You are on page 1of 2

Selama Mei-Juni 2018, Calon Pengawai Negeri Sipil (CPNS) Golongan III 2018 di IAIN Surakarta

berjumlah 15 orang mengikuti Pelatihan Dasar (Latsar) di Balai Diklat Keagamaan (BDK) Semarang.
Kelima belas dosen baru tersebut menjalani serangkaian pembelajaran, dari mulai latihan baris
berbaris, pembelajaran di ruang kelas, hingga merancang aktualisasi di satuan kerja (satker) IAIN
Surakarta.

Aktualisasi, semacam pengabdian kepada instansi, dijalankan selama 80 hari penuh pasca Latsar.
Aktualisasi wajib dilaporkan detil kegiatannya untuk kemudian dinilai oleh pihak BDK Semarang.
Singkat kata, keseluruhan proses Latsar (dulu dikenal dengan istilah Prajabatan) yang dijalani, kelak
jika lulus, akan menghilangkan huruf C (calon) pada CPNS menjadi PNS. Sebuah status final yang
diidamkan oleh para CPNS seluruh Indonesia.

Aktualisasi Sebagai Taklif

Sebagai salah seorang peserta Latsar 2018, satu hal menarik yang dapat saya ambil sebagai refleksi
penting adalah saat proses penyusunan rancangan aktualisasi. Rancangan ini berbentuk proposal
semi ilmiah. Sebagai dosen, saya paham betul rasanya menyusun proposal. Di sini saya merasakan
kembali aura ‘mahasiswa penyusun skripsi’ yang khawatir jika proposalnya ditolak dosen
pembimbing. Beberapa dari kami tertolak proposalnya. Revisi dijalani dengan semangat ‘45 agar
dapat diterima proposalnya.

Rancangan aktualisasi dalam pandangan saya sepadan taklif atau beban pada diri seorang pemuda
yang telah dewasa secara aturan Islam. Yang mulanya tidak wajib sholat, kini menjadi wajib sholat.
Yang mulanya selalu mengandalkan peran orang tua, kini wajib bertanggungjawab atas setiap
tindakannya secara personal. Bedanya, aktualisasi ini sejak awal adalah ‘permintaan personal’
seorang CPNS untuk dapat berubah status menjadi PNS. Lebih dari itu, program yang dirancang pun
juga merefleksikan preferensi personal seorang CPNS kelak ketika menjalankan aktualisasi di satker
masing-masing.

Aktualisasi sebagai taklif yang dipilih seorang CPNS dilakukan secara sadar dan karenanya wajib
dipertanggungjawabkan. Pilihan untuk memikul sebuah amanah mulia ini mengingatkan saya akan
statemen al-Qur’an tentang antusiasme manusia menanggung amanah dari Allah, sementara langit
dan gunung enggan untuk menerimanya karena khawatir tak mampu. Apa yang termuat pada QS al-
Ahzab 33:72 tersebut justru ditutup dengan statemen tegas yang meremehkan manusia. Atas apa
yang coba diembannya itu, dikatakan bahwa manusia itu adalah sosok dzaluuman jahuulan (dzalim
dan bodoh).
Dalam tafsir al-Thabari, al-Thabari menyebutkan bahwa dzaluuman berada dalam koridor dzalim
terhadap diri sendiri. Sementara jahuulan berada dalam koridor amanah keagamaan (ibadah) antara
manusia sebagai hamba kepada Allah sebagai Tuhannya. Dari sumber yang sama, dikatakan bahwa
terjadi obrolan antara Tuhan dan Adam perihal tanggungjawab yang dimaksud. “Jika kamu berhasil
menjalankannya, aku ganjar dengan pahala. Jika kamu gagal, akan disiksa.” Adam secara sadar
mengambil amanah itu dan menerima segala konsekuensi yang ditimbulkannya.

Aktualisasi sebagai Cermin Dedikasi Berorganisasi

Sebagaimana tertuang dalam modul-modul terbitan Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI,
rancangan aktualisasi hendaknya mengandung nilai-nilai keorganisasian yang ditentukan. Salah satu
yang utama adalah Nilai Dasar PNS yang memuat ANEKA : Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik,
Komitmen Mutu, dan Anti Korupsi.

Akuntabilitas adalah sikap bersedia dan rela bertanggunjawab lebih atas apa yang diamanahkan
kepadanya. Nasionalisme adalah sikap hidup yang muaranya keberpihakan kepada bangsa, negara
dan segenap tumpah darahnya. Sementara itu, Etika Publik dan Komitmen Mutu berkenaan dengan
resepsi publik atas tugas yang kita jalankan sebagai PNS. Anti Korupsi memiliki ruang lingkup
pertanggungjawaban atas amanah yang diembankan kepada PNS, baik dari sisi kuantitas maupun
kualitas. Makin komitmen terhadap Anti Korupsi, makin tinggi kepercayaan publik kepada PNS.

Selain itu, 5 Nilai Budaya Kerja Kementerian Agama RI juga tak kalah penting untuk diinternalisasi
dalam proses aktualisasi seorang CPNS di satker PTKIN masing-masing. Kelima nilai tersebut adalah :
Integritas, Profesionalitas, Inovasi, Tanggungjawab, dan Keteladanan.

Bagi saya, kedua rumusan nilai tersebut perlu diinternalisasi tidak hanya oleh CPNS saja melainkan
juga oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah lama menyandang status PNS. Internalisasi
keduanya kelak melahirkan jiwa-jiwa dedikatif di diri masing-masing PNS. Alarm pengingat ini wajib
disemarakkan kembali secara istiqomah mengingat telah masifnya kritik atas dedikasi yang kini
entah di mana rimbanya. Pernyataan “…yang hilang dari kita adalah dedikasi…” barangkali cocok
menggambarkan keadaan PNS kita dewasa ini. Demikian. Wallahu a’lam.

You might also like