You are on page 1of 11

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ubi kayu merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang memiliki

peranan cukup penting. Ubi kayu tidak hanya sebagai sumber bahan pangan tetapi

juga sebagai bahan baku industri, etanol, dan pakan

temak (Kasim, 2009).

Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak dan akan

membusuk dalam 2 - 5 hari (Barrett dan Damardjati, 1984). Selain daya simpan

yang singkat, susut saat panen dan pasca panen yang tinggi menjadi masalah.

Diperkirakan susut pada saat panen ubi kayu sebesar 7 % dan susut pasca panen

lebih dari 24 % . Susut yang terjadi pada ubi kayu dapat disebabkan oleh faktor

fisik, fisiologis, hama dan penyakit. Susut fisik dapat terjadi akibat kerusakan

mekanis selama pemanenan dan penanganan, dan akibat perubahan suhu. Susut

fisiologis terutama disebabkan oleh air, enzim dan respirasi. Sedangkan faktor

hama dan penyakit mencakup mikro-organisme (jamur, bakteri, dan virus), insek,

tikus, dan hama (Barret dan Damardjati, 1984). Sistem panen juga menjadi

masalah, dimana kadang terdapat ubi kayu yang sangat melimpah di pasaran dan

kadang kebutuhan tidak tercukupi.

Kebutuhan ubi kayu setiap tahun selalu meningkat, baik untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Pada tahun 2004 sampai 2006 ekspor ubi

kayu Indonesian semakin meningkat dari 53 304 ton menjadi 139 096 ton

(Deptan, 2007). Tidak hanya ubi kayu, ekspor produk olahan ubi kayu seperti

tapioka dan gaplek juga tinggi yaitu 31 juta pada tahun 2007 (PDSIPKP, 2011).
2

Ketersediaan bahan baku sangat diperlukan dalam industri tapioka (Bank

Indonesia, 2004). Apabila terjadi kelangkaan bahan baku maka produksi akan

terhambat. Kualitas bahan baku juga sangat penting dalam industri tapioka karena

kualitas bahan baku akan menentukan kualitas dari tepung tapioka yang

dihasilkan. Untuk menghasilkan bahan baku tapioka yang berkualitas dengan

kontinuitas yang terjamin dan dengan jumlah yang memadai diperlukan

manajemen panen dan pasca panen yang baik.

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan ini agar mahasiswa mengetahui dan mempelajari

manajemen panen dan pasca panen ubi kayu untuk bahan baku tapioka dan

mempelajari teknik-teknik, pemasalahan panen dan pasca panen ubi kayu, serta

solusinya.
3

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Direktorat Budidaya Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2007.

Dalam sistematika tanaman ubi kayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kelas

: Dicotyledoneae Sub Kelas : Arhichlamydeae Ordo : Euphorbiales Famili :

Euphorbiaceae Sub Famili : Manihotae Genus : Manihot Spesies : Manihot

esculenta Crantz.

Bagian tubuh tanaman ubi kayu terdiri atas batang, daun, bunga, dan

Umbi. Batang tanaman ubi kayu berkayu, beruas-ruas dengan ketinggian

mencapai lebih dari 3 m. Warna batang bervariasi, ketika masih muda umumnya

berwarna hijau dan setela tua menjadi keputihan, kelabu, atau hijau kelabu.

Batang berlubang, berisi empelur berwarna putih, lunak, dengan struktur seperti

gabus (Alves, 2002).

Susunan daun ubi kayu berurat menjari dengan cangap 5-9 helai. Daun ubi

kayu, terutama yang masih muda mengandung racun sianida, namun demikian

dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dan dapat menetralisir rasa pahit sayuran lain,

misalnya daun pepaya dan kenikir (Rukmana, 1997). Tanaman yang diperbanyak

dengan biji sistem perakaran akar tunggang yang jelas, sedangkan tanaman yang

diperbanyak secara vegetatif akar serabut tumbuh dari dasar

turus (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Umbi berkembang dari penebalan akar sekunder serabut adventif.

Pembesaran dimulai dari ujung proksimal (pangkal, bagian terdekat ke batang),

kemudian berkembang ke arah ujung distal (ujung, bagian terjauh dari batang).

Bentuk umbi bermacam-macam, walaupun kebanyak berbentuk silinder dan


4

meruncing, beberapa diantaranya bercabang. Panjang umbi berkisar dari 15

hingga 100 cm dan diameter 3 hingga 15 cm (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Syarat Tumbuh

Iklim

Ubi kayu merupakan tanaman tropis. Wilayah pengembangan ubi kayu

berada pada 30° LU dan 30° LS. Namun demikian, untuk dapat tumbuh,

berkembang dan berproduksi, tanaman ubi kayu menghendaki persyaratan iklim

tertentu. Tanaman ubi kayu menghendaki suhu antara 18°-35°C. Pada suhu di

bawah 10°C pertumbuhan tanaman ubi kayu akan terhambat. Kelembaban udara

yang dibutuhkan ubi kayu adalah 65%. Namun demikian, untuk berproduksi

secara maksimum tanaman ubi kayu membutuhkan kondisi tertentu, yaitu pada

dataran rendah tropis, dengan ketinggian 150 m di atas permukaan laut (dpl),

dengan suhu rata-rata antara 25-27° (Rukmana, 1997).

Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ubi kayu 1 500 – 2 500 mm/tahun

(Bank Indonesia, 2004). Kelembaban udara optimal untuk tanaman ubi kayu

antara 60 – 65 %, dengan suhu udara minimal bagi tumbuhnya sekitar 10 oC

(Prihandana et al., 2008). Jika suhunya di bawah 10 0C, pertumbuhan tanaman

akan sedikit terhambat. Selain itu, tanaman menjadi kerdil karena pertumbuhan

bunga yang kurang sempurna. Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman ubi

kayu sekitar 10 jam/hari, terutama untuk kesuburan daun dan perkembangan

umbinya (BPP IPTEK, 2000).

Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ubi kayu 10 - 700 m

dpl, sedangkan toleransinya 10 – 1 500 m dpl (BPP IPTEK, 2000). Pada

ketinggian sampai 300 m dpl tanaman ubi kayu dapat menghasilkan umbi dengan
5

baik, tetapi tidak dapat berbunga. Namun, di ketinggian tempat 800 m dpl

tanaman ubi kayu dapat menghasilkan bunga dan biji (Prihandana et al., 2008).

Tanah

Ubi kayu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah. Pada daerah di mana

jagung dan padi tumbuh kurang baik, ubi kayu masih dapat tumbuh dengan baik

dan mampu berproduksi tinggi apabila ditanam dan dipupuk tepat pada waktunya.

Sebagian besar pertanaman ubi kayu terdapat di daerah dengan jenis tanah

Aluvial, Latosol, Podsolik dan sebagian kecil terdapat di daerah dengan jenis

tanah Mediteran, Grumusol dan Andosol. Derajat keasaman (pH) tanah yang

sesuai untuk budidaya ubi kayu berkisar antara 4,5-8,0 dengan pH ideal 5,8. Pada

umumnya tanah di Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0-5,5,

sehingga seringkali dikatakan cukup netral bagi suburnya

ubi kayu ( Sundari, 2010).

Tanah yang paling sesuai untuk ubi kayu adalah tanah yang berstruktur

remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros, serta kaya bahan organik.

6 Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih

mudah tersedia, dan mudah diolah. Derajat kemasaman (pH) tanah yang sesuai

untuk budidaya ubi kayu berkisar antara 4,5 – 8,0 dengan pH ideal 5,8. Umumnya

tanah di Indonesia ber pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0 – 5,5, sehingga

seringkali dikatakan cukup netral bagi suburnya tanaman

ubi kayu (BPP IPTEK, 2000).


6

PEMBAHASAN

Persiapan Panen
Panen Kriteria Panen Berdasarkan umur panen tanaman, varietas ubi kayu

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu umur genjah, sedang, dan dalam yang masing-

masing dipanen pada fase kadar pati optimal, mulai umur 7 - 9 bulan.Varietas

berumur genjah, dipanen pada umur 7 - 9 bulan, varietas berumur sedang pada

umur 8 - 11 bulan, dan varietas berumur dalam pada umur 10 - 12 bulan.

Pemanenan ubi kayu sering juga dilakukan petani mitra sebelum pada

panen yang seharusnya walaupun petani memahami umur panen ubi kayu tepat.

Hal ini disebabkan oleh kebutuhan yang mendesak. Panen pada umur biasanya

terjadi sebelum lebaran dan awal semester. Pemanenan pada umur akan

berpengaruh pada besarnya potongan di pabrik. Namun, hal ini tidak

pertimbangan bagi petani jika kebutuhan sudah sangat mendesak.

Ubi kayu yang dipanen pada kebun petani mitra biasanya berumur 9 -

12 bulan.Pada kondisi tertentu, pemanenan sering ditunda. Penundaan umur

panen menjadi lebih lama biasanya disebabkan karena faktor cuaca dan harga.

Pada saat curah hujan tinggi akan menyebabkan jalan menjadi rusak sehingga

waktu panen harus ditunda. Sebaliknya jika curah hujan terlalu rendah dapat

menyebabkan tanah menjadi sangat keras, sehingga menyulitkan pemanenan.

Jika harga jual rendah, beberapa petani biasanya akan menunda pemanenan

sampai dengan harga jual kembali tinggi

Persiapan panen untuk petani mitra berupa persiapan area panen.

area panen yang dimaksud adalah berupa penyemprotan gulma di (sekitar

tanaman) dengan mengunakan herbisida agar ubi yang telah terlihat dan
7

mempermudah pencabutan ubi kayu. Pemanenan ubi kayu yang tepat akan

menghasilkan tapioka dengan kualitas yang baik dan dengan rendemen yang

tinggi. Waktu panen yang terlalu cepat akan merugikan karena kandungan

kadar pati ubi kayu masih rendah menyebabkan kulalitas ubi kayu menjadi

kurang baik.

Selain persiapan area panen, persiapan penyediaan tenaga kerja pemanen

merupakan hal penting. Banyaknya Perusahaan di lingkungan sekitar petani mitra

menyebabkan petani mitra kesulitan dalam mempersiapkan tenaga kerja panen

meskipun upah yang diberikan oleh petani mitra lebih besar dibanding di

perusahaan-perusahaan

Peralatan Panen

Alat-alat panen yang biasa digunakan adalah bajak panen, parang, karung,

angkutan (truck, trailler, dum truck), dan batu asah. Pisau digunakan untuk

memisahkan umbi dari batang, karung digunakan untuk memasukkan ubi kayu ke

dalam truck untuk mempermudah pengangkutan.

Penggunaan bajak panen bertujuan untuk mempercepat pemanenan. Selain

mempercepat proses panen, bajak panen juga berfungsi mempermudah panen. Ubi

kayu yang dipanen tua biasanya sulit untuk dicabut, maka dengan adanya bajak

pemanenan dapat dilakukan dengan mudah. Kelemahan dari bajak panen adalah

ubi kayu banyak yang terpotang. Ubi kayu yang terpotong akan cepat membusuk

jika tidak segera diolah. Jika panen menggunakan bajak hendaknya diikuti dengan

ketersediaan tenaga kerja yang memadai.

Alat Panen yang biasa digunakan di kebun mitra adalah parang, karung,

batu asah, gancu, angkutan (truck), dan cangkul. Cangkul digunakan untuk
8

mengambil ubi kayu yang tidak dapat dicabut dengan tangan karena umbi besar.

Sebagian petani menggunakan gancu untuk mengeluarkan umbi dari yang

tertinggal. Gancu pada umunya digunakan pada saat musim kemarau karena

kondisi tanah yang sangat keras sehingga tidak memungkinkan menggunakan

cangkul.

Pelaksanaan Panen

Pemanen dimulai dengan kegiatan pembajakan.Operator yang bertugas

untuk bajak panen biasanya membajak area sehari sebelum dilakukan

pengumpulan dan pengangkutan. Beberapa tenaga kerja pemanen mengumpulkan

beberapa baris ubi kayu hasil bajakan pada satu jalur yang berupa tumpukan-

tumpukan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pada saat pengangkutan.

Beberapa tenaga kerja yang lainnya bertugas melakukan penyecekan (kegiatan

memisahkan umbi dari bonggol

Penyecekan hendaknya dilakukan dengan benar, dimana bagian pangkal

umbi sebaiknya jangan tertinggal di bonggol. Hal ini disebabkan bagian pangkal

ubi kayu memiliki kadar pati yang lebih tinggi dibanding bagian tengah maupun

dibanding dengan bagian ujung umbi. Setelah ubi kayu yang dikumpulkan

banyak, ubi kayu dimasukkan ke dalam truck/trailer/dum truck.

Penundaan pengangkutan juga mengakibatkan tingginya tingkat

kehilangan hasil (losses). Pemanenan tanpa langsung diangkut akan

mengakibatkan ubi kayu kepoyongan. Kepoyongan dapat mengakibatkan

penurunan kadar aci. Setelah dipanen, proses metabolisme masih terjadi dalam

umbi ubi kayu sehingga perombakan karbohidrat/pati menjadi senyawa gula tetap
9

berlangsung. Kepoyongan dapat menyebabkan rendemen pati ubi kayu

mengalami penurunan 11 - 38 %.

Pengangkutan Hasil Panen

Pengangkutan hasil panen sangat penting saat panen ubi kayu. Sifat ubi

kayu yang mudah busuk dan sistem panen yang bersifat tonase menyebabkan

angkutan panen harus ada saat panen. Transportasi panen yang biasa digunakan

untuk mengangkut hasil panen dari kebun ke pabrik

Alat angkutan yang sering digunakan untuk petani mitra adalah truck.

Truck yang digunakan petani mitra ada yang sewaan dan ada yang milik sendiri.

Pengangkutan hasil dari kebun petani mitra sering terhambat. Hal ini disebabkan

oleh kondisi jalan yang sangat buruk dan lokasi yang sangat jauh. Saat kondisi

hujan, petani mitra akan lebih memilih untuk tidak melakukan panen.

Petani pada umumnya melaksanakan panen jika curah hujan tidak terlalu

tinggi. Saat curah hujan tidak terlalu tinggi banyak petani yang melaksanakan

panen, sehinmga ubi kayu yang berasal dari mitra perlu mengikuti antrian dalam

penimbangan. Pada saat panen raya antrian penimbangan bisa mencapain satu

hari. Hal ini mengakibatkan pengangkutan dari lahan petani menjadi terganggu,

karena angkutan yang dimiliki petani maupun angkutan sewaan terbatas.


10

KESIMPULAN

1. Persiapan panen untuk petani mitra berupa persiapan area panen. area

panen yang dimaksud adalah berupa penyemprotan gulma di (sekitar

tanaman) dengan mengunakan herbisida agar ubi yang telah terlihat dan

mempermudah pencabutan ubi kayu.

2. Alat Panen yang biasa digunakan di kebun mitra adalah parang, karung,

batu asah, gancu, angkutan (truck), dan cangkul.

3. Pemanen dimulai dengan kegiatan pembajakan.Operator yang bertugas

untuk bajak panen biasanya membajak area sehari sebelum dilakukan

pengumpulan dan pengangkutan.

4. Pengangkutan hasil panen sangat penting saat panen ubi kayu. Sifat ubi

kayu yang mudah busuk dan sistem panen yang bersifat tonase

menyebabkan angkutan panen harus ada saat panen.


11

DAFTAR PUSTAKA

Alves, A.A.C. 2002. Cassava Botany and Physicology. In Cassava: Biology,


Production and Utilization, eds Hillocks, R.J., Thresh, J.M. and Belloti,
A.C., CAB International, pp. 67—89.

Barrett, D. M. dan Damardjati, D. S. 1984. Peningkatan mutu hasil ubi kayu di


Indonesia. http://www.linkpdf.com. [05 Agustus 2010].

BPP IPTEK. 2000. Ketela pohon/singkong (Manihot utilissima Pohl).


www.ristek.go.id. [01 Agustus 2010].

Direktorat Budidaya Kacang‐kacangan dan umbi‐umbian. 2007. Vademikum


Ubikayu. http://pse.litbang.deptan.go.id.pdf . [20 September 2011].

Kasim, Y. 2009. Pemanfaatan pati ubi kayu dalam berbagai industri.


http://www.iptek.net.id. [01 Agustus 2010].

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian. 2011.


Indikator Makro Sektor Pertanian. BltnMakro. Vol. V, No. 8: 1-29.

Rubatzky, V.E., dan Yamaguchi, 1998, Sayuran Dunia : Prinsip, Produksi dan
Gizi Jilid II, ITB, Bandung. 200 hal

Rukmana. 1997. Ubi jalar-Budidaya dan pasca panen. Penerbit Kanisius.


Yogyakarta.

Sundari, T. 2010. Pengenalan Varietas Unggul dan Teknik Budidaya Ubikayu


(Materi Pelatihan Agribisnis bagi KMPH). Balai Penelitian
KacangKacangan dan Umbi-Umbian. Malang

You might also like