You are on page 1of 15

Portofolio 3 Sirosis Hepatis

Nama Peserta :dr. Enika Tilaar

Nama Wahana : RSU BETHESDA GMIM TOMOHON

Topik : Sirosis Hepatis

Tanggal (kasus) : 02 – 10 – 2016 No. RM : 727695

Tanggal presentasi : – 11 – 2016 Nama Pendamping : dr. Joshi Nelwan

Tempat Presentasi : Ruang Meeting RSU Bethesda GMIM Tomohon

Obyektif presentasi :
 KKeilmua  KKeterampila
 PPenyegaran  TTinjauan pustaka
n n
 DDiagnost
 MManajemen  MMasalah  IIstimewa
ik
 NNeonat  BBay  AAn  RRemaj  DDewas  LLansi  BBumi
us i ak a a a l
 Deskripsi : Laki-laki, 48 tahun, muntah campur darah ± 1 hari SMRS, perut membesar
sejak 2 bulan SMRS, bengkak pada kedua kaki sejak 3 minggu SMRS, leukositosis,
trombositopenia, hiperglikemia, hiperuremia, hiperbilirubinemia, HbsAg (+)
 Tujuan : untuk mengetahui gejala dan tanda untuk diagnosis sirosis hepatis serta
tatalaksana sirosis hepatis.
 RRise  KKas
Bahan bahasan :  TTinjauan pustaka  AAudit
t us
 DDisku  PPresentasi dan  EEma
Cara membahas  PPos
si diskusi il
Data pasien Nama : JJ No. Registrasi : 727695
Terdaftar sejak :
Nama klinik : RSU BETHESDA Pekerjaan : Guru
02-10-2016
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / gambaran klinis :
Pasien datang ke RSU Bethesda dengan keluhan utama muntah campur darah. Muntah
campur darah dialami sejak kira-kira 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Frekuensi muntah 2 kali, berwarna kehitaman bercampur darah. Volume kurang lebih
setengah gelas aqua setiap kali muntah. Keluhan muntah disertai nyeri ulu hati sejak 1
minggu SMRS dan memberat sejak 3 hari SMRS.
Perut membesar secara perlahan-lahan sejak kira-kira 2 bulan SMRS. Perut dirasakan
semakin membesar tanpa disertai keluhan sesak maupun kesulitan bernapas.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan bengkak pada kedua kaki sejak kira-kira 3 minggu
SMRS. Bengkak tidak berkurang maupun bertambah ketika berjalan maupun istirahat.
Keluhan kaki bengkak tidak disertai dengan rasa nyeri dan kemerahan. Riwayat trauma
pada kaki disangkal.
2. Riwayat pengobatan :
Pasien baru kali ini memeriksakan diri di RS.
3. Riwayat kesehatan / penyakit :
Penyakit jantung, paru, ginjal, dan hati disangkal.
4. Riwayat keluarga :
Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.
5. Riwayat pekerjaan :
Pasien adalah seorang guru.
6. Kondisi kebiasaan :
Merokok (-) Alkohol (-).
7. Lain-lain : (PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN LABORATORIUM, dan
TAMBAHAN YANG ADA, sesuai dengan FASILITAS WAHANA)

a. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/m
Respirasi : 18 x/m
Suhu badan : 370 C
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera Ikterik (-).
Thoraks : cor : Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba.
Perkusi : batas kanan : ICS III-IV Linea parasternalis dekstra.
Auskultasi : S I-II normal, bising (-).

pulmo : Inspeksi : Retraksi (-).


Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri.
Perkusi : Sonor kanan = kiri.
Auskultasi : Rhonki -/-, wheezing -/-.
Abdomen : cembung, lemas, BU (+) normal, nyeri tekan epigastrium (+), undulasi (+),
shifting dullness (+), Hepar & Lien : sulit dievaluasi.
Ekstremitas : akral hangat. Edema ekstremitas bawah minimal.

Rectal Tousie: TSA cekat, ampula kosong, nyeri tekan (-), feses (+) warna coklat kehijauan,
darah (-).
b. Laboratorium
(03/10/2016) j. 08.16
Hasil Nilai Normal
Leukosit 13.22 x 10^3/Ul 4.00-10.00 x 10^3/uL
Neutrofil 73.8% 50.0-70.0 %
Limfosit 20.9% 20.0-40.0 %
Monosit 5.0% 3.0-12.0 %
Eosinofil 0.2% 0.5-5.0 %
Basofil 0.1% 0.0-1.0 %
Eritrosit 3.07 x 10^6/Ul 4.70-6.10 x 10^6/uL
Hemoglobin 10.3 g/Dl 13.0-16.5
Hematokrit 29.1% 42.0-52.0%
MCV 94.7 80.0-100.0
MCH 33.6 27.0-35.0
MCHC 35.4 30.0-40.0
Trombosit 64 x 10^3/uL 100-300 x 10^3/uL
GDS 364 <200
Natrium 140 135-153 mmol/L
Kalium 4.59 3,5-5,3 mmol/L
Klorida 107 98-109 mmol/L
Ureum 71 15-39
Kreatin 1 0,8-1,3
Asam Urat 5.2 3,5-7,2
Bilirubin Total 3.3 ≤ 1,00
Bilirubin Direk 1.9 0,00-0,30
Bilirubin Indirek 1.4 <0,9
SGOT 61 15-37
HbsAg Positif Negatif

03/10/2016
Feses Lengkap
Makroskopis
Warna Hitam
Konsistensi Lembek
LEndir Negatif
Darah Negatif
Cacing NEgatif
Mikroskopis
Lekosit 2-3
Eritrosit 6-8
Telur Cacing -
Amoeba -
Serat Makanan -
Lain-lain -
Darah samar Positif

Daftar pustaka :
1. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata
MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 5. Jakarta; Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. 2009. Hal. 668-673.
2. Kochanek KD, dkk. National Vital Statistics Reports. CDC. 2016. 65(4):1-122.
3. WHO. Indonesia: WHO statistical profile. Januari 2015.
4. Starr SP. Raines D. Cirrhosis: Diagnosis, Management, and Prevention. Am Fam
Physician. 2011;84(12):1353-1359.
5. Lindseth GN. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam: Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC. Hal: 472-516.
6. Runyon BA. 2013. Introduction to the Revised American Association for the Study of
Liver Diseases Practice Guideline Management of Adult Patients With Ascites Due to
Cirrhosis 2012. HEPATOLOGY. 2013;57(4):1651-3
7. Vilstrup H. Hepatic Encephalopathy in Chronic Liver Disease: 2014 Practice Guideline by
the American Association for the Study of Liver Diseases and the European Association for
the Study of the Liver. HEPATOLOGY. 2014;60(2):715-35.

Hasil pembelajaran :

Tanda dan Gejala Sirosis Hepatis

Diagnosis Sirosis Hepatis

Tatalaksana Sirosis Hepatis

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif
Laki-laki, 48 tahun, muntah campur darah ± 1 hari SMRS, perut membesar sejak 2
bulan SMRS, bengkak pada kedua kaki sejak 3 minggu SMRS.
2. Objektif
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/m
Respirasi : 18 x/m
Suhu badan : 370 C

Pemeriksaan fisik
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera Ikterik (-).
Thoraks : cor : Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba.
Perkusi : batas kanan : ICS III-IV Linea parasternalis dekstra.
Auskultasi : S I-II normal, bising (-).

pulmo : Inspeksi : Retraksi (-).


Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri.
Perkusi : Sonor kanan = kiri.
Auskultasi : Rhonki -/-, wheezing -/-.
Abdomen : cembung, lemas, BU (+) normal, nyeri tekan epigastrium (+), undulasi
(+), shifting dullness (+), Hepar & Lien : sulit dievaluasi.
Ekstremitas : akral hangat. Edema ekstremitas bawah minimal.

Rectal Tousie: TSA cekat, ampula kosong, nyeri tekan (-), feses (+) warna coklat
kehijauan, darah (-).

8. Lain-lain : (PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN LABORATORIUM, dan


TAMBAHAN YANG ADA, sesuai dengan FASILITAS WAHANA)

b. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/m
Respirasi : 18 x/m
Suhu badan : 370 C
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera Ikterik (-).
Thoraks : cor : Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba.
Perkusi : batas kanan : ICS III-IV Linea parasternalis dekstra.
Auskultasi : S I-II normal, bising (-).

pulmo : Inspeksi : Retraksi (-).


Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri.
Perkusi : Sonor kanan = kiri.
Auskultasi : Rhonki -/-, wheezing -/-.
Abdomen : cembung, lemas, BU (+) normal, nyeri tekan epigastrium (+), undulasi
(+), shifting dullness (+), Hepar & Lien : sulit dievaluasi.
Ekstremitas : akral hangat. Edema ekstremitas bawah minimal.

Rectal Tousie: TSA cekat, ampula kosong, nyeri tekan (-), feses (+) warna coklat
kehijauan, darah (-).

Laboratorium
(03/10/2016) j. 08.16
Hasil Nilai Normal
Leukosit 13.22 x 10^3/Ul 4.00-10.00 x 10^3/uL
Neutrofil 73.8% 50.0-70.0 %
Limfosit 20.9% 20.0-40.0 %
Monosit 5.0% 3.0-12.0 %
Eosinofil 0.2% 0.5-5.0 %
Basofil 0.1% 0.0-1.0 %
Eritrosit 3.07 x 10^6/Ul 4.70-6.10 x 10^6/uL
Hemoglobin 10.3 g/Dl 13.0-16.5
Hematokrit 29.1% 42.0-52.0%
MCV 94.7 80.0-100.0
MCH 33.6 27.0-35.0
MCHC 35.4 30.0-40.0
Trombosit 64 x 10^3/uL 100-300 x 10^3/uL
GDS 364 <200
Natrium 140 135-153 mmol/L
Kalium 4.59 3,5-5,3 mmol/L
Klorida 107 98-109 mmol/L
Ureum 71 15-39
Kreatin 1 0,8-1,3
Asam Urat 5.2 3,5-7,2
Bilirubin Total 3.3 ≤ 1,00
Bilirubin Direk 1.9 0,00-0,30
Bilirubin Indirek 1.4 <0,9
SGOT 61 15-37
HbsAg Positif Negatif

03/10/2016
Feses Lengkap
Makroskopis
Warna Hitam
Konsistensi Lembek
LEndir Negatif
Darah Negatif
Cacing NEgatif
Mikroskopis
Lekosit 2-3
Eritrosit 6-8
Telur Cacing -
Amoeba -
Serat Makanan -
Lain-lain -
Darah samar Positif

Diagnosis ditegakkan dari adanya gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan hasil
pemeriksaan laboratorium.

3. Assesment
Definisi
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hepar dan pembentukan nodulus regenerative. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis
hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi
jaringan vaskuler, dan regenerasi nodularis parenkim hati.1
Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti
belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai
dengan adanya gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas.1

Diagnosis
a. Gambaran klinis
Pada stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala
awal sirosis kompensata meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan
berkurang, perasaan perut kemubng, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat
timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan
seksualitas. Bila sangat lanjut yakni sirosis dekompensata dapat timbul gangguan yang
lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,
meliputi hilangnya rambut badan, rambut badan, gangguan tidur dan demam tak begitu
tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi,
epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti the pekat,
muntah darah dan atau melena, serta perubahan mental meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.1
Temuan klnis sirosis meliputi spider telangiektasi, suatu lesi vaskuler dikelilingi
oleh beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan seperti di bahu, muka dan
lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan bahwa terjadi
peningkatan estradiol/testosterone bebas.1
Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal
ini juga dikaitkan dengan perubahan mekanisme hormone estrogen. Tanda ini tidak
begitu spesifik pada sirosis.1
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan
warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan mungkin
disebabkan oleh hypoalbuminemia.1
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati hipertrofi
merupakan suatu keadaan periostitis proliferative kronik. Hal ini dapat menimbulkan
nyeri.1
Kontraktur dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi
jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan
sirosis.1
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula
mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedione. Selain itu,
ditemukan hilangnya juga rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki
mengalami perubahan kea rah feminism. Kebalikannya pada perempuan terjadi
menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause. Atrofi testis hipogonadisme
menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada sirosis alkoholik dan
hemokromatosis.1
Pada pasien yang mengalami sirosis, ukuran hepar dapat normal, membesar, atapun
mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali
sering ditemukan pada sirosis terutama yang penyebabnya nonalkoholik. PEmbesaran
ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.1
Asites merupakan penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi
porta dan hypoalbuminemia. Kaput medusa juga dapat terjadi akibat hipertensi porta.1
Fetor hepatikum merupakan bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
oleh peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.1
Ikterus pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia. Bila kadar bilirubin
kurang dari 2-3 mg/dL tak terlihat. Warna urin menjadi gelap seperti air the. Asterixis
bilateral merupakan gerakan mengepak-ngepak dari tangan, dorsofleksi dari tangan.1
Selain itu terdapat tanda-tanda lain yang biasa menyertai sirosis yakni demam yang
tak begitu tinggi akibat nekrosis hepar, batu pada vesika felea akibat hemolysis,
pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini dapat terjadi akibat
sekunder infiltrasi lemak, fibrosis dan edema. Diabetes melitus dialami 15-30 % pasien
sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta
pancreas. 1

b. Laboratorium
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yakni pemeriksaan tes fungsi hati,
pemeriksaan radiologis, dan biopsy hati. Pada pemeriksaan Aspartat aminotransferase
(AST) atau serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan alanine aminotransferase (SGPT)
meningkat tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila
transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis.1
Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bias ditemukan pada pasien kolangitis sclerosis primer dan
sirosis bilier primer.1
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali
fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pad penyakit hati alkoholik kronik,
karena alcohol selain menginduksi GGT microsomal heatik, juga bisa menyebabkan
bocornya GGT dari hepatosit.1
Bilirubin konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin sintesisnya di jaringan hati, konsentrasinya
menurun sesuai dengan perburukan sirosis. Globulin konsentrasinya meningkat pada
sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari system porta ke jaringan
limfoid, selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin. Waktu prothrombin
mencerminkan derajat atau tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis
memanjang. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.1
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia
normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia
dengan trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif
berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.1
Pemeriksaan radiologis (barium meal) dapat melihat varises untuk konfirmasi
adanya hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena
pemeriksaannya non invasive dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang.
Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati,
ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular,
permukaan irresular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG
juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, thrombosis vena porta dan pelebaran vena
porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis. Tomografi
komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya
relative mahal. Magnetic resonance imaging, peranannya tidak jelas dalam
mendiagnosis sirosis selaitu biayanya mahal.1

c. Penatalaksanaan
Tatalaksana pada pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk
mengurangai progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan
etiologi, diantaranya alcohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai
hati dihentikan penggunaannya. Pemberin asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bias
menghambat kolagenik. Pada hepatitis autoimun bias diberikan steroid atau
imunosupresif. Hematokromatosis yang dilakukan flebotomi tiap minggu sampai kadar
besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati nonalkoholik
dapat diturunkan berat badan untuk mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B,
interferon alfa dan lamivudine merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini
pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian
lamivudine setelah 9-12 bulan menimbulkan mutase YMDD sehingga terjadi resistensi
obat. Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dan ribavirin merupakan terapi
standar.1
Pada pengobatan fibrosis hati, pengobatan antifibotik pada saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Pengobatan untuk mengurangi sel
stelata bias merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik
yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti
peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam
penelitian sebagai antifibrosis dan sirosis.1
Asites, dapat ditangani dengan tirah baring dan diawali diet rendah garam, kosumsi
garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam kombinasi dengan
obat-obat diuretic. Awalnya pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali
sehari. Respons diuretic bias dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa
adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Jika pemberian
spironolakton tidak adekuat bias dikombinasi dengan furosemide dengan dosis 20-40
mg/hari. Pemberian furosemide bias ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal
dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. PEngeluaran
asites bias hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.1,6
Ensefalopati hepatic, dapat diberikan laktulosa untuk membantu pasien untuk
mengeluarkan ammonia. Neomisin bias digunakan untuk mengurangi bakteri usus
penghasil ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kgBB/hari terutama diberikan
yang kaya asam amino rantai cabang.1,7
Varises esophagus, sebelum berdarah dan sesudah berdarah dapat diberikan obat
penyekat beta seperti propranolol. Waktu perdarahan akut, bias diberikan preparat
somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligase
endoskopi. Hemodinamik stabil dan Hb kira-kita 8 harus dipertahankan pada saat terjadi
perdarahan aktif. PEmberian fresh frozen plasma dan platelet dapat diberikan pada
pasien dengan koagulopati dan trombositopenis signifikan. Selain itu pada saat
perdarahan akut sebaiknya diberikan antibiotic profilaksis untuk mencegah terjadinya
infeksi bacterial berat yang menyebabkan terjadinya sepsis. Pada saat perdarahan akut
penggunaan propranolol sebaiknya dihindari untuk mencegah terjadinya hipotensi.1
Pada peritonitis spontan bacterial ditatalaksana dengan menggunakan antibiotic
spectrum luas, seperti cefotaxim (2 gram intravena setiap 12 jam) atau ceftriaxone 2
gram setiap 24 jam maupun ampicillin-sulbactam 2 gram intravena setiap 6 jam selama
7 hari. Untuk profilaksis dapat diberikan terapi oral antibiotic spectrum luas seperti
quinolone (ciprofloxacin atau levofloxacin) selama 7 hari atau penghambat
betalaktamase pada daerah yang belum resisten terhadap obat ini.6
4. Plan
Diagnosis :
-Obsevarsi hematemesis ec susp varises esophagus ec susp sirosis hepatis
-Stress Hiperglikemik dd Diabetes Melitus Tipe 2

Penatalaksanaan :
-IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit
-Inj. Fosmicin 2x1 gr
-Spironolakton 1x50 mg
-Furosemid 3x1
-Omeprazole 2x20 mg
-Novorapid 3x10 iu
-Levemir 1x10 iu
HALAMAN PENGESAHAN

Diajukan Oleh:

dr. Enika Tilaar

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi portofolio:

Sirosis Hepatis

Hari/Tanggal : November 2016


Tempat: Ruang Meeting RSU Bethesda GMIM Tomohon

Disahkan Oleh:

Pembimbing,
dr. Joshi Nelwan

BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal November 2016 telah dipresentasikan portofolio oleh:

Nama Peserta : dr. Enika Tilaar


Dengan Judul/Topik : Sirosis Hepatis
Nama Pendamping : dr. Joshi Nelwan
Nama Wahana : RSU BETHESDA GMIM TOMOHON

No Nama Peserta Presentasi No Nama Peserta Presentasi

Berita acara ini ditulis sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping
(dr. Joshi Nelwan)

You might also like