You are on page 1of 20

REFERAT

TERAPI AKNE VULGARIS

Oleh :
IKA KRASTANAYA
I11109002

SMF KULIT DAN KELAMIN RSUD SOEDARSO


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2014
BAB I
PENDAHULUAN

Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya
terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Akne vulgaris merupakan peradangan
kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista
pada daerah-daerah predileksi, seperti muka, bahu, bagian atas dari ekstrimitas superior,
dada, dan pungggung.1,2
Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka sering dianggap
sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Kligman mengatakan bahwa tidak ada
seorang pun (artinya 100%), yang sama sekali tidak pernah menderita penyakit ini. Akne
vulgaris menjadi masalah pada hampir semua remaja. Dimana didapatkan frekuensi yang
lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi
penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun Acne minor adalah suatu bentuk akne yang ringan, dan
dialami oleh 85% para remaja. Lima belas persen remaja menderita Acne major, yang cukup
hebat sehingga mendorong mereka untuk berobat ke dokter.1,2,3
Biasanya akne vulgaris mulai timbul pada masa pubertas. Pada wanita insiden
terbanyak terdapat pada usia 14-17 tahun, sedangkan pada laki-laki 16-19 tahun. Pada waktu
pubertas terdapat kenaikan dari hormon androgen yang beredar dalam darah yang dapat
menyebabkan hiperplasia dan hipertrofi dari glandula sebasea.2
Meskipun etiologi yang pasti penyakit ini belum diketahui, namun ada berbagai faktor
yang berkaitan dengan penyakit ini.Akne vulgaris dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
sebum, bakteria, herediter, hormon, diet, iklim, psikis, kosmetika, bahan-bahan kimia, dan
reaktivitas. Bentuk lesi akne vulgaris adalah polimorf, lesi yang khas adalah komedo. Bila
terjadi peradangan akan terbentuk papula, pustul, nodula, dan kista. 1,2
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,pemeriksaan fisis,
dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain erupsi akneiformis,
rosasea, dan dermatitis perioral.2,3
Penatalaksanaan akne vulgaris berupa usaha untuk mencegah terjadinya erupsi
(preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif). Tujuan pengobatan
kuratif adalah mencegah timbulnya sikatrik serta mengurangi frekuensi dan kerasnya
eksaserbasi akne. Terapi yang dapat dilakukan pada akne vulgaris meliputi terapi oral,
topikal, fisik dan alamiah. 1,2,4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi
Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch. Pada saat itu
dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak pada anak perempuan
dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar 13% pada anak usia 6 tahun dan 32% pada anak
usia 7 tahun. Sejak saat itu tidak ada evolusi yang signifikan mengenai usia timbulnya
jerawat. Menurut studi yang berbeda dari literatur berbagai negara, usia awal rata-rata 11
tahun pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki.5
Terdapat variabilitas yang besar pada usia saat onset dan resolusi 12% perempuan dan
3% laki-laki akan berlanjut secara klinis sampai usia 44 tahun. Sebagian kecil akan menjadi
papul dan nodul inflamasi sampai usia dewasa akhir.6
2.2. Patogenesis
Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor dan kadang-
kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya
akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan
(inflamasi).3
1. Peningkatan sekresi sebum
Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah peningkatan produksi sebum
oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne akan memproduksi lebih banyak sebum dibanding
yang tidak terkena akne. Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa
dengan aktivitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan dan
mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne memiliki kadar serum androgen
yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena akne. 5α-reduktase, enzim yang
bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT poten memiliki aktifitas yang
meningkat
pada bagian tubuh yang menjadi predileksi timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan
punggung.5
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti. Dosis estrogen yang
diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih besar jika dibandingkan dengan
dosis yang diperlukan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme dimana estrogen mungkin
berperan ialah dengan secara langsung melawan efek androgen dalam glandula sebacea,
menghambat produksi androgen dalam jaringan gonad melalui umpan balik negatif pelepasan
hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang menekan pertumbuhan glandula
sebacea atau produksi lipid.5
2. Keratinisasi folikel
Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi primer akne yaitu
mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu infundibulum menjadi hiperkeratosis
dengan meningkatnya kohesi dari keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan kohesinya
menyebabkan pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian menyebabkan
konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal tersebut kemudian
menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian membentuk
mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan daya adhesi masih
belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga menyebabkan hiperproliferasi
keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam linoleat, dan peningkatan aktifitas
interleukin (IL)-1α.5
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk menyebabkan
hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen yang poten yang memegang
peranan terhadap timbulnya akne. 17β-6 hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-reduktase
merupakan enzim yang berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron (DHEAS) menjadi
DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit follikular menunjukkan
peningkatan aktifitas 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-reduktase yang pada
akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi proliferasi keratinosit
follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam patogenesis akne ialah bahwa
pada orang dengan insensitivitas androgen komplet tidak terkena akne.5
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleic. Asam linoleic
merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun pada orang-orang yang
terkena akne. Kuantitas asam linolic akan kembali normal setelah penanganan dengan
istretinoin. Kadar asam linoleic yang tidak normal dapat menyebabkan hiperproliferasi
keratinosit follikular dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa asam
linoleic diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring
dengan meningkatnya produksi sebum.5
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit follikular pada
manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan mikrokomedoe ketika
diberika IL-1. Antagonis reseptor IL-1 dapat menghambat pembentukan mikrokome.5
3. Bakteri
Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga memiliki peranan aktif dalam
proses inflamasi yang terjadi. P.aknes merupakan bakteri gram-positif, anaerobik, dan
mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne memiliki konsentrasi
P.aknes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal. Bagaimanapun tidak terdapat
korelasi antara jumlah P.aknes yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya penyakit
yang diderita..5
Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang menstimulasi
perkembangan antibodi. Pasien dengan akne yang paling berat memiliki titer antibodi yang
paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan respon inflamasi dengan
mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses pro-inflamasi.
P.aknes juga memfasilitasi inflamasi dengan merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat
dengan memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan faktor kemotaktik. Disamping itu,
P.aknes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan dengan Toll-like receptor 2
pada monosit dan sel polimorfonuklear yang mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan
dengan Toll-like receptor 2, sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-α
dilepaskan.5
4. Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan komedo,
namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal sesungguhnya mendahului pembentukan
komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo dan cenderung menjadi
akne menunjukkan peningkatan inflamasi dermal dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi
kulit dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh lebih
hebat.5
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih terkonsentrasi.
Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang mengakibatkan ruptur dinding
follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis mengakibatkan respon
inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah
limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebacea dimana sel CD8+ ditemukan
pada daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah ruptur komedo,mneutrofil menjadi sel
yang predominan yang mengelilingi mikorkomedo. Keempat elemen dari patogenesis akne
yaitu hiperprofliferasi keratinosit follikular, seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan
langkah-langkah yang saling berkaitan dalam pembentukan akne.5

Gambar 2.1 Patogenesis Akne


2.3. Klasifikasi
2.3.1. Gradasi
Gradasi yang menunjukkan berat ringannya penyakit diperlukan bagi pilihan
pengobatan. Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vulgaris yang dikemukakan.
Pillsbury (1963) membuat gradasi sebagai berikut1:
a. komedo di muka
b. komedo, papul, pustul, dan peradangan lebih dalam di muka
c. Komedo, papul, pustul, dan peradangan lebih dalam di muka, dada, dan punggung.
d. Akne konglobata
Frank (1970)
a. Akne komedonal non-inflamatoar
b. Akne komedonal inflamatory
c. Akne papulo pustular
d. Akne agak berat
e. Akne berat
f. Akne nodulo kistik/konglobata
Burke dan Cuniffe (1984):
a. Akne minor yang terdiri atas gradasi ¼, ½. ¾.
b. Akne major yang terdiri atas gradasi 1,1 1/4 . 1 ½, 1 ¾ , 2, 2 ½ , 3, 4, 5, 6 ,7.
Plewig dan Kligman (1975)
a. Komedonal yang terdiri atas gradasi:
- Bila ada kurang dari 10 komedo dari satu sisi muka
- Bila ada 10 sampai 24 komedo
- Bila ada 25 sampai 50 komedo
- Bila ada lebih dari 50 komedo
b. Papulopustul, yang terdiri atas 4 gradasi:
- Bila ada kurang dari 10 lesi papulopustul dari satu sisi muka
- Bila ada 10 sampai 20 lesi papulopustul
- Bila ada 21 sampai 30 lesi papulopustul
- Bila ada lebih dari 30 lesi papulopustul
c. Konglobata
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo membuat
gradasi akne vulgaris sebagai berikut:
a. Ringan, bila :
- Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi
- Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi
- Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi
b. Sedang, bila:
- Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi
- Beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
- Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi
- Sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi
c. Berat, bila:
- Banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
- Banyak yang lebih beradang pada 1 atau lebih predileksi.
Catatan :
Sedikit <5, beberapa 5-10, banyak >10 lesi.
Tak beradang : komedo putih, komeo hitam, papul
Beradang : pustul, nodus, kista
2.3.2.`Klasifikasi sederhana
a. Akne ringan ( Mild akne ) : Komedo merupakan lesi utama. Papul dan pustul mungkin
ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit ( umumnya < 10 ).
Akne sedang (Moderate akne ): Jumlah papul dan pustul yang cukup banyak (10-40).
Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada. Kadang-kadang disertai
penyakit yang ringan pada badan.4
b. Akne sedang berat (Moderately severe akne ): Jumlah papul dan pustul yang sangat
banyak ( 40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan kadang-kadang
terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi ( mencapai 5 ). Area yang luas
biasanya melibatkan wajah, dada, dan punggung.4
c. Akne sangat berat (Very severe akne ) : Akne nodulokistik dan akne konglobata
dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan besar dan nyeri bersama
dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo yang lebih kecil.4
2.3.3. FDA global grade
Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi dengan sangat
sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul/pustul, tidak ada lesi nodular )
Grade 3 :Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan mungkin
terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi nodular
Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan inflamasi,
dengna sedikit lesi nodular.4
Gambar 2.2 Klasifikasi Akne Vulgaris

2.4. Gejala Klinis

Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka, bahu, dada bagian atas, dan
punggung bagian atas. Lokasi kulit lain, misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang-
kadang terkena. Erupsi kulit polimorfi, dengan gejala predominan salah satunya, komedo,
papul yang tidak beradang dan pustul, nodus, dan kista yang beradang. Dapat disertai rasa
gatal, namun umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetis. Komedo adalah gejala
patognomik bagi akne berupa papul miliar yang ditengahnya mengandung sumbatan sebum,
bila berwarna hitam akibat mengandung unsur melanin disebut komedo hitam atau komedo
terbuka. Sedang bila berwarna putih karena letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung
unsur melanin disebut sebagai komedo putih atau komedo tertutup.1

2.5. Diagnosis

Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan ekskohleasi
sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstaktor (sendok Unna). Sebum
yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak
bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam. Pemeriksaan histopatologis
memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik berupa sebukan sel radang kronis di sekitar
folikel pilosebasea dengan massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah
menghilang diganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair sebum yang bercampur dengan
darah, jaringan mati, dan keratin yang lepas.1

2.6. Prognosis

Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun dan
kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih. Kejadian akne ini biasanya diikuti
oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata pasien akan mengalami
penyembuhan pada usia awal 20an tapi ada juga yang masih menderita akne hingga decade
ketiga sampai decade keempat. Akne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan
siklus haid dan biasanya bermunculan sesaat sebelum menstruasi. Kemunculan akne ini tidak
seharusnya berhubungan dengan perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana tidak terjadi
peningkatan produksi sebum pada fase luteal dalam siklus menstruasi. Pada umumnya
prognosis dari akne ini cukup menyenangkan, pengobatan sebaiknya dimulai pada awal onset
munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat permanen.3

2.7. Terapi

Berikut algoritma terapi akne vulgaris:

Tabel 2.1 Algoritma Terapi Akne Vulgaris3


2.7.1. Terapi topikal

Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang banyak
dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi ini adalah untuk
mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot yang baru dan
mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan untuk beberapa bulan
atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne. Obat-obatan topikal tidak hanya
dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah disekitarnya. Ada
berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:

1. Benzoil Peroksida

Gambar 2.3. struktur kimia Benzoil peroksida

Benzoil peroksida adalah suatu zat kimia gabungan antara 2 kelompok benzoil
(benzaldehyde) dengan kelompok peroksida. Mempunyai sifat bleaching yang kuat dan
dalam konsentrasi yang tinggi mudah terbakar dan meledak.4 Efek benzoil peroksida dalam
ekskresi sebum masih belum jelas. Lake (1942) melakukan penelitian dengan menggunakan
benzoil peroksida pada kulit, didapatkan efek antiseptik tanpa menimbulkan iritasi pada kulit
dengan efek lain berupa mempercepat penyembuhan, lokal anestesi, menghilangkan nyeri
dan iritasi lokal.4 Beberapa penelitian lain telah menunjukkan bahwa zat ini dapat
mengurangi pembentukan sebum. Zat ini juga mempunyai efek antiseptik, dapat mengurangi
jumlah bakteri pada permukaan kulit tetapi tidak menyebabkan resistensi bakteri terhadap
antibiotik. Selain itu, benzoil peroksida juga dapat mengurangi jumlah yeasts, bertindak
sebagai agen pengoksidasi, mengeringkan komedo pada permukaan kulit dan bertindak
sebagai anti inflamasi. Efek anti inflamasinya dapat mengurangi pembengkakan pada papul
yang terinfeksi dan meringankan rasa nyeri yang kadang muncul sebagai akibat adanya akne.
Faktor oksidasi dapat mengeluarkan sebum yang tersumbat dan membantu membebaskan
pori-pori yang tersumbat sehingga akne dapat teratasi tanpa menimbulkan trauma karena
penekanan pada akne. Zat ini bisa berdifusi ke bawah kulit memasuki pori-pori dan
melepaskan radikal bebas yang dapat membunuh bakteri.4,7

Zat ini digunakan sebagai terapi topikal pada akne vulgaris sejak 20 tahun terakhir dan
mungkin menjadi terapi topikal pertama yang terbukti efektif. Benzoil peroksida digunakan
untuk pengobatan akne ringan sampai sedang dan juga komedo.,4 Benzoil peroksida tersedia
dalam berbagai macam formula yang berbeda-beda di setiap negara, dapat berupa zat tunggal
atau berupa carnpuran dengan zat lain seperti sulfur, hidrokuinolon. Sediaannya dapat berupa
gel, krim, lotion dan pembersih muka dengan konsentrasi 2,5%, 5%, l0% ,20%.Beberapa
penelitian menyatakan bahwa konsentrasi 5% dan l0% tidak memberikan peningkatan
efektifitas yang nyata jika dibandingkan dengan konsentrasi 2,5% (konsentrasi dengan
toleransi yang lebih baik).2,7

2. Asam retinoid (tretionin)

Tretionin adalah bentuk asam dari vitamin A dan juga dikenal sebagai all-trans retinoic acid
(ATRA). Obat ini telah dikembangkan untuk pengobatan akne sejak tahun 1969 dan mulai
banyak digunakan pada tahun 70-an. 6,7

Tretionin merupakan obat yang menyebabkan deskuamasi, menyerupai efek sinar matahari,
melepaskan prostaglandin, menyebabkan pengelupasan (peeling) dan eritema.4 Meskipun
mekanisme kerja yang pasti dari obat ini belum diketahui, beberapa penelitian menunjukkan
bahwa tretionin topikal dapat menurunkan penyatuan folikel-folikel sel epitelial dengan
mengurangi pembentukan komedo (blackheads) sehingga dapat menekan jumlah lesi yang
terinflamasi. Sebagai efek sekunder dari komedogenesis, tretionin mungkin dapat
mengurangi P.aknes karena tretionin mampu mengubah lingkungan duktus menjadi tempat
yang asing bagi petumbuhan P.aknes.6

Pemilihan sediaan tergantung pada lokasi timbulnya akne. Biasanya lotio yang digunakan
untuk akne di punggung, sedangkan gel untuk akne di muka. Sediaan tretionin dapat berupa
gel, krim, lotio denga konsentrasi 0,025% - 0,05%. Terapi terutama pada wajah, harus
dimulai perlahan untuk menghindari reaksi iritan yang berlaebihan. Pada penggunaan topikal,
berbagai macam efek samping dapat timbul. Tretionin dapat menyebabkan kulit menjadi
kering, bahkan pada beberapa orang yang sensitif dapat timbul kemerahan, gatal dan rasa
panas sepeti terbakar.6
Kesimpulannya terapi menngunakan retinoid (tretionin) aman, efektif, ekonomis dalam
mengatasi semua bentuk akne terutama pada kasus-kasus yang berat. Retinoid sebaiknya
diberikan sebagai terapi awal, baik secara tunggal ataupun kombinasi dengan topikal atau
oral antibiotik dan benzoil peroksida.6

3. Antibiotika

Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne. Mekanisme kerja antibiotik topikal
yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah terbukti pada efek klindamisin 1%
dalam mengurangi jumlah P.aknes baik dipermukaan atau dalam saluran kelenjar
sebasea.Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi papulopustular yang kecil. Eritromisin
3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5% tersedia dalam bentuk gel. Thomas dkk
melakukan penelitian dengan membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin 1%
mendapatkan hasil yang sama-sama efektif, duapertiga pasien mendapatkan respon yang
sangat baik dalam waktu 12 minggu, tetapi penggunaan eritromisin secara tunggal tidak
direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi. Penggunaan eritromisin kombinasi
dengan benzoil peroksida lebih direkomendasikan.6,7

Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme kerja dalam
mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang panjang. Bakteri dapat timbul di
mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan akne. Pada keadaan di mana kelenjar
sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit juga akan lebih mudah terbuka
sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa
memperburuk keadaan. Bila kelenjar sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka
bakteri tidak mudah masuk ke dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi
masalah utama dalam akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi
masalah dalam jumlah produksi sebum.6,7

4. Azelaic acid

Azelaic acid adalah derivat asam dekarboksilat dari Pityrosporum ovale, ditemukan beberapa
tahun lalu. Beberapa peneliti dari Italia dan United Kingdom (UK) menemukan bahwa
azelaic acid ini efektif sebagai terapi akne, bahkan pada akne yang berat.

Penelitian klinis menunjukkan bahwa azelaic acid dapat mengurangi jumlah lesi non
inflamasi. Mekanisme yang mungkin dari penelitian klinis ini adalah perubahan pada granula
keratohialin, yang merupakan tanda morfologis dari filaggrin, keratin aggregating protein.
Efek azelaic acid dalam terapi akne adalah sebagai komedolitik dan antibakteri.6

5. Sulfur, resorsin dan asam salisilat

Walaupun benzoil peroksida, retinoid, dan antibiotik topikal lebih banyak digunakan, tetapi
preparat sulfur, resorsin, dan asam salisilat masih digunakan sebagai terapi terutama ketika
jenis terapi-terapi terbaru tidak memberikan respon yang baik.7

6. Anti-androgen

Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang berhubungan dengan
aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan industri farmakologi mengembangkan
anti androgen topikal sebagai salah satu terapi akne yang tidak mempunyai efek sistemik.
Studi yang dikembangkan adalah tentang penggunaan topikal dari 17α-propylmesterolone,
akan tetapi preparat ini belum tersedia secara komersial.7

2.7.2. Terapi oral

Terapi oral diberikan pada kasus akne sedang sampai berat. Terkadang terapi oral juga
diberikan pada beberapa pasien yang secara psikologis merasa sangat terganggu dengan
adanya jerawat pada wajah mereka atau pada pasien yang merasa jerawat dapat mengganggu
pekerjaan meskipun jerawat pada wajah mereka relatif ringan. Pada orang-orang dengan kulit
berwarna cendrung mengalami masalah dengan bekas jerawat yang berwarna kehitaman yang
bisa bertahan selama beberapa bulan. Pada kasus seperti ini juga diberikan terapi oral sebagai
terapi tambahan meskipun tergolong akne ringan. Dosis pemberian terapi oral minimal
selama 6-8 bulan. Ada tiga kelompok utama dalam terapi oral pada akne vulgaris, yaitu:
antibiotika, hormon dan retinoid. Antibiotik biasanya digunakan sebagai terapi oral lini
pertama.

1. Antibiotik

Antibiotik bekerja dengan beberapa mekanisme terutama dalam mengurangi jumlah bakteri
di dalam dan disekitar folikel. Selain itu, antibiotik juga mengurangi zat-zat kimia yang
mengiritasi yang diproduksi oleh sel darah putih, pada akhrnya antibiotik dapat mengurangi
konsentrasi asam lemak bebas dalam sebum dan berguna sebagai anti inflamasi. Beberapa
antibiotik yang sering digunakan adalah:
Tetrasiklin. Merupakan jenis antibiotik yang sering digunakan sebagai terapi akne. Dosis
awal biasanya 250-500mg, satu-empat kali sehari dan dilanjutkan sampai terlihat penurunan
jumlah lesi. Dosis dapat diturunkan secara perlahan tergantung dari respon terapi pada pasien.
Tetrasiklin lebih efektif diiberikan 30 menit sebelum makan dan sebaiknya tidak diberikan
pada wanita hamil. Tetrasiklin dapat membunuh P.acne dan menurunkan kadar asam lemak
pada folikel sebasea. Tetrasiklin berespon baik pada 70% pasien. Terapi dengan tetrasiklin
akan terlihat hasilnya setelah 4-6 minggu.6

Eritromisin. Antibiotik jenis ini biasanya digunakan sebagai terapi akne dan mempunyai
beberapa kelebihan dibanding tetrasiklin yaitu dapat mengurangi kemerahan pada lesi dan
dapat diberikan bersama dengan makanan. Eritromisin juga dapat digunakan pada pasien
yang tidak bisa mengkonsumsi tetrasiklin seperti pada wanita hamil. Dosis yang diberikan
bervariasi tergantung dari tipe lesi, biasanya berkisar antara 250-500mg, dua-empat kali
sehari. Karena sering menimbulkan resistensi pada P.acne maka eritromisin sering
dikombinasikan dengan benzoil peroksida.6

Minosiklin. Merupakan derivat dari tetrasiklin yang digunakan secara efektif sebagai terapi
akne selama beberapa dekade, khususnya untuk akne tipe pustular. Absorbsi obat ini dapat
menurun bila dicampur dengan makanan dan susu, tetapi tidak seperti penurunan absorbsi
pada tetrasiklin. 6,7 Dosis awal antara 50 sampai 100mg, dua kali sehari. Efek samping utama
berupa pusing (vertigo), lemah, mual, perubahan pigmen kulit, dan perubahan warna gigi.
Perubahan pada kulit dan gigi lebih sering dijumpai pada orang-orang yang mengkonsumsi
minosiklin dalam waktu yang lama.

Doksisiklin. Antibiotik ini sering diberikan pada orang-orang yang tidak dapat merespon
pemberian eritromisin atau tetrasiklin. Dosis yang digunakan antara 50-100mg. Dua kali
dalam sehari dan dapat dikonsumsi bersama dengan makanan (mudah diabsorbsi). Harisson
melaporkan 50mg doksisiklin satu kali perhari sama efektifnya dengan 50mg minosiklin dua
kali perhari. Sebaiknya tidak dikonsumsi bersama antasida, tablet besi, kalsium dan tidak
dikonsumsi selama masa menyusui atau wanita hamil. Doksisiklin akan kembuat kulit lebih
sensitif terhadap sinar matahari. Karena itu harus disertai dengan penggunaan tabir surya.6,8

Klindamisin. Klindamisin berguna sebagai antibiotik oral untuk terapi akne. tetapi antibiotika
ini banyak digunakan dalam bentuk topikal. Dosis awal 150 mg, tiga kali sehari. Efek
samping utama berupa infeksi intestinal yang dinamakan kolitis pseudomembran yang
disebabkan oleh bakteri.6,8
Kotrimoksazol. Antibiotika ini diindikasikan pada penderita yang intoleran dengan tetrasiklin
atau eritromisin, atau pada penderita yang tidak ada respon terhadap terapi lain.
Kotrimoksazol juga digunakan pada folikulitis gram negatif.

2. Hormonal

Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon terhadap terapi
konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara sistemik mengurangi kadar
testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada akhirnya dapat mengurangi produksi
sebum dan mengurangi terbentuknya komedo. Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia,
yaitu: estrogen dengan prednisolon, estrogen dengan cyproterone acetate (Diane, Dianette)
dan spironolakton. Terapi hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus
melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga
lambat, dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-
kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan terlihat
perubahan yang nyata. Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip
dengan tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 µg ethinylestradiol dan 2
mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun) dengan kontraindikasi relatif
terhadap pil kontrasepsi yang mengandung estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan
penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-200 mg.6

3. Isotretionin

Isotretionin (13-cis-retinoic acid) telah digunakan sebagai terapi pada akne yang berat.
Bebearapa penelitian yang berat menunjukkan bahwa isotretinoin lebih baik dari pada terapi
konvensional berupa eritromisin 1g/hari, 5% benzoil peroksida, tetrasiklin dan asam retinoat
topikal. Pilihan dosis obat ini masih diperdebatkan. Di Switzerland dosis yang digunakan
adalah 0,5mg/kgbb/hari, sementara di USA dan UK digunakan dosis yang lebih tinggi yaitu
1mg/kgbb/hari. Kebanyakan penderita membutuhkan waktu 4 bulan dalam terapi bahkan
13% penderita membutuhkan waktu yang lebih lama. Bila pada waktu tersebut hanya sedikit
lesi yang tersisa, maka penggunaan obat ini dapat dihentikan. Salah satu keunggulan obat ini
adalah sedikitnya kekambuhan yang terjadi bila pengobatan tidak dilanjutkan. Isotretion
dapat menekan eksresi sebum secara cepat, sehingga dapat mencegah komedogenesis.
Isotretionin tidak secara langsung mempengaruhi P.akne tetapi menekan bakteri dipermukaan
secara in vivo dengan cara mengurangi suplai nutrisi untuk P.akne dan mengurangi ukuran
daerah folikular yang merupakan tempat P.akne tumbuh. Isotretionin juga mempengaruhi
inflamasi akibat akne dengan mengurangi kemotaksis dari polymorphonucleocytes dan
monocytes serta mengurangi pembentukan pustul. Secara ringkas, mekanisme kerja dari obat-
obat yang digunakan sebagai terapi akne vulgaris dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 2.4. Mekanisme dari berbagai obat pada pengobatan akne10

2.7.3. Terapi fisik

Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan
menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:6

1. Ekstraksi komedo

Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan menggunakan alat
ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara teori, pengangkatan closed comedos
dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik.

2. Kortikosteroid Intralesi

Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodul-nodul yang
mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun waktu 48 jam setelah
disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah 2,5 mg/ml triamsinolon
asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat yang diinjeksikan pada lesi
berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang
terlalu dalam atau terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi.

3.Liquid Nitrogen

Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen cair selama 20
detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini bekerja dengan mendinginkan
dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan terjadi kerusakan pada dinding tersebut.

4.Radiasi Ultraviolet

Radiasi ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari paparan matahari, 60% dapat digunakan
sebagai terapi tambahan pada akne, tetapi sekarang terapi ini tidak dianjurkan lagi.
BAB III
KESIMPULAN

Akne vulgaris merupakan peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan
adanya komedo, papula, pustula, dan kista pada daerah-daerah predileksi, seperti muka, bahu,
bagian atas dari ekstrimitas superior, dada, dan pungggung. Onset usia awal rata-rata 11
tahun pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki. Ada empat hal penting yang
berhubungan dengan patogenesis terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya
keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).
Terapi akne vulgaris terdiri atas berbagai jenis yaitu:
a. Terapi topikal : benzil peroksida, asam retinoid, antibiotik, azaleic acid, Sulfur,
resorsin, asam salisilat, dan anti androgen.
b. Terapi oral : antibiotik, hormonal, isoretionoin.
c. Terapi fisik : ekstraksi komedo, kortikosteroid intralesi, liquid nitrogen, dan radiasi
ultraviolet.

Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup menyenangkan, pengobatan sebaiknya dimulai
pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang bersifat
permanen.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-5. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007: 122-125
2. Harahap, Marwal. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates, 200: 35-39
3. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform
Eruptions. In : Wolf K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York : McGraw-Hill;
2007.pL 690-703
4. Webster F Guy, Anthony V. Rawlings. Acne and Its Therapy. Informa Healhcare
USA, Inc.2007; 75-135.
5. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at the World
Congres of Dermatology Paris July 2002. p:7-9. 2003
6. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston DM, eds.
Andrews’ disease of the skin Clinical Dermatology 10th ed. Canada : El Sevier; 2000.
p: 231-44.
7. Baumann Leslie, Acne. In: Dermatology Cosmetics. Churcill Livingstone. 1994; 55-
61
8. Anonim.. Consensus Recommendation for the Management of Acne. Global Alliance
to improve outcomes in acne.2006.
9. Habiff Thomas P. Acne, Rocasea, and Related Disorder. In: Clinical Dermatology A
Color Guide to Diagnosis and Therapy. Mosby, Inc. 2004.

You might also like