You are on page 1of 8

MAKALAH STUDI ISLAM 3

(Prinsip-prinsip Islam Tentang Sains dan Teknologi)

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Islam 3

Disusun Oleh:

1. Distyana Nunung Hapsari (J200130027)


2. Luzy Ratna Sari (J200130030)
3. Garry Reynaldi (J200130032)

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
A. Batasan Sains dan Teknologi

Ilmu pengetahuan atau sains adalah ilmu pengetahuan kealaman (natural


sciences), yaitu ilmu pengetahuan mengenai alam dengan segala isinya. Menurut
Baiquni (1996) sains adalah himpunan pengetahuan manusia tentang alam yang di
peroleh sebagai konsensus para pakar. Konsensus yaitu kesepakatan kesepakatan pada
penyimpulan secara rasional mengenai hasil-hasil analis yang kritis terhadap data-data
pengukuran yang diperoleh dari hasil observasi gejala-gejala alam. Ilmu pengetahuan
alam dapat dibagi menjadi ilmu kehidupan (life sciences), yaitu ilmu pengetahuan
mengenai mahkluk hidup dialam , serta ilmu kebendaan (physical sciences) yaitu ilmu
pengetahuan mengenai benda mati di alam.
Sedangkan teknologi adalah ilmu tentang penerapan ilmu pengetahuan untuk
memenuhi suatu tujuan, atau menurut islam Baiquni (1996), yaitu himpunan
pengetahuan manusia tentang proses-proses penerapan sains dalam kegiatan yang
produktif ekonomis. Dalam hal ini teknologi mempunyai 4 bentuk yaitu technoware,
humanware, inforware dan orgaware. Technoware adalah teknologi dalam bentuk
barang. Humanware adalah teknologi dalam bentuk kemampuan yang tersimpan
dalam manusia yaitu dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, intuisi, dll. Inforware
adalah teknologi dalam bentuk teori seperti jurnal profesi, buku-buku iptek, dll.
Orgaware adalah teknologi dalam bentuk organisasi yang diperlukan untuk
melakukan proses transformasi pada kegiatan produksi.
Pada awalnya teknologi berkembang terpisah pada sains, namun pada zaman
modern teknologi semakin bergantung pada sains, sebaliknya sains maju pesat berkat
kemajuan teknologi. Dengan kata lain, pada zaman modern sekarang ini untuk
mengetahui “bagaimana” (how), semakin di tuntut mengetahui “mengapa” (what), dan
“apa sebabnya” (why), harus banyak tau tentang “bagaimana” (how). Teknologi sering
dikaitkan dengan istilah “rekayasa” (engineering), yang ahlinya disebut dengan
“insinyur” (engineer). Pada dasarnya rekayasa adalah suatu komponen teknologi,
yaitu komponen menyangkut bagian sumber daya alam diolah agar bermanfaat bagi
manusia. Sedang teknologi adalah totalitas cara untuk menyediakan berbagai objek
yang berguna bagi kelangsungan hidup manusia.
Adapun mengenai objek pengetahuan, yaitu semua makhluk yang ada dialam
semesta ini, merupakan objek yang layak untuk diriset. Jumlah makhluk Allah yang
tersebar di alam semesta ini tidak dapat dihitung. Jika masing-masing makhluk
terkandung didalamnya ilmu pengetahuan tentang makhluk itu berarti jumlah ilmu
pengetahuan juga tidak dapat dihitung. Jika jumlah ilmu pengetahuan yang ada sejak
dulu sampai sekarang masih dapat dihitung berarti manusia masih memiliki peluang
yang sangat besar untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru sebnyak makhluk yang
diciptakan oleh Allah SWT. Demikian pula karena teknologi bersifat selalu
mengiringi dan mengimbangi terhadap ilmu pengetahuan, maka jumlah teknologi
yang perlu ada juga tidak dapat dihitung.
B. Sunnatullah

Dalam konsep Islam, Allah adalah al-Khaliq (pencipta), sedangakan manusia


dan alam semesta adalah al-mahluq (yang diciptakan). Allah menciptakan manusia
dan alam semesta dengan karakteristik dan sifat tertentu, atau istilah Al-Qur’an
dengan “fitrah” tertentu. Karena Allah yang menciptakan, maka Allah pulalah yang
mengetahui (al-Alim) segala karakteristik dan sifat mahkluk ciptaanya. Dengan
demikian hanya Allah yang berhak membuat dan menentukan hukum (aturan) yang
berlaku bagi mahkluk-Nya sesuai dengan fitrahnya.
Adapun hukum atau aturan Allah (sunatullah) dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu:
Pertama, ayat qauliyah adalah hukum Allah yang tertulis atau diwahyukan
(tersurat). Secara khusus hukum Allah ini diberikan melalui jalan resmi. Artinya,
secara langsung Allah menurunkan wahyu kepada para Rasul. Ayat qauliyah ini
terhimpun dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Karena ayat qauliyah ini merupakan
informasi yang datangnya langsung dari Allah SWT. Melalui malaikat Jibril dan
diwahyukan kepada para Rasul, maka ayat ini merupakan sistem/konsep bagi
kehidupan manusia. Kebenaran sunatullah ini bersifat kualitatif dan deduktif.
Artinya, secara kualitas dan secara lengkap ayat qauliyah ini benar, dibuktikan atau
tidak kebenarannya mutlak. Menurut Al-Ghazali, interpretasi manusia terhadap ayat
qauliyah ini dikumpulkan dan disusun sehingga menghasilkan ilmu yang disebut
‘ulum naqliyah atau ‘ulum syar’iyah ; seperti ‘ulumul-Qur’an, ‘ulumul al- Hadits,
usus fiqh, sirah al-Nabawiyah, dll.
Kedua, ayat kauniyah adalah hukum Allah yang tidak tertulis atau tidak
diwahyukan (tersirat). Secara umum hukum Allah ini diberikan melalui jalan yang
tidak resmi. Allah memberikan ilham kepada manusia secara individu atau lewat
penelitian dan observasi (al-mubasyirah) untuk mengungkap gejala-gejala/fenomena
kauniyah. Fenomena kauniyah ini terdapat di alam semesta, baik dari benda mati
(abiotik) seperti: tanah, air ,benda angkasa. Dan makhluk hidup (biotik) seperti:
manusia dan binatang. Ayat kauniyah ini hanya merupakan sarana bagi kehidupan
manusia (wasail al-hayah). Karena didapatkan melalui penelitian dan observasi,
maka kebenarannya bersifat kuantitatif dan induktif. Artinya kebenaranya tidak
lengkap dan relatif berubah-ubah tergantung kuantitas /banyaknya data dan fakta
yang mendukung. Oleh karena itu kebenarannya harus dibuktikan lebih dahulu
secara empiris dan observatif dengan percobaan-percobaan laboratoris. Kebenaran
hukum Allah bersift praktis (al-haqiqah al-tajribiyah). Menurut Al-Ghazali,
interprestasi manusia terhadap ayat kauniyah ini dikumpulkan dan disusun sehingga
menghasilkan ilmu yang disebut ‘ulutri’aqliyah, ‘ulum ghoiru syar’iyah. Ilmu ini
dibedakan atas kelompok ilmu-ilmu alam seperti: matematika, fisika, biologi, botani,
zoologi, kedokteran dan lain-lain ; Dan kelompok ilmu-ilmu sosial seperti : sejarah,
komunikasi, antropologi, psikologi, dan lain-lain.
Dengan demikian jelaslah bahwa sains (ilmu pengetahuan) menurut islam
bersumber dari Allah SWT yang objeknya berupa wahyu dan alam semesta.
Sehubungan dengan ini, maka definisi sains menurut ahli pendidik dan ahli ilmu
pengetahuan yang diakui oleh UNESCO adalah “segala ilmu yang dapat diketahui
dan dibuktikan dengan indra dan eksperimen”. Menurut konsep islam hal ini tidak
dibenarkan, karena pembatasan tersebut mengimplikasikan bahwa sesuatu yang
menyangkut Allah, akhirat dan para Nabi tidak dianggap sebagai ilmu dan orang-
orang yang mempelajarinya tidak disebut dengan ilmuwan. Sehingga menurut
mereka membahas hal-hal tersebut cerita-cerita bohong. Seorang muslim harus
mengajukan alternatif definisi sains yang islami dan tidak menyimpang dari definisi
dasar, yaitu sains adalah segala sesuatu yang dapat diketahui dan dibuktikan melalui
wahyu, indra, (termasuk akal) dan eksperimen. Jadi, ukuran ilmiah tidak dapat
ditentukan dari aspek indrawi dan eksperimen semata, tetapi juga dari segi wahyu.
Dengan ukuran ilmiah seperti ini, maka seluruh ajaran islam adalah ilmiah. Dalam
mempelajari sains seorang muslim harus memperhatikan prioritasnya. Karena ayat
kauliyah atau al-Qur’an merupakan konsep kehidupan, maka harus diprioritaskan
oleh setiap individu (fardlu’ain) daripada ayat kauniyah yang hanya merupakan
sarana/fasilitas kehidupan untuk kesejahteraan bersama (fardlu kifayah).
Dalam pandangan seorang muslim ayat khauliyah akan memberikan
petunjuk/isyarat bagi kebenaran ayat kauniyah, misal surat an-Nur (24) : 43
menisyaratkan terjadinya hujan, surat al-Mukminun (23) : 12-14 mengisyaratkan
kejadian manusia, surat ar-Rahman (55) : 7 mengisyaratkan tentang keseimbangan
dan kestabilan pada sistem tata surya, surat al-Ankabut (29):20 mengisyaratkan
adanya evolusi pada penciptaan makhluk dibumi, surat az-Zumar (39) : 5 dan surat
an-Naml (27):88 mengisyaratkan adanya rotasi bumi dan bulatnya bumi. Sebaliknya
ayat kuniyah akan menjadi bukti (al-Burhan) bagi kebenaran ayat qauliyah (surat
Fushshilat/41:53). Kedua hukum Allah/sunatullah (yaitu ayat qauliyah dan kuniyah)
tersebut berlaku pada kehidupan manusia. Oleh karena itu bagi seorang muslim
mempelajari fenomena qauliyah dan kauniyah adalah dalam rangka meningkatkan
ibadahnya kepada Allah dan menambahkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
swt.
Dengan demikian, Islam mengajarkan bahwa segala aturan, hukum, rumus
atau dalil yang berlaku di alam semesta, baik yang berkenaan dengan benda mati
(abiotik) maupun makhluk hidup (biotik) adalah pertama, hukum Allah/sunatullah
yang berlaku pada makhluknya yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits
(qauliyah) atau telah diobservasi dari alam semesta (kauniyah). Jadi bagi seorang
muslim gaya gravitasi Newton, molekul-molekul saling berkaitan bukan sekedar
karena adanya ikatan kimia semata, arus mengalir dalam suatu tegangan yang
bertahan bukan sekedar mengikuti hukum Ohm atau Kirchoff, kestabilan struktur
kayu atau beton bukan sekedar mengikuti hukum-hukum mekanika teknik,
beredarnya planet mengelilingi matahari bukan karena sekedar tunduk dari hukum
Kepler, tetapi kesemuanya itu adalah hukum Allah yang ditetapkan-Nya atas seluruh
benda yang diciptakan (Surat Fushshilat/41;11). Newton, Ohm, Kirchoof, Keppler
atau siapapun yang menemukan aturan rumus, hukum, atau dalil yang berkaitan
dengan makhluk Allah hanyalah sebagai peneliti yang menemukan dan
mengidentifikasikn hukum Allah yang telah ada sebelumnya. Dengan kata lain
setiap aturan, hukum, rumus atau dalil yangditemukan manusia mengenai ciptaan
Allah pada dasarnya adalah hukum Allah yang berlaku atas makhluk-Nya. Kedua
hukum Allah (qauliyah dan kauniyah) harus diintegrasikan dalam diri seorang
muslim. Mereka yang mengambil spesialisasi qauliyah harus menguasai dasar-dasar
fikir kauniyah, sebaliknya mereka yang mengambil spesialisasi kauniyah harus
menguasai dasar-dasar qauliyah. Dengan demikian terdapat himpunan irisan yang
merupakan wilayah komunikasi antar ulama (mereka yang hanya menguasai
qauliyah) dan ilmuwan (mereka yang hanya menguasai kauniyah). Semakin luas
irisan keduanya semakin baik dan luas wilayah komunukasinya.
Pada dasrnya teknologi bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat
(mashlahat) disatu sisi sedangkan disisi lain bisa menjadi mudlarat bagi manusia.
Oleh karena itu, Islam memandang teknologi dari pemanfaatanya, untuk
kemashalahatan atau kemadlaratan. Dengan demikian, penguasaan sains dan
teknologi mensyaratkan penguasaan fenomena qauliyah sebagai kintrol pemanfaatan
sains dan teknologi tersebut. Jika sains dan teknologi dikuasi oleh meraka yang tidak
memiliki basis qauliyah, maka pemanfaatannya cenderung liar, tidak terkontrol, dan
sangat membahayakan kehidupan manusia.

C. Landasan Filosofi dan Ber-iptek


Ditinjau dari sisi ilmu pengetahuan/sains, maka al-Qur’an sebagai petunjuk
(hudan) merupakan peletak landasan filosofi manusia dalam memandang dan
memahami alam semesta. Al-Qur’an merupakan rumus/formula baku dan alam
semesta dengan segala perubahannya merupakan yang layak dan perlu dijawab al-
Qur’an merupakan kamus alam semesta. Solusi tentang rahasia alam semesta akan
terselesaikan dengan benar jika digunakan rumusan yang tepat yaitu al-
Qur’an.dengan demikianayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat qazdiyah akan berjalan
secara pararel dan seimbang. Ilmu pengetahuan seperti ini jika menjelma menjadi
teknologi maka akan menjadikan teknologi berbasis al-Qur’an. Al-Qur’an adalah
firman Allah yang diturunkan kepada manusia sebagai petunjuk bagi orang-orang
yang bertaqwa. Juga al-Qur’an merupakan produk iptek Allah yang diturunkan
kepada anusia untuk menuntun manusia untuk jalur-jalur riset yang akan ditempuh,
sehingga manusia memperoleh hasil yang benar. Disini fungsi al-Qur’an sebagai
hudan memberikan kecerahan pada akal manusia, sehingga manusi merasa lapang
dihadapan Allah yang Maha Luas. Kebenaran hasil riset ini dapat diukur dari
kesesuaian antara akal dan naql. Kerja akal yang sesuai dengan naql ini dapat
dikategorikan sebagai ibadah kepada Allah SWT dan sekalius turut mengisi definisi
ijtihad dalam arti umum memiliki nilai yang sangat besar.
Oleh karena itu, usaha terus menerus untuk mengkaji al-Qur’an perlu
dilakukan dan bahkan hukumnya menjadi fardlu ‘ain bagi setiap ilmuwan yang akan
meriset terhadap alam semesta, menciptakan hasil teknologi merupakan hasil kerja
orang-orang yang taat kepada tata tertib al- Qur’an. Al-Qur’an juga merupakan
sumber fenomena yang layak untuk mdiriset, yang dimaksud bukan al-Qur’annya
saja yang diriset namun permasalahan riset dapat saja muncul setelah orang
membaca dan mengkaji al-Qur’an. Sedangkan teknologi dalam Islam adalah bukan
merupakan tujuan tetapi sebagai alat yang digunakan untuk meneropong terhadap
ayat-ayat Allah. Semakin maju teknologi semakin banyak informasi yang diperoleh.
Penemuan-penemuan baru akan semakin membantu kepada orang Islam untuk lebih
mudah mengagungkan Allah sehingga baginya benar-benar bahwa Allah itu Maha
Besar, dan sebaliknya manusia merupakan mahkluk yang amat kecil. Dengan
demikian diharapkan akan memperbesar peran manusia sebagai khalifah Allah di
permukaan bumiyakni memakmurkan bumi dan mengusahakan kesejahteraan bagi
segenap penghuni bumi.

D. Ayat-ayat Qauliyah dan Kauniyah


Pada fasal ini, akan dijelskan dan diberi contoh hubungan antara ayat qauliyah
sebagai petunjuk wahyu yang memberikan isyarat global tentang fenomena Iptek,
untuk membantu menjelaskan dan mencocokkan terhadap ayat kauniyah. Banyak
sekali contoh yang bisa dikemukakan, akan tetapi keterbatasan ruang, maka dalam
hal ini akan dikemukakan dua ontoh saja yang amat terkenal yaitu “siklus hidrologi”
dan “konsep tentang alam semesta”.
1. Ayat/Fenomena Kauniyah
Dari hasil observasi dan penelitian yang beruang-ulang bahwa “siklus
hidrologi” atau sirkulasi air (Hydrologic Cycle) dapat dijelaskan sebagai berikut:
Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang terjadi radiasi atau panas matahari,
sehingga air yang beradadilaut, sungai, danau, dan tanah mengalami penguapan ke
udara (evaporation), dan juga air pada tumbuh-tumbuhan mengalami penguapan ke
udara (transpiration), sehingga dikenal sebagai evapotrans-piration, lalu uap air
tersebut pada ketinggian tertentu menjadi dingin dan terkondensasi menjadi awan.
Akibat angin, berkumpulah awan dengan ukuran tertentu dan terbwntuk awan hujan,
karena pengaruh berat dan grafitasi kemudian terjadilah hujan (presipitation).
Beberapa air hujan ada yang mengalir diatas permukaan tanah sebagai aliran
limpasan (overand flow) dan ada yang terserap kedalam tanah (infiltration). Aliran
limpasan selanjutnya dapat mengisi tampungan-cekungan (depression strorage).
Apabila ini telah terpenuhi, airair akan menjadi limpasan permukaan (surface runoff)
yang elnjutnya mengalir kelaut. Sedangkan air yang terinfiltrasi, bila keadaan
formasi geologi memungkinkan, sebagian dapat mengalir lateral dilapisan tidak
kenyang air (unsaturated Zone) sebagai aliran antara 9subsurface flow/interflow).
Sebagaian vertikal yang disebut dengan “perkolasi” (percolation) yang akan
mencapai lapisan kenyang air (saturated zone/aquifer). Air dalam akifer ini akan
mengalir sebagai air tanah (ground water flow/base flow) kesungai atau
ketampunagan dalam (deep storange). Siklus hidrologi ini terjadi terus menerus atau
beruang-ulng dan tidak pernah terputus.
2. Ayat/Fenomena Qauliyah
Pada penjelasan fenomena kauniyah, dapat kita tarik kesimpulan bahwa “siklus
hidrologi” memiliki 4 macam proses yang saling berkaitan, yaitu:
a. Hujan atau presipitasi.
b. Penguapan/evaporasi.
c. Infiltrasi dan perkolasi (peresapan).
d. Limpasan permukaan (surface runoof) dan limpasan air tanah (subface
rzrnoff).

Pada ayat (Q.S an-Nur:43) menunjukkan adanya dua proses inti yang sedang
berlangsung dan merupakkan bagian dari proses “siklus hidrologi.” Kedua proses itu
yaitu proses penguapan (evaparasi) yang ditunjukkan dengan kata “awan” dan
proses hujan (presitipasi) yang berupa keluarnya air dan butiran es dari awan.
Dimana awan adalah masa uap air yang terkumpul akibat penguapan dan kondisi
atmosfer tertentu. Menurut prof. Sri Harto (2000) seorang pakar hidrologi, awan
dalam keadaan ini yang kalau masih mempunyai butir-butir air berdiameret lebih
kecil dari 1mm masih akan melayang-layang diudara karena masih berat butir-butir
tersebut masih lebih kecil daripada daya tekan keatas udara. Sehingga pada kondisi
ini awan masih bisa bergerak terbawa angin kemudian berkumpul menjadi banyak
dan tertindih-tindih (bercampur), dalam ayat lain awan menjadi bergumpal-gumpal
seperti pada surat ar-Rum (30) ayat 48.
Demikian jelasla bahwa dengan terbawanya awan oleh pergerakkan angin,
maka awan terkumpul menjadi banyak dan bergumpal-gempal. Akibat berbgai sebab
klimatologis seperti pengaruh kondensasi, awan tersebut dapat menjadi awan yang
potensial menimbulkan hujan, yang biasanya menurut Sri Harto(2000) terjadi bila
butir-butir berdiameter lebih besar daripada 1mm. Sehingga pada ayat “hujan keluar
dari celah-celahnya” awan maksudnya secara ilmiah “hujan” turun tidak seperti
menggelontornya air, melainkan berupa butir-butir air kecil yang bturun dari awan
akibat pengaruh berat dan gravitasi bumi, seperti jatuhnya tetes-tetes air dari
celah0celah mata air. Sedangkan turunya butiran-butiran es dari langit disebabkan
gumpalan-gumpalan awan pada kondisi dan atmosfer tertentu mengalami kondensasi
sampai mencapai titik beku sehingga terbentuklah gunung-gunung es. Kemudian
karena pengaruh berat gravitasi bumi sehingga jatuh/turun kepermukaan bumi, dan
dalam perjalanannya dipengaruhi oleh temperatur, pergerakkan angin dan gesekkan
dengan lapisan udara, maka gunung-gunung es itu yang jatuh sampai di permukaan
bumi.
Bila terjadi ‘hujan’, masih besar kemungkinan air teruapkan kembali sebelum
sampai dipermukaan bumi, karena keadaan atmosfir tertentu. ‘Hujan’ baru disebut
sebagai hujan apabila telah sampai dipermukaan bumi dan dapat diukur. Air hujan
yang turun dipermukaan bumi terbagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai air
limpasan dan sebagai bagian air yang terinflocrsi / meresap kedalam tanah (Sri
Harto. 2000). Kaidah-kaidah di atas ditunjukkan pula pada surat al-Mu’minun (23)
ayat 18.
Allah menurunkan hujan menurut satu ukuran, sehingga hujan yang sampai
dipermukaan bumi dapat diukur. Hanya tinggal kemampuan manusia sampai dimana
tingkat validitasnya dalam mengukur dan memperkirakan jumlah/kuantitas hujan.
Sehingga timbul beberapa teori pendekatan dalam analisis kuantitas hujan yang
menjadikan berkembanganya ilmu hidrologi. “Lalu Kami jadikan air itu menetap di
bumi,” maksudnya adalah air yang jatuh dari langit itu tinggal di bumi menjadi mata
sumber air, sebagai mana tercantum dalam surat az-Zumar (39) ayat 21.
Sumber-sumber air di bumi bisa berupa air sebagai aliran limpasan seperti air
sungai, danau dan laut. Juga bisa berupa air tanah sebagai akibat dari infiltrasi
seperti air sumur, air artesis, sungai bawah tanah. “Dan sesungguhnya Kami benar-
benar berkuasa menghilangkannya.” Maksudnya Allah berkuasa untuk
menghilangkan sumber-sumber air tadi, seperti dengan kemarau panjang (akibat
siklus musim yang dipengaruhi oleh pergerakan matahari di sekitar equator),
sehingga tidak ada suplai air sebagai pengisian (recharge) ke dalam permukan tanah
atau bawah permukaan tanah. Sedangkan prose penguapan, pergerakan air
permukaan dan pergerakan air tanah berlangsung terus menerus, sehingga lapisan air
muka tanah menjadi turun dan sumber mata air menjadi berkurang, bahkan lebih
drastis lagi muka air tanah bisa turun mencapai lapisan akifer artesis yang kedap air.
Maka pada kondisi seperti itu sering kali terlihat sungai-sungai kekeringan, sumu-
sumur air dangkal kekeringan, muka air danau susut dan bahkan ada yang sampai
kekeringan, dan pohon-pohon mengalami kerontokan dan mati kekeringan. Kaidah-
kaidah seperti ini sebagai mana telah digambarkan pada surat az-Zumar (39) ayat 21.
Dengan demikian bahwa kajian ayat-ayat qauliyah di atas meliputi adanya empat
proses yang saling berhubungan dan mengikuti suatu sunnatullah “daur” yang terus
menerus tidak terputus, seperti lingkaran setan yang disebut siklus hidrologi.

You might also like