You are on page 1of 28

INDUSTRI MINYAK SAWIT DAN BIODIESEL

SEBAGAI UPAYA MENGURANGI PENGGUNAAN


BAHAN BAKAR FOSIL

Wibisono Adhi F34100088

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KATA PENGANTAR

Pesatnya perkembangan Industri kelapa sawit di indonesia patut untuk


kita syukuri. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi unggulan Indonesia
yang telah mapu menggerakan roda perekonomian dengan baik. Pengembangan
potensi kelapa sawit harus selalu diupayakan baik melalui pengembagan industri,
penelitian di lembaga-lembaga penelitian, maupun melaui menciptaan ilkim bisnis
yang mengungkinkan usaha di sektor ini dapat berkembang. Meningkatnya harga
minyak bumi dunia dapat disiasati dengan penggunaan bahan bakar alternatif
terbarukan salah satunya adalah dengan kelapa sawit. Oleh karena itu
pengembangan industri kelapa sawit baik di sektor hulu amupun hilir harus selalu
diupayakan.
Sebagai mahasiswa Indonesia yang cinta tanah air sudah selayaknya
penulis juga ikut berupaya untuk memajukan dunia perkelapasawitan di
Indonesia. Mahasiswa merupakan sala satu unsur dalam masyarakat yang mampu
memberikan sumbangsih dalam bentuk pemikiran dan ide. Mahasiswa Indonesia
adalah mahasiswa yang cerdas, kompetitif serta peduli dengan keadaan sekitar.
Melalui tulisan ini penulis berupaya menuangkan gagasan untuk industri kelapa
sawit dan biodiesel yang lebih baik.

Bogor, 19 Februari 2013

Penulis
RINGKASAN

Miyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) merupakan salah satu
komoditi unggulan Indonesia yang diproduksi dari proses pengempaan daging
buah buah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacg). Indonesia merupakan negara
penghasil minyak kelapa sawit nomor satu setelah malaysia. Minyak kelapa sawit
menjadi salah satu sumber penghasil devisa non-migas terbesar bagi Indonesia.
Hal ini mendorong perkembangan industri kelapa sawit di sektor hulu maupun
hilir. Berkembagnya industri kelapa sawit mendukung pemerintah dalam
menerapkan pembangunan bangsa yang pro job, pro poor dan pro growth serta
pro environtment. Melimpahnya produksi CPO di Indonesia ditunjang dengan
kemadirian teknologi industri biodiesel di Indonesia. Pemanfaatan minyak kelapa
sawit sebagai bahan baku biodiesel merupakan salah satu upaya pemerintah untuk
mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, yang tidak dapat diperbaharui dan
yang semakin lama harganya semakin mahal.
Seiring dengan kontribusi positif dari dari perusahaan perkebunan kelapa
sawit di berbagai aspek perekonomian, muncul berbagai masalah. Pengembangan
industri kelapa sawit dinilai memiliki dampak yang negatif terhadap aspek sosial
dan lingkungan seperti pengambilan tanah rakyat dan pembakaran hutan. Selain
itu bisnis biodiesel juga berjalan lambat hal ini disinyalir disebabkan karena
ketidakmampuan menetukan strategi pemasaran yang kuat. Supaya industri
minyak sawit dapat terus berkembang sehingga mendorong pengembangan
biodiesel di Indonesia maka persoalan-persoalan ini harus segera diselesaikan.
SUMMARY

Crude palm oil is one of Indonesia’s most prospective commodities


which produced from the process of compression Elaeis guineensis Jacg fruit
crops. Indonesia is the largest palm oil producer in the world after Malaysia.
Crude palm oil is one of the largest sources of foreign exchange from non-oil and
gas for Indonesia. The development of crude palm oil industry support the
government to imply pro job, pro poor, pro growth and pro environments strategy
development. The abundance of CPO production in Indonesia is supported by
biodiesel technology. The use of crude palm oil as raw material in biodiesel
industries is to reduce the uses of fossil fuel which cannot be renewed and its
price always expensive.
In the line with positive contribution of oil palm companies in various
aspects of economy, some problems reveal. The oil palm development is claimed
to have negative social and environment impacts, such as people plantation as the
target for big plantation that performed unfairly and clearing new land by burn it.
The slow process of biodiesel business is supposed because fuel or biodiesel
producer is less able to formulate appropriate marketing strategies. To perform
better biodiesel uses in Indonesia those problems need to be solved as soon as
possible.
PENDAHULUAN

Dalam perkembangan dunia saat ini, minyak bumi menjadi salah satu
permasalahan bagi negara-negara di dunia. Sangat disadari bahwa sumber energi
yang saat ini digunakan di Indoneisa sebagian besar adalah dari bahan bakar fosil.
Bahan bakar dari fosil yang digunakan antara lain: minyak bumi, gas alam, dan
batu bara. Bahan bakar fosil tidak dapat diperbaharui atau digunakan kembali.
Sebaliknya permintaan terhadap miyak bumi, gas alam, dan batu bara selalu
melonjak dari tahun - ketahun. Hal ini disebabkan karena pertambahan penduduk
dari tahun ketahun. Oleh karena itu ketersediaan sumber enregi fosil akan menipis
dan pada akhirya hal ini akan menyebabkan krisis energi baik di Indonesia
maupun di dunia.
Bahan bakar fosil saat ini masih memegang peranan penting tidak hanya
sebagai sumber energi namun juga untuk bahan baku industri di Indonesia.
Peningkatan permintaan akan bahan bakar fosil tersebut tidak diimbangi dengan
persediaan sumber bahan bakar tersebut di alam, yang semakin lama semakin
berkurang mengingat bahan bakar fosil merupakan salah satu sumber energi yang
tidak dapat diperbaharui, sebagai gambaran diperkirakan cadangan minyak bumi
di laut utara akan habis pada tahun 2020 (Mulyantara dan Sulistiadji 2004).

Gambar 1. Cadangan energi fosil dunia.


Gambar 1. menunjukan gambaran prediksi cadangan energi fosil dari
minyak bumi, gas, dan batu bara tiap tahun dan untuk masa yang akan datang.
Prediksi ini menunjukan bahwa cadangan minyak bumi lebih sedikit daripada
cadangan gas alam dan batu bara. Sekitar tahun 2030 dan 2040 diprediksikan
minyak bumi dan gas alam tidak akan dapat lagi digunakan sebagai bahan bakar
untuk keperluan energi dunia. Setelah itu, sumber energi fosil yang tersedia
hanyalah batu bara yang juga diperkirakan habis pada tahun 2070. Oleh karena itu
saat ini bayak investor yang tertarik berinvestasi dalam bisnis batu bara (Fayyaz et
al 2009).

Gambar 2. Efek dari penggunaan batu bara sebagai sumber energi terhadap
perubahan suhu global.

Gambar yang kedua ini menggambarkan efek penggunaan batu bara


sebagai sumber energi terhadap suhu global. Penggunaan bahan bakar fosil saat
ini telah menimbulkan dampak pemanasan dunia. Jika penggunaan bahan bakar
fosil terus dilanjutkan maka diperkirakan sekitar tahun 2030 suhu global akan
meningkat lebih dari 2ºC. Penggunaan batu bara sebagai bahan bakar dapat
mempercepat proses pemanasan dunia karena batu bara memiliki kandungan
karbon yang sangat tinggi.
Pemanfaatan minyak bumi tidak hanya sebagai bahan bakar energi, namun
minyak bumi juga berguna untuk bahan baku di industri. 93% dari minyak bumi
digunakan sebagai bahan bakar dan hanya 7% yang digunakan sebagai bahan
baku industri. Kemudian sekitar 20 juta ton pertahun industri di dunia
membutuhkan bahan baku berupa bahan bakar fosil dan sekitar 76% dari
kebutuhan tersebut adalah minyak bumi (Machhammer 2007).
Berdasarkan hal tersebut bahan baku industri sangat bergantung pada
minyak bumi. Karena 7% minyak bumi yang dikonversi menjadi bahan baku
industri harus memenuhi 76% kebutuhan bahan baku industri. Jika persediaan
minyak bumi habis maka industri akan kehiangan bahan baku dan dapat berakibat
buruk bagi keberlangsungan industri tersebut. Untuk mengantisipasi hal ini cara
yang paling mudah adalah menggunakan sumber energi non fosil sehingga
minyak bumi dapat dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih penting dan
memastikan ketersediaan minyak bumi sebagai bahan baku untuk industri.
Sejak lima tahun terakhir Indonesia mengalami penurunan produksi
minyak bumi nasional yang disebabkan menurunnya secara alami (natural
deacline) cadangan minyak pada sumur-sumur yang berproduksi. Di sisi lain
pertambahan penduduk menigkatkan kebutuhan sarana tnasportasi dan aktifitas
industri yang berakibat pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi bahan bakar
minyak (BBM). Untuk memenuhi kebutuhan BBM tersebut, pemerintah
mengimpor sebagian besar BBM.
Tidak berhenti di masalah ketersediaan, masalah berikutnya berhubungan
dengan sistematika perkembangan harga pasar minyak bumi yang cenderung
fluktuatif dan tidak dapat diprediksi. Harga minyak bumi yang tinggi
mengharuskan negara-negara di dunia membuat kebijakan- kebijakan khusus yang
bertujuan untuk menciptakan stabilitas ekonomi. Adanya beberapa faktor dalam
peningkatan konsumsi BBM di Indonesia, bukan saja menambah beban
pemerintah dalam menyediakan BBM, tetapi juga beban subsidi yang harus
ditanggung oleh pemerintah. Mengingat untuk memenuhi kebutuha BBM dalam
negeri, pemerintah Indonesia masih harus melakukan impor BBM dari luar negeri
yang jumlahnya tiap tahun bertambah secara signifikan. Belum lagi jika ada
kenaikan harga minyak bumi dunia maka pemerintah Indonesia diharuskan
menyiapkan lebih banyak anggaran utuk pengadaan BBM. Keterbatasan akan
sumberdaya alam energi minyak bumi yang dimiliki mendorong berbagai pihak
untuk melakukan kajian dan penelitiuan tentang pengganti energi bahan bakar
minyak bumi. Penganekaragaman (diversifikasi) sumber energi selain berguna
untuk menambah pilihan sumber energi, juga berguna untuk mengurangi
ketergantungan terhadap minyak bumi di Indonesia.
Sesuai dengan rencana road map dan energi nasional pada tahun 2005
pemerintah Indonesia menargetkan akan mengurangi konsumsi minyak bumi
sebesar 20%, gas bumi 30%, dan batu bara 35% (Al Ichsan 2007). Meskipun agak
terlambat dari negara-negara lain, pemerintah Indonesia sudah tanggap dengan
terbitnya Perpres No. 5/2006 dan inpres No1./2006 tentang kebijakan energi,
khususnya pemanfaatan energi yang berasal dari nabati (Putranto 2006).
Oleh karena itu penelitian-penelitian secara intensif mencari sumber-
sumber energi alternatif selain pemanfaatan panas bumi, tenaga angin, dan tenaga
matahari terus dilakukan. Salah satu energi alternatif yang paling berkembang di
Indonesia adalah biodiesel. Sehingga pengembangan biodiesel di Indonesia masih
terus dilakukan hingga saat ini. Hal ini dilakukan untuk mendukung program
pemerintah untuk menciptakan ketahanan energi nasional sekaligus untuk
mengurangi kemiskinan dan tingkat penggangguran.
Salah satu kajian yang sering dilakukan adalah upaya pemanfaatan
biodisel berbahan baku minyak sawit (Elaeis guineensis Jacq) yang merupakan
sumber energi terbarukan dan bersifat komersil. Pemanfaatan biodiesel sebgai
sumber energi yang dapat diperbaharui dapat menjadi salah satu pilihan untuk
membantu mengatasi besarnya tekanan kebutuhan BBM terutama disel atau
minyak solar di Indonesia atau paling tidak dapat mengurangi beban pengadaan
dan subsidi bahan bakar minyak solar. Pengembangan dan pemanfaatan biodisel
berbahan baku minyak sawit memiliki prospek yang sangat baik mulai dari
industri hulu hingga hilir.
Pengembangan industri kelapa sawit baik di sektor hulu maupun hilir tidak
berjalan dengan sangat lancar. Walupun produktifitasnya sangat tinggi namun
terdapat beberapa persoalan yang muncul akibat penyelenggaran proses produksi
yang sering kali menyalahi aturan. Persoalan-persoalan sosial muncul ditengah-
tengah kehidupan mayarakat yang dirugikan karena proses industrialisasi minyak
kelapa sawit. Selain itu industri kelapa sawit baik di sektor hulu maupun hilir
sering kali menyebabkan kerusakan lingkungan sekitar. Oleh karena itu isu-isu
negatif yang berhubungan dengan aspek lingkungan dan sosial tidak dapat
terhindarkan dari industri kelapa sawit baik di sektor hulu maupun hilir.
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah menjelaskan, memberikan ide,
serta memberikan gambaran tentang pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan
baku untuk industri biodiesel serta beberapa kendala yang dihadapi. Dalam tulisan
ini penulis meninjau kapasitas produksi, dampak positif untuk pembangunan
bangsa, serta beberapa aspek yang meliputi kesiapan bisnis, dampak lingkungan,
serta konflik sosial yang ditemui pada industri biodiesel dan industri kelapa sawit.
TELAAH PUSTAKA

Biodiesel merupakan bahan bakar teroksigenasi (oxigenated fuel)


berbahan baku minyak nabati atau lemak hewani yang diperoleh melalui reaksi
esterifikasi asam lemak dan transesterifikasi trigliserida. Biodiesel sebagai bahan
bakar alternatif dapat digunakan sebagai minyak diesel karena memiliki kemiripan
sifat fisik dan kimia (Mittelebach dan Remschmidt 2004)
Kelapa sawit sebagai tanaman energi memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Hampir semua bagian tanaman kelapa sawit dan pengolahan minyak lebih lanjut
dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Pemanfaatan biodiesel sebagai
bahan bakar nabati merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan nilai
ekonomi minyak kelapa sawit khususnya bagi petani atau kelompok tani
setempat. Namun tingginya pemanfaatan energi biodiesel yang terus dilakukan
tidak diikuti dengan luasnya lahan untuk bahan baku energi tersebut. Namun hal
ini bisa menjadi potensi untuk masa sekarang. Berbagai upaya dapat dilakukan
untuk meningkatkan produktifitas dalam lahan yang terbatas.
Biodisel dapat dibuat dari bahan baku minyak kelapa sawit, jarak pagar,
dan kedelai, namun berdasarkan kuantitas dan pengembangan produksi,
pembuatan biodisel dengan bahan baku minyak kelapa sawit lebih potensial,
karena infrastuktur dan suprastruktur telah tersedia di Indonesia. Selain itu
produktifitas biodiesel minyak kelapa sawit jauh di atas minyak kedeai atau
rapeseed yang ditunjukan pada Gambar 3.
Gambar 3. Produksi biodiesel dari kelapa sawit, rapessed dan kedelai

Proses produksi biodiesel dari minyak kelapa sawit secara reaksi kimia
dapat dilakukan sperti di bawah ini:

Gambar 4. Proses produksi biodiesel dari minyak kelapa sawit

Biodisel tersebut dapat dimanfaatkan oleh sektor sektor penggunaan disel


seperti sektor pembangkit listrik, transportasi, dan industri. Namun saat ini sektor
transportasi merupakan sektor yang paling memerlukan perhatian karena
penggunaan bahan bakar fosil sangat tinggi pada sektor tersebut. Walaupun
pemakaian-pemakaian biodiesel untuk sektor pembangkit listrik dan transportasi
juga harus dikembangkan. Sejak tahun 2000 biodiesel dari kelapa sawit sudah
dipergunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor seperti kendaraan dinas
dan traktor di pusat penelitian kelapa sawit Medan dan terbukti tidak
menimbulkan masalah.
Penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar transportasi khusunya di
indonesia secara teknis tidak mengalami kendala mengingat biodiesel memiliki
karakteristik yang serupa dengan minyak diesel. Hanya saja secara ekonomi
biodiesel masih belum dapat bersaing dengan diesel. Dari segi dampak
lingkungan biodiesel juga diketahui relatif lebih bersih dari emisi dan bahan
pencemar. Pemanfaatan biodiesel diharapkan bukan saja diketahui dapat
mengurangi besarnya kebutuhan diesel yang dapat berdampak terhadap
berkurangnya beban pemerintah atas subsidi, tetapi juga diharapkan mampu
mendukung program pemanfaatan energi yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan.
Pengembangan indusrti minyak sawit mulai dari sektor hulu hingga hilir
merupakan pendukung untuk diversifikasi sumer energi untuk bangsa Indoneisa.
Berkembangnya industri kelapa sawit patut kita syukuri dengan terus berupaya
mengembangkannya. Kelapa sawit merupakan salah satu anugerah yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia. Permintaan dunia dan nasional akan minyak sawit nabati
terus meningkat untuk produk pangan, non pangan maupun energi. Minyak sawit
mempunyai berbagai keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lain baik
dari aspek keragaman produk yang dapat dihasilkan, aspek nutrisi, kesehatan,
produktivitas, efesiensi maupun harga sehingga minyak sawit sangat kompetitif
untuk memenuhi kebutuhan bangsa.
Indonesia memiliki keadaan alam yang sangat mendukung, iklim yang
sesuai, lahan luas dan tenaga kerja yang sangat banyak dan memadai sehingga
memungkinkan Indonesia untuk terus mengembangkan Industri kelapa sawit.
Dengan besarnya tingkat produksi pertahunnya Indonesia dikenal sebagai negara
pengekspor utama minyak kelapa sawit.
Industri kelapa sawit merupakan salah satu kekuatan utama Indonesia
untuk mendatangkan devisa negara. Pada tahun 2009 nilai eksport minyak sawit
mentah dan produk turunannya mencapai US$ 9,14 milyar atau lebih dari 10%
dari total nilai eksport non migas. Penerimaan tersebut berasal dari bea keluar,
pajak, penghasilan bahan, pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai dan
lain-lain. Berkembagnya industri kelapa sawit mendukung pemerintah dalam
menerapkan pembangunan bangsa yang pro job, pro poor dan pro growth serta
pro environtment. Semangat untuk menyediakan energi bagi bangsa serta
pembangunan negara menjadi dasar untuk menjadikan industri kelapa sawit dan
produk turunannya di indonesia menjadi yang terbaik di Dunia.
Indoneisa menrupakan negara produsen utama minyak sawit dunia.
Indonesia ada pada posisi pertama setelah Malaysia. Berikut data produksi
negara-negara produsen utama minyak sawit dunia:

PRODUKSI NEGARA PRODUSEN


UTAMA MINYAK SAWIT DUNIA
(dalam %)
60.00%

50.00%

40.00%

30.00% 1993
2000
20.00%
2005
10.00%

0.00%

Sumber: (diolah dari Oil World 2009)


Gambar 5. Produksi Minyak Sawit Dunia

Pembangunan Industri kelapa sawit telah banyak sekali menyerap tenaga


kerja. Setiap bertambah luas lahan industri 1000 hektar bertambah pula tenaga
ketja yang diserap sebnayk 500 orang. Dengan adanya hal ini industri kelapa
sawit telah menyerap tenaga kerja Indonesia tidak hanya sebagai tenaga kerja
buruh namun juga tebaga sarjana dan profesional. Dengan komposisi luas 4 juta
hektar perkebunan besar dan 3,3 juta hektar perkebunan rakyat industri kelapa
sawit dan industri pendukungnya telah menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 4
juta tenaga kerja sehingga sekitar 15 juta jiwa menggantungkan hidupnya pada
industri kelapa sawit ini. Angka-angka ini terus bertambah setiap tahunnya.

(Casson 2000)
Gambar 6. Luas Perkebunan kelapa sawit di Indonesia

Sebagai respon atas permintaan pasar yang meningkat tiap tahunnya maka
luas lahan sawit terus berkembang sangat pesat tiap tahunnya. Perkebunan kelapa
sawit berdasarkan kepemilikannya dapat dikatagorikan menjadi merkebunan
kelapa sawit milik perusahaan swasta, pemerintah atau Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), dan perkebunan rakyat. Luas perkebunan kelapa sawit milik
perusahaan swasta dan rakyat lebih luas dari luas perkebunan kelapa sawit milik
pemerintah atau BUMN. Idealnya pemerintah seharusnya memiliki kebun sawit
yang lebih luas dibandingkan pihak swasta sehingga segala keuntungan dan
manfaat yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit dapat dirasakan oleh seluruh
masyarakat Indonesia tidak hanya oleh pengusaha apalagi pengusaha asing.
Pembangunan industri kelapa sawit juga telah mengubah banyak petani
penggarap menjadi petani pemilik dengan penghasilan diatas Upah Minimum
Propinsi (UMP). Beberapa program pemerintah seperti PIR Trans, PIR Lok dan
KKPA telah menyertakan masyarakat dalam kepemilikan kebun yang kemudian
secara berkrlompok atau bermitra dengan perusahaan besar. Laba usaha yang
besar juga ikut serta merangsang pertumbuhan petani swadaya sehingga
pendapatan petani telah jauh diatas UMP.
Pengembangan industri kelapa sawit di daerah juga mendorong
peningkatan aktivitas ekonomi di daerah sehingga sektor lain juga ikut bergerak
dan berkembang. Pengembangan industri kelapa sawit di daerah terpencil telah
membantu membuka isoalasi daerah sehingga akses ke dan dari daerah lain
menjadi mudah. Keberadaan industri kelapa sawit ikut meragsang pertumbuhan
industri lain baik swadaya maupun pola corporate social responsibility, seperti
transportasi, industri perbengkelan, perdagangan maupun yang berskala nasional
seperti industri industri pupuk, industri finansial, industri alat berat dan yang
lainnya. Dengan pendapatan dari berbagai industri tersebut akan menambah
pemasukan negara sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembangunan di daerah
sehingga pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik dan merata.
Selain itu, proyeksi produksi minyak sawit dari tahun ketahun semakin
meningkat. Hal ini akan menjadi peluang di dalam industri biodiesel. Rata-rata
pertumbuhan minyak sawit/CPO per tahun sekitar 3,3%. Pemanfaatan minyak
kelapa sawit sebagai biodiesel lebih prospektif karena minyak sawit bersifat
eadible oil sehingga dapat dimanfaatkan juga untuk kebutuhan pangan Indonesia.
Gambar 7. Produksi Minyak Kelapa Sawit di Indonesia

Gambar 7. Menggambarkan jumlah produksi minyak kelapa sawit yang


berbentuk eksponensial. Hal ini menunjukan bahwa produksi minyak kelapa sawit
di Indonesia dari tahun ketahun selalu meningkat tajam. Minyak kelapa sawit
yang diproduksi tidak hanya digunakan sebagai biodiesel tetapi dapat digunakan
juga untuk berbagai keperluan antara lain untuk bahan baku pangan dan industri
kimia. Diperkirakan sekitar 85% dari minyak kelapa sawit digunakan untuk bahan
baku pangan, seperti margarin, roti, minyak goreng dan lain-lain. Sedangkan 10%
dari total produksi digunakan untuk industri kosmetik, diterjen, farmasi, sabun,
dan oleokimia. Sisanya 5% digunakan untuk bahan baku energi seperti biodiesel.
Kandungan minyak kelapa sawit yang dapat digunakan untuk bahan baku pangan,
energi, dan industri kimia meliputi myristic, palmatic, stearic, oleic, linoleic,
Vitamin E (tocoteriol), glycolipids, glycerol, oleoic acid, tocopherols,
phytosterols dan lain-lain.
Persoalan dalam Aspek Lingkungan
Kegiatan industrialisasi kelapa sawit dan produk turunannya sering kali
menemui hambatan baik dari dalam maupun luar negeri. Seringkali hambatan
tersebut berhubungan dengan isu lingkungan yang seharusnya dapat diselesaikan
dengan baik. Pada tahun 2011 pihak Uni Eropa memboikot minyak mentah kelapa
sawit (CPO) Indonesia, dengan alasan merusak lingkungan yang diantaranya
karena pembakaran hutan dan lahan gambut untuk membuka lahan baru
perkebunan kelapa sawit.
Pembukaan lahan dengan dibakar memang dilarang, khususnya yang
berasal dari lahan hutan dan lahan gambut. Menurut prediksi, diperlukan waktu
sekitar 432 tahun agar hutan bisa tumbuh kembali akibat pembakaran hutan untuk
lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia (Greenpeace 2009). Untuk mensiasati
hal ini dapat dilakukan optimasi produktivitas perkebunan dengan mengunakan
bibit varietas unggul, pemupukan yang ramah lingkungan, meningkatkan sistem
manajemen, selain itu untuk mengurangi emisi dapat pula dilakukan pengunaan
campuran biodiesel pada seluruh kendaraan dan alat kerja di industri. Hal ini
dapat mengurangi dampak hingga 30% untuk emisi SO2 dan HC,
penurunandampak 20% untuk emisi PM dan CO, penurunan dampak 13% untuk
CO2, serta 3% untuk NOx (Wijono 2012).
Selain itu pencemaran lingkungan yang dapat disebabkan oleh perkebunan
kelapa sawit antara lain dari pupuk dan zat pembasmi serangga yang digunakan di
perkebunan sawit, emisi atau gas buangan dari industri minyak kelapa sawit, serta
limbah dari industri kelapa sawit seperti cangkang, tandan kosong serta serat nuah
kelapa sawit. Kemudian tidak jarang juga berbagai keanekaragaman hayati hilang
karena perkebunan kelapa sawit serti punahnya satwa langka seperti orang hutan,
marimau, berbagai jenis burung burungan serta berbagai tanaman langka.
Wijono (2012) menyatakan terdapat sembilan kategori dampak yang
terukur dari proses industri biodiesel kelapa sawit yaitu: penipisan sumber daya
alam, perubahan iklim, dampak bahan beracun bagi manusia, dampak beracun
bagi ekosistem air tawar, dampak beracun bagi ekosistem air laut, dampak bahan
beracun pada ekosistem terestrial, pembentukan photo-oxidant, pengasaman, dan
eutrophication. Tiga dampak di unit bisnis yang signifikan adalah pada
transportasi yakni dari emisi pembakaran bahan bakar dengan kontribusi 35.7%
diikuti perkebunan sebesar 23,5% yang berasal dari pembakaran untuk
pembukaan lahan dan Blending Plant sebesar 20,3%.

Kesiapan Pengembangan Bisnis


Berkembangnya industri hulu dalam hal ini industri kelapa sawit dan
industri biodiesel secara bersama-sama akan mempercepat realisasi pemanfaatan
biodiesel sebagai bahan bakar utama kendaraan bermesin diesel. Namun hingga
saat ini perusahaan yang bergerak di bidang biodiesel belum dapat bergerak secara
optimal.
Soeartin (2012) menyatakan bahwa permasalahan utama yang
menghambat bisnis biodiesel di Indonesia meliputi kinerja pemasaran biodiesel
yang dilihat dari beberapa SPBU yang menurunkan pendistribusian biodiesel
bahkan beberapa SPBU tidak lagi mendistribusikan biodiesel itu sendiri pada
pemakai akhir atau industri. Hal ini disebabkan karena kecendrungan keunggulan
bersaing bahan bakar biodiesel masih relatif dibawah bahan bakar minyak yang
lainnya. Ketidak unggulan bahan bakan diesel disinyalir karena perusahaan
penghasil biodiesel kurang mampu merumuskan strategi pasar dan strategi buruan
pemasaran yang tepat yang diakibatkan oleh ketidakmampuan dalam merespon
perubahan kondisi lingkungan eksternal dan internal perusahaan yang
terlefleksikan dalam daya tarik pasar dan kinerja pesaing. Hal ini menyebabkan
tidak terserapnya seluruh kapasitas yang dimiliki oleh perusahaan penghasil
biodiesel.
Tabel 1. Kapasitas Biodiesel CPO dan Kapasitas yang Terserap Pasar Bedakan

Sumber : Pertamina (2009)

Selain aspek pemasaran kendala yang ditemui korporasi yang bergerak di


bidang biodiesel sangat dipengaruhi oleh lingkungan bisnis (business
environtment) yang dapat dibedakan atas lingkungan eksternal dan lingkungan
internal. Dalam kaitan dengan pengembangan biodiesel berbasis CPO, dapat
dilihat bahwa lingkungan bisnis internal seperti stuktur, budaya, sumber daya, dan
eksternal seperti kebijakan pemerintah, kekuatan hukum dan politik, teknologi,
sumberdaya, pesaing, selera pelanggan dan pengelolaan perusahaan merupakan
variabel yang dominan mempengaruhi kinerja bisnis korporasi yang bergerak di
bidang biodiesel berbahan baku CPO (Soeratin 2012).
Masalah Sosial di Lingkungan Perkebunan
Selain aspek lingkungan dan bisnis salah satu aspek yang juga sering
menimbulkan kendala dalam keberlangsungan industri kelapa sawit di daerah
adalah aspek sosial. Walaupun banyak petani atau karyawan yang mendapatkan
upah diatas UMP namun masih saja ada karyawan dan penduduk setempat
kesejahteraannya rendah. Aturan kerja dan keselamatan kerja masih kurang baik.
Adanya konflik sosial dan buruknya sistem pendidikan di area perkebunan sawit
sering kali menjadi penghambat yang tidak dapat dihindari.
Dari tahun 1998 hingga saat ini telah terjadi beberapa koflik pada
masyarakat di daerah perkebunan. Hal ini terjadi akibat adanya perubahan dari
petani pemilik menjadi buruh pada perkebunan besar karena lahan perkebunan
mereka diambil oleh perkebunan besar. Dalam hal ini terjadi perubahan pola
kerja, kebiasaan bekerja atas kehendak sendiri dan penghasilan yang tidak tetap.
Setelah menjadi buruh mereka mendapatkan upah, perubahan status tanah,
masalah jaminan sosial, dan jaminan kesehatan.
Pergolakan juga sering terjadi pada masyarakat. Zubir (2012) menyatakan
pergolakan yang terjadi dalam masyarakat bukanlah hal yang berdiri sendiri
melainkan merupakan akumulasi dari berbagai persoalan yang terjadi. Ada 3 aktor
yang terlibat dalam konflik sosial yang terjadi yaitu petani, penguasa dan
pengusaha. Di belakang penguasa dan pengusaha ada aktor lain yaitu aparat
keamanan (polisi dan tentara) dan preman. Interaksi yang terjadi biasanya ada
kelompok yang dominan dan ada kelompok yang disingkirkan. Kelompok yang
dominan biasanya adalah pengusaha, yang ditopang oleh kemampuan modal besar
dan penguasa yang mendukung pengusaha sehingga terjadi ekploitasi.
Dalam banyak kasus, penguasa yang seharusnya melindungi rakyat dari
eksploitasi justru bekerjasama dengan pengusaha untuk mengeksploitasi rakyat,
sehingga wacana pembangunan yang dicanangkan untuk meningkatkan taraf
hidup kelompok miskin, justru sebaliknya membuat yang telah miskin semakin
miskin. Hal ini sangat miris, kasus-kasus yang terjadi pada zaman kolonial ini
seperti terulang kembali di zaman Indonesia merdeka.
ANALISIS DAN SINTESIS

Produksi CPO di Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 23


juta ton per tahun, dimana yang 5 juta ton untuk dikonsumsi dalam negeri, sisanya
yang 18 juta ton diekspor ke luar negeri yang mana sebagia besar CPO tersebut
dibuat biodiesel. Ironisnya di Indonesia sendiri road map biodiesel khususnya
untuk keperluan transportasi bisa dikatakan tersendat sendat, meskipun saat ini
sebenarnya hanya diperlukan tidak lebih dari 2 juta ton CPO per tahun. Jika
dilihat dari penggunaan biodiesel jangka panjang seharusnya siklus hidup dan
kelestarian lingkungan dapat benar-benar dijaga dengan memperhatikan Life cycle
Assessment (LCA) untuk industri biodiesel kelapa sawit.
Berdasarkan road map biodiesel nasional, pada tahun 2025 kebutuhan
biodiesel sebesar 5 juta ton per tahun, setara dengan 1 juta hektar lahan sawit
sebagai pemasok bahan bakunya dan diperlukan 50 buah pabrik biodiesel
kapasitas 100.000 ton per tahun. Pada tahun 2011 luas perkebunan kelapa sawit
sudah mendekati 8,5 Juta hektar dengan produktivitas CPO sekitar 23 juta ton per
tahun, sedangkan kapasitas pabrik biodiesel terpasang sudah mencapai 2 juta ton
per tahun. Sehingga hingga saat ini kebutuan road map pemerintah terhadap
biodiesel untuk bahan baku dan kapasitas pabrik sudah terpenuhi, bahkan dengan
regulasi yang adapun sudah siap meski perlu penyesuaian demi perbaikan akan
kekurangan dan kelemahannya.
Strategi road map biodiesel harus didukung dan disesuaikan oleh semua
pihak, dan potensi untuk itu telah ada dan siap baik dari segi bahan baku,
teknologi, investasi, dan regulasi. Namun hal ini akan sangat bergantung pada
kekuatan masing-masing pemangku kepentigan untuk menciptakan iklim yang
mendukung dan political will dan kebijakan yang diemban oleh pemerintah.
Untuk mendukung program pemerintah untuk memanfaatkan bahan bakar
nabati maka aspek bisnis biodiesel harus segera diperbaiki, perlu adanya
kebijakan-kebijakan khusus dari pemerintah sehingga perusahaan yang bergerak
di bidang biodiesel dapat berjalan dan menyentuh pasar yang luas. Dalam hal ini
perusahaan seharusnya dapat lebih fokus dalam mepersiapkan ukuran pasar
biodiesel di SPBU, tingkat pertumbuhan pasar, serta loyalitas pembeli. Kebijakan
pemasaran yang dilakukan haruslah bersifat mengantisipasi pesaing. Alternatif
terbaik adalah dengan mengaplikasikan produk bahan bakar ramah lingkungan
tersebut pada fasilitas-fasilitas kendaraan transport umum yang sebagian besar
memakai solar sebagai bahan bakarnya. Hal ini dapat dilakukan untuk
menyelamatkan udara dan kesehatan warga kota. Hal ini haruslah segera dimuai,
karena jika dilihat dari sisi pendukung utama yaitu ketersediaan bahan baku,
kemampuan teknologi, serta sarana pendukung, semuanya bisa dilakukan oleh
sumber daya lokal Indonesia. Menjadikan suatu kota yang mandiri juga perlu
dilakukan untuk membuat semacam percontohan untuk kota yang lain yang
didukung oleh berbagai pihak.
Untuk menyikapi konflik sosial yang terjadi di sekitar perkebunan
pemerintah seharusnya tegas bersikap terhadap pengusaha yang mencaplok tanah
rakyat. Jika terdapat tanah yang direnggut segera kembalikan tanah kepada
pemilik syah yaitu rakyat. Jika pemerintah tidak tegas maka konflik serupa akan
terus terjadi. Pihak perusahaan juga sebaiknya membersiapkan strategi untuk
menyikapi isu-isu negatif yang berkembang pada masyarakat.
Dalam menyikapi isu-isu negatif dalam kaitannya dengan lingkungan dan
sosial. Corporate Sosial Responsibility sering kali digunakan sebagai strategi
bisnis perusahaan. Hal ini menjadi relevan dan urgen bila dilihat dari sisi
pengusaha. Strategi ini dapat digunakan secara berkelanjutan dan berdaya saing
dalam rangka mencapai target perusahaan.
Untuk sebagian perusahaan kelapa sawit yang relatif besar dan kuat,
strategi CSR sering diterapkan dengan menggunakan daya saing, teknologi, dan
manajemen perkebunan untuk menghasilkan produk yang diterima semua pasar
dan untuk menangkal isu-isu sosial dan lingkungan. Untuk sebagian perusahaan
kelapa sawit lainnya yang relatif lemah strategi CSR banyak digunakan dengan
menerapkan hubungan kemitraan dan hukum adat serta menyeimbangkan manfaat
bagi people, profit dan planet dalam rangka menghasilkan produk yang diterima
semua pasar dan unutuk menangkal isu-isu sosial dan lingkungan. Saat ini juga
implementasi CSR yang mengedepankan Charity mulai bergeser pada tingkat
selanjutnya yakni corporate citizenship (Drajat 2012)
Program CSR yang mengarah pada corporate citizenship dapat dilakukan
dengan mengikuti program yang disarankan Atanan (2008) yang mengutip
pendapat Ernst dan Young, yaitu terdapat sembilan program kerja yang dapat
dilakukan perusahaan dalam melaksanakan kegiatan CSR, yaitu:
1. Employee Programs: Karyawan merupakan aset berharga bagi perusahaan,
sehingga tidak mengejutkan jika perusahaan sangat memperhatikan
perkembangan kompetensi dan kesejahteraan karyawannya. Perhatian
terhadap kesejahteraan karyawan perlu diperluas bukan hanyadari sisi
jaminan kesejahteraan tetapi terlu adanya perluasan program seperti work
life balance program dan decision making empowerment program.
2. Community and Broader Society : Pandangan Shardlow (1998) yang
dikutip Ambadar (2008) bahwa mayoritas perusahaan telah memiliki
aktivitas pemberdayaan mayarakat tentang bagaimana individu, kelompok,
atau komunitas berusaha mengontrolkehidupan mereka sendiri dan
mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai denan keinginan
mereka.
3. Environtment Programs: program yang berkaitan dengan pemeliharaan
lingkungan misalnya dengan menghasilkan produk yang aman, tidak
berbahaya bagi kesehatan, dan ramah lingkungan, tidak merusak hutan
konservasi, dan penyaluran limbah dengan baik.
4. Reporting and Communication Programs: Perusahaan mengeluarkan atau
melaporkan hasil kegiatan CSRnya melalui annual CSR report sehingga
terdapat bukti rill partisipasi perusahaan dalam melaksanakan tanggung
jawab sosialnya.
5. Governance or Code of Conduct Programs: perusahaan menitikberatkan
kegiatan sosial yang dilakukan berdasarkan sistem yang diatur oleh
pemerintah melalui peraturan perundang-undangan. Hal utama yang harus
diperhatikan adalah bagaimana stakeholders menerapkan regulasi atau
ketentuan yang berlaku secara efektif untuk mengefektifkan program CSR.
6. Stakeholder Engagment Programs; Upaya menciptakan “effective
engagement program” sebagai kunci utama untuk mencapai kesuksesan
strategi CSR dan pembangunan perkebunan berkelanjutan, berkeadilan
dan demokratis.
7. Supplier Programs: Pembinaan hubungan yang baikmatas dasar
kepercayaan, komitmen, pembagian informasi, antara perusahaan dengan
mitra bisnisnya, misalnya melalui pengelolaan rantai pasokan atau jejaring
bisnis.
8. Customer/product Stewardship Programs: perusahaan perlu
memperhatikan keluhan konsumen dan jaminan kualitas produk yang
dihasilkan perusahaan.
9. Shareholder Programs: Program peningkatan “share value” bagi
shareholder, karena shareholder merupakan prioritas bagi perusahaan.
Bayaknya masalah yang menjadi penghambat untuk pengembangan
industri biodiesel berbasis kelapa sawit juga diimbangi dengan banyaknya pilihan
jalan keluar yang solutif. Seharusnya setiap hambatan dijadikan tantangan yang
harus diselesaikan. Untuk keberlangsungan industri diesel berbasis CPO maka
seluruh persoalan di berbagai aspek tersebut harus diperbaiki. Hal ini
membutuhkan kerjasama baik dari pihak pemerintah, petani, pengusaha, maupun
penguasa setempat. Jika seluruh aspek terlah berintegrasi maka potensi
pengembangan industri diesel berbasis kelapa sawit sangat besar. Selama ini
Indonesia hanya menjual minyak mentah, dengan berkembangnya industri
biodiesel diharapkan beberapa saat yang akan datang nilai tambah yang dihasilkan
dari industri minyak sawit dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia
sendiri di dalam negeri. Hal ini akan menciptakan kemadirian pada bansa
Indonesia.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Sumber energi yang saat ini umum digunakan di Indonesia adalah bahan
bakar fosil. Bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang tidak dapat
diperbaharui atau dengan kata lain suatu saat akan habis dan banyak pakar
pemerkirakan dalam waktu yang tidak lama lagi. Oleh karena itu saat ini terjadi
krisis energi dimana harga bahan bakar fosil selalu naik dari waktu ke waktu.
Penggunaan bahan bakar fosil yang mengandung banyak karbon juga dapat
mempercepat proses pemanasan global yang menyebabkan ketidakteraturan cuaca
dan iklim di bumi. Untuk itu diperlukan alternatif sumber energi terbarukan. Salah
satu sumber energi terbarukan yang potensial adalah minyak kelapa sawit.
Produksi minyak kelapa sawit sangat besar di Indonesia. Indonesia
menempati urutan kedua setelah Malaysia sebagai penghasil minyak kelapa sawit
terbesar dunia. Luas perkebunan dan produksi selalu meningkat dari tahun
ketahun. Kelapa sawit memiliki prospek ekonomi yang sangat baik. Dengan
berjalannya industri kelapa sawit maka roda perekonomian Indonesia dapat
bergerak lebih cepat. Selain itu industri kelapa sawit juga menyerap tenaga kerja
dalam jumlah yang besar. kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel dapat
mensubstitusi minyak bumi dalam hal ini adalah minyak solar.
Waupun penggunaannya masih sangat sedikit sebagai sumber energi.
Biodiesel yang dihasilkan dari minyak sawit telah mengurangi emisi dan beban
yang ditimbulkan oleh bahan bakar fosil. Oleh karena itu pemerintah dibantu
berbagi pihak terus berusaha untuk mengembangkan industri biodiesel. Namun
pengembangan industri biodiesel menemui beberapa kendala. Aspek pemasaran
yang lemah membuat pengembangan bisnis biodiesel berbasis CPO bergerak
lambat. Belum lagi kendala yang ditemui di Industri hulu, dimana terdapat konflik
sosial yang sering terjadi. Kelompok penguasa dan pengusaha sering kali
mengeksploitasi kelompok petani. Selain itu, tata cara penyelenggaraan proses
produksi yang menghasilkan banyak limbah dan emisi juga kerap menjadi
halangan untuk pengembangan industri tersebut.
Untuk meningkatkan iklim bisnis yang baik untuk biodiesel paling tidak
diperlukan tiga hal. Yang pertama diperlukan teknologi pengolahan minyak sawit
untuk menghasilkan biodiesel yang memenuhi persyaratan mutu sehingga tidak
lagi ditemui adanya halangan dalam hal kualitas produk. Selain itu teknologi juga
diperlukan untuk menghasilkan biodiesel yang lebih murah. Yang kedua perlu
adanya regulasi tentang perniagaan biodiesel dalam hal ini pemerintah harus ikut
serta berperan sebagai pemberi kebijakan yang menguntungkan baik untuk
pemasok, produsen, dan penyalur. Dan yang terakhir adalah peningkatan suplai
biodiesel ke barbagai daerah.
Life Cycle Assesssment atau kajian siklus hidup industri biodiesel kelapa
sawit dapat dilakukan untuk produktifitas dan kelestarian lingkungan. Penggunaan
biodiesel kelapa sawit akan lebih ramah lingkungan sehingga untuk jangka
panjang diharapkan dapat memenuhi kriteria pembangunan industri biodiesel
kelapa sawit yang berkelanjutan.
Pelaksanaan program CSR yang benar dan sesuai kebutuhan akan sangat
membantu penyelesaiaan masalah sosial yang sering menghambat proses
belangsungnya industri kelapa sawit. Selain menaggung tanggung jawab sosial di
daerah tersebut. Pihak perusahaan juga harus ikut serta dalam mencerdaskan
masyarakat sekitar sehingga masyarakat memahami hak dan kewajibannya
sebagai salah satu pemangku kepentingan di lingkungan industri kelapa sawit.
DAFTAR PUSTAKA

Ambar J. 2008. Corporate Social Responsibility dalam Praktik di Indonesia, Edisi


1. Penerbit Elex Media Computindo: Jakarta.
Anatan. 2008. Corporate Social Responsibility: Tinjauan Teoritik dan Praktik di
Indonesia. Jurnal Manajemen.
http://majour.marannatha.edu/index.php/jurnal-manajemen/article/.../220
Casson A. 2000: the Hesitant Boom: Indonesia’s Oil Palm Sub-Sector in an Era of
Economic Crisis and Political Change. CIFOR Occasional Paper No. 29.
CIFOR, Bogor, Indonesia.
Drajat Bambang. 2012. Corporate Social ResponsibilitySebagai Strategi Bisnis
Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit. Prosiding Kongres MAKSI 2012.
Bogor
Fayyaz, S., Frenzel, P., Koster, M., Kollmeir,B., Mclntyre, J., Meier, K, Muller,
M., Schmidt,J Schmidt, P., Somoza, I., Weber, N., Weinert, T., Ayesteran,
J., Kopriwa, N., Pfenning, A. :Wie Konnen wir Zukunftig ausreichend
Enegie nachhaltig bereitstellen?. Chemie in labor und Biotechnik, 2009, 60,
32-39.
Greenpeace. 2009. Klima Agrospri.
http://www.greenpeace.de/fileadmin/gpd/user_upload/themen/klima/FS_Ag
rosprit_0803.pdf.
Machhammer, Rohstoffwandel in der chemischen Industrie, VT-kolloqium 2007,
RWTH Aachen University.
Mittelbach Martin dan Claudia Remschmidt. 2004. Biodiesel: The Comprehensive
handbook. CRC Press, New York.
Mulyantara Tri dan Koes Sulistiadji. 2004. Biodiesel, bahan bakar campuran
ramah lingkungan. Balai Besar pengembangan Mekanisasi Pertanian.
Serpong.
Oil Word, 2009. The Independent Forecasting Service for Oilseeds, Oils & Meals
Providing Primary Information –Profesional Analysis—Unbiased Opinion.
ISTA Mielke GmbH. Hamburg. Germany.
Pertamina, 2004. Pertamina-PTPN kerjasama Bangun Kilang Biodiesel. Antara
News. Indonesia.
Putranto. 2004. Prinsip-prinsip Biososioekonomi untuk Pejabat Pemerintah (4):
penyediaan Energi dan Pengendalian Pertumbuhan PopulasiPenduduk.
Http://www.satriopiningitasli.com/2010/11/ prinsip-prinsip-
biososioekonomi-untuk.html.
Soeratin Boyke Setiawan. 2012. Daya Tarik Pemasaran Biodiesel Indonesia
(Suatu Survey Pada SPBU yang Menjual Bahan Bakar Biodiesel Berbasis
CPO di Pulau Jawa). Prosiding Kongres MAKSI 2012. Bogor.
Wijono Agung. 2012. Life Cycle Assessment – Cradle to Wheel Industri
Biodiesel Kelapa Sawit. Prosiding Kongres MAKSI 2012. Bogor.
Zubir Zaiyardam. 2012. Dibalik Angka-Angka yang Fantastik: Terdapat Sejumlah
Persoalan: Perlawanan Masyarakat di Perkebunan Sawit Indragiri Hulu
Riau. Prosiding Kongres MAKSI 201. Bogor.

You might also like