You are on page 1of 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/311587412

PENGEMBANGAN SUPPORT GROUP UNTUK REMAJA KORBAN KEKERASAN


SEKSUAL

Conference Paper · December 2016

CITATIONS READS

0 699

4 authors:

Reyhand Ichramsyah Pane Nurlihidayat Taufik


Universitas Pembangunan Jaya Universitas Pembangunan Jaya
4 PUBLICATIONS   0 CITATIONS    6 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Tami Nuryanti Rania Tirzi


Universitas Pembangunan Jaya Universitas Pembangunan Jaya
5 PUBLICATIONS   0 CITATIONS    3 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Menularkan Hidup Sehat Lewat Makanan Organik: Theory of Planned Behavior View project

Penggunaan Kecerdasan Emosional Dalam Kinerja Karyawan View project

All content following this page was uploaded by Nurlihidayat Taufik on 13 December 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENGEMBANGAN SUPPORT GROUP UNTUK REMAJA KORBAN KEKERASAN
SEKSUAL

Rania Pingky Ajrina Tirzi1), Reyhand Ichramsyah Pane2), Nurlihidayat Taufik3), Tami
Nuryanti4)

Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Pembangunan Jaya


1
Email: rania.pingky@student.upj.ac.id
2
Email: reyhand.ichramsyahpane@student.upj.ac.id
3
Email: nurlihidayat.taufiik@student.upj.ac.id
4
Email: tami.nuryanti@student.upj.ac.id

Abstract

Note Annual National of Commission for Women in 2016 reported 1.5 million adolescents
experienced sexual violence. Wardhani & Lestari (2007) said that sexual abuse can cause
trauma to a person, even result in mental disorders such as PTSD (post traumatic stress
disorder).

The author provides a solution to reduce the impact of PTSD in adolescents who experience
sexual violence in development support group program called Love and Peace. Love and
Peace is a support group where victims of sexual abuse can meet, get acquainted, share
stories, find solutions, and help each other. This program helps victims of sexual violence in
adolescents to be steadfast and wise addressing the past. The roles that writers need to
realize the program i.e sponsor, psychologists, teachers, parents, and the victims of sexual
violence.

The program will be held in 2017 in Indonesia from Sabang to Merauke. Programs run after
working with the parties to help implement the program The stages of Love and Peace
program include: 1) The victim is a volunteer and will be given a measuring tool for coping
and stress in the questionnaire. 2) The victim underwent 2-hour session. 3) The identity of the
victim will kept confidential and they are free to talk. 4) Other members listen and do not
interrupt. 5) Giving praise to victims who want to tell their experiences.6) coping and stress
measurement tool provided with a questionnaire to determine the level of coping and stress is
reduced or not after undergoing a support group.

Keywords: Support Group, Kekerasan Seksual, Remaja


1. PENDAHULUAN Poerwandari (dalam Fuadi, 2011)
mendefinisikan kekerasan seksual sebagai
Menurut Catatan Tahunan 2016 tindakan yang mengarah ke
Komnas Perempuan, dari kasus kekerasan ajakan/desakan seksual seperti menyentuh,
terhadap perempuan kekerasan fisik meraba, mencium, dan atau melakukan
menempati peringkat pertama dengan tindakan-tindakan lain yang tidak
persentase 72% atau 4.304 kasus, diikuti dikehendaki oleh korban, memaksa korban
dengan kekerasan seksual yang berada menonton produk pornografi, gurauan-
pada peringkat kedua, dengan jumlah gurauan seksual, ucapan-ucapan yang
kasus mencapai 2.399 (38%), pencabulan merendahkan dan melecehkan dengan
(tindakan ketika orang dewasa mengarah pada aspek jenis kelamin/ seks
berhubungan seks terhadap anak dibawah korban, memaksa berhubungan seks tanpa
umur dengan jenis kelamin berbeda) persetujuan korban dengan kekerasan fisik
mencapai 601 kasus (18%) dan sementara maupun tidak; memaksa melakukan
pelecehan seksual (tindakan seperti aktivitas-aktivitas seksual yang tidak
meraba, meremas, menyentuh bokong, disukai, merendahkan, menyakiti atau
payudara dan vagina/penis, menggoda melukai korban.
secara verbal dan non-verbal) mencapai
166 kasus (5%). Komnas Perempuan Fuadi (2011) mengatakan dampak
mencatat pada tahun 2015 terdapat yang muncul dari kekerasan seksual
321.752 kasus kekerasan terhadap kemungkinan adalah depresi, fobia, dan
perempuan berarti sekitar 881 kasus setiap mimpi buruk, curiga terhadap orang lain
hari. Angka tersebut didapatkan dari dalam waktu yang cukup lama. Menurut
pengadilan agama sejumlah 305.535 kasus Sulistyaningsih & Faturochman (dalam
dan lembaga mitra Komnas Perempuan Fuadi, 2011) ada pula yang merasa
sejumlah 16.217 kasus. Menurut terbatasi di dalam berhubungan dengan
pengamatan mereka, angka kekerasan orang lain, berhubungan seksual dan
terhadap perempuan meningkat 9% dari disertai dengan ketakutan akan munculnya
tahun sebelumnya (“Kasus kekerasan kehamilan akibat dari perkosaan. Bagi
seksual,” 2016). Setidaknya ada 1,5 juta korban kekerasan seksual yang mengalami
remaja yang mengalami kekerasan seksual trauma psikologis yang sangat hebat, ada
1 tahun terakhir. Survei ini digelar oleh kemungkinan akan merasakan dorongan
Pemerintah RI yakni Kementerian Sosial, yang kuat untuk bunuh diri. Penelitian
Kementerian Pemberdayaan Perempuan yang dilakukan oleh Warshaw (dalam
dan Perlindungan Anak (KPPPA), Badan Fuadi, 2011) menunjukkan bahwa 30%
Perencanaan Pembangunan Nasional dari perempuan yang mengalami
(Bappenas), Badan Pusat Statistik (BPS) perkosaan bermaksud untuk bunuh diri,
dengan dukungan teknis dari UNICEF 31% mencari psikoterapi, 22% mengambil
Indonesia dan Center for Disease Control kursus bela diri, dan 82% tidak dapat
and Prevention (CDC). Masa survei ini melupakan. Wardhani & Lestari (2007)
adalah Maret-April 2014 (“Survei RI- juga mengatakan ketika seseorang
UNICEF,” 2014). mengalami kekerasan seksual secara fisik
maupun psikologis, maka kejadian tersebut
dapat menimbulkan suatu trauma yang
sangat mendalam dalam diri seseorang c. Arousal, yaitu kesadaran secara
tersebut terutama pada anak-anak dan berlebih (hyper-arousal).
remaja. Kejadian traumatis tersebut dapat
mengakibatkan gangguan secara mental, DSM-IV (dalam Anam &
yaitu PTSD (post traumatic stress Himawan, 2005) juga mengatakan
disorder). individu yang mempunyai kecenderungan
post traumatic stress disorder akan terlihat
National Center for Post- kombinasi sejumlah gejala spesifik dari
Traumatic Stress Disorder (dalam Anam ketiga kelompok simtom di atas, dan
& Himawan, 2005) mendefinisikan post muncul tiga bulan setelah peristiwa yang
traumatic stress disorder (PTSD) sebagai traumatik.
gangguan kejiwaan yang terjadi disertai
pengalaman atau menyaksikan secara Flannery (dalam Fuadi, 2011)
langsung suatu peristiwa yang mengancam mengatakan PTSD dapat diatasi apabila
seperti pertempuran, bencana alam, insiden segera terdeteksi dan mendapatkan
teroris, kecelakaan yang serius, atau penanganan yang tepat. Apabila tidak
kekerasan yang menyerang seseorang terdeteksi dan dibiarkan tanpa penanganan,
seperti pemerkosaan. National Institute maka dapat mengakibatkan komplikasi
Mental Health (dalam Anam & Himawan, medis maupun psikologis yang serius yang
2005) juga menyebutkan post traumatic bersifat permanen yang akhirnya akan
stress disorder adalah gangguan mengganggu kehidupan sosial maupun
kecemasan yang dapat terjadi setelah pekerjaan penderita.
mengalami atau menyaksikan suatu Cindy (2013) mengatakan, manusia
kejadian yang mengerikan, atau siksaan sebagai makhluk sosial dalam
dengan kejahatan fisik yang gawat, atau kehidupannya tidak dapat terlepas dari
kejadian yang mengancam. Smet (dalam interaksi, sosialisasi, dan komunikasi.
Anam & Himawan, 2005) mengatakan Komunikasi menjadi sangat penting karena
post-traumatic stress disorder merupakan dengan melakukan komunikasi seseorang
reaksi berkepanjangan dari stres yang akan dapat mengungkapkan apa yang
dialami individu sehingga untuk mereka inginkan dan harapkan terhadap
mengetahui kecenderungan post traumatic orang lain dalam aktivitasnya. Untuk dapat
stress disorder pada individu adalah berkomunikasi dan berinteraksi dengan
dengan mengetahui faktor penyebabnya. baik maka manusia perlu menyesuaikan
Menurut DSM-IV (dalam Anam & diri dengan lingkungannya (adjustment).
Himawan, 2005), terdapat tiga kelompok Santrock (2006) mengatakan
simtom post-traumatic stress disorder, adjustment adalah proses psikologi untuk
yaitu : menyesuaikan diri, mengatasi masalah,
a. Instrusive Re-experiencing, yaitu selalu dan mengelola tantangan di dalam
kembalinya peristiwa traumatik dalam kehidupan sehari-hari. Contoh dari
ingatan. adjustment antara lain: 1) Murid
b. Avoidance, yaitu selalu menghindar mengembangkan kebiasaan belajar yang
sesuatu yang berhubungan dengan lebih baik. 2) Karyawan belajar untuk
trauma dan perasaan terpecah. bergaul lebih baik dengan rekan kerja. 3)
Seseorang mengubah kehidupan setelah coping) dan coping yang berfokus pada
perceraian. 4) Seseorang cukup tenang emosi (emotion focused coping). Bila
untuk menolong anggota keluarga dari individu merasa mampu menghadapi dan
bencana. 5) Seseorang terobsesi dengan mengatasi situasi, maka ia cenderung
pekerjaan kemudian mengadopsi gaya menggunakan problem focused coping,
hidupyang lebih seimbang dan santai. 6) yaitu penyelesaian pada pokok
Seseorang dalam konflik etnis mencoba permasalahan. Bila individu merasa tidak
untuk menemukan masalah dari padangan mampu mengatasi masalah, maka ia
orang lain. 7) Seseorang dewasa yang cenderung menggunakan emotion focused
selalu memikirkan diri sendiri belajar coping, yaitu mengatur respon emosi
bagaimana menjadi sensitif pada perasaan terhadap stres.
orang lain. Hal tersebut adalah contoh dari
bagaimana manusia harus dapat Prayascitta, (2010) mengatakan
menyesuaikan diri dengan masalah yang coping stress bereaksi terhadap tekanan
dihadapi. Salah satu cara untuk yang berfungsi memecahkan, mengurangi
menghadapi masalah yang harus dan menggantikan kondisi yang penuh
diselesaikan adalah bergabung dengan tekanan. Emotion focus coping adalah
support group. upaya untuk mencari dan memperoleh rasa
nyaman dan memperkecil tekanan yang
Prayascitta (2010) mengatakan dirasakan, yang diarahkan untuk
support group adalah sebuah sarana bagi mengubah faktor dalam diri sendiri dalam
individu untuk berbagi. Support group cara memandang atau mengartikan situasi
bertujuan mengatasi berbagai masalah dan lingkungan, yang memerlukan adaptasi
tantangan yang dihadapi individu dalam yang disebut pula perubahan internal.
menyelesaikan masalahnya. Dari support Lazarus (dalam Prayascitta, 2010)
group individu memperoleh cara baru mengatakan emotion focus coping
dalam mengatasi tantangan, menghadapi berusaha untuk mengurangi, meniadakan
perubahan, dan mempertahankan perilaku- tekanan, untuk mengurangi beban pikiran
perilaku positif yang sudah dimiliki. individu, tetapi tidak pada kesulitan yang
Support group memiliki kekuatan sebenarnya. Lazarus (dalam Prayascitta,
penyembuhan dan memberikan 2010) mengatakan problem focus coping
efek therapeutic karena seseorang adalah usaha nyata berupa perilaku
mendapatkan dukungan yang sifatnya individu untuk mengatasi masalah, tekanan
timbal balik, sehingga memunculkan rasa dan tantangan, dengan mengubah kesulitan
kebersamaan, pemahaman diri, dan hubungan dengan lingkungan yang
harapan baru. Dengan adanya Support memerlukan adaptasi atau dapat disebut
group diharapkan memudahkan proses pula perubahan eksternal. Strategi ini
coping (cara seseorang mengatasi masalah membawa pengaruh pada individu, yaitu
yang dialaminya). perubahan atau pertambahan pengetahuan
individu tentang masalah yang
Lazarus (dalam Prayascitta, 2010) dihadapinya berikut dampak-dampak dari
mengatakan, metode coping dibagi atas masalah tersebut, sehingga individu
dua model, yaitu coping yang berfokus mengetahui masalah dan konsekuensi yang
pada permasalahan (problem focused dihadapinya. Pramadi (dalam Prayascitta,
2010) mengatakan problem focus coping caranya emotion focus coping adalah
merupakan respon yang berusaha dengan bantuan dari support group.
memodifikasi sumber stres dengan
menghadapi situasi sebenarnya problem Berdasarkan informasi-informasi di
focus coping merupakan coping stress atas mengenai kekerasan seksual yang
yang orientasi utamanya adalah mencari terjadi pada remaja di Indonesia, penulis
dan menghadapi pokok permasalahan berinisiatif untuk membuat wadah
dengan cara mempelajari strategi atau komunitas untuk korban kekerasan
keterampilan-kererampilan baru dalam seksual. Wadah tersebut penulis sebut
rangka mengurangi stresor yang dihadapi support group yang dinamai sebagai Love
dan dirasakan. Lebih lanjut menurut and Peace. Dalam support group ini,
Lazarus (dalam Prayascitta, 2010) coping korban akan bertemu dengan orang-orang
stress yang berpusat pada masalah, yang mempunyai nasib sama dan bertemu
individu mengatasi stres dengan dengan orang yang sudah bisa melewati
mempelajari cara-cara atau keterampilan- traumanya tentang kekerasan seksual yang
keterampilan baru. Individu cenderung pernah dialaminya.
menggunakan strategi ini bila dirinya Tujuan dan manfaat dalam
yakin akan dapat mengubah situasi. pelaksanaan gagasan ini adalah: 1)
Prayascitta (2010) mengatakan Menghadirkan tempat berkumpulnya
Emotion focus coping dan problem focused remaja korban kekerasan seksual untuk
coping dapat dilakukan oleh subjek yang saling berbagi cerita, berbagi solusi agar
memiliki usia berkisar antara 17 sampai 20 mampu melakukan coping terhadap remaja
tahun, usia tersebut masuk pada kategori wanita yang menderita PTSD. 2)
remaja. Santrock (dalam Saifullah, 2016) Menyumbang ide kreatif untuk
mengatakan remaja (adolescence) adalah memecahkan masalah kekerasan seksual
individu yang sedang berada pada masa yang terjadi di Indonesia agar dapat
perkembangan transisi antara masa anak- mensejahterakan individu. 3) Membantu
anak dan masa dewasa yang mencakup korban kekerasan seksual untuk
perubahan biologis, kognitif, dan sosio- memperbaiki fungsi psikologis serta
emosional. Menurut Tanumidjojo (dalam membantu mencapai kesejahteraan dan
Prayascitta, 2010) karena remaja belum menyelesaikan tugas-tugas perkembangan.
mencapai tahap perkembangan yang 2. METODE
matang untuk bisa menggunakan problem
focus coping. Menurut Pramadi (dalam Komnas Perempuan (2012)
Prayascitta, 2010) emotion focus coping mencatat dalam waktu tiga belas tahun
merupakan respon yang mengendalikan terakhir kasus kekerasan seksual berjumlah
penyebab stres yang berhubungan dengan hampir seperempat dari seluruh total kasus
emosi dan usaha memelihara kekerasan, atau 93.960 kasus dari seluruh
keseimbangan yang efektif. Perilaku kasus kekerasan terhadap perempuan yang
emotion focus coping berpusat pada emosi dilaporkan (400.939), artinya setiap hari
yang digunakan untuk mengatur respon 20 perempuan menjadi korban kekerasan
emosional terhadap stres. Salah satu seksual. Data ini merupakan hasil
dokumentasi yang berasal Catatan
Tahunan Komnas Perempuan (CATAHU) seksual dapat mengalami PTSD seperti
bersama lembaga-lembaga layanan bagi yang sudah dijelaskan pada bagian
perempuan korban, pemantauan Komnas pendahuluan.
Perempuan tentang pengalaman kekerasan
terhadap perempuan di dalam konteks Wardhani & Lestari (2007)
Aceh, Poso, Tragedi 1965, Ahmadiyah, mengatakan ada dua macam terapi
migrasi, Papua, pelaksanaan Otonomi pengobatan yang dapat dilakukan
Daerah, dan rujukan Komnas Perempuan penderita PTSD, yaitu dengan
pada data dari Tim Gabungan Pencari menggunakan farmakoterapi dan
Fakta (TGPF) serta Peristiwa Kerusuhan psikoterapi. Farmakoterapi adalah
Mei 1998 (“Demi Perubahan Hukum,” pengobatan berupa terapi obat. Pada
2012). pengobatan psikoterapi para terapis sangat
berkonsentrasi pada masalah PTSD, para
Komnas Perempuan (2012) terapis percaya bahwa ada tiga tipe
mengatakan, bahwa kekerasan seksual psikoterapi yang dapat digunakan dan
sebagai kejatahan kesusilaan (Suatu tindak efektif untuk penanganan PTSD, yaitu:
pidana berhubungan dengan masalah Anxiety management, cognitive therapy,
kesusilaan, dimana kesusilaan berkaitan exposure therapy. Pada anxiety
dengan nafsu seksual atau perbuatan management, terapis akan mengajarkan
mengenai kehidupan seksual yang tidak beberapa ketrampilan untuk membantu
senonoh, dapat menyinggung rasa malu mengatasi gejala PTSD dengan lebih baik
seseorang ataupun kelompoknya) juga melalui: 1) relaxation training, yaitu
tidak terlepas dari ketimpangan relasi yang belajar mengontrol ketakutan dan
menempatkan perempuan sebagai penanda kecemasan secara sistematis dan
kesucian dan moralitas dari merelaksasikan kelompok otot-otot utama,
masyarakatnya. Inilah sebabnya seringkali 2) breathing retraining, yaitu belajar
pembahasan tentang moralitas berujung bernafas dengan perut secara perlahan-
pada pertanyaan apakah perempuan masih lahan, santai dan menghindari bernafas
perawan atau tidak sebelum dengan tergesa-gesa yang menimbulkan
pernikahannya, apakah perempuan perasaan tidak nyaman, bahkan reaksi fisik
melakukan aktivitas seksual hanya dalam yang tidak baik seperti jantung berdebar
kerangka perkawinan, dan sejauh mana dan sakit kepala, 3) positive thinking dan
perempuan memendam ekspresi self-talk, yaitu belajar untuk
seksualitasnya dalam keseharian interaksi menghilangkan pikiran negatif dan
sosialnya. Akibatnya, banyak sekali mengganti dengan pikiran positif ketika
perempuan yang merasa malu untuk menghadapi hal–hal yang membuat stres
menceritakan pengalaman kekerasan (stresor), 4) asser-tiveness training, yaitu
seksual karena malu atau kuatir dianggap belajar bagaimana mengekspresikan
“tidak suci” atau “tidak bermoral”. Sikap harapan, opini dan emosi tanpa
korban yang membungkam justru menyalahkan atau menyakiti orang lain, 5)
didukung, bahkan didorong oleh keluarga, thought stopping, yaitu belajar bagaimana
orang-orang terdekat, dan masyarakat mengalihkan pikiran ketika kita sedang
sekitarnya (“Demi Perubahan Hukum,” memikirkan hal-hal yang membuat kita
2012). Orang yang mengalami kekerasan stres.
Penulis menawarkan sebuah korban lain. untuk memberikan pelatihan
gagasan menarik untuk dapat membantu kepada korban kekerasan seksual. 4)
korban kekerasan seksual pada remaja Keluarga terdekat, apabila ada keluarga
yaitu melalui program pengembangan terdekat dari korban kekerasan seksual
support group yang kami namakan sebagai menjadi saksi perilaku kekerasan seksual
Love and Peace. Love and Peace adalah yang dialami oleh keluarganya, maka
sebuah support group dimana korban orang tersebut juga dapat menjadi ujung
kekerasan seksual bisa bertemu, tombak untuk ikut membantu korban
berkenalan, bercerita, mencari solusi, dan kekerasan untuk mendapatkan pengakuan
saling membantu. Dengan adanya Love dari masyarakat agar dapat di terima
and Peace ini dapat membantu korban kembali oleh masyarakat. 5) Korban
kekerasan seksual pada remaja untuk kekerasan yang sudah berhasil MoveOn, ia
mengurangi PTSD yang ia derita, sehingga mempunyai peran penting yang dihadirkan
diharapkan dapat membuat korban sebagai seorang motivator yang dapat
kekerasan tersebut merespon secara positif memotivasi para korban kekerasan seksual
peristiwa yang dialaminya. yang masih terpuruk atau masih butuh
pertolongan secara moral.
A. Pihak-pihak yang dapat
membantu mengimplementasikan B. Tahap Persiapan
gagasan
Adapun pihak-pihak yang penulis Selama sesi program
butuhkan untuk mewujudkan program ini, pengembangan support group, penulis
antaralain: 1) Komnas Perempuan, penulis membutuhkan ruangan dan beberapa kursi.
akan melakukan kerja sama dengan Tahapan dari program Love and Peace ini
Komnas Perempuan Indonesia dalam hal antara lain: 1) Korban datang menemui
pengadakan kegiatan support group (Love support group secara sukarela berdasarkan
and Peace). Kegiatan ini akan saran dari keluarga, Komnas Perempuan
dilakukandiberbagai daerah di Indonesia atau Psikolog yang sedang menangani.
dari Sabang sampai Merauke. Selain itu Untuk menjaga privasi, lokasi dari support
Komnas Perempuan juga dapat membantu group hanya bisa diketahui dengan cara
menjadi negosiator dan mediator antara menghubungi melalui telepon atau
pemerintah dengan Love and Peace. 2) mengirimkan email pada penulis (tim
Sponsor, penulis membuka peluang untuk pembuat program). Konselor dan orang
para sponsor yang ingin menyumbangkan perwakilan Komnas Perempuan hanya
barang atau jasa dalam membantu memberikan informasi nomor telepon serta
penyelenggarakan kegiatan. 3) Psikolog, alamat email, korban yang mendatangi
penulis membutuhkan seorang psikolog support group tidak ditarik biaya apapun
untuk ikut membantu membuat saat mencapai lokasi. 2) Sesi support
perencanaan materi untuk pengembangan group berjalan selama dua jam, dipimpin
support group, selain itu psikolog juga oleh psikologi, mantan korban kekerasan
diharapkan dapat memberikan Training of seksualyang sudah melewati dan
Trainers (TOT) kepada para sarjana menangani pengalaman masa lalunya.3)
psikologi dan para mantan korban yang Korban tidak diharuskan untuk
akan menjadi trainer untuk mendampingi menyebutkan nama, tempat tinggal, atau
status pendidikan, korban diperbolehkan berkurang atau tidak setelah menjalani
memakai nama samaran, korban bebas support group.
untuk bercerita tentang kekerasan seksual
yang dialaminya. 4) Diharapkan sesi 3.2. Tahap Pasca-pelaksanaan
konseling dapat memberikan informasi
positif bagi anggota lain untuk mendukung a. Penulis mempersiapkan alat ukur
kondisi yang dialami oleh peserta lain. coping dan stress berupa kuesioner
Bila korban selesai bercerita, korban lain untuk mengukur tingkat coping dan
dapat memberikan saran atau memberikan stress sebelum dan sesudah
komentar yang sifatnya tidak negatif. 5) bergabung dengan support group.
Pemimpin sesi diharuskan untuk
memberikan keyakinan bahwa korban b. Penulis menjalin kerjasama dengan
sudah berani membuka diri ke korban lain Komnas Perempuan membuat
dan mengonfirmasi bahwa semua yang rencana support group love and
berada di ruangan ini selalu memberikan peace.
dukungan pada sesama korban. Korban
c. Penulis mencari remaja yang sudah
yang tidak berbicara atau bercerita tidak
berhasil mengatasi PTSD karena
harus dipaksa untuk melakukannya,
kekerasan seksual.
diharapkan bahwa mereka bisa sadar
bahwa ada orang yang senasib yang
d. Penulis mencari remaja korban
menjalani rintangan yang sama.
kekerasan seksual untuk ikut
3. HASIL & PEMBAHASAN bergabung dengan love and peace.

3.1. Tahap Pelaksanaan e. Penulis mencari sponsor untuk love


and peace.
Selama sesi program
pengembangan support group, penulis 4. KESIMPULAN
membutuhkan ruangan dan beberapa kursi.
Adapun tahapan dari program Love and Catatan Tahunan 2016 Komnas
Peace ini antaralain: 1) Korban datang Perempuan mengatakan 1,5 juta remaja
menemui support group secara sukarela mengalami kekerasan seksual. Wardhani
dan korban diberikan alat ukur coping dan & Lestari (2007) mengatakan ketika
stress berupa kuesioner. 2) Korban seseorang mengalami kekerasan seksual
menjalani sesi selama 2 jam. 3) Identitas secara fisik maupun psikologis, kejadian
dari korban disarmarkan dan mereka bebas tersebut menimbulkan trauma mendalam
untuk bercerita tentang apapun. 4) dalam diri seseorang, terutama pada anak
Anggota lain mendengarkan dan tidak dan remaja. Kejadian traumatis tersebut
mengganggu. 5) Pemberian pujian kepada dapat mengakibatkan gangguan secara
korban yang sudah berani menceritakan mental, yaitu PTSD (post traumatic stress
kondisi yang dialami dan membuka diri disorder).
kepada korban lain. 6) Pemberian alat ukur
coping dan stress berupa kuesioner untuk Penulis memberi solusi untuk
mengetahui tingkat coping dan stress membantu mengurangi dampak PTSD
pada remaja yang mengalami kekerasan
seksual melalui program pengembangan Traumatic Stress Disorder Para
support group yang dinamakan Love and Karyawan yang Menyaksikan
Peace. Love and Peace adalah sebuah Peledakan Bom di Depan Kedutaan
support group dimana korban pelecehan Besar Australia di Jakarta Tahun
seksual bisa bertemu, berkenalan, 2004. Indonesian Psychological
bercerita, mencari solusi, dan saling Journal. Diperoleh dari
membantu. Dengan adanya hal ini dapat http://journal.uad.ac.id/index.php/
membantu korban kekerasan seksual pada HUMANITAS/article/view/320/21
remaja untuk mengatasi rasa 2
ketidakpercayaan diri sehingga dapat
membuat korban merespon secara positif Cindy, F. (2013). Proses komunikasi
peristiwa yang dialaminya. Peran yang akomodasii antarbudaya etnis cina
penulis butuhkan untuk mewujudkan dan etnis jawa di perusahaan
program ini, yaitu sponsor, psikolog, guru, karangturi group purwokerto.
orang tua, dan korban yang mengalami (skripsi tidak dipublikasikan,
kekerasan seksual. Universitas, Atma Jaya
Yogyakarta). Diperoleh dari
Program ini diselenggarakan di http://e-
Indonesia dari Sabang sampai Merauke, journal.uajy.ac.id/4250/2/1KOM03
dilaksanakan pada tahun 2017. Program ini 678.pdf
berjalan setelah terjalin kerja sama dengan Demi perubahan hukum yang berkeadilan.
pihak yang membantu (2012 November/Desember).
mengimplementasikan program ini. Komnas Perempuan @ Siaran Pers
Adapun tahapan program Love and Peace Komnas Perempuan Peluncuran
antaralain: 1) Korban datang menemui Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan
support group secara sukarela dan korban terdahap Perempuan. Diperoleh
diberikan alat ukur coping dan stress dari
berupa kuesioner. 2) Korban menjalani http://www.komnasperempuan.go.i
sesi selama 2 jam. 3) Identitas korban d/siaran-pers-komnas-perempuan-
disamarkan dan mereka bebas bercerita. 4) peluncuran-kampanye-16-hari-anti-
Anggota lain mendengarkan dan tidak kekerasan-terhadap-perempuan-25-
mengganggu. 5) Pemberian pujian kepada november-%e2%80%93-10-
korban ketika berani menceritakan kondisi desember-2012/
yang dialami. 6) Pemberian alat ukur
coping dan stress berupa kuesioner untuk Fuadi, M. A. (2011). Dinamika psikologis
mengetahui tingkat coping dan stress kekerasan seksual: sebuah studi
berkurang atau tidak setelah menjalani fenomenologi. Jurnal Psikologi
support group. Islam. Diperoleh dari
http://psikologi.uin-
5. Referensi malang.ac.id/wp-
content/uploads/2014/03/Dinamika
Anam, C. & Himawan, T. A. (2005). Peran
-Psikologis-Kekerasan-Seksual-
Emoticon-Focused Coping
Sebuah-Studi-Fenomenologi.pdf
Terhadap Kecenderungan Post-
Kekerasan terhadap Perempuan Meluas: perkosaan.. Jurnal Pusat Penelitian
Mendesak Negara Hadir Hentikan dan Kebijakan Kesehatan.
Kekerasan terhadap Perepuan di Diperoleh dari
Ranah domestic, Komunitas dan http://journal.unair.ac.id/filerPDF/
Negara. (2016, Maret 7). Komnas Gangguan%20Stres%20Pasca%20
Perempuan @ Siaran Pers Komnas Trauma%20pada%20Korban.pdf
Perempuan Catatan Tahunan
(Catahu). Diperoleh dari
http://www.komnasperempuan.go.i
d/siaran-pers-komnas-perempuan-
catatan-tahunan-catahu-2016-7-
maret-2016/

Prayascitta, P. (2010). Hubungan antara


coping stress dan dukungan sosial
dengan motivasi belajar remaja
yang orangtuanya bercerai.
(skripsi tidak dipublikasikan,
Universitas Sebelas Maret
Surakatra). Diperoleh dari
https://eprints.uns.ac.id/9095/

Saifullah, F. (2016). Hubungan antara


konsep diri dengan bullying pada
siswi-siswi SMP. Jurnal Psikologi
Fisip Unmul. Diperoleh dari
http://ejournal.psikologi.fisip-
unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2016/02/ISI%20eJ
ournal%20Psikologi%20(02-10-
16-11-36-19).pdf
Santrock, J. W. (2006) Human adjustment.
Boston: Mc Graw Hill.

Survei RI-UNICEF: 1,5 Juta remaja alami


kekerasan seksual 1 tahun terakhir.
(2014, May 16).News Detik.
Diperoleh dari
http://news.detik.com/berita/25844
18/survei-ri-unicef-15-juta-remaja-
alami-kekerasan-seksual-1-tahun-
terakhir
Wardhani, Y. F. & Lestari, W.(2007).
Gangguan stres pasca trauma pada
korban pelecehan seksual dan

View publication stats

You might also like