You are on page 1of 13

JOURNAL READING

“Neonatal Cardiac Emergencies “

Oleh:
Nila Febriana Iswara
H1A014058

Pembimbing
dr. Linda Silvana Sari, M.Biomed, Sp.A

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT PROVINSI NTB
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan
hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan journal reading yang berjudul “Neonatal Cardiac
Emergencies”. Journal reading ini saya susun dalam rangka memenuhi tugas dalam proses
mengikuti kepaniteraan klinik di bagian SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum
Propinsi Nusa Tenggara Barat, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Saya berharap
penyusunan jurnal reading ini dapat berguna dalam meningkatkan pemahaman kita terhadap
kegawatdaruratan di bidang kardiologi neonatus, sehingga dapat membantu kita nantinya untuk
mendiagnosis secara dini dan memberikan tatalaksana yang cepat dan tepat serta dapat
meningkatkan mortalitas dan morbiditas pasien.
Saya menyadari bahwa jurnal reading ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan laporan ini. Semoga
Allah selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua di dalam melaksanakan tugas dan
menerima segala amal ibadah kita.

Mataram, 25 Februari 2019

Penyusun
IDENTITAS JURNAL

• Judul : Neonatal Cardiac Emergencies


• Penulis : Allen, K., Pittsenbarger, Z., Roben, E.
• Penerbit : Clinical Pediatric Emergency Medicine
• Tahun terbit : 2018
Abstrak

Penyakit jantung bawaan adalah cacat lahir yang relatif sering ditemukan dan dapat
dikaitkan secara signifikan dengan angka morbiditas dan mortalitas. Sementara banyak pasien
datang ke IGD dengan keluhan jantung, beberapa diantaranya menunjukkan tanda-tanda
penyakit jantung kritis (kegawatdaruratan jantung) yang membutuhkan triase dan tatalaksana
yang mendesak. Kegawatdaruratan jantung pada neonatus seringkali sulit dibedakan dari
keadaan kritis di bidang lainnya seperti sepsis dan krisis metabolik. Dalam naskah ini, ditinjau
pendekatan saat ini untuk neonatus yang mengalami kegawatdaruratan jantung dengan
mengenali manifestasi paling umum yang sering dikeluhkan dan memberikan strategi untuk
membedakan penyakit jantung dari yang bukan jantung. Identifikasi cepat pada
kegawatdaruratan jantung neonatus sangatlah penting sembari memastikan hal-hal yang
mengancam nyawa dikelola dengan baik untuk memastikan hasil terbaik. Kegawatdaruratan
jantung pada neonatus yang unik seperti ductal depending circulation dan manifestasi-
manifestasi umum dari kelainan jantung akan dibahas dalam artikel ini.

Kata kunci : Neonatus, jantung, emergensi


Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan bawaan yang paling sering terjadi,
sekitar 8 dari 1000 kelahiran. Sekitar 25% dari kasus ini memiliki peluang untuk menyebabkan
morbiditas dan mortalitas neonatus secara signifikaan tanpa intervensi dan identifikasi segera,
dan diklasifikasikan sebagai PJB krisis. Anak-anak dengan kelainan struktural atau fungsional
jantung mungkin cukup stabil saat dalam kandungan dan selama tahap awal transisi dari janin
ke sirkulasi postnatal. Plasenta adalah alat pendukung kehidupan biologis yang sangat efisien
sehingga tanda-tanda klinis dari kegagalan sirkulasi mungkin tidak terlihat sampai transisi ke
sirkulasi postnatal hampir selesai. Dalam kandungan, oksigenasi tidak tergantung pada kinerja
paru-paru atau aliran darah paru-paru. Faktanya, hanya 10% dari cardiac output yang melewati
paru-paru pada struktur jantung yang normal.

Aliran darah dialirkan dari kanan ke kiri melalui ductus arteriosus untuk dioksigenasi
di plasenta. Anak-anak dengan abnormalitas katup pulmonal atau arteri cenderung tetap stabil
dalam kandungan karena saturasinya tidak dipengaruhi oleh banyaknya aliran darah paru.
Demikian pula, pada janin dengan penyumbatan aliran darah sistemik, ductus arteriosus
biasanya melewati area obstruksi pada katup aorta atau lengkungan aorta dan dengan demikian
darah masih bisa dikirim secara adekuat ke organ utama dan kembali ke plasenta untuk
dioksigenasi.

Ini semua berubah setelah kelahiran setelah tali pusat diklem dan paru-paru terisi
oksigen, sehingga memulai transisi dari sirkulasi janin ke sirkulasi postnatal. Ketika paten
ductus arteriosus (PDA) secara bertahap mulai tertutup, oksigenasi menjadi semakin
tergantung pada pengiriman yang efisien dari darah terdeoksigenasi ke paru-paru melalui arteri
pulmonal dan cardiac output membutuhkan keberhasilan pengaliran darah beroksigen
melintasi lengkungan aorta. Anak-anak dengan aliran darah sistemik atau pulmonal yang
bergantung pada duktus mungkin tidak menunjukkan gejala yang parah sampai penutupan
duktus selesai, yang dapat terjadi berhari-hari hingga berminggu-minggu setelah kelahiran.
Karena penutupan yang tertunda ini, beberapa anak mungkin dipulangkan saat baru lahir
sebelum masalahnya teridentifikasi, dan kemudian datang ke IGD saat sirkulasi mendekati
kolaps. Sementara peningkatan pemanfaatan ultrasonografi prenatal dan ekokardiografi janin
dan pendekatan universal skrining oksimetri neonatal telah meningkatkan frekuensi diagnosis
prenatal di Amerika Serikat, sekitar 10% kematian akibat penyakit jantung bawaan terjadi pada
anak-anak yang tidak terdiagnosis pada saat dekompensasi klinis. Faktanya, penelitian
Cochrane 2018 memperkirakan bahwa 1 dari 6 bayi baru lahir yang tampak sehat dengan
penyakit jantung bawaan kritis akan dipulangkan ke rumah tanpa didiagnosis dengan skrining
oksimetri.

Penyakit jantung bawaan kritis dapat sulit dibedakan dari penyakit yang berpotensi
mengancam jiwa lainnya pada neonatus seperti sepsis atau penyakit metabolik. Dokter IGD
yang mengevaluasi bayi yang tidak sehat berdasarkan anamnesis, tanda-tanda vital dan temuan
pemeriksaan fisik sudah memiliki pendekatan untuk mengelola kemungkinan sepsis, yang
meliputi pengobatan empiris sambil menunggu konfirmasi diagnosis. Pendekatan yang sama
dimungkinkan untuk triase, penilaian cepat, dan pengobatan empiris dari kemungkinan
kedaruratan jantung neonatus. Terapi yang menargetkan etiologi jantung harus dilaksanakan
bersamaan dengan pemeriksaan dan pengobatan infeksi jika patologi jantung merupakan
bagian dari diagnosis banding, seperti yang seharusnya.

Kegawatdaruratan jantung neonatus dapat mewakili kelainan struktural jantung atau


fungsional jantung dan dapat dibagi menjadi 2 kategori utama dengan manifestasi:

1. Sianosis akibat:

i. Ductal dependent pulmonary blood flow

ii. Obstructed pulmonary venous drainage

iii. Transposition physiology

2. Syok kardiogenik akibat:

i. Ductal dependent systemic blood flow

ii. Ventricular dysfunction

iii. Arrhythmia

Identifikasi cepat hipoksemia refrakter atau syok kardiogenik dan inisiasi tatalaksana
yang tepat dan konsultasi kardiologi pediatrik sangat penting untuk menstabilkan pasien
sehingga memberikan waktu untuk intervensi yang lebih definitif.

EVALUASI DIAGNOSIS DAN TRIASE

Penyakit jantung kritis harus menjadi bagian dari diagnosis banding untuk bayi yang
mengalami hipoksemia atau syok. Pemeriksaan awal harus mencakup pemeriksaan fisik
terfokus, tekanan darah ekstremitas atas dan bawah dan saturasi oksigen, foto toraks (CXR),
dan elektrokardiogram (EKG). Adanya murmur patologis, hepatomegali, penurunan nadi
femoralis dan / atau perfusi distal menurun, gradien tekanan darah ekstremitas atas ke bawah,
sianosis refraktori atau diferensial, bayangan jantung abnormal pada CXR, atau gelombang
abnormal pada EKG harus konsultasi dengan bagian kardiologi segera dan ekokardiografi, jika
tersedia.

Hipoksemia biasanya terkait dengan patologi paru atau jantung. Hipoksemia tanpa
gangguan pernapasan harus dikaitkan dengan penyakit jantung sampai terbukti sebaliknya.
Ketika mencoba membedakan penyebab hipoksemia yang berasal dari paru atau jantung, tes
hiperoksia mungkin bermanfaat. Bila terdapat patologi paru, biasanya akan ada peningkatan
yang jauh lebih besar dalam saturasi oksigen arteri dengan pemberian 100% oksigen (PaO2>
150) daripada pada bayi dengan ductal-dependent pulmonary blood flow atau transposition
physiology (biasnaya PaO2 < 50).

Syok neonatus memiliki diagnosis banding yang jauh lebih luas dan temuan
pemeriksaan fisik sering tidak spesifik. Penurunan denyut jantung dan / atau perfusi, takikardia,
dan hipotensi sering terjadi pada syok kardiogenik dan sepsis. Sementara koarktasio aorta kritis
dapat bermanifestasi sebagai perbedaan gradien nadi dan tekanan darah serta saturasi
ekstremitas atas dan bawah sebelum dan sesudah duktus, obstruksi proksimal (mis. Stenosis
aorta kritis) dan disfungsi jantung tidak akan terjadi. Kardiomegali dapat terlihat pada foto
toraks dengan adanya ventrikel yang berdilatasi dan berkontraksi dengan lemah. Evaluasi
laboratorium terhadap end organ function marker (fungsi ginjal dan hati), perfusi jaringan
(bikarbonat, laktat, saturasi vena campuran), dan myocardial injury (troponin, BNP) akan
membantu mengukur keparahan keadaan syok, tetapi mungkin tidak membantu dalam
membedakan kelainan jantung spesifik karena mungkin semua hal tersebut bisa abnormal
dalam berbagai kondisi.

Triase awal ditujukan untuk membedakan kelainan yang mungkin merespons


prostaglandin E1 (PGE1) dari yang tidak. Pada hipoksemia refrakter atau syok kardiogenik
dengan denyut nadi femoralis yang lemah dalam bulan pertama kehidupan, PGE1 harus
dimulai secara empiris sampai kelainan yang tergantung pada duktus dapat secara definitif
dikesampingkan dengan ekokardiografi. Tidak semua bayi yang diobati dengan antibiotik
untuk menyingkirkan sepsis akan mengalami infeksi bakteri yang serius. Demikian pula,
sementara sebagian kelainan jantung kritis seperti total anomalous pulmonary venous
connection, truncus arteriosus, dan miokarditis neonatal / kardiomiopati dilatasi tidak akan
responsif PGE1, inisiasi empiris PGE1 harus menjadi bagian dari resusitasi awal semua bayi
dengan sianosis atau denyut nadi lemah untuk memastikan bahwa neonatus dengan ductal
dependent tidak akan mengalami keterlambatan dalam terapi sehingga dapat menyelamatkan
hidupnya. Sementara dosis PGE1 0,01 mcg / kg / menit mungkin cukup untuk mempertahankan
patensi duktus, dosis yang lebih tinggi mungkin diperlukan untuk membuka kembali ductus
arteriosus yang sudah tertutup (0,03-0,1 mcg / kg / menit). Pada dosis yang lebih tinggi, efek
samping seperti apnea, hipotensi, dan demam mungkin sering terjadi dan harus dikelola dengan
perawatan suportif.

ABNORMALITAS STRUKTUR JANTUNG

Kelainan Jantung Sianosis

Kelainan jantung sianosis terjadi dalam 3 kategori utama: 1) aliran darah paru tidak
mencukupi, 2) obstruksi drainase vena pulmonalis dan 3) fisiologi transposisi. Sementara
masing-masing kategori ini dapat menyebabkan sianosis berlebihan yang mengarah ke
dekompensasi klinis, mekanisme untuk hipoksia yang terjadi berbeda-beda dan
penatalaksanaannya bervariasi. Pada ketiga kasus tersebut, perawatan definitif terjadi di ruang
operasi atau laboratorium kateterisasi jantung, tetapi triase awal dan stabilisasi di IGD sangat
penting untuk memastikan prognosis yang lebih baik.

Aliran darah paru yang tidak mencukupi biasanya disebabkan oleh kelainan katup
pulmonal atau malformasi kompleks pada jantung kanan, katup pulmonal, dan / atau arteri
pulmonal. Ductal dependent pulmonary yang paling sering adalah tetralogi of Fallot, tetapi
gejalanya mungkin serupa kelainan jantung bawaan dengan obstruksi paru berat atau atresia.
Penderita mungkin stabil pada periode awal lahir karena adanya aliran darah paru tambahan
melalui PDA. Ketika PDA menutup setelah lahir, aliran darah menuju paru untuk oksigenasi
menjadi tidak adekuat sehingga mengakibatkan sianosis yang memburuk. Tingkat keparahan
sianosis tergantung pada tingkat pengurangan aliran darah paru. Dalam kasus yang paling
parah, saturasi oksigen yang sangat rendah pada akhirnya akan mengakibatkan perfusi oksigen
ke jaringan tidak memadai dan kolaps kardiovaskular. Sehingga, inisiasi cepat PGE1 untuk
membuka kembali atau mempertahankan paten PDA sebelum dimulainya ketidakstabilan
hemodinamik sangat penting untuk dilakukan.

Sebaliknya, obstruksi drainase vena pulmonal ditandai oleh aliran yang adekuat ke
arteri pulmonalis, tetapi drainase vena pulmonalis yang tidak memadai menyebabkan kongesti
paru progresif, pulmonal edema, dan sianosis berat. Sementara setiap kondisi dengan obstruksi
keluar dari vena pulmonalis atau atrium kiri dapat menyebabkan manifestasi ini, contohnya
adalah total anomalous pulmonary venous connection (TAPVC). Pada kondisi ini, vena
pulmonalis kembali secara abnormal ke sirkulasi vena sistemik atau atrium kanan yang
bercampur dengan darah terdeoksigenasi yang kembali dari tubuh. Sebagian dari darah
campuran ini berlanjut secara normal melintasi katup trikuspid ke ventrikel kanan dan sebagian
pirau kanan ke kiri melintasi patent foramen ovale (PFO) yang akan dipompa ke seluruh tubuh.
Karena katup pulmonal biasanya berukuran normal, ketika vena tidak mengalami obstruksi,
mungkin ada aliran darah paru yang berlebihan mengakibatkan saturasi mendekati normal
karena resistensi vaskular paru berkurang setelah kelahiran. Akibatnya, neonatus ini mungkin
memiliki gejala minimal dan dapat terabaikan selama berminggu-minggu hingga berbulan-
bulan. Ketika jalur melalui vena mengalami obstruksi, bagaimanapun, yang terlihat paling
sering pada infradiafragmatik TAPVC (anomalous return through the portal venous system)
atau supracardiac TAPVC (anomalous return to the innominate vein or superior vena cava),
pasien bisa kembali dengan sianosis dan gangguan pernapasan. Rontgen toraks dapat
menunjukkan peningkatan corakan vaskular paru hingga opasifikasi paru lengkap. PGE1
biasanya tidak berguna karena tidak akan membantu meringankan obstruksi dan benar-benar
dapat memperburuk kongesti paru. Terapi definitif yaitu dilakukan intervensi bedah segera,
diagnosis cepat dan rujukan dipercepat ke rumah sakit dengan keahlian bedah jantung anak.

Transposisi fisiologis menggambarkan aliran darah beroksigen ke paru-paru dan darah


terdeoksigenasi ke seluruh tubuh dengan pencampuran yang tidak adekuat di dalam jantung.
Ini paling sering terjadi pada D-transposisi arteri besar dengan septum ventrikel utuh (D-TGA
/ IVS) di mana arteri pulmonal muncul secara tidak normal dari ventrikel kiri dan aorta dari
ventrikel kanan. Dengan demikian, darah terdeoksigenasi kembali ke sisi kanan jantung dan
dipompa kembali ke tubuh. Secara paralel, darah yang mengandung oksigen kembali melalui
pembuluh darah paru-paru dan dialirkan kembali ke paru-paru. Darah kaya oksigen tidak dapat
diteruskan ke jaringan yang mengakibatkan sianosis yang progresif. Fisiologi transposisi
secara unik terkait dengan sianosis diferensial terbalik di mana saturasi pada ekstremitas atas
lebih rendah daripada saturasi pada ekstremitas bawah pada PDA dimana terjadi shunting paru
ke sistemik yang berhubungan dengan kormorbid hipertensi pulmonal atau obstruksi lengkung
aorta. Namun, temuan ini tidak ada dalam semua kasus. Tanpa peningkatan resistensi vaskular
paru (PVR) atau obstruksi lengkung aorta, harus ada sianosis yang sama di keempat
ekstremitas. Derajat sianosis terutama tergantung pada jumlah pencampuran antara darah
teroksigenasi dan terdeoksigenasi yang terjadi di seluruh PFO. Ketika resistensi pembuluh
darah paru berkurang setelah lahir, peningkatan aliran PDA menyebabkan aliran darah paru
yang lebih besar, yang pada gilirannya meningkatkan kembalinya darah teroksigenasi ke
atrium kiri. Ketika tekanan atrium kiri meningkat, jumlah pirau kiri ke kanan meningkat pada
tingkat atrium, yang akan meningkatkan jumlah pencampuran intrakardiak. Ketika PDA
ditutup setelah kelahiran, jumlah pencampuran akan berkurang dan sianosis akan memburuk.
Mengembalikan PDA dengan PGE1 sangat penting untuk mempertahankan pencampuran ini.
Beberapa anak dengan D-TGA / IVS akan memiliki pencampuran intrakardiak yang tidak
memadai bahkan pada PDA besar yang terkait dengan PFO restriktif. Anak-anak ini
memerlukan rujukan mendesak ke pusat dengan kemampuan untuk melakukan septostomi
atrium dengan balon di laboratorium kateterisasi jantung untuk mengembalikan pencampuran
atrium. Hal ini biasanya dapat menstabilkan fisiologi tubuh sampai intervensi bedah definitif
dapat dilakukan.Untungnya, anak-anak ini biasanya diketahui saat bayi baru lahir segera
sebelum dipulangkan dari rumah sakit.

Kelainan Obstruksi Sistemik Pada Jantung

Kelainan struktural jantung yang mengakibatkan output sistemik yang tidak mencukupi
terjadi pada kasus di mana saluran keluar ventrikel kiri, katup aorta, atau lengkung aorta terlalu
hipoplastik atau tersumbat untuk mencukupi output jantung ke seluruh tubuh. Akibatnya, aliran
darah sistemik akan bergantung pada duktus. Darah yang dipasok oleh PDA berasal dari
desaturasi ventrikel kanan. Pada koarktasio kritis atau obstruksi lengkung, darah desaturasi
berjalan melintasi PDA ke aorta descending yang menghasilkan sianosis diferensial dengan
saturasi lebih rendah pada ekstremitas bawah daripada ekstremitas atas. Sebaliknya, dalam
atresia aorta, darah desaturasi dari PDA adalah satu-satunya sumber aliran darah ke seluruh
lengkung dan akan melakukan perjalanan anterograde ke aorta descending dan mundur melalui
lengkung aorta transversal untuk memasok pembuluh darah kepala dan leher. Dalam hal ini,
saturasi harus sama di keempat ekstremitas.

Karena aliran darah paru dipertahankan atau bahkan berlebihan, mungkin terdapat
sianosis minimal. Ketika PDA ditutup, aliran darah ke tubuh bagian bawah (pada koarktasio
atau obstruksi lengkung aorta) atau seluruh tubuh (pada atresia aorta atau stenosis kritis)
semakin berkurang yang mengakibatkan syok kardiogenik. Jika ventrikel kiri tidak dapat
mengatasi peningkatan afterload ini (dalam kasus selain atresia aorta), akan terjadi kegagalan
ventrikel kiri yang mengakibatkan peningkatan tekanan atrium kiri dengan edema paru dan
gangguan pernapasan. Pada semua kelainan di atas, neonatus akan datang dengan asidosis,
kegagalan pernapasan, dan perfusi yang buruk yang secara klinis tidak dapat dibedakan dari
jenis syok neonatus lainnya. Kondisi-kondisi ini seringkali berakibat fatal kecuali jika ada
pertimbangan awal mengenai ductal dependent systemic lesion dan inisiasi PGE1 yang segera
untuk mengembalikan aliran darah sistemik.

Kelainan Struktural Lainnya

Meskipun shunting kiri ke kanan dapat terjadi dengan manifestasi gagal jantung (nafsu
makan menurun dan penurunan berat badan, takipnea, takikardia dan kemungkinan S3 gallop
pada pemeriksaan, pembesaran jantung pada pemeriksaan CXR, kemungkinan pembesaran
hepar), kelainan ini biasanya terjadi di luar periode neonataus (misalnya usia 4-6 minggu)

ABNORMALITAS FUNGSIONAL JANTUNG

Abnormalitas stroke volume atau denyut jantung juga dapat menyebabkan cardiac
output yang tidak memadai pada periode neonatus. Hal ini mungkin termasuk disfungsi pompa
jantung akibat miokarditis / kardiomiopati atau aritmia jantung.

Terlepas dari penyebab kegawatdaruratan jantung neonatus, manajemen awal harus


fokus pada stabilisasi yang cepat untuk mendapatkan waktu mengidentifikasi kelainan yang
mendasarinya sehingga perawatan lebih lanjut dapat disesuaikan dengan tepat.

Stabilisasi Awal

Setelah memulai PGE1, manajemen hipoksia berat atau syok kardiogenik harus fokus
pada menyeimbangkan pengiriman oksigen jaringan (DO2) dengan konsumsi oksigen jaringan
(VO2). Sementara PGE1 dapat dengan cepat mengembalikan aliran darah sistemik atau paru
yang memadai pada pasien yang tidak stabil pada penutupan PDA, bayi yang terbukti secara
terus-menerus memiliki ketidakseimbangan antara DO2 dan VO2 mungkin memerlukan
augmentasi lebih lanjut dari cardiac output dengan inotrop (biasanya epinefrin atau dopamin)
atau pengurangan penggunaan metabolisme dengan intubasi, ventilasi mekanis, sedasi, dan /
atau blokade neuromuskuler. Pada pasien dengan disfungsi miokard berat, perubahan
hemodinamik yang terkait dengan sedasi dan intubasi dapat mempercepat henti jantung dan
perbaikan jalan napas lanjut harus dilakukan dengan hati-hati dan persiapan matang. Asidosis
harus diobati secara cepat. Demam, yang dapat meningkatkan permintaan metabolisme, harus
dicegah dengan antipiretik (asetaminofen). Irama jantung harus dievaluasi dan dioptimalkan,
jika mungkin dengan antiaritmia pada keadaam takiaritmia atau agen kronotropik seperti
epinefrin dengan atau tanpa pacu transkutan untuk bradiaritmia. Bayi dengan gagal jantung
kongestif terkait dengan kelainan shunt atau cardiac output yang buruk mungkin benar-benar
memerlukan pengurangan afterload dengan milrinone dan diuretik untuk meningkatkan
efisiensi miokard dan stroke volume. Mirip dengan manajemen syok lainnya, pengobatan
dikatakan sudah efektif jika ada peningkatan perfusi, sianosis, asidosis, laktat, dan / atau tanda-
tanda perfusi organ akhir (status mental, output urin, dll.). Dalam beberapa kasus, terutama
pada penyakit struktural jantung, manajemen medis saja mungkin tidak dapat mengatasi
keadaan syok. Untuk alasan ini, rujukan cepat ke pusat jantung lanjut dengan kemampuan
untuk memberikan intervensi berbasis kateter, bedah jantung darurat, atau ECMO sangat
penting karena tindakan sementara yang biasa tidak akan efektif dan hanya akan menunda
terapi definitif.
Ringkasan

Penyakit jantung bawaan kritis adalah etiologi yang relatif umum untuk
kegawatdaruratan neonatus. Tidak seperti sepsis, yang sering menjadi diagnosis banding pada
neonatus yang datang dengan gejala-gejala yang sudah parah, kegawatdaruratan jantung secara
tidak sengaja dapat diabaikan. Sementara sepsis dan krisis metabolik sering dapat dikelola
dengan terapi medis yang agresif, keadaan darurat jantung mungkin memerlukan terapi
intervensi atau bedah lanjutan yang hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan keahlian
kardiologi pediatrik. Peran paling penting dari dokter IGD adalah untuk melakukan triase cepat
pada pasien, memulai PGE1 dan / atau dukungan hemodinamik untuk mengatasi kondisi bayi,
dan berkonsultasi dengan ahli jantung anak untuk mengatur perawatan definitif.

You might also like