarakat liar dengan masyarakat di sekitar
Sekitar Hutan dalam Taman Nasional Gunung Leuser
Pembangunan Hutan Tanaman (Studi Kasus Desa Timbang
Rakyat, Makalah, Seminar Lawan dan Timbang Jaya
Hutan Tanaman Rakyat yang Kecamatan Bahorok Kabupaten
diselenggarakan oleh Puslit Sosek Langkat)”, http://id.portalgaruda.
dan Kebijakan Kehutanan Badan org (Diakses tanggal 14 Februari
Litbang Kehutanan tanggal 14 2018).
Agustus 2008. Imanudin, M.S., Armanto,E.,
Fabra-Crespo, M., Mola-Yudego, Probowati,D. (2015). Strategi
B., Gritten, D., & Rojas-Briales, pengendalian kebakaran hutan
E. (2012). Public perception on terpadu dalam upaya mendukung
forestry issues in the Region of program zero asap di Sumatera
Valencia, Forest Systems, 21(1), 99- Selatan, Makalah, Seminar
110. Nasional Etika Lingkungan dalam
FAO. (1978). Forestry for Local Eksplorasi Sumberdaya Pangan
Community Develompment. Food dan Energi, BKPSL Indonesia-
and Agriculture Organization of PPLH-Unsri, Palembang 11-12
the United Nations (FAO), FAO November 2015, 12 hlm.
Forestry Paper, No.7, Rome. Irfan, M. (2006). Kajian Ekologi,
Foley, Gerard, and Geffrey Barnard. Populasi dan Kraniometri Bange
(1984). Farm and Community (Macaca tonkeana) di Kabupaten
Forestry. Technical Report Morowali Sulawesi Tengah, Tesis,
No.3. International Institute for Institut Pertanian Bogor, Bogor, 62
Enviroment and Development. hlm.
London. Irwandi, Jumani., Ismail , B.
Hadi, U. (2017). “Bleberan (2016). Upaya penanggulangan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 211
DAFTAR PUSTAKA

kebakaran hutan dan lahan di Pertanian, Kementrian Pertanian.


Desa Purwajaya Kecamatan Konsorsium Kota Agung Utara.
Loa Janan Kabupaten Kutai (2017). Pengembangan Sistem
Kertanegara Kalimantan Timur, Pengelolaan Informasi Pengelola
Jurnal AGRIFOR, Vol 15 (2): 201- Hutan Kemasyarakatan (HKm) di
210. Kabupaten Tanggamus Lampung,
Kementerian Kehutanan dan Lampung: Tropical Forest
Perkebunan. (1998). Keputusan Conservation Action Sumatera,
Menteri Kehutanandan Perkebunan KORUT, Universitas Lampung.
Nomor: 677/Kpts-II/1998 Tentang KORUT. (2014). HKm di Tanggamus,
Hutan Kemasyarakatan. Jakarta. Laporan. KORUT. Tanggamus.
Kementerian Kehutanan. (2001). (tidak dipublikasikan).
SK Menhut Nomor: 31/Kpts-II/2001 KORUT. (2014). Peta HKm
Tentang Penyelenggaraan Hutan Beringin Jaya, Laporan.
Kemasyarakatan. Sekretariat KORUT. Tanggamus. (tidak
Negara. Jakarta. dipublikasikan).
Kementerian Kehutanan. (2007). KORUT. (2014). Peta HKm
Peraturan Menteri Kehutanan Sinar Mulya, Laporan.
Nomor P. 37/Menhut-II/2007 Tentang KORUT. Tanggamus. (tidak
Hutan Kemasyarakatan. Sekretariat dipublikasikan).
Negara. Jakarta. KORUT. (2017). HKm di Tanggamus,
Kementerian Kehutanan. (2014). Laporan. KORUT. Tanggamus.
Peraturan Menteri Kehutanan (tidak dipublikasikan).
Nomor  P. 88/Menhut-II/2014 KORUT. (2014). Peta HKm
Tentang Hutan Kemasyarakatan. Beringin Jaya, Laporan.
Sekretariat Negara. Jakarta. KORUT. Tanggamus. (tidak
Kementerian Kehutanan. 2016. dipublikasikan).
Peraturan Menteri Lingkungan KORUT. (2014). Peta HKm
Hidup dan Kehutanan Nomor P. 83/ Sinar Mulya, Laporan.
MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 KORUT. Tanggamus.
Tentang Perhutanan Sosial. (tidakdipublikasikan).
Sekretariat Negara. Jakarta. KPHL Kota Agung Utara. (2014).
Kementrian Pertanian. (2013). Rencana Pengelolaan KPHL
Pedoman Teknis Perluasan Sawah. Kota Agung Utara 2014-2023,
Direktorat Perluasan dan Laporan, KPHL Kota Agung
Pengelolaan Lahan Direktorat Utara. Tanggamus. (tidak
Jenderal Prasarana dan Sarana dipublikasikan).
212 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

Kuncoro, Mudrajad. (2013). Metode di Pulau Lombok, Jurnal Penelitian


Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi, Hutan Tanaman, Vol. 10(1): 43-55.
Bagaimana Meneliti dan Menulis Nasichah. Z. (2017). Mitigasi
Tesis, Jakarta, Erlangga. gangguan simpai (presbitys
Kuncoro, Mudrajad. (2018). Metode melalophos) dalam kerusakan
Kuantitatif untuk Bisnis dan agroforestri di Hutan Lindung
Ekonomi, Yogyakarta, UPP STIM Reg 25 Pematang Tanggang
YKPN. Kelumbayan Tanggamus, Skripsi,
LEI. (2004). Pedoman Sertifikasi Universitas Lampung, hlm. 43,
Pengelolaan Hutan Berbasis Lampung. (tidak dipublikasikan).
Masyarakat Lestari (PHBML) Ngaji, AUK. (2009). Pengaruh
Standar 5000-3. perubahan tutupan lahan
Lestari, L. (2017). Program Hutan terhadap kondisi hidrologis
Kemasyarakatan (HKm)di kawasan daerah aliran sungai
Kecamatan Playen, Kabupaten talau, Jurnal Partner, Vol. 16 (1):
Gunungkidul, Skripsi, Fakultas 51-55.
Kehutanan UGM, Yogyakarta. Novayanti, D., Banuwa, IS., Safe’i,
(tidak dipublikasikan). R., Wulandari, C., Febryano, IG.
Mas’oed, M. (2003). Politik, Birokrasi (2017). Analisis faktor-faktor
dan Pembangunan, Yogyakarta, yang mempengaruhi persepsi
Pustaka Pelajar. masyarakat dalam pembangunan
Moeljarto dalam Prijono, Onny hutan tanaman rakyat pada KPH
S & A.M.W. Pranarka. (1996). Gedong Wani, Jurnal Hutan dan
Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan Masyarakat, Vol. 9 (2): 61-74.
Dan Implementasi, Jakarta: Centre Nurrani, L., Bismark, M., Tabba, S.
for Strategic and International (2015). Partisipasi lembaga dan
Studies. masyarakat dalam konservasi
Mulyana, L., safe’i, R., Febryano, IG. mangrove (Studi kasus di
(2017). Performa pengelolaan DesaTiwohoProvinsi Sulawesi
agroforestri di Wilayah Kesatuan Utara), Jurnal WASIAN, Vol.2(1):
Pengelolaan Hutan Lindung 21-32.
Rajabasa, Jurnal Hutan Tropis, Vol Pega, K. B., Sukarno, A., Sulastri, S.
5(2):127-133. (2016). Studi tingkat kerusakan
Nandini, R. (2013). Evaluasi hutan lindung Mbay Akibat
pengelolaan hutan Pencurian Pohon, Jurnal Ilmu
kemasyarakatan (HKm) pada Kehutanan, Vol. 1, (1): 17 – 21.
hutan produksi dan hutan lindung Prijono, Onny S & A.M.W. Pranarka.
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 213
DAFTAR PUSTAKA

(1996). Pemberdayaan: Konsep, Untuk Strategi Kehutanan Sosial.


Kebijakan Dan Implementasi, Yayasan Pusat Studi Sumberdaya
Jakarta: Centre for Strategic and Hutan. Yogyakarta.
International Studies. Simon, Hasanu. (2006). Hutan Jati
Prijono, Agus. (2017). Berbagi ruang dan Kemakmuran, Problema dan
Kelola Kisah dan Pesan Hutan Strategi Pemecahannya. Pustaka
Kemasyarakatan Tanggamus- Pelajar. Yogyakarta.
Lampung, Jakarta: Tropical Forest Simon, Hasanu. (2010). Perencanaan
Conservation Action Sumatera. Pembangunan Sumberdaya Hutan
Putiksari, V., Dahlan, E.N., Prasetyo, Timber Management. Pustaka
L.B. (2014). Analisis perubahan Pelajar. Yogyakarta.
penutupan lahan dan faktor sosial Suparjan dan Suyatna, Hempri.
ekonomi penyebab deforestasi (2003). Pengembangan Masyarakat
di Cagar Alam Kamojang, Jurnal Dari Pembangunan Sampai
Media Konservasi, Vol.19 (2): 126– Pemberdayaan, Yogyakarta: Aditya
140. Media.
Republik Indonesia. (1999). Undang– Suyatna, Hempri, Awan Santoso,
Undang Republik Indonesia Nomor Istianto Ari Wibowo, Advis Naire,
41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Junaedi Ghazali, Pusoko Nur
Sekretariat Negara. Jakarta. Seto, dan Puthut Indroyono.
Pemdes Bleberan. (2016). Rencana (2016). Model Kerakyatan Dalam
Pembangunan Jangka Menengah Pengembangan Energi Terbarukan,
Desa Bleberan Kecamatan Playen Yogyakarta: Gadjah Mada
Kabupaten Gunungkidul. Bleberan. University Press.
Sabrina, .A.M. (2015). Strategi Suyatna, Hempri, Soetomo,
pencegahan dan penanggulangan Eka Zuni Lusi Astuti. (2015).
kebakaran hutan dan lahan, Pembangunan Masyarakat Sebuah
Jurnal Studi Islam dan Sosial, hlm. Analisis Kompataratif, Yogyakarta:
1-12. AzzaGraffika.
Sardjono. (2005). Relevansi Prinsip Tiwari, KM. (1983). Role of Social
Sosial Dalam Sertifikasi Guna Forestry in Village Economy.
Mengoptimalkan Kesinambungan Forestry Research Institute and
Sumberdaya Hutan dan Usaha Collage. Dehradun. India.
Kehutanan, Jurnal e-label, Edisi III, Tosiani, A. (2015). Buku Kegiatan
No. 67-73. Serapan dan Emisi Karbon.
Simon, Hasanu. (1994). Direktorat Inventarisasi dan
Merencanakan Pembangunan Hutan Pemantauan Sumber Daya Hutan
214 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jendral Planologi Terhadap Sosial Ekonomi


Kehutanan dan Tata Lingkungan Masyarakat di Propinsi Sumatera
Kementerian Lingkungan Hidup. Selatan, Jurnal Ilmiah HABITAT,
Jakarta. Vol. 17(3): 218-227.
Vitasurya, R., Pudianti, A., Winata, A dan Yuliana, E.
Purwaningsih, A., & Herawati, (2012). Tingkat partisipasi
A. (2014). Kearifan lokal dalam petani hutan dalam Program
pengelolaan lingkungan PengelolaanHutan Bersama
Desa Wisata Kalibiru, di D.I Masyarakat (PHBM) perhutani,
Yogyakarta, Makalah, Puswira Jurnal Mimbar, Vol. 28, (1): 65-76.
UAJY, Yogyakarta. (tidak Wiratno. (2016). “Kalibiru yang
dipublikasikan). Mendunia” diakses dari http://
Westoby, JC. (1968). Changing konservasiwiratno.blogspot.
Objectives of Forest Management. co.id/2017/02/kalibiru-yang-
Address to Ninth Commonwealth mendunia.html (Diakses tanggal 3
Forestry Conference. New Delhi. Februari 2018).
Wibowo,A., Ayu K.R.H.G., Yuwono, M. (2017). “Dulu Kesulitan
Sudarwanto, A.S. (2017). Air, Kini Bleberan Jadi Desa
Implementasi kebijakan dalam Wisata Berpendapatan Miliaran
penanggulangan konflik antara Rupiah”, Kompas.com, Tersedia
manusia dan satwa liar di di:http://regional.kompas.com/
Propinsi Jambi (ditinjau dari read/2017/05/28/08272861/
hukum dan kebijakan publik), dulu.kesulitan.air.kini.bleberan.
Prosiding Seminar. Prosiding jadi.desa.wisata.berpendapatan.
Seminar Nasional Penelitian miliaran.rupiah?page=all (Diakses
dan PKM Sosial, Ekonomi dan tanggal 2 Februari 2018).
Humaniora, hlm. 265-274. Yuwono, T. (2008). Kehutanan
Widianto., Suprayogo, D., Noveras,H., Sosial. Fakultas Kehutanan UGM.
Widodo, RH., Purnomosidhi, Yogyakarta.
P., dan Noordwijk, MP. (2004).
Alih guna lahan hutan menjadi
lahan pertanian: apakah fungsi
hidrologis hutan dapat digantikan
sistem kopi monokultur, Jurnal
Agrivita, Vol. 26(1): 47-52.
Wildayana, E. (2006). Dampak
Kebakaran Hutan dan Lahan
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 215
BIODATA SINGKAT TIM PENELITI

BIODATA SINGKAT TIM PENELITI

MUDRAJAD KUNCORO adalah guru besar


ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomika dan
Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM).
Ia tercatat peringkat ke-13 dari daftar 602
top ilmuwan Indonesia dari semua disiplin
ilmu menurut Webometrics bulan Juli 2017
(http://www.webometrics.info/en/node/96),
sekaligus sebagai ekonom paling banyak
dikutip karyanya di Indonesia. Lahir di
Yogyakarta, 4 September 1965. Ia mendapat
gelar Sarjana Ekonomi dengan predikat cum
laude dari FE UGM (1989), Graduate Diploma
dengan spesialisasi Keuangan Daerah (1992)
dan Master of Social Science dari University of
Birmingham, Inggris (1993), dan Doktor (PhD) dengan spesialisasi Business
& Regional Development dari University of Melbourne, Australia (2001), dan
meraih guru besar termuda FEB UGM (2006). Pernah mengikuti kursus singkat
Fiqh for Economists di International Islamic University, Selangor, Malaysia (1994),
visiting scholar di Department of Economics, Research School of Pacific and Asian
Studies, Australian National University, Canberra (1998), dosen tamu di University of
Melbourne, University of Leiden, dan University of Groningen, serta menjadi delegasi
Republik Indonesia (RI) dalam Konferensi International Labour Organization ke-96
di Geneva (2007). Ia pernah menjadi Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi FEB UGM
(2007-2011), Chief Economist Recapital Advisors (2008-2010), Anggota Tim
Eksternal Pemantau Pelaksanaan Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi
di Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (2006-2008), Tim Ahli Bidang
Ekonomi Kadin (2007-2009), Tim Penyusun Kebijakan Pembangunan Industri
Nasional (2006-2008), Ketua tim revitalisasi Perusda Kaltim (2012-sekarang),
Komisaris PT AMI (Perusda milik provinsi DIY), staf ahli Gubernur DIY bidang
ekonomi (Februari 2011-Agustus 2012), Editor in Chief Journal of Indonesian
Economy & Business (2004-2014), Manajer Kantor Publikasi FEB UGM (2013),
Ketua Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi FEB UGM (2016-2017), dan
Chief Economist Jaya Samudra Karunia Group (2015-2017). Artikelnya telah
dipresentasikan dalam beberapa konferensi internasional di Rome, Paris,
Sydney, Melbourne, Le Havre, Geneva, Groningen, Amsterdam, Leiden, Tokyo,
Guangzhou, Denmark, Perth, Canberra, Singapura, Seoul, Manila, London,
Cambridge, Oxford. Penghargaan ilmiah (award) yang pernah diperoleh, a.l.: (1)
216 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
BIODATA SINGKAT TIM PENELITI

Best paper award di Rome, Italia, 14 agustus 2016; (2) Best tract presentation
& award of honour dari Academy of Business & Retail Management dalam
International Trade & Academic Research Conference, di London 4-5 november
2013; (3) Penelitian & Pengabdian Award 2010 dari Rektor UGM untuk Kategori
Publikasi Internasional Terbaik ke-3 se-UGM; (4) Special Dean Award dari Faculty
of Economics and Commerce, University of Melbourne; (5) Teaching Award
dan Lecture Notes Award dari QUE-Economics yang disponsori World Bank.
Buku yang diterbitkan “baru” 45, a.l.: (1) Ekonomika Pembangunan: Teori,
Masalah, dan Kebijakan; (2) Ekonomika Industri Indonesia: Menuju Negara
Industri 2030?; (3) Otonomi dan Pembangunan Daerah. Dalam penyusunan
Kajian Dampak Perhutanan Sosial ini sebagai ketua tim peneliti.

Y. SRI SUSILO (YSS) adalah dosen Program


Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY). Lulus dari
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
(IESP) Fakultas Ekonomi UGM (1992), Magister
Sains (M.Si) dari Program Studi IESP Jurusan Ilmu-
Ilmu Sosial Program Pascasarjana UGM (1999),
Doktor dari Program Doktor Ilmu Ekonomi (PDIE)
peminatan Ekonomi Pembangunan Program
Pascasarjana UNS (2016). Pengalaman manajerial
pernah menjadi Sekretaris Pusat Pengembangan
Manajemen (PPM) Fakultas Ekonomi UAJY (1993-
1996). Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas
Ekonomi UAJY (2003-2006). Asesor BAN PT untuk
Program Studi Sarjana (S1) Ekonomi Pembangunan (2002-2005). Tenaga
Ahli Bidang Investasi Bappeda DIY (2017-Sekarang) dan Tenaga Ahli Forum
Indonesia Raya Incorporated (2016-Sekarang). Tenaga Ahli/Konsultan
Ekonomi pada CV Madani CS (2017-Sekarang). Kegiatan lain adalah menjadi
Sekretaris ISEI Cabang Yogyakarta (2017-2020) dan Anggota Pengurus Pusat
(PP) ISEI (2015-2018). Sekretaris/Anggota Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta
(2014-2018). Aktif melakukan riset dengan biaya yang bersumber dari UAJY,
APTIK, Kemendikbud RI (Dosen Muda, Hibah Bersaing, Hibah Kompetitif dan
DCRG), Kemenristek RI (Insentif Riset), Universitas Stichting Belanda, PAU
Studi Ekonomi UGM, PP ISEI, ISEI Cabang Yogyakarta, Bappeda Kabupaten
Gunung Kidul, Bappeda Kabupaten Fakfak, Pemda DIY, PT. BRI (Persero),
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 217
BIODATA SINGKAT TIM PENELITI

Tbk., Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY, PT. Central Daya Energi, Jakarta
dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Karya artikel ilmiah
yang dihasilkan telah terbit di beberapa jurnal terakreditasi nasional dan
jurnal internasional. Sejak tahun 1992 aktif menulis artikel di koran antara
lain Kedaulatan Rakyat, Bernas Jogja, Harian Jogja, Bisnis Indonesia, Koran
Jakarta, Suara Karya, Suara Pembaharuan, Suara Merdeka, dan Pikiran
Rakyat. Sejak tahun 2009 lebih fokus dan aktif menulis kolom “Analisis KR”
& “Opini KR” di Surat Kabar Harian “Kedaulatan Rakyat”. Dalam penyusunan
Kajian Dampak Perhutanan Sosial ini sebagai anggota tim peneliti dari aspek
ekonomi.

HEMPRI SUYATNA adalah dosen Departemen


Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK)
Fisipol UGM. Lahir di Sleman, 8 Juli 1978. Lulus
dari S1 Jurusan Sosiatri Fisipol UGM (2001)
dengan predikat cumlaude, master dari Program
Studi Sosiologi Kebijakan dan Kesejahteraan
Sosial Fisipol UGM (2005) dengan predikat
cumlaude dan Doktor Sosiologi Fisipol UGM
tahun 2012. Jabatan akademik yang pernah
dimiliki adalah asisten dekan bidang akademik
Fisipol UGM 2012-2013, Ketua Program Studi
S2 PSdK Tahun 2013-2015 dan Sejak Tahun
2016 sampai sekarang menjadi Kepala Pusat Kajian Pembangunan Sosial
PSdK (Social Development Studies Center). Selain itu juga aktif di Pusat Studi
Ekonomi Kerakyatan UGM. Concern terhadap isu-isu ekonomi kerakyatan dan
pemberdayaan masyarakat. Beberapa publikasi yang dihasilkan di antaranya
Pengembangan Masyarakat dari Pembangunan Sampai Pemberdayaan
(2003) Quo Vadis Petani Indonesia, Terhempasnya Anak Bangsa Dari Sektor
Pertanian (2006), Evo Morales Presiden Bolivia Menentang Arogansi Amerika
(2007), Ekonomi Rakyat Dalam Pusaran Pasar Bebas (2009), Potret Kehidupan
Pembatik di Lasem Rembang (2010), Pembangunan Masyarakat Sebuah
Analisis Komparatif (2015), Pengembangan UMKM, Antara Konseptual dan
Pengalaman Praktis, (2015), Memahami Model Bisnis Organisasi Sosial di
Indonesia (2015), Model Kerakyatan Dalam Pengembangan Energi Terbarukan
(2016), Dinamika Dan Kebijakan Ekonomi Rakyat, (2017). Aktif menulis
juga sebagai kolumnis di media massa khususnya terkait isu-isu ekonomi
218 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
BIODATA SINGKAT TIM PENELITI

kerakyatan. Beberapa penghargaan yang pernah diraih di antaranya tahun


2010 sebagai Pembina Penalaran Berprestasi, dalam rangka Dies Natalis ke-
61 UGM dan tahun 2015 meraih Pengabdian Teknologi Tepat Guna Terbaik
Bidang Sosial Humaniora dalam rangka Dies Natalis UGM ke 66. Pengalaman
lain pernah menjadi Tim Pendamping SKPD pada Dinas Perindustrian,
Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah DIY, 2013-2014. Tim
Pendamping SKPD pada Dinas Sosial DIY, 2016. Sejak Tahun 2013 sampai
sekarang juga menjadi Anggota FORPI (Forum Pemantau Independen)
Kabupaten Sleman. Dalam penyusunan Kajian Dampak Perhutanan Sosial ini
sebagai anggota tim peneliti dimensi sosial.

RONGGO SADONO adalah dosen tetap di Fakultas


Kehutanan UGM sejak tahun 1989. Ia lahir tahun
1964, di Ngawi, Jawa Timur. Hutan dan kayu
jati sudah tidak asing sejak pra-sekolah, baik
peruntukannya sebagai kayu bakar maupun kayu
pertukangan. Diterima di Fakultas Kehutanan UGM
tahun 1983 dan diselesaikan pada tahun 1988.
Menjadi dosen pada fakultas yang sama sejak tahun
1989. Ia pernah mengikuti kursus AMDAL dan
mendapat sertifikat A dan B. Selanjutnya mengikuti
pelatihan Bahasa Jerman di Göthe Institut Jakarta
dan dilanjutkan di Freiburg Jerman dalam rangka
melanjutkan studi di Jerman. Sejak tahun 1996,
kuliah di Ludwig Maximillian Universität München (LMU) di Fakultas Kehutanan.
Pada periode kuliah, terjadi reformasi perguruan tinggi, yaitu Fakultas Kehutanan
LMU dimerger ke Technische Universitaet München (TUM). Ia lulus tahun 2001
dan mendapat gelar Doktor di bidang ilmu kehutanan disingkat Dr. rer. silv.
Setelah kembali ke fakultas, ia aktif mengajar di Prodi S1, S2 dan S3 di bidang
Biometrika Hutan, Pengukuran Sumberdaya Hutan, Ilmu Pertumbuhan
Hutan, dan Pemodelan. Jabatan fungsional saat ini adalah Lektor Kepala dan
menjabat sebagai Kepala Laboratorium Komputer dan Biometrika Hutan.
Dalam penyusunan Kajian Dampak Perhutanan Sosial ini sebagai anggota
tim peneliti dimensi lingkungan.
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 219
BIODATA SINGKAT TIM PENELITI

NAIROBI adalah Lektor Kepala bidang ilmu


Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lampung. Lahir di Gedong Tataan
Kabupaten Pesawaran 21 Juni 1966. Mendapatkan
gelar Sarjana Ekonomi dari FE Uiversitas Lampung
(1989), Magister Sains dari FE UGM (1996) dan
Doktor dengan spesialisasi Ekonomi Publik dari
FEB UGM (2014). Pengalaman kursus mengikuti
pencangkokan dalam bidang Ekonomi Moneter
Internasional di FE UGM (1991). Jabatan akademik
yang pernah diembannya menjadi sekertaris Pusat
Jasa Ketenagakerjaan (PJK) Unila (2004-2008), ketua
Program studi D3 Koperasi FE Unila (2000-2008),
menjadi ketua jurusan Ekonomi Pembangunan (2015–Sekarang). Sejak Tahun
2012-sekarang menjadi Ketua Tim Ahli di DPRD Kabupaten Pringsewu Lampung
. Aktif melakukan penelitian sebagai ketua bekerjasama dengan beberapa instansi
seperti Kantor BI Lampung (2011-2008), Bappeda Kabupaten Tulang Bawang
Lampung (2016), Bappeda Kabupaten Lampung Tengah (2015). Kemudian juga
menjadi konsultan pendirian BPR Inti Dana Sentosa di Kota Metro Lampung (2006).
Selain itu Ia juga aktif melakukan penelitian dalam kajian Ekonomi Kelembagaan.
Buku ajar yang pernah ditulis adalah Pengantar Ekonomi Kelembagaan dan
Perekonomian Indonesia. Dalam penyusunan Laporan Final Kajian Dampak
Perhutanan Sosial ini sebagai anggota tim peneliti dimensi ekonomi. Dalam
penyusunan Kajian Dampak Perhutanan Sosial ini sebagai anggota tim
peneliti dimensi ekonomi.

ARIVINA RATIH Y.T. adalah dosen Jurusan


Ekonomi Pembangunan Universitas Lampung.
Lahir di Tanggerang, 5 Juli 1980. Meraih gelar
sarjana dari Universitas Lampung pada 2003,
kemudian medapatkan gelar Master dari
Universitas Padjajaran tahun 2006, dan gelar
Doktor bidang Ilmu Ekonomi Regional dari
Universitas Gadjah Mada pada tahun 2016. Ia
concern pada penelitian di bidang ekonomi
regional dengan disertasinya yang berjudul
“Geografi Ekonomi Pembangunan Regional
Sumatera 2001-2012”. Penelitian di bidang
220 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
BIODATA SINGKAT TIM PENELITI

regional lainnya yaitu di antaranya berjudul Pusat Pertumbuhan dan Efek


Limpahan Spasial Perekonomian Provinsi Lampung 2002-2011 (2013),
Kinerja Ekonomi Daerah Sumatera 2001-2011 Studi Kasus Sumatera Utara,
Lampung dan Jambi (2014), Kesiapan Sumatera Menyongsong Agenda
Prioritas Ke-Tujuh dalam Nawa Cita (2015), Analisis Spasial Ekonomi dan
Migrasi di Sumatera, Jawa, dan Bali (2017). Pelatihan terakhir yang pernah
diikuti yaitu Environmental Valuation in Cost Benefit Analysis: The Use of
Stated Preference Methods (2017). Saat ini dipercaya sebagai Dewan Pakar
Debat Publik Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Lampung
2018. Dalam penyusunan Kajian Dampak Perhutananan Sosial ini sebagai
anggota tim dimensi sosial.

RAHMAT SAFE’I adalah dosen Jurusan Kehutanan


Fakultas Pertanian Universitas Lampung (UNILA).
Lahir di Majalengka, 23 Januari 1976. Ia mendapat
gelar Sarjana Kehutanan (S.Hut) dari Program
Studi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2000, Magister
Sains (M.Si) dari Program Studi Ilmu Pengetahuan
Kehutanan Sekolah Pascasarjana IPB tahun 2005,
dan Doktor (Dr) dari Program Studi Ilmu Pengelolaan
Hutan Sekolah Pascasarjana IPB tahun 2015. Sejak
Oktober 2016 sampai sekarang menjadi Sekretaris
Pusat Penelitian dan Pengembangan Biodiversitas
Tropika Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat (LPPM) UNILA. Saat ini sedang aktif membantu Tim
Percepatan Perhutanan Sosial Provinsi Lampung. Kegiatan lain adalah
menjadi Auditor Bidang Produksi Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari
Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC), Auditor Verifikasi
Legalitas Kayu (VLK) Industri, dan Pendamping Pelaksanaan Kegiatan Aspek
Lingkungan pada Manajemen Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Pernah
menjadi pengurus Bidang Kebijakan Forum Hutan Kemasyarakatan (HKm)
Provinsi Lampung (2009-2010), Sekertaris II Persatuan Sarjana Kehutanan
Indonesia (PERSAKI) Daerah Lampung (2009-2010), dan Kepala Bidang
Pemuda Masyarakat Agrobisnis dan Agroindustri (MAI) DPD Lampung (2007-
2008). Publikasi jurnal tiga tahun terakhir, antara lain: Strategi Implementasi
Kebijakan Hutan Tanaman Rakyat Di KPH Gedong Wani (2018), Analisis
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 221
BIODATA SINGKAT TIM PENELITI

Kelembagaan Gabungan Kelompok Tani Di Kesatuan Pengelolaan Hutan


Lindung Kota Agung Utara Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung (2018),
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat dalam
Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat pada KPH Gedong Wani (2017),
Identifikasi Tingkat Kerusakan Tegakan pada Kawasan Pusat Pelatihan Gajah
Taman Nasional Way Kambas (2017), dan Pengembangan Metode Penilaian
Kesehatan Hutan Rakyat Sengon (2015). Beberapa publikasi buku, antara
lain: Kesehatan Hutan: Penilaian Kesehatan Hutan Menggunakan Teknik
Forest Health Monitoring (2016), Pengelolaan Hutan Berkelanjutan: Provokasi
Arsitektur Pemikiran, Konsep, dan Strategi (2016), Kamus Ekowisata (2017),
Biodiversitas Flora dan Fauna Di Arboretum Hutan Pendidikan Konservasi
Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman, dan Sistem Informasi Penilaian
Kesehatan Hutan (2017). Dalam penyusunan Kajian Dampak Perhutanan
Sosial ini sebagai anggota tim peneliti dimensi lingkungan.

DYAH WAHYUNING TYAS adalah dosen tetap


Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo Yogyakarta.
Lulusan Sarjana Ekonomi Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan dengan predikat cum laude pada tahun
2008 di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Tahun 2014
mendapatkan gelar M.Ec.Dev di bidang konsentrasi
Manajemen Aset dan Penilaian Properti di Magister
Ekonomika Pembangunan Universitas Gadjah Mada
(MEP UGM) Yogyakarta. Pernah mengikuti short course
Sertifikasi Penilai Bisnis di MEP UGM pada tahun
2016. Ia lahir di Yogyakarta pada tanggal 21 Juli 1986.
Aktif kegiatan sosial kemasyarakatan pada Ikatan
Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Yogyakarta
sebagai Koordinator Umum dan Kesekretariatan pada periode 2017-2020,
anggota aktif DPW Jateng dan Yogyakarta Himpunan Lembaga Pendidikan
Tinggi Pariwisata Indonesia (HILDIKTIPARI), dan anggota Masyarakat
Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) sejak tahun 2016-sekarang. Pengalaman
pengabdian pada masyarakat sebagai asisten tim ahli Kajian Keamanan dan
Kehandalan Pelabuhan dan Bangunan Pantai (2012), Profil/Pemetaan Potensi
Ekonomi Daerah Kabupaten Boyolali (2015), Kajian Peran UMKM terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di DIY dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
(2015), Tenaga Ahli Updating Database UMKM (Kecamatan Tegalrejo) (2016),
222 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
BIODATA SINGKAT TIM PENELITI

asisten tim ahli dalam Kajian Studi Pengembangan Ekonomi Masyarakat DIY
Menghadapi Bandara Baru 2016 (2016), Kajian Revitalisasi Pengembangan
CFSMI (2017), Kajian Potensi Perikanan Budidaya Kabupaten Cilacap (2017),
Updating Database UMKM (Kecamatan Jetis) 2017 kerja sama antara Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian Kota Yogyakarta (2017),
Asisten Tim Ahli dalam Kajian Potensi Pendapatan Asli Daerah Sektor
Pariwisata Kabupaten Temanggung (2017), Kajian Analisa Potensi Pajak
Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Temanggung (2017),
Dalam penyusunan Kajian Dampak Perhutanan Sosial ini sebagai asisten tim
peneliti dimensi ekonomi.

AGUNG PRAJULIYANTO adalah alumnus


S2 Program Studi Pembangunan Sosial dan
Kesejahteraan, FISIPOL, UGM. Ia lahir di
Magelang, 24 Juni 1989. Ia menyelesaikan
S1 Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri
Yogyakarta tahun 2012 dengan predikat cum
laude, S2 di Program Studi Pembangunan
Sosial dan Kesejahteraan, FISIPOL, UGM dan
lulus dengan predikat cum laude. Ia memiliki
ketertarikan dalam pengembangan ilmu-
ilmu sosial khususnya bidang gender, isu-
isu perempuan, pemberdayaan masyarakat,
corporate social responsibility dan social
development studies. Ia juga aktif menjadi asisten peneliti di Social
Development Studies Center, FISIPOL, UGM. Sederet aktivitas penelitian dan
pendampingan masyarakat pernah ia lakukan antara lain: (1) Kajian Pemetaan
Sosial di Desa Wonocolo, Kabupaten Bojonegoro (2017); (2) Penelitian Evaluasi
Program CSR JOB Pertamina-Medco E&P Tomori, Sulawesi Tengah (2017);
(3) Penelitian Indeks Kepuasan Masyarakat Program CSR JOB Pertamina-
Medco E&P Tomori, Sulawesi Tengah (2017); (4) Pemetaan Sosial Wilayah
Pengembangan Masyarakat PT Pertamina (Persero) TBBM Balikpapan (2017);
(5) Pendampingan Pembentukan Kelembagaan Tambang Rakyat Desa Batu
Butok, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (2016); (6) Penulisan Profil
Tambang Rakyat di Indonesia (2016); (7) Penelitian Social License Index PT
Holcim Indonesia Tbk. Cilacap Plant (2016); (8) Penelitian Social License
Index PT Pertamina EP Field Subang (2016); (9) Penulisan Buku Pedoman
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 223
BIODATA SINGKAT TIM PENELITI

Pelembagaan Tambang Rakyat di Indonesia (2015); (10) Penyusunan Baseline


Peluang Kelembagaan Tambang Rakyat di Desa Batu Butok, Kabupaten
Paser, Kalimantan Timur (2015); (11) Penelitian Kondisi Kerja Layak Buruh
Perempuan PT PMTex Kabupaten Magelang (2015); (12) Kajian Pemetaan
Sosial: Peran Perusahaan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (2015); (13)
Penelitian Akses PNS Perempuan dalam Jabatan Struktural pada Pemerintahan
Kabupaten Magelang (2012). Dalam penyusunan Kajian Dampak Perhutanan
Sosial ini sebagai asisten tim dimensi sosial.

LINDA LESTARI adalah alumnus S1 Fakultas


Kehutanan, lahir di Gunungkidul, 5 April 1994.
Lulus dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun
2016 dengan predikat cum laude. Selama kuliah
aktif dibeberapa organisasi kampus antara
lain sekretaris umum di Keluarga Mahasiswa
Manajemen Hutan (KMMH) pada tahun 2014-2015.
Bendahara pada kegiatan Pelatihan Pembelajar
Sukses Mahasiswa Baru tahun 2014. Tim Dana dan
Usaha dalam kegiatan tahunan Farmer On Campus
UGM. Sekretaris workshop “Proper menuju Emas”
kerjasama PSLH UGM dengan PT. PJB., sekretaris
umum di Olimpiade Kehutanan Indonesia tahun
2015. Protokol mahasiswa UGM dari tahun 2014-2016. Setelah lulus pernah
bekerja di perusahaan swasta yaitu PT. Kayu Lapis Indonesia hingga akhir
tahun 2017 dalam program Management Trainee. Beberapa penelitian yang
telah dikerjakan antara lain survei Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
(KHDTK) Getas kerjasama Fakultas Kehutanan dan Perum. Perhutani,
pemantauan lingkungan di PLTU Cirebon, serta pemantauan Lingkungan
di PLTU Cilacap. Dalam penyusunan Kajian Dampak Perhutanan Sosial ini
sebagai asisten tim peneliti dimensi lingkungan.
224 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
BIODATA SINGKAT TIM PENELITI

ZULFA EMALIA adalah dosen Jurusan Ekonomi


Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Lampung (FEB UNILA) sejak
Tahun 2010. Lahir di Bandar Lampung, 10 Mei
1985. Menamatkan pendidikan S1 Ilmu Ekonomi
UGM (2008), master dari Magister Ilmu Ekonomi
UGM (2010). Ia pernah menjadi Ketua Penjaminan
Mutu FEB UNILA selama dua periode dan tergabung
dalam Tim Penyusunan Borang Akreditasi untuk
beberapa program studi. Ia baru saja ditugaskan
untuk menjadi Tim Dewan Pengupahan Kabupaten
Mesuji Tahun 2018. Ia pernah mengikuti
beberapa pelatihan dan workshop diantaranya
pelatihan Audit Mutu Internal (2012), Workshop
Pembelajaran Ilmu Ekonomi di Universitas Indonesia (2015), Workshop
on Academic Writing and Rasch Modelling (2017). Ia juga tertarik pada isu-
isu di bidang ekonomi regional dan perencanaan pembangunan, beberapa
publikasi diantaranya Identification The Role of Infrastructure to Accelerate
Economic Growth and Inter-regional Connectivity in Sumatera Island (2016),
Determinan Peringkat Daya Saing Global: Perbandingan Antara Negara Maju
Dan Berkembang (2016), Spatial Analysis of Regional Income Convergence :
The Case of Bandar Lampung and Metro (2017). Ia juga telah menulis buku
ajar yang berjudul Teori Lokasi: Konsep dan Aplikasi, Teknik Valuasi Ekonomi
Lingkungan dan Ekonomi Regional. Dalam penyusunan Kajian Dampak
Perhutanan Sosial ini sebagai asisiten tim peneliti dimensi sosial.
DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan 225
BIODATA SINGKAT TIM PENELITI

PRAYUDHA ANANTA adalah dosen tetap Program


Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Lampung (FEB Unila).
Lahir di Bandar Lampung, 16 September 1988.
Menyelesaikan pendidikan S1 di Program Studi
Ekonomi Pembangunan FEB Unila pada tahun 2011
dengan predikat sangat memuaskan, kemudian
menyelesaikan pendidikan di S2 Magister Ilmu
Ekonomi pada tahun 2013 dengan predikat cum
laude. Saat ini aktif sebagai anggota Tim Penjaminan
Mutu Program Studi Program Studi S2 MIE di FEB
Unila (2015 – sekarang) dan Anggota Tim Ahli di DPRD
Kabupaten Pringsewu (2016 – sekarang). Beberapa
penelitian yang pernah dilakukan antara lain : (1) Determinan Pembangunan
Manusia Provinsi Lampung (2013); (2) Efektivitas Belanja Pemerintah Terhadap
Pembangunan Manusia (Model Baru) Provinsi Lampung (2016); (3) Analisis
Pengaruh Kinerja Rantai Pasok Terhadap Kinerja Organisasi Gapoktan Lada
Hitam di Lampung Utara (2017). Beberapa pengabdian yang pernah dilakukan:
(1) Pendampingan Management Cottage di Teluk Kiluan, Tanggamus (2014);
(2) Pendampingan Pembentukan Koperasi di Desa Pancasila, Lampung Selatan
(2015); (3) Pendampingan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Kakao di Desa
Mulyasari, Lampung Selatan. Dalam penyusunan kajian dampak perhutanan
sosial ini sebagai asisten tim peneliti dimensi ekonomi.
226 DAMPAK PERHUTANAN SOSIAL Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
BIODATA SINGKAT TIM PENELITI

LIA MULYANA adalah seorang rimbawan. Lahir


di Bandar Lampung, 4 September 1994 Provinsi
Lampung. Lulus S1 dengan predikat sangat baik
dari FP Unila di tahun 2017. Ia mengabdikan
diri selama 6 bulan untuk menimba wawasan dan
menempa diri sebagai seorang rimbawan dengan
menjadi tenaga magang bakti rimbawan priode
Juli 2016-Januari 2017 di KPHL Rajabasa Unit
XIV Kab. Lampung Selatan, Provinsi Lampung.
Kegiatan tersebut merupakan program dari Badan
Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia (BP2SDM) Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sebagai seorang
rimbawan peduli kepada lingkungan dan hutan telah terpatri di dalam jiwanya
sehingga mendorongnya aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa
Jurusan Kehutanan (Himasylva) sebagai pengurus Bidang IV Komunikasi,
Informasi dan Pengabdian Masyarakat (kominfomas) priode 2013-2014 dan
periode 2014-2015. Pengabdian masyarakat yang telah dilakukan bersama
tim kominfomas adalah membangun Desa Binaan di Kawasan Hutan Regiter
25 Dusun Pematang Tanggang, Pekon Negeri Kelumbayan, Kab. Tanggamus,
membuat rumah baca konservasi, memberikan penyuluhan terkait pembuatan
pupuk kompos, sosialisasi konservasi sejak usia dini dan menulis majalah
BENIH (Berita dan Informasi Himasylva). Pengalaman lain, pada bulan April-
Juni 2016 ia pernah menjadi Petugas Sensus Ekonomi di Badan Statistik
Kotabumi Lampung Utara. Dalam penyusunan kajian dampak perhutanan
sosial ini sebagai asisten tim peneliti dimensi lingkungan.

You might also like