Professional Documents
Culture Documents
PENELITIAN UNGGULAN
PERGURUAN TINGGI
2. Peneliti Utama
a. Nama lengkap : Dr. Bagiyo Suwasono, S.T., M.T.
b. Jenis kelamin : L / PP
c. NIP/NIK : - / 01120
d. Pangkat/Golongan :-
e. Jabatan Struktural :-
f. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
g. Fakultas/Jurusan : Teknik dan Ilmu Kelautan / Teknik Perkapalan
h. Pusat Penelitian : Laboratorium Perancangan & Pemodelan
i. Alamat : Jl. Arif Rahman Hakin No. 150, Keputih Sukolilo
Surabaya.
j. Telpon/faks : 031-5945864, 5945894 / 031-5946261
k. Alamat Rumah : Per. Pondok Jati II BI – 19 Sidoarjo
l. Telepeon/Faks : 08123534191 / -
m. E-mail : bagiyo.suwasono@hangtuah.ac.id.
4. Pembiayaan Tahun ke 2
• Dikti : Rp. 75.000.000,-
• Univ. Hang Tuah : Rp. 10.000.000,-
Dr. Viv Djanat Prasita, M.App.Sc. Dr. Bagiyo Suwasono, S.T., M.T.
NIK. 01050 NIK. 01120
Menyetujui,
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
2
I. Identitas dan Uraian Umum
3. Tim Peneliti
Nama dan Gelar Alokasi Waktu
No Bidang Keahlian Instansi
Akademik (jam/minggu)
1. Dr. Bagiyo Rekayasa Universitas Hang Tuah 10
Suwasono, S.T., Produktivitas
M.T. dan Manajemen
Industri Maritim
2. Ali munazid, S.T., Perancangan Universitas Hang Tuah 8
M.T. Bangunan Laut
3 Aris Wahyu Oseanografi Badan Penelitian dan 8
Widodo, S.T. Pengembangan
Kementerian Kelautan
dan Perikanan
5. Masa Pelaksanaan
• Mulai ; Maret 2013
• Berakhir : Desember 2013
6. Biaya Tahun ke 2
• Dikti : Rp. 75.000.000,-
• Univ. Hang Tuah : Rp. 10.000.000,-
3
• Model proses evaporasi air laut sebagai bahan baku pembuat garam dengan
sistem pemanasan secara tertutup dan terbuka.
• Model proses pelembutan garam krosok melalui mesin disk mill dengan air
tawar maupun air tua sebagai media pencuci.
4
12. Kontribusi mendasar pada bidang ilmu
Kontribusi keilmuan yang diberikan kepada ilmu manajemen produksi,
kartografi, dan oseanografi merupakan gagasan fundamental dan orisinalitas
untuk menjelaskan keterkaitan antara eksistensi lahan garam dan bahan baku air
laut di wilayah pesisir Jawa Timur. Keterkaitan ini sebagai upaya peningkatan
produktivitas garam rakyat melalui pengembangan IPTEK Zonasi Terintegrasi
dengan metode pemurnian secara bertingkat.
ABSTRAK
Teknologi proses produksi garam yang dikenal di Indonesia ada 2 (dua) jenis,
yaitu: teknologi kristalisasi bertingkat dan teknologi kristalisasi total. Sedangkan
kondisi 70% proses pembuatan garam rakyat dilakukan di lahan-lahan garam dengan
luas kepemilikan relatif sempit (0,5 – 3 ha) dan menggunakan teknologi kristalisasi
total, sehingga produk garam yang dihasilkan cenderung memiliki kadar NaCl berkisar
80% dengan produktivitas lahan mencapai 60 ton/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
kualitas garam rakyat belum memenuhi kategori yang ditetapkan oleh Standar Nasional
Indonesi (SNI) maupun upaya peningkatan produktivitas lahan yang lebih tinggi. Oleh
karena itu tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan data dan informasi terintegrasi
antara lahan garam dengan bahan baku air laut melalui parameter fisika – kimia di
wilayah pesisir dan laut Jawa Timur.
Penelitian dilakukan pada periode musim panas dan panen garam rakyat di lokasi
sekitar pesisir dan laut. Tahun pertama dilakukan pada 5 lokasi sampel di Pantai Utara
Jawa Timur (Tuban, Lamongan, Gresik, Porong, dan Sidoarjo), 2 lokasi sampel di
Pantai Selatan Madura (Pamekasan dan Sumenep), dan 1 lokasi sampel di Pantai
Selatan Jawa Timur (Sendang Biru – Malang). Sedangkan tahun kedua dilakukan pada
3 lokasi sampel di Pantai Utara Jawa Timur (Garam Samudra Paciran Lamongan,
Pasuruan, dan Probolinggo), 1 lokasi sampel di Pantai Timur Jawa Timur (Pantai
Blimbingsari – Banyuwangi), 1 lokasi sampel di Pantai Selatan Jawa Timur (Pantai
Watu Ulo – Jember), dan 1 lokasi sampel di Pantai Utara Madura (Pantai Cemara –
Kecamatan Tanjung Bumi). Kegiatan pemetaan lahan garam dan rencana titik
pengambilan sampel garam rakyat maupun air laut menggunakan perangkat lunak
Google Earth – ArcGIS, eksisting lahan garam, dan beberapa data sekunder. Kegiatan
fisika dilakukan pengamatan pasang surut dan kecerahan air laut, sedangkan untuk
pengukuran dilakukan pada suhu dan salinitas air laut. Kegiatan kimia dilakukan
pengamatan maupun perhitungan berbagai parameter yang berhubungan dengan
komposisi ion air laut dan garam rakyat. Untuk kegiatan eksperimen dan uji coba
dilakukan pada model evaporasi bertingkat dan disk mill untuk mendapatkan parameter
fisika-kimia pada variasi kristal garam, variasi kepekatan air tua, berbagai endapan
mineral, dan air distilasi.
Hasil pengambilan sampel garam krosok memberikan informasi tentang kualitas
kadar garam di wilayah Pantura Jawa Timur berkisar 85,19% ≤ NaCl ≤ 86,76% dan
5
Pantai Selatan Pulau Madura berkisar 76,43% ≤ NaCl ≤ 89,90%, sedangkan sampel air
laut untuk parameter Na+ < 10 gr/kg dan Cl- < 19 gr/kg. Ekperimen pertama
menggunakan sebuah model evaporasi bertingkat yang berbahan baku air laut dengan
integrasi 3 (tiga) energi (sinar matahari, gas elpiji dan udara bertekanan) menunjukkan
hasil kualitas kadar garam berkisar 93,14% ≤ NaCl ≤ 94,40%, viskositas air tua berkisar
200 < Be < 300, senyawa terendapkan untuk parameter Ca2+, Fe2+ cenderung turun dan
Mg2+ cenderung naik, dan hasil air distilasi sebagai air mineral. Eksperimen kedua
menggunakan model disk mill yang menunjukkan peran media air (tawar, payau, dan air
laut) dan media udara dalam proses percepatan pencucian maupun peningkatan kadar
garam.
Kata kunci: parameter fisika – kimia, air laut, garam rakyat, model evaporasi
bertingkat, air tua, endapan mineral, air distilasi, model disk mill
I. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan Kolaborasi RIP dan Roadmap Penelitian tentang Garam antara
FTIK – UHT dan Puslibang Sulap Balitbang KP – KKP menunjukkan bahwa belum
ada kegiatan penelitian mendasar sebagai masukan awal untuk potensi air laut
sebagai bahan baku pembuat garam. Oleh karena itu hasil kegiatan penelitian berupa
pemetaan dan identifikasi fisika – kimia sumberdaya air laut akan menghasilkan
sebuah data dan informasi tentang parameter fisika – kimia sumberdaya air laut, dan
sebuah model yang dapat menentukan lokasi dan waktu optimum untuk pengambilan
bahan baku air laut yang berkualitas.
Menurut Hernanto dan Kwartatmono (2001) menunjukkan bahwa ada 3 (tiga)
sumber garam yang diperoleh dari alam sampai dengan saat ini, yaitu:
• Air laut dan Air danau asin
Garam yang bersumber dari air laut terdapat di Mexico, Brazilia, RRC,
Australia, dan Indonesia mencapai produksi ± 40%. Sedangkan yang bersumber
dari air danau asin terdapat di Jordania, (Laut Mati), Amerika Serikat (Great Salt
Lake), dan Australia mencapai produksi ± 20% dari total produk dunia.
• Deposit dalam tanah dan Tambang garam
Terdapat di Amerika Serikat, Belanda, RRC, dan Thailand yang mencapai
produksi ± 40% dari total produk dunia.
• Air dalam tanah
Jumlahnya sangat kecil sekali dan dinilai kurang ekonomis. Di Indonesia
terdapat di wilayah Purwodadi Jawa Tengah.
Di sisi yang lain untuk air yang berasal dari laut merupakan campuran dari
96,5% air murni dan 3,5% material lainnya. Kadar material lainya sebesar 3,5%,
memberikan makna bahwa dalam 1.000 mL (1 liter) air laut terdapat 35 gram
material, seperti mineral garam, gas terlarut, bahan organic, dan partikel tak
terlarutkan. Komposisi 6 (enam) ion terbesar di dalam air laut pada salinitas 35 ppt
(3,5 °Be) adalah Cl-, Na+, K+, Mg2+, Ca+, dan SO42- , seperti pada Tabel 1.
6
Tabel 1. Komposisi Ion pada Salinitas 35 ppt
No Ion Gram per Kg air laut
1 Cl- 19,3540
2 Na+ 10,770
3 K+ 0,3990
4 Mg2+ 1,2900
5 Ca2+ 0,4121
6 SO42- 2,7120
7 Br- 0,0673
8 F- 0,0013
9 B 0,0045
10 Sr2+ 0,0079
11 IO3-, I- 6,0x10-5
Sumber : Riley and Skirrow, 1975
7
(Muhanda, 2010). Di sisi lain menurut Tanduk (2011) untuk menuju swasembada
garam, kita masih terhambat pada dukungan infrastruktur (pelabuhan dan
perkapalan), sentuhan teknologi, dan pengunaan lahan sebagai ladang garam industri
dengan asumsi bahwa produktivitas usaha garam mencapai 100 ton per hektare per
tahun (sedangkan Australia mencapai 200 ton per hektare per tahun).
Dengan memperhatikan uraian di atas menunjukkan bahwa bahan baku garam
yang berasal dari air laut terurai dalam komposisi ion, adanya tingkat kepekatan
terhadap senyawa yang mengendap, proses pembuatan garam dengan metode
evaporasi, strategi implementasi program swasembada garam 2015, tingkat
produktivitas garam yang mencapai 60 – 70 ton per hektare per tahun, dan sentuhan
teknologi, maka dalam penelitian fundamental ini ada 2 (dua) masalah mendasar
yang dapat dijelaskan, yaitu:
1. Pemetaan dan identifikasi kesesuaian eksistensi lahan garam di wilayah Pantai
Utara Pulau Jawa Timur, Pantai Selatan Pulau Madura, dan Pantai Selatan Jawa
Timur.
2. Pola dinamika parameter fisika – kimia pada sumber bahan baku air laut maupun
sebagai media pencuci untuk produk garam rakyat di wilayah Pantai Utara Jawa
Timur dan Pantai Selatan Pulau Madura.
Gambar 2. Kawasan Lahan Pegaraman Indonesia
(Dirjen Bina Pasar & Distribusi Perdagangan Dalam Negeri, 2006)
9
Tabel 4. Data Areal dan Produksi Garam
Luas Lahan (Ha) Produksi 2002
No Propinsi
Nominatif Produktif Ton/Ha Ton %
1 ACEH -- -- -- 10.000 0,9
2 JABAR 2.787 1.746 74 130.000 11,9
3 JATENG 3.249 3.248 68 220.000 20,2
5 JATIM 13.047 9.713 59 570.000 52,2
6 BALI -- -- -- 2.200 0,2
6 NTB 1.574 1.052 58 61.000 5,6
7 NTT 9.704 304 33 10.000 0,9
8 SULSEL 1.264 1.260 56 70.000 6,4
9 SULTENG 2.000 300 60 18.000 1,6
Total 33.625 17.623 62 1.091.200 100
Sumber: Deperindag, 2003
Dari segi teknologi proses produksi garam yang dikenal di Indonesia ada 2
(dua) jenis, yaitu: teknologi kristalisasi bertingkat dan teknologi kristalisasi total.
Kondisi 70% proses pembuatan garam yang dilakukan rakyat di lahan-lahan garam
dengan luas kepemilikan lahan relatif sempit (0,5 – 3 ha) menggunakan teknologi
kristalisasi total, dimana produktivitas lahan berkisar 60 ton per hektare per tahun
dengan kualitas garam di bawah Standar Nasional Indonesi (SNI). Sedangkan
kondisi 30% dilakukan oleh PT. Garam (Persero) dengan teknologi kristalisasi
bertingkat, penyempurnaan tata lahan dan manajemen produksi lahan agar supaya
menghasilkan produktvitas yang lebih tinggi dengan kualitas memenuhi SNI
(Hernanto dan Kwartatmono, 2001).
Bahan baku pembuatan garam yang berasal dari air laut akan memerlukan
teknik-teknik khusus agar mineral-mineral yang kurang dikehendaki dapat
dipisahkan. Mineral yang cukup banyak di dalam garam air laut adalah Natrium,
Magnesium, Kalsium, Klorida dan Sulfat. Apabila Kalsium dan Magnesium dapat
dipisahkan, maka Sulfat juga akan ikut, sehingga diharapkan garam yang dihasilkan
akan mengandung kadar NaCl > 95%. Teknologi pembuatan garam yang telah
dilakukan menggunakan metode penguapan atau evaporasi (evaporation) air laut
dengan tenaga surya atau bahan bakar, metode elektrodialisis (ion exchange
membrane), dan metode penambangan garam dari batuan garam (rock salt), seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.
10
Menurut Jumaeri, dkk (2003) bahwa air laut yang diuapkan akan menghasilkan
kristal garam, yang biasa disebut sebagai garam krosok. Apabila tidak ada proses
lanjutan, maka garam krosok yang dihasilkan masih bercampur dengan senyawa lain
yang terlarut, seperti MgCl2, MgSO4, CaSO4, CaCO3, KBr dan KCl dalam jumlah
yang kecil. Untuk meningkatkan kualitas produk garam dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu: kristalisasi bertingkat, rekristalisasi, pencucian garam, atau
dengan penambahan bahan pengikat pengotor. Sulityaningsih, dkk (2010) pengikat
pengotor NA2C2O4 – NAHCO3 dan NA2C2O4 – NA2CO3 dapat dilakukan melalui
metode kristalisasi air tua.
Saksono (2002) menunjukkan bahwa proses pencucian dapat mempengaruhi
komposisi garam. Persen Mg yang hilang akibat pencucian akan lebih besar
dibandingkan dengan Ca. Ukuran partikel garam yang dicuci juga mempengaruhi
efektifitas penghilangan kandungan Ca, Mg dan zat-zat pereduksi. Hal ini
disebabkan karena bertambahnya luas permukaan kontak air pencuci dengan
permukaan garam. Pencucian dengan menggunakan larutan garam, menunjukkan
bahwa semakin rendah konsentrasi larutan garam, maka semakin efektif dalam
menghilangkan senyawa Mg dalam garam. Namun kehilangan garam juga semakin
besar (18.6 %). Sedangkan untuk larutan pencuci dengan menggunakan air bersih,
maka semakin tinggi rasio volume air dan garam akan semakin efektif untuk
menghilangkan Mg. Namun dari segi kehilangan garamnyapun paling besar (39,4%),
dibandingkan pencucian dengan air bersih lainnya.
Program Iptekmas Garam yang diluncurkan oleh Balitbang Kementerian
Kelautan dan Perikanan yang bekerjasan dengan Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan
Universitas Hang Tuah menghasilkan sebuah produk unggulan berupa mesin
pencucian garam krosok. Hasil uji coba untuk pencucian garam lokal Tuban
menunjukkan bahwa masih ada senyawan lain yang terikat di dalam garam krosok,
seperti lumpur, kerang, pasir, busa, dan senyawa terlarut lainnya. Sedangkan
pencucian garam impor India relatif lebih bersih, hanya muncul pasir dan senyawa
terlarut lainnya (Hendrajana dan Suwasono, 2010).
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa garam sebagai komoditas
strategis yang berbahan baku air laut akan memerlukan berbagai perlakuaan khusus.
Dari segi kualitas produk memerlukan eksplorasi dan eksploitasi data dari senyawa
maupun dinamika air laut, berbagai sentuhan teknologi penguapan/evaporasi hingga
kristalisasi, dan teknologi pasca panen. Dari segi produktivitas usaha garam
memerlukan informasi berupa eksistensi maupun potensi lahan untuk dilakukan
intensifikasi lahan aktif, revitalisasi lahan tidur, dan ekstensifikasi lahan baru.
Sedangkan uraian tersebut belum menjelaskan model hubungan antara perubahan
dinamika fisika - kimia sumber bahan baku maupun media pencuci terhadap tingkat
kepekatan dan senyawa terendapkan dari air laut melalui promil maupun derajat
Baume meter.
Untuk hasil penginderaan jauh, survey lapangan, dan kajian kesuaian lahan
garam di Pulau Jawa dan Madura oleh BAKOSURTANAL pada tahun 2010 yang
dioleh melalui perangkat pengolah citra (ENVI) dan ArcGIS menunjukkan bahwa
luas total hasil verifikasi lapangan di 3 (tiga) Propinsi Pulau Jawa dan Madura
11
mencapai 26.210,82 Ha, sedangkan data referensi mencapai 17.982 Ha. Luas lahan
garam terbesar ditemukan di Kabupaten Sampang dan Sumenep dari Pulau Madura,
kemudian menyusul Kabupaten Pati dan Indramayu dari Pulau Jawa. Pada tahun
2010 ini belum semua kebutuhan peta nasional lahan garam terpenuhi, khususnya
untuk beberapa kabupaten di lingkup Pulau Jawa dan Madura yang belum disurvei
dan beberapa kabupaten di luar Pulau Jawa dan Madura. Meskipun beberapa
kabupaten lain, seperti Kerawang, Tuban, Surabaya, Sidorajo, Pasuruan, dan
Probolinggo yang belum dilakukan verifikasi on the spot, namun luas area sentra
produksi garam yang berhasil diverifikasi telah melebihi dari asumsi semula yang
berhubungan dengan data yang beredar saat ini. Perbadingan data hasil survei
verifikasi lahan garam Pulau Jawa dan Madura dan data dari Departemen
Perindustrian dan Perdagangan untuk wilayah yang sama relatif tidak berbeda jauh,
tetapi dari porsi lahan yang diliput memberikan perbedaan yang cukup signifikan
seperti ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Survei Lahan Garam di Pulau Jawa dan Madura
Data
No Kabupaten Kategori lahan Data Survei*
Sekunder**
1 Sumenep Lahan PT. .Garam 3.317,65 2.767
Lahan PT. Garam 42,14
Lahan Rakyat 539,15
Lahan .Kerjasama
108,77
PT. Garam dan Rakyat
2 Sampang Lahan PT. .Garam 1.216,78
Lahan Rakyat 4.664,9 4.849
3 Pamekasan Lahan Rakyat 2.545,48 1.414
4 Gresik Lahan Rakyat 608,86 488
Lahan Rakyat
5 Pasuruan - 157
(Belum verifikasi ulang)
Lahan Rakyat
6 Probolinggo - 285
(Belum verifikasi ulang)
Lahan Rakyat
7 Surabaya - 2.237
(Belum verifikasi ulang)
Lahan Rakyat
8 Sidoarjo - 468
(Belum verifikasi ulang)
Lahan Rakyat
9 Lamongan - 112
(Belum verifikasi ulang)
Lahan Rakyat
10 Tuban - 270
(Belum verifikasi ulang)
Jumlah Propinsi Jatim (Ha) 13.043,73 13.047
11 Brebes Lahan Rakyat 489,92 84
12 Pati Lahan Rakyat 2.453,79 1.117
13 Rembang Lahan Rakyat 1.890,77 1.097
Lahan Rakyat
14 Demak - 266
(Belum verifikasi ulang)
Lahan Rakyat
15 Jepara - 625
(Belum verifikasi ulang)
Jumlah Propinsi Jateng (Ha) 4.834,48 3.189
Lahan Rakyat
16 Karawang 1.435,56 50
(Belum verifikasi ulang)
17 Cirebon Lahan Rakyat 2.730,75 1.106
18 Indramayu Lahan Rakyat 4.166,30 590
Jumlah Propinsi Jabar (Ha) 8.332,61 1.746
TOTAL LUAS LAHAN GARAM 3 PROPINSI (Ha) 26.210,82 17.982,00
Sumber : *) BAKOSURTANAL, 2010; **) Deperindag, 1999
12
Berdasarkan uraian dan tabulasi di atas menunjukkan bahwa luas lahan garam
Propinsi Jawa Timur menempati urutan pertama dengan 6 (enam) kabupaten yang
belum diverifikasi, seperti Tuban, Lamongan, Surabaya, Sidoarjo Pasuruan, dan
Probolinggo. Dari segi kategori lahan belum menunjukkan data dan informasi berupa
eksistensi maupun potensi lahan dalam kondisi intensifikasi untuk lahan aktif,
revitalisasi untuk lahan tidur, maupun ekstensifikasi untuk lahan baru. Oleh karena
itu, ilmu pengetahuan tentang pemetaan lahan garam, dinamika air laut, dan berbagai
senyawa ion dapat diketahui lebih dini untuk menyiapkan bahan baku air laut, media
pencuci, dan lahan garam dalam kondisi yang optimum.
Stop
Gambar 4. Diagram Metode Penelitian
13
• Penentuan Lokasi Penelitian
Prioritas utama penentuan lokasi penelitian adalah sumber bahan baku dan
lahan garam yang masih aktif maupun dalam kondisi intensifikasi/revitalisasi di
sekitar Pantai Utara Jawa Timur dan Pantai Selatan Pulau Madura. Prioritas
kedua pada potensi sumber bahan baku dan lahan garam dengan kondisi
ekstensifikasi di sekitar wilayah Pantai Selatan Jawa Timur dan Pantai Utara
Madura. Selain itu, kegiatan penelitian ini diarahkan pada musin kemarau dan
panen garam rakyat.
Sedangkan penentuan lokasi untuk pengambilan sampel garam krosok dan air
laut di sekitar Pantai Utara Jawa Timur dan Pantai Selatan Pulau Madura
didasarkan pada pola pasang surut air laut (Wyrtki, 1961) dan data hasil survey
lahan garam (Deperindag, 1999; BAKOSURTANAL, 2010).
Area Sampel
15
air laut. Data diperoleh dengan melakukan pengukuran dan pengamatan di
sekitar wilayah Pantai Jawa Timur dan Pulau Madura. Adapun parameter fisika
dan kimia yang mempengaruhi kualitas bahan baku pembuat garam adalah
pasang surut, arus, suhu, salinitas, kecerahan, substrat dasar, unsure hara dan
kandungan oksigen yang terlarut.
Pengamatan secara visual untuk parameter fisika dilakukan pada saat survey
berlangsung, seperti diameter dan kebersihan garam krosok, maupun
temperatur, kecerahan dan salinitas air laut. Sedangkan pengujian parameter
kimia dilakukam di Laboratorium Kimia pada Fakultas Saintek Univ. Airlangga
Surabaya dengan pendekatan Teori Rilley dan Skirrow tahun 1975 untuk air
laut, Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor
02/DAGLU/PER/5/2011 untuk kualitas garam krosok, dan Standar Nasional
Indonesia atau SNI tahun 2000/2010 untuk garam konsumsi beryodium.
Tabel 6. Kualitas Garam Krosok
Ukuran Harga
Kualitas %NaCl Tampilan Fisik
Butiran (Rp/kg)
KP1 94,7 Putih bening dan Bersih Min 4 mm 750
KP2 85 ≤ NaCl < 94,7 Putih Min 3 mm 550
Sumber : Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri No 02/DAGLU/PER/5/2011
16
Gresik, Sidoarjo, Pamekasan, dan Sumenep, seperti ditampilkan pada Gambar 8 dan
Tabel 8. Sedangkan hasil pengujian sampel untuk garam krosok dan air laut juga
ditampilkan pada Tabel 9 hingga 11.
17
Definisi pola pasut ait laut pada lokasi pengambilan sampel menurut Wyrtki (1961)
adalah sebagai berikut:
1. Harian Tunggal (Diurnal Tide) adalah pasut yang hanya terjadi satu kali pasang
dan satu kali surut dalam satu hari. Ini terdapat di Tuban, Paciran Lamongan,
Garam Samudra Ponpes Sunan Drajat, dan Delegan Gresik.
2. Campuran Condong Harian Tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal) adalah
pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi
terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam
tinggi dan waktu. Ini terdapat di Muara Kali Porong Lumpur Sidoarjo, Sedati
Sidaorjo, Pademawu Pamekasan, Kaliageti Sumenep, Klesik Pasuruan,
Pajarakan Probolinggo, dan Cemara Bangkalan Madura.
3. Campuran Condong Harian Ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal)
adalah pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi
terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan
waktu yang berbeda. Ini terdapat di Sendang Biru Malang, Blimbingsari
Banyuwangi, dan Watu Ulo Jember.
Tabel 9. Hasil Uji Garam Krosok Non Yodium
No Lokasi % NaCl % Ca % Mg %K % SO4 % Kadar Air
1 Tuban 86,13 0,028 0,0029 Tdk diperiksa Tdk diperiksa 12,92
2 Lamongan 87,55 0,347 0,5170 0,034 0,724 Tdk diperiksa
3 Gresik-1 84,22 0,180 0,0076 Tdk diperiksa Tdk diperiksa 8,69
4 Gresik-2 82,31 0,280 0,0099 Tdk diperiksa Tdk diperiksa 9,68
5 Gresik-3 86,17 0,280 0,0125 Tdk diperiksa Tdk diperiksa 5,47
6 Gresik-4 87,01 Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa
7 Gresik-5 87,39 Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa
8 Gresik-6 86,48 Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa
9 Sedati 86,51 0,207 0,5471 0,0426 Tdk diperiksa Tdk diperiksa
10 Pamekasan 76,90 0,056 0,0028 Tdk diperiksa Tdk diperiksa 10,33
11 Sumenep-1 83,11 0,082 0,0059 Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa
12 Sumenep-2 89,35 0,145 0,0051 Tdk diperiksa Tdk diperiksa Tdk diperiksa
Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK – UHT dan Balitbang KP – KKP, 2012
Identifikasi prosentase NaCl dari hasil uji garam krosok non yodium dengan
pendekatam Mendenhall dan Sincich (1992) adalah sebagai berikut:
1. Statistika Diskripsi
!
!!! !
𝑦= !
(1)
!
!"!! !
𝑠= !!!
!!!
(2)
• Diskripsi untuk Pantura Jawa Timur
Rata-rata NaCl sebesar 85,97% dengan standar deviasi mencapai 1,683
• Diskripsi untuk Selatan Pulau Madura
Rata-rata NaCl sebesar 83,12% dengan standar deviasi mencapai 6,225
• Diskripsi untuk untuk Pantura Jawa Timur dan Selatan Pulau Madura
Rata-rata NaCl sebesar 85,26% dengan standar deviasi mencapai 3,282
2. Statistika inferensial dengan uji estimasi dengan α = 10% dan 1 arah
!
𝑥 ± 𝑡!!!;! !
(3)
18
• Estimasi rata-rata untuk Pantura Jawa Timur
Interval NaCl sebesar 85,94% ± 0,7838849
Dengan interval keyakinan α = 10% menunjukkan bahwa NaCl berkisar
85,19% hingga 86,76%
• Estimasi rata-rata untuk Selatan Pulau Madura
Interval NaCl sebesar 83,12% ± 6,77830079
Dengan interval keyakinan α = 10% menunjukkan bahwa NaCl berkisar
76,34% hingga 89,90%
• Estimasi rata-rata untuk Pantura Jawa Timur dan Selatan Pulau Madura
Interval NaCl sebesar 85,17% ± 1,29144177
Dengan interval keyakinan α = 10% menunjukkan bahwa NaCl berkisar
83,97% hingga 86,55%
Tabel 10. Uji Parameter Kimia Air Laut pada Temperatur 30,9 ~ 33,2 0C
Pamekasan Sumenep Gresik Lamongan
No Parameter
2,5 %o 28,5 %o 27,5 %o 28,5 %o
Satuan Berat ion air laut dalam gram per kilogram
1 Na+ 1,2889 4,1652 4,5996 4,6564
2 K+ 0,05385 0,33215 0,31575 0,34440
3 Mg2+ 4,364 x 10-4 4,384 x 10-4 4,191 x 10-4 4,270 x 10-4
2+
4 Ca 0,08885 0,36265 0,32475 0,33230
5 Sr2+ 0,0020846 0,0062790 0,0064770 0,0066661
6 Cl- 2,5300 17,4320 16,1670 17,432
7 SO42- 0,4919 3,0274 3,0150 3,0524
Satuan Berat cemaran logam dalam miligram per kilogram
1 Tembaga (Cu) <4,100 x 10-5 <4,100 x 10-5 <4,100 x 10-5 <4,100 x 10-5
-4 -4 -4
2 Timbal (Pb) <3,760 x 10 <3,760 x 10 <3,760 x 10 <3,760 x 10-4
-5 -5 -5
3 Kadmium (Cd) <1,047 x 10 <1,047 x 10 <1,047 x 10 <1,047 x 10-5
-4 -4 -4
4 Raksa (Hg) <3,683 x 10 <3,683 x 10 <3,683 x 10 <3,683 x 10-4
Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK – UHT dan Balitbang KP – KKP, 2012
Diskripsi Tabel 10 pada hasil uji air laut sebagai sumber bahan baku garam
menunjukkan unsur utama garam relatif kecil (Na+ berkisar 4,1652 hingga 4,6564
gram/kg air laut, dan Cl- berkisar 16,167 hingga 17,432 gram/kg air laut) apabila
dibandingkan dengan pendekatan dari Relley dan Skirrow tahun 1975 (Na+ mencapai
10,770 gram/kg air, dan Cl- mencapai 19,3540 gr/kg air laut). Demikian juga
kondisinya untuk komposisi ion-ion yang lain.
Tabel 11. Uji Parameter Fisika-Kimia Air Laut
Madura
No Parameter Paciran Pasuruan Probolinggo Banyuwangi Jember
Utara
Parameter Fisika
1 Jam 12.47 10.00 20.00 12.59 17.44 20.40
2 Temperatur 0C 30,7 32,0 30,0 28,5 27,0 26,8
3 Humidity %RH 46,0 62,3 71,8 65,6 79,8 65,3
4 Salinitas %0 33,0 28,0 33,0 30,0 35,0 32,0
Parameter Kimia
1 Na+ (g/kg) 6,928 6,5063 7,3972 7,3531 7,4926 6,5159
2 Cl- (g/kg) 17,9131 15,9648 17,6923 18,5615 18,9899 16,9315
3 Ca2+ (g/kg) 0,3723 0,3421 0,3765 0,3861 0,3990 0,3623
4 Mg2+ (g/kg) 0,0180 0,0195 0,0179 0,0185 0,0178 0,0181
5 Fe2+ (g/kg) 2,0053.10-4 4,5674.10-4 1,1658.10-4 4,3559.10-4 Td 4,9825.10-4
Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK – UHT dan Balitbang KP – KKP, 2013
19
Diskripsi Tabel 11 pada hasil uji fisika air laut sebagai sumber bahan baku garam
menunjukkan temperatur kawasan Pantai Utara Jawa Timur berkisar 30,0 0C hingga
32,0 0C, dan kawasan Pantai Timur hingga Selatan Jawa Timur berkisar 26,8 0C
hingga 28,5 0C. Sedangkan prosentase humidity kawasan Pantai Jawa Timur berkisar
46,0 %RH hingga 79,8 %RH, dan tingkat salinitas kawasan Pantai Jawa Timur berkisar
28,0 %0 hingga 35,0 %0. Kondisi ini menujukkan ada fenomena yang berbeda antara
kawasan Utara, Timur, dan Selatan Pantai Jawa Timur.
Sedangkan pada hasil uji kimia air laut sebagai sumber bahan baku garam
menunjukkan parameter Na > 7 g/kg terletak di wilayah Probolinggo, Banyuwangi,
dan Jember, dan untuk parameter Cl- > 17 g/kg terletak di wilayah Paciran,
Probolinggo, Banyuwangi, dan Jember. Sedangkan parameter Ca2+ > 0,3 terletak di
semua wilayah studi (Paciran, Pasuruan, Probolinggo, Banyuwangi, Jember, dan
Madura Utara). Kondisi ini menunjukkan capaian rata-rata parameter Na mencapai
65,29% dari pendekatan Rilley dan Skirrow (1975) dengan besaran 10,770 g/kg,
sedangkan parameter Cl- rata-rata mencapai 91,33% dari besaran 19,354 g/kg.
Gambar 10. Sampel Air Laut di Muara Kali Porong (BPLS & BPOL, 2011)
20
Tabel 12. Uji Parameter Kimia Air Laut Sekitar Lumpur Sidorajo dan Selatan Jatim
Air Muara Air Muara Kali
Sedati Sendang Biru
No Parameter Kali Porong Porong Sebelah
Sidoarjo S5 Malang S8
Seb. Utara S41 Selatan S42
1 Na+ (g/kg) 9,4115 Belum dilakukan Belum dilakukan 9,5595
2 K+ (g/kg) 0,2626 0,1790 0,2900 0,2859
3 Mg2+ (g/kg) 1,3695 0,1460 0,1540 1,5202
4 Ca2+ (g/kg) 4,1601 0,4276 0,5305 4,4872
6 Cl- (g/kg) 17,692 10,485 15,877 19,183
7 NaCl (g/kg) 2,92 1,73 2,63 3,16
Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK – UHT dan Balitbang KP – KKP, 2012
Diskripsi Gambar 10 pada lokasi survey di Muara Kali Porong dan Tabel 12 pada
hasil uji air laut sebagai sumber bahan baku garam menunjukkan kadar unsur utama
garam NaCl relatif lebih rendah (NaCl sebelah Utara 1,73% dan Selatan 3,63%)
apabila dibandingkan dengan Sedati Sidorjo (NaCl 2,92%) dan Sendang Biru Malang
(NaCl 3,16%). Dengan demikian alternatif pengembangan lahan garam di sekitar
muara Kali Porong tidak direkomendasikan, tetapi sebaliknya untuk wilayah Selatan
Jawa Timur yang diwakili Pantai Sendang Biru Kabupaten Malang sangat potensial
untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai lahan garam masa depan.
Hasil eksperimen teknologi model evaporasi air laut yang dilaksanakan dengan
menggunakan energi panas matahari, gas elpiji, dan udara bertekanan, seperti
ditampilkan pada Gambar 11 dan 12.
Elpiji
Air
Laut
Boiler
Semi
Flat
Bak Kristalisasi - 2
Bak Kristalisasi -1
Thermal
Thermal
Alat
Alat
Gambar 12. Model Evaporasi Air Laut Bertingkat Skala Laboratorium, 2012
Gambar 12 menunjukkan kegiatan pemurnian air laut diawali dengan memasukkan
air laut ± 3 0BE ke dalam alat thermal yang berkapasitas maksimum 2 x 40 liter.
Kegiatan selanjutnya adalah proses evaporasi air laut menjadi air tua menggunakan
energi sinar matahari, gas elpiji, dan udara bertekanan minimum 6 kg/cm2. Hasil
21
pengukuran tingkat kepekatan pada proses pembuatan air tua sebagai bahan baku
pembuat garam maupun hasil uji kimia ditampilkan pada Tabel 13 hingga 16.
Tabel 14. Proses Evaporasi dengan Bahan Baku dari Air Laut
Jam Bahan Baku ± 0BE ± 0C ± ltr Keterangan
11.00 4 30 12 Hm = 45 %RH
Air Laut
12.00 - 40 - -
Sinar Matahari
12.30 - 56 - Mulai kondensasi
Gas Elpiji
13.00 2 70 - -
Udara Bertekan
14.40 4 82 - -
Sirkulasi Tertutup
16.30 8 71 3,7 Air kondensat = 2,6 ltr
09.00 Air Laut 9,5 28 3,7 Endapan warna merah bata
Sumber : Kemitraan FTIK – UHT, Balitbang KP – KKP, Bengkel Teknik Utomo – Batu, 2012
Diskripsi Tabel 13 untuk proses evaporasi air laut menunjukkan ada kenaikan
viskositas dari 4 0BE hingga mencapai 8 0BE selama 5,5 jam dengan dukungan
energi panas dari sinar matahari dan gas elpiji maupun udara bertekanan. Kegiatan
lanjutan berupa proses pendinginan hingga memperoleh viskositas 10 0BE dan ada
endapan berwarna merah bata.
Tabel 14. Proses Evaporasi Bahan Baku dari Air Tua Lahan Garam
Jam Bahan Baku ± 0BE ± 0C ± ltr Keterangan
10.30 20 30 40 Hm = 64 %RH
15.30 23 70 - Hm = 52 %RH
09.00 24 28 - Endapan awal garam warna putih
Air Tua
11.45 23 69,5 - -
Sinar Matahari
Hm = 65,6 %RH
09.00 Gas Elpiji 24 26,9 -
Endapan awal garam warna putih
Udara Tekan
12.00 23 82,1 - Hm = 45,1 %RH
Hm = 44,7 %RH
15.00 23,5 83,5
Air kondensat 1,9 ltr
Sumber : Kemitraan FTIK – UHT, Balitbang KP – KKP, Bengkel Teknik Utomo – Batu, 2012
Diskripsi Tabel 14 untuk proses evaporasi air tua yang diperoleh dari lahan garam
menunjukkan ada kenaikan viskositas dari 20 0BE hingga mencapai 23 0BE dalam 3
hari berturut-turut selama 6 jam dengan dukungan energi panas dari sinar matahari
dan gas elpiji maupun udara bertekanan. Proses pendinginan hingga memperoleh
viskositas 24 0BE dan endapan garam berwarna putih.
Gambar 13. Hasil Air Tua, Endapan Mineral, dan Air Mineral, 2012
22
Tabel 15. Hasil Uji Air Tua, Kristal Garam, dan Air Mineral
No Sampel Na+ K+ Ca2+ Mg2+ Cl- NaCl
Satuan Berat ion air tua dalam gram per kilogram
1 10 0BE 28,5557 0,6836 1,0391 0,1264 47,588 7,84
2 20 0BE 77,5542 1,9533 0,5484 0,0923 129,011 21,27
3 22 0BE 90,1694 2,2036 0,3451 0,0858 149,876 24,71
4 23 0BE 93,5760 2,4564 0,2657 0,7931 154,228 25,43
5 31 0BE (Lahan+) 107,3396 2,8880 0,3145 9,2938 204,315 33,69
Satuan Berat kristal garam dalam gram per kilogram
1 Evaporasi 383,994 2,3109 2,1747 2,1606 572,480 94,40
2 Lahan+ 372,839 0,4109 1,6237 2,8660 564,826 93,14
Satuan Berat air mineral dalam gram per kilogram
1 Air Kondensat 0,0181 2,9 x 10-3 9,74 x 10-3 1,89 x 10-2 0,149 0,02
Sumber : Lab. Kimia Univ. Airlangga, Kemitraan FTIK – UHT dan Balitbang KP – KKP, 2012
Diskripsi Tabel 16 pada hasil uji endapan mineral (10 hingga 31 0BE) menunjukkan
kecenderungan turun pada ion Fe2+, sedangkan kecenderungan siklus naik – turun
atau sebaliknya adalah ion Ca2+ dan Mg2+.
Sedangkan rancang bangun disk mill skala mini plant dengan air laut sebagai
media pencuci garam ditampilkan pada Gambar 14 hingga 16.
0
Air
Tua
±
20
Be
Air:
Tawar/Payau/Laut
Bak - 2
Disk Mill
Garam
Krosok
Garam
Halus
Basah
23
Gambar 15. Desain 3D Disk mill SS 304, 2013.
V. KESIMPULAN
Kegiatan pemetaan dan identifikasi garam krosok, air laut, air pekat, dan
senyawa terendapkan sebagai komoditas strategis di wilayah Jawa Timur dapat
diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Pemetaan dan identifikasi mineral air laut sebagai bahan baku pembuat garam
menunjukkan adanya perbedaan berat pada komposisi ion dan pengaruhi jenis
pasang surut maupun dinamika arus.
2. Eksistensi lahan garam di wilayah Pantura Jawa Timur masih dapat
dipertahankan. Sedangkan pengembangan lahan garam di sekitar muara Kali
Porong tidak direkomendasikan, tetapi alternatif pengembangan di wilayah
Selatan Jawa Timur sangat potensial untuk dikembangkan sebagai lahan garam
masa depan.
3. Uji fisik air laut sebagai sumber bahan baku kristal garam dan media pencuci
garam krosok menunjukkan ada fenomena perbedaan pada temperatur,
humidity, dan salinitas di beberapa kawasan Utara, Timur, dan Selatan Pantai
Jawa Timur.
4. Uji estimasi dengan interval keyakinan α = 10% menunjukkan kadar NaCl untuk
garam krosok wilayah Jawa Timur berkisar 83,97% hingga 86,55%. Ini
memberikan indikasi bahwa ada 2 (dua) upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kadar NaCl, yaitu: (a) manajemen pengelolaan lahan garam, dan
(b) sentuhan teknologi evaporasi bertingkat maupun pemurnian garam krosok.
5. Model teknologi evaporasi untuk air laut menunjukkan metode bertingkat lebih
baik daripada kristalisasi total. Metode evaporasi secara bertingkat memberikan
keunggulan pada proses kecepatan penguraian dan pengendapan unsur mineral
air laut hingga mencapai tingkat kepekatan ≥ 23 0BE untuk memperoleh garam
krosok dengan kadar NaCl yang tinggi, disamping itu muncul potensi air mineral
sebagai dampak dari hasil proses evaporasi air laut itu sendiri.
6. Model teknologi disk mill untuk garam krosok menunjukkan perlakuan masukan
secara bersama-sama antara garam krosok, udara, dan air tawar/payau/laut/tua
memberikan pengaruh pada kecepatan proses pelembutan garam krosok dengan
yang mencapai kapasitas maksimum mencapai 1 ton/jam.
25
VI. REKAPITULASI BIAYA TAHUN KEDUA
Jumlah (Rupiah)
No Jenis Pengeluaran
Dikti UHT
1 Peneliti dan Admin/Laboran 14.720.000,00 0
2 Bahan habis 51.480.000,00 6.700.000,00
3 Perjalanan 3.300.000,00 3.300.000,00
5 Laporan dan Publikasi 5.500.000,00 0
JUMLAH Rp. 75.000.000,00 10.000.000,00
VII.DAFTAR PUSTAKA
Amarullah, Husni dan Sriyanto, 2006, Teknologi Garam Artemia dan Produk
Terkait Lainnya, BPPT, Makalah Workshop Masa Depan Industri Garam di
Indonesia.
Anonim, 1993, Sodium Chloride dalam Chemical Index.
Anonim, _____, The Salt Manufaturers ’ Association, Manchester, United
Kingdom.
BAKOSURTANAL, 2010, Peta Lahan Garam Indonesia Edisi Jawa dan Madura,
Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
Nasional.
Bengen, D.G., 2002, Menuju Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis DAS,
Seminar HUT LIPI, 25 – 26 September, Jakarta.
BPLS & BPOL, 2011, Kajian Pemanfaatan dan Pengembangan Muara Kali
Porong, Laporan Akhir, Kerjasama antara Badan Penanggulangan Lumpur
Sidoarjo dengan Balai Penelitian dan Observasi Laut, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Dit. Industri Kimia Hilir Dit. Jend, 2009, Agrokim, Paper Rapat Pengadaan dan
Penyerapan Garam Tahun 2009.
Hendrajana, B. & Bagiyo Suwasono, 2010, Penerapan IPTEK untuk
Pengembangan Model Kawasan Industri Garam Rakyat, Laporan Akhir
Iptekmas, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Kelautan dan Perikanan.
Hernanto, B. & Kwartatmono, D.N., 2001, Teknologi Pembuatan dan Kendala
Produksi Garam di Indonesia, Prosiding Forum Pasar Garam Indonesia, Pusat
Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, Badan Riset Kelautan dan
Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Jumaeri, Sugiyo, Mahatmanti, Widhi, 2003, Pengaruh Penambahan Bahan
Pengikat Impurities terhadap Kemurnian Natrium Klorida Pada Proses
Pemurnian Garam Dapur Melalui Proses Kristalisasi, Laporan Penelitian,
Lembaga Penelitian, Universitas Negeri Semarang.
Kerry Magruder, _____, Halite, Guidelines for Rock Collection.
Mendenhall, W. and Sincich, 1992, Statistics for Engineering and the Science,
Third Edition, Maxwell Macmillan International Editions, New York.
26
Muhanda, A. D., 2010, Wakil Presiden Canangkan Swasembada Garam di Ende
NTT, http://www.bisnis.com/articles/wapres-canangkan-swasembada-garam
[diakses 20/09/2011].
Purbani, D., 2002, Proses Pembentukan Kristalisasi Garam dalam Rangka
Kegiatan Sosialisasi Garam, Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya
Nonhayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan
Perikanan.
Pusriswilnon BRKP, 2006, Buku Panduan: Pengembangan Usaha Terpadu Garam
dan Artemia, Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, Badan
Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Rilley and Skirrow, 1975, Chemical Oceanography, 2nd edition, Academic Press
London.
Saksono, N., 2002, Studi Pengaruh Proses Pencucian Garam Terhadap Komposisi
dan Stabilitas Yodium garam Konsumsi, Makara Teknologi, Vol. 6, No. 1, pp.
7 – 16.
Sulistyaningsih T., Sugiyo W., dan Sedyawati S.M.R., 2010, Pemurnian Garam
Dapur Melalui Metode Kristalisasi Air Tua Dengan Bahan Pengikat Pengotor
NA2C2O4 – NAHCO3 dan NA2C2O4 – NA2CO3, Journal UNNES, Vol.8, No. 1.
Tanduk, T., 2011, Swasembada Garam Terhambat Masalah Lahan,
http://celebrity.okezone.com/read/2011/01/06/320/411259/m.okezone.com
[diakses 20/9/2011].
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Desentralisasi Kewenangan yang
berhubungan dengan Batas Kewenangan Mengelola Wilayah Laut.
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (WP3K) yang berhubungan dengan Batas Kewenangan
Mengelola Wilayah Pesisir.
Wyrtki, K. 1961. Phyical Oceanography of the South East Asian Waters. Naga
Report Vol. 2 Scripps, Institute Oceanography, California.
27