You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

2.1 LATAR BELAKANG


Setiap wilayah tempat tinggal manusia memiliki resiko bencana.Seringkali resiko
tersebut tidak terbaca oleh komunitas dan karenanya tidak dikelola dengan baik.Hal
ini menyebabkan terkadang, dan mungkin juga sering, bencana terjadi secara tak
terduga-duga. Dampak paling awal dari terjadinya bencana adalah kondisi darurat,
dimana terjadi penurunan drastis dalam kualitas hidup komunitas korban yang
menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan
kapasitasnya sendiri.Kondisi ini harus bisa direspons secara cepat, dengan tujuan
utama pemenuhan kebutuhan dasar komunitas korban sehingga kondisi kualitas hidup
tidak makin parah atau bahkan bisa membaik.
Bencana harus ditangani secara menyeluruh setelah situasi darurat itu
direspons.Setiap akibat pasti punya sebab dan dampaknya, maka bencana sebagai
sebuah akibat pasti punya sebab dan dampaknya, agar penanganan bencana tidak
terbatas pada simpton simpton persoalan, tetapi menyentuh substansi dan akar
masalahnya.Dengan demikian kondisi darurat perlu dipahami sebagai salah satu fase
dari keseluruhan resiko bencana itu sendiri.Penanganan kondisi darurat pun perlu
diletakkan dalam sebuah perspektif penanganan terhadap keseluruhan siklus bencana.
Setelah kondisi darurat, biasanya diikuti dengan kebutuhan pemulihan (rehabilitasi),
rekonstruksi (terutama menyangkut perbaikan-perbaikan infrastruktur yang penting
bagi keberlangsungan hidup komunitas), sampai pada proses kesiapan terhadap
bencana, dalam hal ini proses preventif.
Perbedaan mendasar ditemukan antara kerja dalam kondisi darurat dengan kerja
penguatan kapasitas masyarakat secara umum. Dalam kondisi darurat, waktu
kerusakan terjadi secara sangat cepat dan skala kerusakan yang ditimbulkan pun
biasanya sangat besar.Hal ini menyebabkan perbedaan dalam karakteristik respon
kondisi darurat.Komitmen, kecekatan dan pemahaman situasi dan kondisi bencana
(termasuk konflik) dalam rangka memahami latar belakang kebiasaan, kondisi fisik
maupun mental komunitas korban dan karenanya kebutuhan mereka, sangat
dibutuhkan.Selain itu, sebuah kondisi darurat juga tidak bisa menjadi legitimasi kerja
pemberian bantuan yang asal-asalan. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa sumber
daya sebesar apapun yang kita miliki tidak akan cukup untuk memenuhi seluruh
kebutuhan komunitas korban bencana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN
Menurut UU No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, “Bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam atau mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan /atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.”
(Pusponegoro dan Sujudi, 2015)
Maintenance yang dalam bahasa Indosnesia biasa disebut pemeliharaan/perawtan
merupakan sebuah aktifitas yang bertujuan untuk memastikan suatu fasilitas secara
fisik bisa secara terus menerus melakukan apa yang dilakukan pennguna/pemilik
inginkan (Kurniawan, 2013).
Proses perawatan bencana adalah proses perawatan yang di berikan kepada
individu tertentu atau kelompok tertentu yang terkena bencana alam maupun non
alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, masalah kesehatan serta dampak psikologis.
2.2 JENIS-JENIS BENCANA
Jenis-jenis bencana menurut Urata, (2008)
1. Gempa Bumi
Adalah getaran atau atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi
yang disebabkan olehtumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, aktivitas
gunung api atau runtuhan batuan. Gempa bumi menyebabkan krusakan fisik
sarana dan prasarana dan menyebabkan banyak korban. Masalah kesehatan
yang sering muncul ccat karena patah tlang dan masalh sanitasi.
2. Letusan gunung api
Merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang di kenal dengan istilah
“erupsi”. Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran
material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami, dan banjir lahar.
Masalah kesehatan yang dihasilkan adalah kematian, luka bakar, gangguan
pernafasan akibat gas. Letusan gunung merapi dapat menyebabkan masalah
gizi karena menyebbkan rusaknya tanaman, pohon serta hewan ternak.
3. Tsunami
Tsunami berasal dari bahsa Jepang yang berarti gelombang ombak
lautan (“tsu” berarti “name” berarti gelombang ombak). Tsunami adalah
serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya
pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi. Tsunami menyebabkan kerusakan
bangunan, tanah, sarana dan prasarana umum, kerusakan sumber air bersih.
4. Tanah Longsor
Merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan ataupun
percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya
kestabilan tanh atau batuan penyusun lereng.
5. Banjir
Adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau
daratan karena volume air meningkat. Banjir bandang adalah banjir yang
daang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan
terbendungnya aliran sungai pda alur sungai.

2.3 DAMPAK BENCANA ALAM


Dampak bencana menurut Urata, (2008) :
a. Korban jiwa, luka dan sakit (berkaitan dengan angka kematian dan kesakitan)
b. Adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjadi rentan dan beresiko
mengalami kurang gizi,tertular penyakit dan menderita stress.
c. Kerusakan lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan menyebabkan
keterbatasan airdan sanitasi serta menjadi tempat perindukan vector penyakit.
d. Seringkali system pelayanan kesehatan terhenti,selain karena rusak ,besar
kemungkinan tenaga kesehatan setempat juga menjadi korban bencana.
e. Bila tidak diatasi segera,maka derajat kesehatan semakin menurun dan
berpotensi menyebabkan terjadinya KLB

2.4 PERAN PERAWAT DALAM BENCANA


Peran perawat diharapkan dalam setiap bencana yang terjadi. Peran perawat menurut
fase bencana (PPRPB,2008) :
1. Fase pre impact
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam
penanggulangan ancaman bencana setiap fasenya.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai kegiatan pemerintahan, organisasi
lingkungan, Palang Merah Nasional, maupun lembaga-lembaga
kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi memberikan
tanggap bencana.
c. Perwat terlibat dalam promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan
tanggap bencana, meliputi usaha pertolongan diri sendiri, pelatihan
pertolongan pertama dalam keluarga dan menolong anggota keluarga yang
lain, pembekalan informs cara menyimpan makanan dan minuman untuk
persediaan, perawat memberikan nomor telepon penting seperti nomor
telepon pemadam kebakaran, ambulans, RS, memberikan informasi
peralatan yang perlu dibawa (pakaian, senter)
2. Fase Impact
a. Bertindak cepat
b. Perawat tidak memberikan janji apapun atau memberikan harapan palsu
pada korban bencana.
c. Konsentrasi penuh pada hal yang dilakukan.
d. Berkoodinasi dengan baik dengan tim lain.
e. Bersama pihak yang terkait mendiskusikan dan merancang master plan
revitalizing untuk jangka panjang.
3. Fase Post-Impact
a. Memberikan terapi bagi korban bencana untuk mengurangi trauma
b. Selama masa perbaikan perwat membantu korban bencana alam untuk
kembali ke kehidupan normal
c. Beberapa penyakit dan kondisi fisik yang memerlukan pemulihan dalam
jangka waktu lama memerlukan bekal informasi dan pendampingan.

2.5 10 PRINSIP PENANGGULANGAN BENCANA


10 prinsip penanggulangan bencana menurut Pusponegoro dan Sujudi, (2015) :
1. Penanggulangan gawat darurat sehari-hari yang baik akan
memberikan hasil akan memberikan hasil yang baik pada waktu
penanggulangan gawat darurat bencana/korban masal
Baik buruknya penanganan gadar bisa dilihat dari kecepatan respons
yang diberikan (respons Time), yaitu jarak waktu saat terjadinya kejadian
(incident) dan datangnya pertolongan dengan tepat untuk itu diperlukan
kecepatan minta pertolongan dan kecepatan datangnya pertolngan.
2. Jangan pindahkan bencana (Korban Massal) ke rumah sakit
Dalam keadaan bencana atau incident yang mengakibatkan korban
missal, naluri kita akan membawa Koran-korban itu kerumah sakit
terdekat. Tindakan ini akan menyebabkan rumah sakit tersebut mendapat
pasien dengan jumlah yang melebihi kapasitas, terutama bila rumah sakit
tersebut tidak mempunyai disaster plan.
Setiap fasilitas kesehatan dapt menyatakan kapan suatu kejadian
merupakan bencana atau korban missal sesuai dengan kemampuan fasilitas
medic yang tersedia. Ada Beberapa kategori korban bencana atau korban
missal :
a. Bencana atau korban missal tingkat I :
Jika jumlah korbannya 20-50 pasien. Bawa pasien ke rumah sakit
yang mampu menampung 50 pasien dan dapat menanganinya dengan
baik dan terdidik.
b. Bencana atau korban missal tingkat II :
Jumlah pasien 50-100 pasien. Pasien harus disebar ke semua rumah
sakit sesuai dengan kategori triage-nya.
c. Bencana atau korban missal tingkat III :
Jumlah pasien 100-200. Jika perlu, dapat dilakukan secondary
medevac yaitu evakuasi korban ke kota tetangga bahkan ke Negara
tetangga.
3. Pasien yang tepat ke RS yang tepat dengan Ambulans yang tepat pada
waktu yang tepat (The Right patient to the Right Hospital by the
Right Ambulance at The Right Time)
a. Pasien yang tepat
Pada keadaan gadar sehari-hari, Triag eoleh paramedic AGD 118 atau
yang setara dilakukan secara :
1. Ada gangguan ABCD dan E (A=Airway, B=Breathing,
C=Circulation, D=Disability, dan E=Exposure-Hipotermi atau
malignant Hipotermi) yang dapat mengakibatkan korban
meninggal atau cacat maka harus distabilkan dan dievakuasi
(madevac ) ke UGD atau RS yang mampu menanggulanginya.
2. Tidak ada gangguan ABCD dan E dan tidak akan mngakibatkan
korban meninggal atau cacat.
3. Pasien yang tidak ada gangguan medik (cedera), hanya ketakutan
(setres) dievakuasi, (madevak) ke UGD atau umah sakit terdekat
atau diinformasikan ke dokter keluarganya.
4. Korban yang meninggal tidak boleh dibawa dengan AGD 118 atau
ambulans gadar lain karena jika dalam perjalanan ada pasien
kecelakaan lalu lintas (KLL) tidak dapat ditolong karena ada
jenazah didalam ambulans. Korban meninggal harus dibawa
dengan mobil jenazah.
b. Rumah sakit yang tepat
Indonesia mempunyai klasifikasi Rumah Sakit tipe ABCD,
sedangkan UGD, URD, IRD, dan UGD yang tidak menunjukkan
kualitas kemampuannya.
c. Ambulans yang tepat
Kebutuhan pasien harus dapat dipenuhi oleh sarana atau alkes
dan kompetensif personel ambuan atau paramedic yang mengawalinya.
d. Waktu yang tepat
Yang dimaksud dengan waktu yang tepat adalah pasien harus
dapat tiba di UGD atau rumah sakit dalam waktu yang singkat dan
aman tanpa AGD 118 melakkan evakuasi dengan kecepatan tinggi.
4. Hanya triage dan damage control surgery tanpa operasi definitif
Triage dilakukan oleh kepala UGD, ahli bedah paling senior, atau
seorang spesialis bedah, (SP.Bd). karena mereka yang mempunyai kompetensi
untuk menanggulangi semua masalah trauma maupun acture care suergery
primary triage dilakukan di tempat kejadian (oleh paramedic AGD 118) atau
sebelum masuk ke UGD.
5. Triage dan local rapid assessment (Heal and needs)
Triage dilakukan hanya dengan tehnik start Triage. Selama ini respon
terhadap bencana dilakukan sesuai dengan assessment (penilaian atau
perkiraan) dari Jakarta sehingga sering bantuan yang datang tidak sesuai
dengan kebutuhan local. Bantuan terlalu banyak atau kurang atau tidak tepat
manfaat. Rapid assessment seharusnya dilakukan local repid Asessmet
(dengan catatan kabupaten atau provinsi sudah merupakan safe community)
sehingga :
1. Bantuan tidak diperlukan karena dapat diatasi dengan secara local
2. Bntuan cukup hanya berupa logistic sesuai dengan local repid assessment.
3. Bantuan berupa tim yang tepat dengan logistic yang tepat
4. Secara internasional berlaku aturan yang tidak tertulis bahwa semua harus
mengirim bantuan baik diminta atau tidak diminta kalau gempa bumi lebih
dari 7 Skala Richter.
6. Risk and Hazard Assesment dan manajemen
Setiap daerah mempunyai resiko terjadinya bencana atau korban missal
dari ancaman (Hazard) didaerh tersebut. Untuk dapat menanggulangi bencana
atau korban missal itu dengan baik, kita harus mengenali, mengevaluasi,
menilai ancaman (Hazard) tersebut dan merencanakan penanggulangannya.
Masyaraakat sendiri, dengan ketahanannya terhadap bencana (safecomunty)
dan dengan dibantu pemerintah (BNPB dan BPBD), dapat melakukan :
a. Preparednes (kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana atau korban
missal)
b. Mitigation (upaya untuk mengurangi resiko bencana)
c. Response (pemberian respon yang tepat atau tidaknya dari korban
bencana )
d. Recontruction (pengembalian sesuatu seperti semula)
7. Single disaster plan untuk multi-Hazard
Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan lebih dari 17.000
pulau. Bil terjadi bencana dislah satu pulau kecil, maka akan sulit untuk
member bantuan dari daerah lain. karena itu setiap komunitas harus
mempunyai disaster plan sendiri. Karena itu semua bisa terjadi wilayah pulau-
pulau besar juga.
8. Tim yang tepat di tempat yang tepat, pada wkatu yang tepat, dengan
pengetahuan yang tepat, keterampilan yang tepat dan logistic yang tepat
(The Right team at The Right place at The Right team with Right
knowledge, Right Skill Right Logistics
Kita sering mengirim the wrong team at the wrong place at the wrong
time with wrong knowledge, wrong skills and wrong logistics karena
komposisi team ditentukan pusat, bukan sesusai dengan kebutuhan bencana.
Ini terjadi karena didaerah bencana tersebu tidak ada sistem penanggulang
sehari-hari yang memenuhi standar.selain itu, tidak mampu melakukan rapid
asseme dari amasalah heal and needs yang dihadapinya. akibatnya pusat lebih
dominan memutuskan berdasarkan perkiraan yang terp tidak sesuai dengan
kebutuhan. Namun, ada wilayah yng bisa belajar dari bencana maslalu.
9. Dalam suatu bencana ataupun korban missal, masalah yang kita hadapi
adalah bagaimana caranya supaya para pengungsi (displaced respon)
dapat tetap hidup sehat di tempat penampungan,terutama bagi mera
dengan kebutuhan khusus (Special Need People)
Bencana ada yang slow Impact seperti banjir, letusan gunung berapi,
dimana kita kebakaran, gempa, tsunami. Bencana fast impact membuat kita
tidak punyak waktu sehingga orang-orang berkebutuhan khusus (special need
people) sering tambah menderita karena alat bantu mereka lupa terbawa saat
evakuasi. Orang-orang berkebutuhan khusus, antara lain, adalah :
a. Bayi baru lahir
b. Ibu melahirkan
c. Balita
d. Ibu hamil
e. Orang tua
f. Orang dengan hipertensi
g. Orang dengan masalah jantung
h. Orang dengan stroke
i. Orang dengan diabetes
j. Orang-orang dengan kecacatan mental dan fisik
k. Orang dengan post traumatic stress disorder (PTSD)
l. Orang dengan penyakit menular
10. YO-YO 24-48 Hours (You Are On Your Own for the First 24-48 Hours)
Ketika bencana terjadi, masyarakat yang kena bencana seringkali sulit
melakukan penyelamatan sendiri sebelum bantuan datang. Hal ini karena
mereka tidak siap menghadapi bencana. Selain itu, bantuan yang diharapkan
segera tiba juga terlambat datang karena akses ke wilayah bencana terhambat.
Daerah yang berpotensi mengalami kejadian seperti ini adalah :
a. Terpencil
b. Perbatasan
c. Susah dijangkau
d. Pulau kecil
e. Jalan/ jembatan rusak
f. Pelabuhan rusak/ tidak ada
g. Bandara rusak/ tidak ada
h. Gedung bertingkat
i. Tidak punya disaster plan
j. Bukan daerah safe community
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN

You might also like