Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lebih dari 80% penderita trauma yang datang ke rumah sakit selalu disertai
cedera kepala. Sebagaian besar penderita trauma kepala disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas,berupa tabrakan sepeda motor,mobil,sepeda dan
penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya disebabkan oleh jatuh dari
ketinggian,tertimpa benda (ranting pohon,kayu,dll), olahraga, korban kekerasan
(misalnya: senjata api,golok,parang,batang kayu,palu,dll)
Kontribusi paling banyak terhadap trauma kepala serius adalah ada
kecelakaan sepeda motor,dan sebagian besar diantaranya tidak menggunakan helm
atau menggunakan helm yang tidak memadai (>85%). Dalam hal ini dimaksud
dengan tidak memadai adalah helm yang terlalu tipis dan penggunaan helm tanpa
ikatan yang memadai,sehingga saat penderita terjatuh,helm sudah terlepas sebelum
kepala membentur lantai.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Anatomi system persyarafan?
2. Apa Pengertian trauma kepala?
3. Apa Jenis trauma?
4. Bagaimana Patofisiloginya?
5. Bagaimana Skor koma glasgow (skg)?
6. Apa Penyebab trauma kepala?
7. Bagaimana Uji diagnostic?
8. Bagaimana Penatalaksanaan medis?
9. Bagaimana Asuhan keperawatan?
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi system persyarafan
C. Jenis Trauma
Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi
trauma (Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar
terdiri dari dua, yaitu secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka.
Trauma kepala tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak
atau utuh pada kepala setelah luka. The Brain and Spinal Cord Organization 2009,
mengatakan trauma kepala tertutup adalah apabila suatu pukulan yang kuat pada
kepala secara tiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak.
Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus
sampai kepada dura mater. (Anderson, Heitger, and Macleod, 2006). Kemungkinan
kecederaan atau trauma adalah seperti berikut;
a) Fraktur
Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur
yaitu simple fracture, linear or hairline fracture, depressed fracture, compound
fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai berikut:
· Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit
· Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi,
distorsi dan ‘splintering’.
· Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak.
· Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain
retak terdapat juga hematoma subdural (Duldner, 2008).
Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak atau
kelainan pada bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal
ini memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada kranium. Insidensi
kasus ini sangat sedikit dan hanya pada 4% pasien yang mengalami trauma kepala
berat (Graham and Gennareli, 2000; Orlando Regional Healthcare, 2004). Terdapat
tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea (cairan
serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejala raccoon’s eye (penumpukan
darah pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga
menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi
pada fossa anterior, media dan posterior (Garg, 2004).
Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada tulang maxilofasial yang
merupakan tulang yang kedua terbesar setelah tulang mandibula. Fraktur pada
bagian ini boleh menyebabkan kelainan pada sinus maxilari (Garg, 2004).
Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau runcing.
Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam dimana
lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi kerusakan
seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi pada kulit
yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya pada
penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut.
e) Abrasi
Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa
mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis
tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak.
e) Avulsi
Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi sebagian
masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada
kranial terlepas setelah kecederaan (Mansjoer, 2000).
1. Perdarahan Intrakranial
a. Perdarahan Epidural (Hematoma Epidural)
Setelah cedera kepala ringan, darah terkumpul diruan epidural (ekstradural)
diantara tengkorak dan durameter. Keadaan ini sering diakibatkan karena
terjadinya fraktur tulang tengkorank yang menyebabkan arteri meningeal tengah
putus atau rusak (laserasi)-dimana arteri ini berada diantara dura meter dan
tengkorak menuju bagian tipis tulang temporal-dan terjadi hemoragik sehingga
terjadi penekanan pada otot.
Penatalaksanaan untuk hematoma epidural dipertimbangkan sebagai keadaan
darurat yang ekstrem,dimana deficit neurologis atau berhentinya pernafasan dapat
terjadi dalam beberapa menit. Tindakan yang dilakukan terdiri atas membuat
lubang pada tulang tengkorak (burr),mengangkat bekuan dan mengontrol titik
pendarahan.
b. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah pengumpulan darah pada ruang diantara dura meter
dan dasar otak,yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hematoma subdural
paling dering disebabkan karena trauma,tetapi dapat juga terjadi akibat
kecenderungan pendarahan yang serius dan aneurisma. Hematoma subdural lebih
sering terjadi pada venadan merupakan akibat dari putusnya pembuluh darah
kecilyang menjebatani ruang subdural. Hematoma subdural bisa terjadi
akut,subakut,dan kronis tergantung padaukuran pembuluh darah yang terkena dan
jumlah pendarahan yang terjadi.
1. Perdarahan subdural akut
Hematomasubdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi
kontusio atau laserasi. Biasanya klien dalam keadaankomaatau mempunyai
keadaan klinis yang sama dengan hematoma epidural tekanan darah meningkat dan
frekuensi nadi lambat dan pernafasan cepat sesuai dengan peningkatan hematoma
yang cepat.
· Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan,
respon yang lambat, serta gelisah.
· Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.