You are on page 1of 10

FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER

(PJK) PADA LANSIA BEROBAT JALAN DI RSUD LANGSA


TAHUN 2014

Aris Winandar 1, Sutomo Kasiman 2, Rasmaliah 2


1
Alumni Program Pascasarjana IKM FKM – USU, Medan
2
Staf Pengajar IKM FKM – USU, Medan

ABSTRACK

Coronary heart disease (CHD) is a disorder of the coronary arteries that occurs in
the blood vessel wall thickening with luminal narrowing of atherosclerotic coronary arteries
to disrupt blood flow to the heart muscle, causing damage and impaired function of the heart
muscle. The purpose of this study was to identify risk factors for coronary heart disease
events precipitating the elderly in hospital outpatient Langsa 2014.
This research is to study the analysis of the study case-control design, with
cousecutive sampling technique to sample consisted of 74 cases and 74 controls CHD and
non-CHD patients who seek treatment at the hospital Langsa poly disease. Data analysis
consisted of bivariate analiis using the chi-square test and multivariate analysis using
multiple logistic regression.
Results of univariate analysis, most of the characteristics of respondents CHD ≥ 76
years old (68%), men (64%), high school (64%), self-employed (62%), smoking (60%),
physical activity (60%) , DM (64%), hypertension (66%) and obesity (61%). Bivariate
analysis between the incidence of CHD risk facto results suggest that risk factors have a
significant influence on the incidence of CHD is smoking (OR = 2.285, 95% CI 1.18 to 4.42)
diabetes mellitus (OR = 3.041, 95% CI 1, 55 to 5.94), physical activity (OR = 2.163, 95% CI
1.11 to 4.18), hypertension (OR = 3.353, 95%), obesity (OR = 2.734, 95% CI 1.40 to 5 , 34).
With logistic regression is known that the most dominant factor in the incidence of CHD are
hypertension (p = 0.01, Exp (B) = 3.858)
For patients with age at risk and have the risk of CHD is recommended for
prevention efforts by maintaining a healthy lifestyle and blood lipid profile values, one of
which is a regular blood pressure control to prevent complications such as CHD.

Keywords: Coronary Heart Disease, Risk Factors, Hypertension, Case-control

PENDAHULUAN
Salah satu penyakit tidak menular Penyakit jantung masih merupakan
(PTM) yang meresahkan masyarakat saat penyebab utama morbiditas dan mortalitas
ini adalah penyakit jantung dan pembuluh pada orang dewasa di Eropa dan Amerika
darah. Berdasarkan laporan WHO tahun Utara. Setiap tahun, di Amerika hampir
2005, dari 58 juta kematian di dunia, 17,5 500.000 orang meninggal karena penyakit
juta (30%) diantaranya disebabkan oleh jantung iskemik. Di Asia dan Afrika, telah
penyakit jantung dan pembuluh darah, terjadi kecenderungan peningkatan kasus
terutama oleh serangan jantung (7,6 juta) PJK dan kematian akibat penyakit jantung
dan strok (5,7 juta). Pada tahun 2015, koroner (PJK). Di Singapura dan Malaysia,
kematian akibat penyakit jantung angka kejadian telah meningkat dari yang
(kardiovaskular) dan pembuluh darah tidak bermakna menjadi penyebab 10 %
diperkirakan akan meningkat menjadi 20 seluruh kematian (Mukhtiaranti, 2012).
juta (Depkes RI, 2009).

1
2

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar bekerja. Berdasar penyakit jantung koroner


(Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional (PJK) terdiagnosis dokter prevalensi lebih
penyakit jantung yaitu 7,2%. Prevalensi tinggi di perkotaan, namun berdasarkan
penyakit jantung di atas prevalensi nasional terdiagnosis dokter dan gejala lebih tinggi
ditemukan pada 13 provinsi yaitu Nanggroe di perdesaan dan pada kuintil indeks
Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Barat, kepemilikan terbawah (Riskesdas, 2013).
Riau, Kepulauan Riau, Daerah Khusus Prevalensi PJK berdasarkan pernah
Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5
Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa persen, dan berdasarkan diagnosis dokter
Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, atau gejala sebesar 1,5 %. Prevalensi gagal
Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, jantung berdasarkan pernah didiagnosis
Gorontalo dan Sulawesi Utara. Prevalensi dokter di Indonesia sebesar 0,13 %, dan
penyakit jantung ini berkisar 2,6% di berdasarkan diagnosis dokter atau gejala
Provinsi Lampung dan tertinggi di NAD sebesar 0,3 %. Prevalensi stroke di
sebesar 12,6%, sedangkan di Sulawesi Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga
Utara sebesar 8,2% (Jeini, 2011). kesehatan sebesar 7,0 ‰ (per mil) dan yang
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
PJK merupakan gangguan pada atau gejala sebesar 12,1 ‰ (per mil). Jadi,
pembuluh darah koroner berupa sebanyak 57,9 % penyakit stroke telah
penyempitan atau penyumbatan yang dapat terdiagnosis oleh nakes. Prevalensi penyakit
mengganggu proses transportasi bahan- jantung koroner, gagal jantung, dan stroke
bahan energi tubuh, sehingga dapat terlihat meningkat seiring peningkatan
mengakibatkan terjadi ketidakseimbangan umur responden. Prevalensi stroke sama
antara suplai oksigen dan kebutuhan banyak pada laki-laki dan perempuan.
oksigen. Ketidakseimbangan ini (Riskesdas, 2013).
menimbulkan gangguan pompa jantung dan Meningkatnya jumlah lansia
berakhir pada kelemahan dan kematian sel- membutuhkan penanganan yang serius
sel jantung. Penyakit Jantung Koroner karena secara alamiah lansia itu mengalami
(PJK) termasuk bagian penyakit penurunan baik dari segi fisik, biologi
kardiovaskular dan merupakan penyakit maupun mentalnya dan hal ini tidak terlepas
yang menjadi trend di dunia modern saat dari masalah ekonomi, sosial dan budaya,
ini. Laporan World Health Organization sehingga perlu adanya peran serta keluarga
(WHO) pada September 2009 menyebutkan dan adanya peran sosial dalam
bahwa penyakit jantung koroner merupakan penanganannya. Menurunnya fungsi
penyebab kematian pertama saat ini (Yahya, berbagai organ lansia menjadi rentan
2010 dalam Mira, 2012). terhadap penyakit yang bersifat akut atau
kronis. Ada kecenderungan terjadi penyakit
Prevalensi penyakit jantung koroner degeneratif, penyakit metabolik, gangguan
(PJK) berdasarkan wawancara berdasarkan psikososial dan penyakit infeksi meningkat
gejala, meningkat seiring dengan (Nugroho, 2000. Dalam Eko Setiawan).
bertambahnya umur, yaitu tertinggi pada Seiring meningkatnya derajat
kelompok umur 65 -74 tahun yaitu 2,0% kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan
dan 3,6%, menurun sedikit pada kelompok berpengaruh pada peningkatan usia harapan
umur ≥ 75 tahun. Prevalensi penyakit hidup (UHH) di Indonesia. Berdasarkan
jantung koroner (PJK) yang di diagnosis laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011,
dokter maupun berdasarkan diagnosis pada tahun 2000-2005 UHH adalah 66
dokter atau gejala lebih tinggi pada tahun (dengan persentase populasi lansia
perempuan (0,5% dan 1,5%). Prevalensi tahun 2000 adalah 7,74%), angka ini akan
penyakit jantung koroner (PJK) lebih tinggi meningkat pada tahun 2045-2050 yang
pada masyarakat tidak bersekolah dan tidak diperkirakan usia harapan hidup (UHH)
3

menjadi 77 tahun (dengan persentase jumlah kasus 1.290 kasus (21,7%), tahun
populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%). 2009 ada 2.548 kasus (2,67%), tahun 2010
Begitu pula dengan laporan Badan Pusat terdapat 2.132 kasus (1,45%), tahun 2011
Statistik (BPS) terjadi peningkatan usia ada 3.485 kasus (2,70%), dan tahun 2012
harapan hidup (UHH). Pada tahun 2000 terdapat 3.532 kasus (2,52%),. Sementara
usia harapan hidup (UHH) di Indonesia itu, jumlah kasus pada tahun 2013 terdapat
adalah 64 tahun (dengan persentase 5.336 kasus (2,10%). Hal ini menunjukkan
populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini bahwa jumlah kasus Penyakit Jantung
meningkat menjadi 69 tahun pada tahun Koroner kenaikan yang fluktuatif.
2010 (dengan persentase populasi lansia Dari latar belakang masalah yang
adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 telah dikemukakan maka perlu dilakukan
menjadi 70 tahun (dengan persentase tentang Faktor risiko kejadian penyakit
populasi lansia adalah 7,58%) (Rizky, jantung koroner pada lansia yang berobat
2012). jalan di poli jantung rumah sakit umum
Penelitian yang dilakukan oleh Mira daerah kota Langsa tahun 2014.
Rosmiatin mengenai Analisis Faktor-faktor
risiko terhadap kejadian penyakit jantung PERUMUSAN MASALAH
koroner pada wanita lanjut usia di RSUPN Masalah yang diajukan dalam
Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dengan penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
menggunakan metode analitik dengan studi antara faktor risiko dengan kejadian
cros sectional yang dilakukan pada 136 penyakit jantung koroner (PJK) pada lansia
responden dengan analisa multivariate dan berobat jalan di RSUD Langsa tahun 2014.
didapatkan bahwa faktor risiko yang paling
berhubungan dengan terjadinya penyakit TUJUAN PENELITIAN
jantung koroner (PJK) adalah usia Tujuan Umum
(OR=3,64), dimana usia sebagai faktor Mengetahui faktor risiko
risiko yang bermakna dalam memprediksi pencetus kejadian penyakit jantung koroner
terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) (PJK) pada lansia berobat jalan di RSUD
(p<0,001). Langsa tahun 2014.
Disamping itu penelitian yang
dilakukan oleh Eko Setiawan tahun 2012 Tujuan Khusus
mengenai Faktor risiko kejadian jantung 1. Mengetahui faktor risiko merokok pada
koroner pada lansia di instalasi geriatric dan kejadian penyakit jantung koroner
ruang penyakit dalam RS,Dr Kariadi (PJK) pada lansia berobat jalan di
semarang menunjukkan hasil penelitian RSUD Langsa tahun 2014
bahwa tidak terdapat hubungan yang 2. Mengetahui faktor risiko hipertensi
bermakna antara dislipidimia dengan pada kejadian penyakit jantung koroner
kejadian jantung koroner di Instalasi (PJK) pada lansia berobat jalan di
Geriatri dan Ruang Penyakit Dalam RS. Dr RSUD Langsa tahun 2014
Kariadi Semarang dengan p-value 1.000 3. Mengetahui faktor risiko obesitas pada
dan nilai (odds rasio) OR= 1.00 dengan kejadian penyakit jantung koroner
Convidence Interval (CI=95%). (PJK) pada lansia berobat jalan di
Berdasarkan data Dinas Kesehatan RSUD Langsa tahun 2014
Kota Langsa, angka kematian akibat 4. Mengetahui faktor risiko aktivitas fisik
penyakit tidak menular di Kota Langsa pada kejadian penyakit jantung koroner
selama lima tahun berturut-turut dari tahun (PJK) pada lansia berobat jalan di
2008 sampai dengan 2013 terus mengalami RSUD Langsa tahun 2014.
peningkatan. Penyakit Jantung menempati 5. Mengetahui faktor risiko diabetes
urutan ke delapan baik dalam mortalitas melitus pada kejadian penyakit jantung
maupun morbiditas. Pada tahun 2008,
4

koroner (PJK) pada lansia berobat jalan METODE PENELITIAN


di RSUD Langsa tahun 2014. Jenis Penelitian
6. Mengetahui population atribut risk pada Penelitian ini merupakan kajian
kejadian penyakit jantung koroner analitis dengan desain case control, adapun
(PJK) pada lansia berobat jalan di rancangan penelitian ini dimulai dengan
RSUD Langsa tahun 2014 mengidentifikasikan subyek dengan efek
(Kelompok kasus), subyek yang tidak
Manfaat Penelitian mengalami efek (kelompok kontrol).
1. Mengetahui dengan lebih jelas tentang
penelitian yang berkaitan dengan Lokasi dan Waktu Penelitian
penyakit jantung koroner pada lansia Penelitian ini dilaksanakan di
berobat jalan berdasarkan beberapa Rumah Sakit Umum Daerah Langsa
faktor penyebabnya sehingga dapat dimulai pada bulan Februari sampai 14 Juli
dijadikan informasi untuk pendidikan tahun 2014.
kesehatan kepada masyarakat.
2. Agar dapat mengetahui factor utama Populasi dan Sampel
penyebab penyakit jantung koroner Populasi adalah seluruh pasien
sehingga dapat dilakukan upaya lanjut usia yang berkunjung ke Poli
pencegahan agar tidak mengalami penyakit dalam RSUD Langsa Aceh tahun
kejadian atau dapat mengurangi 2014. Yang dibagi mennjadi populasi kasus
keparahan bagi masyarakat. dan kontrol.
3. Menjadi bahan masukan atau informasi  Populasi kasus adalah pasien yang
bagi pihak rumah sakit RSUD Langsa dirawat sebagai penderita PJK lanjut
agar dapat mengambil langkah-langkah usia (>60 tahun ) yang berobat ke poli
tepat dan bijaksana dalam memberikan penyakit dalam yang telah didiagnosa
pelayanan pasien lansia penderita oleh dokter di RSUD Langsa tahun
jantung koroner yang ada di poli 2014
jantung RSUD Langsa.  Populasi kontrol adalah pasien lanjut
4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti usia (>60 tahun keatas) yang
lain untuk dapat dilakukan penelitian berkunjung ke poli penyakit dalam yang
yang lebih lanjut. tidak menderita PJK di RSUD Langsa
tahun 2014.
KERANGKA KONSEP  Sampel kasus adalah sebahagian
penderita PJK lanjut usia (>60 tahun )
Variabel Independent Variabel Dependent yang berobat ke poli penyakit dalam
yang telah didiagnosa oleh dokter di
RSUD Langsa tahun 2014
 Sampel kontrol adalah sebahagian
penderita lanjut usia (>60 tahun ) yang
Faktor risiko yang dapat di berkunjung ke poli penyakit dalam yang
modifikasi :
Merokok
tidak menderita penyakit jantung
Obesitas koroner di RSUD langsa tahun 2014.
Aktivitas Fisik
Hipertensi Berdasarkan perhitungan, didapatkan
Diabetes Melitus
besar sampel minimal yang harus diambil
sebanyak 74 orang. Dengan perbandingan
besar sampel antara kasus dan kontrol =
1:1.
Adapun cara pengambilan sampel
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian pada penelitian ini adalah menggunakan
teknik Cousecutive sampling yang
5

merupakan pengambilan sampel secara Aturan yang berlaku pada Chi-Square


kebetulan ada atau tersedia disuatu tempat dalam penelitian ini setelah data diolah
sesuai dengan konteks penelitian sampai adalah sebagai berikut (Hastono, 2007).
jumlah sampel terpenuhi (Notoatmodjo, a. Bila pada 2x2 dijumpai nilai
2010). Expected (Harapan) kurang dari 5,
Adapun cara pengambilan sampel maka yang digunakan adalah
kontrol pada penelitian ini adalah “Fisher’ Exact Test”
menggunakan teknik Acidental sampling b. Bila table 2x2 dan tidak ada nilai
yang merupakan pengambilan sampel E<5, maka uji yang dipakai
secara kebetulan ada atau tersedia disuatu sebaiknya “Continuity Correction
tempat sesuai dengan konteks penelitian (a)”
sampai jumlah sampel terpenuhi c. Bila tabelnya lebih dari 2x2,
(Notoatmodjo, 2010). misalnya 3x2, 3x3 dsb, maka
Adapun kriteria inkulsi adalah digunakan uji “Pearson Chi-
semua responden yang menderita penyakit Square”
jantung koroner dan pasien yang tidak 3. Analisa Multivariat bertujuan untuk
menderita penyakit jantung koroner yang melihat atau mempelajari hubungan
berobat pada poli penyakit dalam Rumah beberapa variabel (lebih dari satu
Sakit Umum Daerah Kota Langsa, yang variabel) independen dengan satu
diizinkan untuk diwawancarai variabel dependen (Hastono, 2007).
Adapun kriteria eksklusi adalah Proses analisis multivariat dengan
semua pasien yang tidak bersedia untuk menghubungkan beberapa variabel
diwawancarai dan dilakukan pengukuran independen dan variabel dependen dalam
tekanan darah. waktu bersamaan sehingga dapat diketahui
variabel independen manakah yang paling
Analisis Data dominan pengaruhnya terhadap variabel
Data yang telah terkumpul dianalisis dependen, apakah variabel independen
dengan menggunakan program komputer berhubungan dengan variabel dependen
analisis data meliputi : dipengaruhi oleh variabel lain atau tidak
1. Analisa Univariat (Hastono, 2007).
Bertujuan untuk melihat distribusi Tahapan proses analisis multivariate
frekuensi dari setiap variabel yang adalah sebagai berikut :
diteliti, agar dapat melihat hasil yang 1) Memasukkan variablel kandidat dalam
lebih valid maka harus dimasukan ke proses analisis multivariate regresi
dalam komputer dengan program logistik berganda dengan cara memilih
pengolahan data SPSS. variabel bebas yang memiliki nilai p<
2. Analisa Bivariat 0,25.
Analisis bivariat digunakan untuk 2) Melakukan analisis semua variabel
menguji hipotesis antara variabel independen yang masuk dalam
dependen dengan variabel independen, pemodelan dengan cara mengeluarkan
digunakan tabel 2x2. Uji statistik yang variabel independent yang memiliki
digunakan adalah Chi Square dan nilai p terbesar sehingga didapatkan
confiden interval 95%, dengan α = model awal pada variabel faktor risiko
0,05. Uji untuk mengetahui Ho ditolak penentu yang memiliki pengaruh
atau diterima, dengan ketentuan apabila dengan nilai p<0,05
p-value < 0,05 maka Ho ditolak, 3) Hasil uji multivariate yang mempunyai
artinya ada hubungan yang bermakna, nilai p<0,05, merupakan model akhir
jika p-value > 0,05, maka Ho diterima, dari penentu faktor risiko yang
artinya tidak ada hubungan yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit
bermakna antar variabel.
6

jantung koroner pada lansia di RSUD terdapat pengaruh yang bermakna antara
Langsa obesitas terhadap kejadian PJK (p<0,05).
Dari hasil analisis diperoleh nilai OR =
HASIL DAN PEMBAHASAN 2,734. Hal ini berarti bahwa orang yang
menderita PJK, 2,734 kali perkiraan
1. Pengaruh Faktor Risiko Merokok kemungkinan mengalami obesitas
dengan Kejadian PJK pada Lansia dibandingkan dengan yang tidak menderita
Berdasarkan penelitian di RSUD PJK.
Langsa diketahui bahwa orang yang Hasil penelitian ini sejalan dengan
menderita PJK dan merokok sebanyak 47 penelitian sebelumnya (Mira rosmiatin,
orang (59,5%). Sedangkan orang yang tidak 2012) yang menyatakan bahwa terdpat
menderita PJK tetapi mantan merokok hubungan yang bermakna antara obesitas
sebanyak 32 orang (40,5%). Berdasarkan dengan PJK pada wanita lansia (p<0,05).
analisis pengaruh merokok fisik terhadap Serta sejalan juga dengan teori yang
kejadian PJK, diperoleh nilai p= 0,021 hal menyatakan bahwa obesitas akan
ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh menambah beban kerja jantung dan
yang bermakna antara merokok terhadap terutama adanya penumpukan lemak di
kejadian PJK (p<0,05). Dari hail analisis bagian sentral tubuh akan meningkatkan
diperoleh nilai OR = 2.285. Hal ini berarti risiko PJK (Soegih, 2009).
bahwa orang yang menderita PJK 2.285 Obesitas berhubungan dengan
kali perkiraan kemungkinan merokok berbagai faktor risiko terjadinya penyakit
dibandingkan dengan yang tidak menderita kardiovaskular,masih terdapat banyak
PJK pertanyaan yang belum terjawab terkait
Hasil penelitian ini sesuai dengan obesitas. Berbagai studi diatas hanya
penelitian sebelumnya (Wasyanto,1996) memberikan gambaran akan adanya
yang menyatakan bahwa seorang pria yang hubungan protektif obesitas pada pasien
merokok 20 batang per hari dalam waktu gagal jantung, namun belum dapat
lama akan meningkatkan insidens PJK memberikan rekomendasi kepada klinisi
sebesar 3 kali lipat dibandingkan dengan tentang tata laksana terkait berat badan
orang yang tidak merokok. yang optimal pada kasus gagal jantung.
Merokok mengandung nikotin dan Studi lanjutan perlu dilakukan untuk
karbon monoksida yang dapat mengurangi mendeskripsikan secara terperinci
kadar LDL (Low- Density Lipoprotein) hubungan komposisi tubuh dengan
dalam darah, meningkatkan kadar HDL prognosis gagal jantung, mekanisme yang
(Hight Density Lipoprotein) dalam darah, mendasari fenomena paradox obesitas dan
merusak bagian dalam dinding arteri, strategi penentuan berat badan optimal pada
menurunkan jumlah darah yang mencapai pasien gagal jantung.(Alvin Nursalim,2011)
jaringan dan meningkatkan kecenderungan
darah untuk membeku. 3. Pengaruh Faktor Risiko Aktifitas Fisik
2. Pengaruh Faktor Risiko Obesitas dengan Kejadian PJK pada Lansia
dengan Kejadian PJK pada Lansia Berdasarkan penelitian di RSUD
Berdasarkan penelitian di RSUD Langsa diketahui bahwa orang yang
Langsa diketahui bahwa orang yang menderita PJK dan tidak cukup aktifitas
menderita PJK dan mengalami obesitas fisik sebanyak 41 orang (60,3%).
sebanyak 42 orang (57%). Sedangkan orang Sedangkan orang yang tidak menderita PJK
yang tidak menderita PJK dan tetapi dan tidak cukup aktifitas fisik sebanyak 27
mengalami obesitas sebanyak 24 orang orang (39,7%). Berdasarkan analisis
(32%). Hasil analisis pengaruh antara pengaruh antara aktifitas fisik terhadap
obesitas terhadap kejadian PJK, diperoleh kejadian PJK, diperoleh nilai p= 0,032
nila p=0,005, hal ini menunjukkan bahwa dengan OR = 2.163. Hal ini berarti bahwa
7

orang yang menderita PJK 2,163 kali Hasil penelitian ini sejalan dengan
perkiraan kemungkinan tidak cukup data yang didapatkan secara nasional, yang
aktifitasnya dibandingkan dengan yang menyatakan bahwa risiko penyakit jantung
tidak menderita PJK meningkat sejalan dengan peningkatan
Hal ini sesuai dengan hasil tekanan darah, dimana peningkatan tekanan
penelitian sebelumnya (Hermansyah,2009) darah sistolik 130-139 mmHg dan tekanan
Intensitas aktifitas fisik responden penderita diastolic 85-89 mmHg akan meningkatkan
PJK semuanya adalah ringan. Aktifitas fisik risiko penyakit jantung dan pembuluh darah
dianjurkan terhadap setiap orang untuk sebersar 2 kali dibandingkan dengan
mempertahankan dan meningkatkan tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg
kesegaran tubuh. Aktifitas fisik berguna (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
untuk melancarkan peredaran darah dan dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat
membakar kalori dalam tubuh. Disamping Pengendalian Penyakit Tidak Menular,
itu, usia 60-70 tahun mempunyai aktifitas 2011).
yang tergolong tinggi sedangkan umur >70 Kejadian hipertensi pada usia lajut
tahun cenderung rendah. Salah satu faktor disebabkan oleh karena penurunan kadar
yang sangat berperan dalam rennin akibat menurunnya jumlah nefron
mempertahankan kondisi fisik adalah yang disebabkan proses manua sehingga
olahraga atau melaksanakan kegiatan fisik menyebabkan suatu sirkulus vitiosus :
secara teratur disamping mengkonsumsi hipertensi – glomerulo– sklerosis-hipertensi
makanan yang seimbang yang berlangsung terus menerus selain itu
Tekanan darah meningkatkan risiko pada usia lanjut terjadi penurunan elastisitas
PJK, karena kenaikan tekanan darah pada pembuluh darah perifer yang
menyebabkan meningkatnya tekanan menyebabkan peningkatan resistensi
terhadap dinding arteri, dan mengakibatkan pembuluh darah perifer yang pada akhirnya
kerusakan endotel, yang memicu menyebabkan hipertensi sistolik (Boedhi
aterosklerosis. Juga memungkinkan Darmojo,2011)
perubahan aterosklerotik pada dinding
pembuluh darah menyebabkan kenaikan 5. Pengaruh Faktor Risiko Diabetes
pembuluh darah (Nababan, 2008) Melitus dengan Kejadian PJK pada
Lansia
4. Pengaruh Faktor Risiko Hipertensi Berdasarkan penelitian di RSUD
dengan Kejadian PJK pada Lansia Langsa tahun 2014, diketahui bahwa orang
Berdasarkan penelitian di RSUD yang menderita PJK dan mengalami
Langsa diketahui bahwa orang yang diabetes sebanyak 45 orang (60%).
menderita PJK dan mengalami hipertensi Sedangkan orang yang tidak menderita PJK
sebanyak 57 orang (77%). Sedangkan orang tetapi mengalami diabetes sebanyak 25
yang tidak menderita PJK tetapi mengalami orang (34%). Berdasarkan analisis
hipertensi sebanyak 37 orang (50%). Hasil pengaruh antara diabetes melitus terhadap
analisis pengaruh antara hipertensi terhadap kejadian PJK, diperoleh nilai p= 0,002 hal
kejadian PJK, diperoleh nilai p=0,001, hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna terhadap diabetes melitusk
yang bermakna antara hipertensi terhadap dengan kejadian PJK (p<0,05). Dari hasil
kejadian PJK (p<0,05). Dari hasil analisis analisis diperoleh nilai OR = 3,041. Hal ini
diperoleh nilai OR = 3,353. Hal ini berarti berarti bahwa orang yang menderita PJK,
bahwa orang yang menderita PJK, 3,353 3,041 kali perkiraan kemungkinan
kali perkiraan kemungkinan menderita menderita diabetes dibandingkan dengan
hipertensi dibandingkan dengan yang tidak yang tidak menderita PJK.
menderita PJK
8

Hasil penelitian ini sejalan dengan atau baru disadari setelah terjadinya
penelitian sebelumnya (Indra penyakit akut. Oleh sebab itu, upaya
kurniawan,2008) Lansia merupakan diagnosis dini melalui skrining terhadap
populasi yang rentan terhadap gangguan DM pada lansia perlu dilakukan.
metabolisme karbohidrat yang dapat
muncul sebagai DM, tetapi gejala klinis
DM pada lansia seringkali bersifat tidak
spesifik. DM pada lansia seringkali tidak
disadari hingga munculnya penyakit lain
Tabel 1. Pengaruh Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi terhadap Kejadian PJK pada
PJK dan Non PJK di RSUD Langsa Tahun 2014 (n=148)
PJK Non PJK
OR
Variabel (n=74) (n=74) X2 p Value
95% CI
n % n %
Merokok
Mantan 47 59,5 32 40,5 2.285
6,109 0,021
Tidak 27 39,1 42 60,9 (1.181-4.420)
Aktivitas
Fisik
Tidak Cukup 41 60,3 27 39,7 2.163
5,332 0,032
Cukup 33 41,3 47 58,8 (1.119-4,180)
Diabetes
Mellitus
Ya 45 64,3 25 35,7 3,041
9,785 0,002
Tidak 29 37,2 49 62,8 (1,555-5,948)
Hipertensi
Ya 57 60,6 37 39,4 3,353
10,526 0,001
Tidak 17 31,5 37 68,5 (1,652-6,805)
Obesitas
Ada 42 63,6 24 35,4 2,734
7,903 0,005
Tidak 32 39,0 50 61,0 (1,400-5,342)

*Bermakna pada α = 0.05

Berdasarkan hasil uji statistik pada dengan kejadian PJK (p<0,05). Dari hasil
tabel di atas, analisis pengaruh antara analisis faktor risiko diperoleh nilai OR =
merokok dengan kejadian PJK, diperoleh 2,163. Hal ini berarti bahwa orang yang
nilai p =0,021. Hal ini menunjukkan bahwa menderita PJK, memiliki kemungkinan
terdapat pengaruh yang bermakna antara 2,163 kali tidak cukup aktifitasnya
merokok terhadap kejadian PJK. Dari hail dibandingkan dengan yang tidak menderita
faktor risiko analisis diperoleh nilai OR = PJK
2.285. Hal ini berarti bahwa orang yang Berdasarkan analisis pengaruh
menderita PJK memiliki kemungkinan antara diabetes melitus terhadap kejadian
2.285 merokok dibandingkan dengan yang PJK, diperoleh nilai p = 0,002 hal ini
tidak menderita PJK menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
Berdasarkan analisis pengaruh yang bermakna antara diabetes melitus
antara aktifitas fisik terhadap kejadian PJK, dengan kejadian PJK (p<0,05). Dari hasil
diperoleh nilai p = 0,032 hal ini analisis faktor risiko diperoleh nilai OR =
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh 3,041. Hal ini berarti bahwa orang yang
yang bermakna terhadap aktifitas fisik menderita PJK, memiliki kemungkinan
9

3,041 kali menderita diabetes dibandingkan


dengan yang tidak menderita PJK Analisa Multivariat
Hasil analisis pengaruh antara Variabel yang telah di uji pada
hipertensi terhadap kejadian PJK, diperoleh bivariat selanjutnya dilakukan uji
nila p = 0,001, hal ini menunjukkan bahwa multivariate menggunakan uji regresi
terdapat pengaruh yang bermakna antara logistic ganda dengan metode Backward
hipertensi terhadap kejadian PJK (p<0,05). Likelihood Ratio.
Dari hasil analisis faktor risiko diperoleh
nilai OR = 3,353. Hal ini berarti bahwa Table 2. Hasil Seleksi Kandidat Multivariat
orang yang menderita PJK, memiliki Variabel p Value
kemungkinan 3,353 kali memiliki riwayat Merokok 0,009
hipertensi dibandingkan dengan yang tidak Obesitas 0,003
menderita PJK Diabetes Mellitus 0,003
Hasil analisis pengaruh antara Hipertensi 0,001
obesitas terhadap kejadian PJK, diperoleh Diabetes Melitus 0,001
nilai p =0,005, hal ini menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh yang bermakna antara Hasil analisis Multivariat
obesitas terhadap kejadian PJK (p<0,05). Setelah dilakukan seleksi kandidat
Dari hasil analisis faktor risiko diperoleh analisis multivariat maka dilakukan uji
nilai OR = 2,734 Hal ini berarti bahwa multivariat untuk mendapatkan model
orang yang menderita PJK, memiliki multivariat.
kemungkinan 2,734 kali mengalami
obesitas dibandingkan dengan yang tidak
menderita PJK
Table 3. Analisis Multivariat

95.0% C.I.for
EXP(B)
B S.E Wald Df Sig Exp(B)
Lower Upper
Merokok .891 .408 4.773 1 .029 2.437 1.096 5.419
Aktivitas Fisik .831 .392 4.486 1 .034 2.295 1.064 4.949
DM 1.229 .404 9.240 1 .002 3.417 1.547 7.548
Hipertensi 1.350 .428 9.950 1 .002 3.858 1.667 8.926
Obesitas 1.216 .404 9.067 1 .003 3.375 1.529 7.449
Constan 8.188 1.507 29.517 1 .000 .000

Variabel yang paling berpengaruh sebesar 39% dibandingkan dengan yang


terhadap variable dependen, dilihat dari exp tidak PJK.
(B) yang signifikan, semakin besar nilai exp Berdasarkan nilai OR, kita dapat
(B) berarti semakin besar pengaruh memperkirakan kekuatan pengaruh variabel
terhadap variable yang dianalisis. merokok,obesitas, aktifitas fisik, DM,
Berdasarkan hasil analisis, variabel yang hipertensi, obesitas,terhadap kejadian PJK
paling berpengaruh terhadap kejadian PJK pada lansia. Makin besar nilai OR, makin
adalah hipertensi. kuat pengaruh variabel tersebut terhadap
Diketahui bahwa lansia yang kejadian PJK. Variabel dengan nilai OR
mederita PJK disebabkan oleh risiko terbesar merupakan variabel paling
merokok,tidak melakukan aktifitas dominan atau berisiko dalam pengaruhnya
fisik,DM,dan obesitas yang lebih terhadap kejadian PJK. Hasil penelitian ini
kemungkinan akan mengalami hipertensi juga menunjukkan seberapa besarkah
10

populasi dapat dicegah bila risiko dan satu penyakit yang memiliki risiko
kejadian hipertensi diperbaiki dapat dilihat kematian tinggi.
dari Population Attributable Risk (PAR) 3. Bagi peneliti lain
Melakukan penelitian lanjutan yang
KESIMPULAN lebih sempurna dengan desain cohort
Simpulan yang dapat dikemukakan untuk mengetahui faktor resiko
dari hasil penelitian berdasarkan penyakit jantung koroner dengan
pembahasan sebelumnya,mengenai menggunakan jumlah sampel yang lebih
1. Pengaruh faktor risiko dengan kejadian besar.
PJK adalah sebagai berikut :
a) Terdapat pengaruh yang signifikan DAFTAR PUSTAKA
antara merokok terhadap kejadian Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan
PJK pada lansia berobat jalan. Indonesia.
b) Terdapat pengaruh yang signifikan Hastono, Sutarito Priyo.2007. Analisis Data
antara aktivitas fisik terhadap Kesehatan. FKM UI
kejadian PJK pada lansia berobat Jeini Ester Nelwan,2011. Karakteristik
jalan. individu penderita penyakit
c) Terdapat pengaruh yang signifikan jantung koroner di Sulawesi Utara
antara diabetes melitus terhadap tahun 2011
kejadian PJK pada lansia berobat Mira Rosmiatin,2012 Analisis factor-faktor
jalan. risiko terhadap kejadian penyakit
d) Terdapat pengaruh yang signifikan jantung koroner pada wanita lanjut
antara hipertensi terhadap kejadian usia di RSUPN Dr.Cipto
PJK pada lansia berobat jalan. Mangunkusumo Jakarta.(Tesis)
e) Terdapat pengaruh yang signifikan Mukhtiaranti 2012, Gambaran faktor risiko
antara obesitas terhadap kejadian pada pasien PJK di Rumah Sakit
PJK pada lansia berobat jalan. Hasan Sadikin Bandung periode
2. Faktor yang paling berpengaruh dengan Januari 2011 – Desember 2011
kejadian PJK adalah hipertensi (Skripsi)
Rizki Rahmadani, 2012. Faktor-faktor
SARAN risiko yang berhubungan dengan
1. Bagi Masyarakat kejadian penyakit jantung koroner
Bagi pasien dengan umur yang beresiko pada pasien berobat jalan di poli
dan memiliki risiko PJK dianjurkan jantung rumah sakit umum daerah
untuk segera melakukan upaya kota langsa. (Skripsi)
pencegahan dengan melakukan aktifitas
fisik dan pola hidup sehat serta menjaga
nilai profil lipid dalam darah, salah
satunya adalah secara rutin mengontrol
tekanan darah agar tidak terjadi
komplikasi seperti PJK
2. Bagi RSUD Langsa
Upaya sosialisasi kepada pasien,
pengunjung RSUD Langsa terkait
dengan faktor-faktor risiko PJK
hendaknya dilakukan secara terus-
menerus baik oleh pemerintah maupun
instansi terkait untuk menurunkan
kejadian PJK yang merupakan salah

You might also like