Professional Documents
Culture Documents
MORBUS HANSEN
Oleh:
Amelia Welinda
1310311129
Indria Asrinda
1310311008
Preseptor:
2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………1
1
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………………….2
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................3
2.1 Definisi.........................................................................................................4
2.2 Epidemiologi................................................................................................4
2.3 Etiologi.........................................................................................................6
2.4 Klasifikasi....................................................................................................6
2.5 Patogenesis...................................................................................................7
2.6 Gejala Klinis..............................................................................................10
2.7 Diagnosis....................................................................................................13
2.8 Diagnosis Banding.....................................................................................15
2.9 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................15
2.10 Reaksi Kusta............................................................................................17
2.11 Pengobatan...............................................................................................17
2.12 Prognosis..................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................33
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit Morbus hansen (MH) atau dikenal juga dengan nama lepra dan
Kusta merupakan penyakit yang telah menjangkit manusia sejak lebih dari 4000
tahun yang lalu. Kata lepra merupakan terjemahan dari bahasa Hebrew, zaraath,
yang sebenarnya mencakup beberapa penyakit kulit lainnya. Kusta juga dikenal
2
dengan istilah kusta yang berasal dari bahasa India, kushtha. Nama Morbus
Hansen ini sesuai dengan nama yang menemukan kuman, yaitu Dr. Gerhard
mengenai kulit, saluran pernapasan atas dan sistem saraf perifer. Penyebab MH
adalah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat, dan pada tahun
hansen dahulu dikenal dengan penyakit yang tidak dapat sembuh dan diobati,
namun sejak tahun 1980, dimana program Multi Drug Treamtment (MDT) mulai
sayangnya meskipun telah dilakukan terapi MDT secara adekuat, risiko untuk
terjadi kerusakan sensorik dan motorik yaitu disabilitas dan deformitas masih
dapat terjadi sehingga gejala tangan lunglai, dan mutilasi jari. Keadaan tersebut
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Morbus Hansen (MH) atau kusta adalah penyakit menular yang menahun
serabut saraf di kulit, saraf tepi, kulit serta jaringan tubuh lainnya kecuali susunan
saraf pusat.3
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan pemantauan WHO dan laporan oleh 130 negara,
3
terdapat kasus baru. Prevalensi seluruh dunia dimulai dari 2010 adalah sebanyak
192,246 kasus. Kasus baru yang muncul berasal dari beberapa negara seperti :
Angola, Bangladesh, Brazil, Cina, India, Indonesia dll. Beberapa negara tersebut
masih menjadi wilayah endemic untuk morbus hansen. Morbus hansen lebih
sering menyerah laki-laki dari pada perempuan dengan rasio 2:1. Morbus hansen
dapat menyerang semua usia, tetapi di negara berkembang insiden sering terjadi
pada anak-anak.2
Gambar 2.1 Prevalensi MH di dunia tahun 2014.2
penemuan kasus baru pada tahun 2013 merupakan temuan yang terendah yaitu
6,79 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi MH berkisar antara 0,79-0,96 per
10.000 penduduk. Data untuk kasus pada anak dari tahun 2008-2013, pada tahun
2012 merupakan angka tertinggi yaitu 11,40 per 100.000 penduduk. Berdasarkan
4
Gambar 2.2 Jumlah Kasus Baru dan NCDR per 100.000 penduduk per provinsi
2011-20134
2.3 Etiologi
Morbus Hansen disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Kuman
ini bersifat gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora, tahan asam, berbentuk
batang, dengan ukuran 1-8µ, lebar 0,2-0,5 µ, biasanya berkelompok dan ada yang
tersebar satu-satu. Bakteri ini yang terutama berkembangbiak dalam sel Schwann
saraf, makrofag kulit, dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. Distribusi lesi
yang secara klinik predominan pada kulit, mukosa hidung, dan saraf perifer
kurang dari 37ºC. Masa belah diri kuman ini memerlukan waktu yang sangat lama
dibandingkan dengan kuman lain yaitu 12-21 hari, oleh karena itu masa tunas
5
Terdapat beberapa jenis klasifikasi MH sebagaimana yang tertera pada
Gambar 2.3
Spektrum Klinis
Lepra Berdasarkan
Klasifikasi Ridley-
Jopling6
Tuberculoid polar (TT) dan lepromatous polar (LL) merupakan tipe yang
stail dan tidak mungkin berubah. Sedangkan borderline tuberculoid (BT), mid
borderline (BB), dan borderline lepramatous (BL) merupakan bentuk yang tidak
stabil sehingga dapat berubah tipe sesuai derajat imunitas. Tipe indeterminate (I)
pemeriksaan slit skin smear. Tipe TT dan BT memiliki jumlah BTA yang rendah
oleh karena itu diklasifikasikan ke dalam pausibasilar. Sementara tipe BB, BL,
6
dan LL memiliki jumlah BTA yang tinggi sehingga diklasifikasikan ke dalam
multibasilar.5
2.5 Patogenesis
disamping itu sel Schwann berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit
fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel
saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif.2,6 Meskipun cara
masuk M.leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti, beberapa
penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang
lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Bila
kuman masuk kedalam tubuh maka tubuh akan bereaksi dengan mengeluarkan
penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala
infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon imun yang
menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit
seluler orang tersebut bagus dan kuat, maka gejala klinis yang terjadi adalah MH
7
tipe tuberkuloid. Apabila imunitas selulernya lemah, maka gejala klinisnya adalah
MH tipe lepramatosa.5
penderita atau melalui inhalasi, kemudian masuk melalui pembuluh limfe dan
lepromin yang positif maka dalam waktu yang singkat sel-sel radang akan
datang ke sekitar makrofag atau sel Schwann tersebut. Tujuan sel radang
anestesinya terjadi lebih cepat dan berat. Peradangan yang terjadi hanya
sekitar sel Schwann yang terbatas pada saraf kulit saja, tidak masuk ke
pembuluh darah sehingga lesinya sedikit dan asimetris, berbatas tegas karena
dibatasi oleh sel radang, kelenjar ekrin dan pilosebaseus akan tertekan yang
menyebabkan keringat berkurang, kulit kering dan rambut kulit tidak ada.3
maka proses fagositasis yang terjadi lemah, sehingga kuman akan bermultiplikasi
lebih banyak di dalam sel makrofag atau sel Schwann. Makrofag akan berubah
menjadi sel Virchow atau Foam cell yang mengandung banyak kuman basil.
8
Apabila kuman basil sudah terlalu banyak Foam cell akan pecah sehingga kuman
basil akan keluar, lalu di tangkap oleh sel Schwann yang lain sehingga terjadi
penyebaran sesuai dengan jaras saraf tepi. Kemudian kuman basil akan masuk
kedalam aliran darah dan menimbulkan lesi pada kulit dengan jumlah banyak,
lepromatosa.
biasanya ditandai dengan lesi berbentuk makula saja / makula yang dibatasi
infiltrat dengan permukaan kering bersisik, anestesia jelas, berjumlah 1-5, tersebar
asimetris, kerusakan saraf biasanya terlokalisasi sesuai letak lesinya. Di sisi lain,
infiltrat difus, papul, nodus) dengan permukaan yang halus berkilat, anestesia
tidak ada sampai tidak jelas, berjumlah banyak (>5 lesi), dan biasanya tersebar
Karena pemeriksaan slit skin smear tidak selalu tersedia, maka pada tahun
1995 WHO menyederhanakan klasifikasi klinis kusta berdasarkan lesi di kulit dan
kerusakan saraf.8
Tabel 2.2 Klasifikasi Klinis Kusta Berdasarkan WHO 19958
PB MB
1.Lesi kulit (makula 1-5 lesi > 5 lesi
yang datar, papul yang Hipopigmentasi/eritema
meninggi, infiltrat, plak Distribusi tidak simetris Distribusi simetris
eritem, nodus)
9
2.Kerusakan saraf Hilangnya sensasi yang Hilangnya sensasi
(menyebabkan hilangnya jelas kurang jelas
sensasi/kelemahan otot
yang dipersarafi oleh Hanya satu cabang Banyak cabang saraf
saraf yang terkena) saraf
beberapa, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas dan pada bagian
tengah dapat ditemukan lesi yang regrasi atau central healing. Permukaan
lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi bahkan dapat menyerupai
perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot, dan sedikit rasa gatal.
plak yang sering disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau
sejelas tipe tuberkuloid. Gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, dan
biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer
yang menebal.1
3. Tipe Mid Borderline (BB)
Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam
makula infiltratif, permukaan lesi dapat berkilap, batas lesi kurang jelas
dengan jumlah lesi yang melebihi tipe BT dan cenderung simetris. Lesi
didapatkan lesi punched out yang merupakan ciri khas tipe ini. 1,11
4. Tipe Borderline Lepromatous (BL)
10
Lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya dalam jumlah sedikit
dan dengan cepat menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jelas dan lebih
bervariasi bentuknya. Papul dan nodus lebih tegas dengan distribusi lesi
yang hampir simetris dan beberapa nodus tampaknya melekuk pada bagian
tengah. Lesi bagian tengah sering tampak normal dengan bagian pinggir
muncul dibandingkan dengan tipe LL. Penebalan saraf dapat teraba pada
eritematosa, berkilap, berbatas tidak tegas, dan pada stadium dini tidak
telinga menebal, garis muka menjadi kasar, dan cekung membentuk facies
leonina yang dapat disertai dengan madarosis, iritis, keratitis. Lebih lanjut
sedangkan lesi lama menjadi plakat dan nodus. Pada stadium lanjut
11
serabut-serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin atau fibrosis
mengkilat.
Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit
Alis rambut rontok
Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leonina (muka
singa).
2.7 Diagnosis
Diagnosa pasien kusta dapat ditegakkan berdasarkan pada penemuan tanda
meninggi. Ada tidaknya baal yang dapat diketahui melalui tes sensitivitas
rangsang nyeri), dan tabung reaksi berisi air panas dan hinggin (untuk
rangsang suhu).
2. Penebalan saraf tepi
Dapat disertai rasa nyeri dan juga disertai atau tanpa gangguan
12
Saraf perifer yang diperiksa antara lain : n. fasialis, n. aurikularis
tibialis posterior.
c. Gangguan fungsi otonom kulit kering,edema, pertumbuhan rambut
terganggu.
3. Adanya basil tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit (slit skin
smear).
kusta,observasi dan periksa ulang setelah 3-6 bulan. Namun untuk diagnosa kusta
di lapangan cukup dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Bila ada keraguan
Kerokan dengan pisau skalpel dari kulit, selaput lendir hidung bawah atau dari
biopsi kuping telinga, dibuat sediaan mikrokopis pada gelas alas dan diwarnai
dengan pewarnaan Ziehl Neelsen. Biopsi kulit atau saraf yang menebal
1. Psoriasis vulgaris
2. Tinea
3. Dermatitis seboroik
4. Urtikaria
a. Vitiligo
b. Ptiriasis versikolor
c. Ptiriasis alba3
13
Bahan pemeriksaan diambil dari 4-6 tempat, yaitu kedua cuping telinga
bagian bawah dan 2 atau 4 lesi lain yang paling aktif berarti yang paling
BTA tanpa melihat kuman hidup (solid) atau mati (fragmented/ granular).
Tabel 2.3 Indeks Bakteri1
0 BTA
1 – 10/ 100 L.P +1
1 – 10/ 10 L.P +2
1 – 10/ 1 L.P +3
10 – 100/ 1 L.P +4
100 – 1000/ 1 L.P +5
> 1000/ 1 L.P +6
2. Pemeriksaan histopatologik1
Untuk membedakan tipe TT & LL
Pada tipe TT ditemukan Tuberkel (Giant cell, limfosit) yang akan menekan
14
Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan
penyakit yang sebenarnya sangat kronik. Reaksi kusta adalah khusus dan
perawatan yang optimal. Reaksi kusta dapat terjadi sebagai akibat komplikasi
klofazimin, dan dapson. Yang kedua adalah pengobatan 6 bulan untuk kusta
1. Pasien yang baru didiagnosis kusta dan belum pernah mendapat MDT.
2. Pasien ulangan, yaitu pasien yang mengalami hal-hal dibawah ini:
15
a. Relaps
b. Masuk kembali setelah default (dapat PB maupun MB)
c. Pindahan (pindah masuk)
d. Ganti klasifikasi/tipe
Keterangan:
Dewasa
Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum diminum didepan petugas)
1 tablet dapson/DDS100 mg
16
50 mg
50 mg 2x 50 mg Minum
setiap 2
seminggu perhari dirumah
hari
Keterangan:
Dewasa
Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum didepan petugas)
1 tablet lampren50 mg
1 tablet dapson/DDS 100 mg
2.12 Prognosis
17
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.R
Umur/Tgl Lahir : 39 tahun / 20 April 1978
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Satpam UNP
Tanggal pemeriksaan : 15 Agustus 2017
Alamat : Jl. Hamka No.74 RT01/RW02 Air tawar Padang
Status perkawinan : Belum Menikah
Negeri asal : Indonesia
Agama : Islam
Nama Ibu kandung : Deswani
Suku : Tanjung
No. HP : 085264027870
3.2 ANAMNESIS
Seorang pasien laki-laki usia 39 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
mati rasa pada ±2 tahun yang lalu tanpa pengobatan lama kelamaan
18
Bercak kemerahan yang mati rasa dan semakin banyak di wajah, dada,
kiri, kaki kanan-kiri sejak ±4 bulan yang lalu. Pada bercak mati rasa
yang lalu.
Tidak ada riwayat mengalami kelelahan dan stress.
Riwayat mengalami luka yang tidak disadari tidak ada.
Riwayat luka dan ulkus pada bercak kemerahan yang mati rasa tidak
ada.
Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
Pasien berdomisili di Padang sejak kecil
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat batuk-batuk lama tidak ada. Riwayat minum obat paket 6 bulan
tidak ada.
Riwayat vaksinasi BCG saat kecil tidak diketahui.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan bercak merah atau putih yang
19
Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki riwayat atopi seperti
ataupun OAT
Tidak ada anggota keluarga pasien yang punya riwayat batuk-batuk lama.
kecil.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Nadi : 84x/menit
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Berat Badan : 53 kg
Tinggi badan : 169 cm
Status gizi : Normoweight
Suhu : 37,0C
Frekuensi Nafas : 22x/ menit
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : Tidak ada deformitas
KGB : Tidak ada pembesaran
Pemeriksaan thorak : Dalam batas normal
Pemeriksaan abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Tidak ada kelainan.
Status Dermatologikus
Lokasi : Wajah, dada, badan,punggung, lengan kiri dan kanan,tangan
20
Distribusi : Regional
Bentuk : Bulat-tidak khas
Susunan : Tidak khas
Batas : Tegas-tidak tegas
Ukuran : Numular-plakat
Efloresensi : Plak eritem dan makula eritem
Jumlah lesi : ± 97 buah
21
22
23
24
Status Venerologikus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelainan selaput : Dalam batas normal
Kelainan kuku : Jaringan sekitar kuku tidak ditemukan kelainan
Kelainan rambut : Dalam batas normal
Kelainan Kelenjar Limfe : Dalam batas normal
Pemeriksaan Sensibilitas:
Rasa raba : Hipoestesi (kurang rasa) pada lesi
Rasa tusuk : Hipoestesi (kurang rasa) pada lesi
Rasa suhu : Hipoestesi (kurang rasa) pada lesi
Pembesaran Saraf Perifer:
N. aurikularis magnus : Tidak ada pembesaran
N. ulnaris : Tidak ada pembesaran
N. peroneus lateral : Tidak ada pembesaran
N. tibialis posterior : Tidak ada pembesaran
Pemeriksaan Motoris:
M. orbicularis oculi : 5/5
M. abductor digiti minimi : 5/5
M. interoseous dorsalis : 5/5
25
M. abductor pollicis brevis : 5/5
M. tibialis anterior : 5/5
Pemeriksaan kecacatan :
Kontraktrur : tidak ada
Mutilasi : tidak ada
Atrofi otot : ada, pada : otot tenar dan hipotenar
Xerosis kutis : ada, pada : tungkai bawah kiri dan kanan
Ulkus trofik : tidak ada
Madarosis : ada pada bulu mata kiri dan kanan
Lagoftalmus : tidak ada
Claw hand : tidak ada
Wrist drop : tidak ada
Dropped foot : tidak ada
Facies leonina : tidak ada
3.4 RESUME
Kelamin RSUP Dr. M.Djamil Padang pada tanggal 15 Agustus dengan keluhan :
• Muncul bercak kemerahan pada pipi kanan yang disertai mati rasa pada
±2 tahun yang lalu lama kelamaan bercak merah tersebut menebal. Bercak
kemerahan yang mati rasa dan semakin banyak di wajah, dada, badan,
kanan-kiri sejak ±4 bulan yang lalu. Pada bercak mati rasa dibandingkan
lalu.
• Pada pasien ditemukan xerosis kutis pada tungkai bawah kiri dan kanan.
26
Morbus Hansen tipe BL
Pemeriksaan BTA
o Wajah : 4+
o Punggung : 4+
27
3.8 PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan biopsi histopatologis
3.9 DIAGNOSIS
Morbus Hansen tipe BL
3.10 TATALAKSANA
Terapi Umum:
Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit kusta bukan merupakan penyakit
28
Segera rawat dan istirahatkan kaki (jangan diinjakkan) jika ada luka,
kesehatan jika lesi yang ada menjadi lebih merah, bengkak, disertai
3.11 PROGNOSIS
DISKUSI
29
Sebagai penyakit yang tampilan klinisnya berupa lesi polimorfik, perlu untuk
mengidentifikasi dengan cermat lesi primer yang ditemukan. Hal ini dikarenakan
lesi yang ditemukan bisa jadi mirip dengan kondisi kelainan kulit tertentu. 2 Pada
pasien ditemukan lesi primer berupa makula hipopigmentasi, lesi seperti ini
umum pada infeksi jamur, namun pada infeksi jamur lesi biasanya gatal dan
meluas karena terdapat invasi pada seluruh lapisan stratum korneum oleh jamur
dan aktivasi respon imun pejamu.1 Hal yang membedakan lesi pasien dengan
infeksi jamur adalah lesi tidak gatal dan terasa mati rasa (seperti yang sudah
ini pasien sering mati rasa pada lesi yang terdapat di wajah, leher, lengan kiri dan
berwarna putih atau merah dan mati rasa seperti pasien bukan berarti pasien tidak
mendapatkan infeksi dari sekitar, mengingat masa inkubasi penyakit ini cukup
lama yaitu berkisar 4 hari sampai dengan 40 tahun. Hal ini mengingat evidence
dari morbus hansen bawah rute penularan dapat melalui kontak langsung.2
Pasien ini dicurigai menderita morbus hansen karena keluhan dimulai dari
adanya benjolan kemerahan yang disertai bengkak, nyeri, dan mati rasa di wajah,
leher, lengan kiri dan kanan, tungkai kiri dan kanan sejak ±1 tahun yang lalu.
30
Pada pasien ini terdapat makula hipopigmentasi yang berbatas tegas
dengan distribusi terlokalisir, jumlah makula masih dapat dihitung dihitung yaitu
±27 buah dan masih ada kulit sehat. Gambaran lesi ini merupakan ciri dari MH
tipe BL. Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi yang mati rasa, penebalan saraf
minimal 1 dari 3 tanda cardinal, yaitu ada nya bercak kulit mati rasa, penebalan
saraf tepi dan pemeriksaan BTA. Untuk memastikan diagnosa pasien di lakukan
pemeriksaan BTA dengan sampel di ambil dari kedua cuping telinga dan di lesi
Pengobatan untuk penyakit ini harus cepat dan tepat, terapi yang diberikan
pada pasien didasarkan pada terapi sesuai rekomendasi WHO. Pada pasien ini
DAFTAR PUSTAKA
31
4. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2015
9. MontoyaD, Moddlin RL, 2010. Learning from Leprosy: Insight into the
Human Innate Immune response, In Advance in Immunology vol 105. Los
Angeles: Elsevier. Diakses dari
http://www.sciencwdirect.com/science/article/pii/S0065277610050017
10. Misch EA, et al, 2010. Journal American Society for Microbiology:
Microbiol. Diakses dari
http://mmbr.asm.org/content/74/4/58/F1.expansion.html. diakses tanggal
15 Agustus 2017.
11. RSCM, 2007. Panduan Pelayanan medis Departemen Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta; RSCM, hal 147. WHO Expert Committee on Leprosy.
Eight Report. Diakses dari
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/75151/1WHO_TRS_968_eng.pdf]
diakses tanggal 15 Agustus 2017.
32