You are on page 1of 33

LAPORAN KASUS

SECTIO CAESAREA

Oleh:
Cahyo Adi Baskoro, A.Md. Kep.

PELATIHAN SCRUB NURSE KAMAR BEDAH ANGKATAN XIX


BIDANG PENDIDIKAN & PELATIHAN
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
TAHUN 2019
BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Bedah Caesar (Section Caesarea) saat ini sedang menjadi salah satu trend persalinan di
kalangan masyarakat dan kedokteran medis. Berkembangnya sains dan teknologi, terutama
dalam bidang kedokteran yang meliputi alat-alat kedokteran dan anestesi pada akhirnya mulai
bergerak menuju ranah hukum dan agama. Tindakan seksio dengan resiko yang cukup tinggi
bagi pasien dan bayi yang dikandung menjadi salah satu pertimbangan agama dalam menjaga
kehidupan seseorang. Di satu sisi, keputusan tindakan Sectio Caesarea memberikan
kesempatan bagi seseorang untuk melahirkan tanpa merasakan sakit melalui tindakan
pembedahan. Di sisi lain, resiko tinggi yang ditimbulkan dari tindakan Caesar ini berdampak
pada pasien dan bayi yang dilahirkan, sehingga tindakan Caesar ini hanya dapat dilakukan
karena adanya kedaruratan medis dalam persalinan normal yang menghendaki seseorang harus
melakukan bedah Caesar.
Angka kejadian sectio caesaria di Indonesia menurut survei nasional tahun 2007 adalah
921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22.8% dari seluruh persalinan di Jawa tengah
tercatat dari 17.665 angka kelahiran terdapat 35.7% - 55.3% ibu melahirkan dengan proses
section caesaria (Kasdu, 2005). Di Indonesia angka persalinan caesar di 12 Rumah Sakit
pendidikan antara 2,1 % – 11,8 %. Angka ini masih di atas angka yang diusul oleh Badan
Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1985 yaitu 10 % dari seluruh persalinan Caesar nasional.
Di Propinsi Gorontalo, khususnya di RS rujukan angka kejadian SC pada tahun 2008 terdapat
35 % dan meningkat menjadi 38 % pada tahun 2009 (Depkes RI, 2009).
Sectio caesaria adalah prosedur bedah untuk melahirkan janin dengan insisi melalui
abdomen dan uterus. Sectio caesaria dilakukan pada ibu dengan indikasi cephalopelvic
disproportion (CPD), disfungsi uterus, distosia jaringan lunak, plasenta previa, sedangkan
indikasi pada anak adalah janin besar, gawat janin dan letak lintang (Wiknjosastro, 2007).
Dalam hal ini, ilmu keperawatan berperan dalam proses pelayanan kesehatan pasien SC
yaitu kaitannya dengan asuhan keperawatan perioperative pasien dengan tindakan bedah Sectio
Caesarea, maka dari itu penyusun tertarik untuk menyusun laporan kasus ini dengan judul
“Sectio Caesarea”.

1
2. Tujuan
Untuk mengetahui asuhan keperawatan perioperatif pada pasien Sectio Caesarea.

3. Manfaat
Dapat mengetahui asuhan keperawatan perioperatif pada pasien Sectio Caesarea.

2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr,
melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact) (Syaifuddin, 2006).
Sectio Caesarea berasal dari kata kerja bahasa Latin caedare yang berarti membedah.
Menurut Hukum Romawi Kuno, ibu hamil yang meninggal, jika bayinya masih hidup harus
diambil. Yaitu dengan cara yang dikenal dengan istilah lax caesarea. Tujuannya adalah untuk
menyelamatkan sang bayi. Dengan demikian hukum Romawi dimungkinkan menjadi asal-usul
istilah ini.

2. Indikiasi
Secara spesifik, indikasi medis dilaksanakannya tindakan section caesarea meliputi:
a) Indikasi fetus/janin
1) Plasenta previa, yaitu keadaan dimana plasenta berada di bawah dan menutupi jalan
lahir. Pada umumnya keadaan seperti ini sudah diketahui di awal kehamilan.
2) Ketidakseimbangan antara tulang panggul ibu dan ukuran bayi. Misal pada kasus
tulang panggul ibu terlalu sempit atau ukuran bayi terlalu besar (giant baby).
3) Ibu mengalami preeclampsia atau kondisi dimana tekanan darah ibu terlalu tinggi
sehingga ibu mengalami kejang-kejang.
4) Janin dalam posisi sungsang atau melintang. Sungsang adalah kondisi janin dengan
posisi kepala janin berada di atas. Sedangkan melintang adalah kondisi janin dengan
kepala berada di sisi kanan atau kiri, sedangkan pada persalinan normal menghendaki
persalinan bayi dengan posisi kepala berada di bawah dekat jalan lahir.
5) Bayi terlilit tali pusar. Indikasi Caesar untuk kasus ini adalah keadaan dimana bayi
terlilit tali pusar dengan kencang sehingga mengakibatkan bayi sulit bernafas. Denyut
jantung bayi dapat diketahui melalui pemeriksaan dokter yang normalnya antara 120-
140 kali permenit. Jika turun sampai 120 denyut permenit berarti janin mengalami
masalah. Dan jika turun sampai 100 kali permenit, maka bayi bisa dinyatakan
terancam.
6) Postmature atau kehamilan yang lewat masa 42 minggu. Lebih dari ini, fungsi plasenta
drop dan rusak sehingga bayi beresiko mati mendadak.
b) Indikasi Ibu
1) Usia ibu
3
2) Riwayat penyakit serta hipertensi
3) Diabetes mellitus
Secara khusus, indikasi ibu dapat meliputi adanya tumor pada uterus dan ovarium di
dalam kehamilan yang menyumbat jalan lahir, sehingga memerlukan tindakan bedah. Hal yang
serupa dapat terjadi pada ibu yang memiliki karsinoma serviks atau adanya kanker pada serviks
yang sekalipun hal tersebut tidak meyebabkan kesulitan pada proses kelahiran, tetapi adanya
kanker jelas memperburuk prognosis.
c) Indikasi Ibu dan Janin
1) Pendarahan pervaginam akuta, yaitu adanya pendarahan mendadak selama kehamilan
atau persalinan disebabkan oleh plasenta previa atau pelepasan premature plasenta
yang terimplantasi normal. Pada keadaan ini, jika pendarahan sangat hebat dan
mengancam nyawa ibu, maka harus dilakukan Caesar dengan tanpa
mempertimbangkan usia kehamilan ataupun keadaan janin.
2) Operasi uterus sebelumnya, yaitu adanya operasi Caesar yang dilakukan sebelummnya
melalui insisi uterus.
3) Letak lintang, keadaan demikian dapat menyebabkan retraksi progresif pada segmen
bawah, yang kemudian dapat membatasi aliran darah uteroplasenta dan
membahayakan janin. Kondisi selanjutnya adanya rupture pada uterus yang dapat
membahayakan keadaan ibu.
4) Ketidakseimbangan sefalopelvik relative dan distosia. Kondisi ini digambarkan
dengan adanya ketidakseimbangan antara bagian fetus atau bayi dengan tulang pelvis
atau tulang panggul ibu.

3. Anatomi Dan Fisiologi


a) Lapisan Abdomen
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian
belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang pada tulang belakang, di sebelah atas pada
iga, dan di bagian bawah melekat pada tulang panggul.

4
Dinding perut terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapisan kulit yang terdiri
dari:
1) Kutis
2) Subkutis
a. Fascia superfisial (fascia camper)
Mengandung paniculus adiposus (lemak). Lapisan ini juga membungkus daerah
perineum sebagai fascia superfisialis perinei. Pada laki-laki fascia ini bersatu dengan fascia
scarpa membentuk tunica dartos sebagai salah satu lapisan pembungkus dari testis. Para
ahli bedah memanfaatkan lembar dalam fascia superfisialis yang berupa selaput, untuk
memegang jahitan sewaktu menutup sayatan pada kulit abdomen.
b. Fascia profunda (fascia scarpa)
Lapisan membranosa yang tidak mengandung lemak.

3) Otot dinding perut


4) Kelompok ventrolateral

5
a) Tiga otot pipih : Musculus obliquus abdominis eksternus , Musculus obliquus
abdominis internus, Musculus transversus abdominis
Ketiga otot pipih dinding abdomen di sebelah ventral beralih menjadi aponeurosis
kuat yang berupa lembar. Di linea alba serabut setiap aponeurosis membentuk jalinan
dengan serabut serupa dari sisi yang lain membentuk vagina musculi recti abdominis.
Dalam vagina musculi recti abdominid terdapat musculus rectus abdominis, sebuah
otot kecil yang tidak selalu ada yakni m.pyramidalis, pembuluh epigastrica superior,
dan epigastrica inferior, pembuluh limfe, dan radices anteriores nervi thoracici VII-
XII.
b) Satu otot vertikal: musculus rectus abdominis
5) Kelompok posterior : musculus psoas major, musculus psoas minor, musculus iliacus,
musculus quadratus lumborumFascia tranversalis
6) Peritonium
7) Uterus

Secara histologis, uterus terdiri dari 3 lapisan jaringan yaitu perimetrium, miometrium dan
endometrium
a. Perimetrium

6
Perimetrium merupakan lapisan luar uterus atau serosa merupakan bagian dari
perimetrium visceral yang tersusun atas epitel skuamus simpleks dan jaringan ikat
areolar.
b. Miometrium
Lapisan tengah uterus atau miometrium terdiri dari 3 lapisan serat otot polos yang
tebal didaerah fundus dan menipis didaerah serviks, dipisahkan oleh untaian tipis
jaringan ikat interstitial dengan banyak pembuluh darah. Selama proses persalinan dan
melahirkan, akan terjadi sebuah koordinasi kontraksi otot miometrium dalam
merespon hormon oksitoksin yang berasal dari hipofisis posterior yang berfungsi
membantu mengeluarkan janin dari uterus.
c. Endometrium
Lapisan dalam uterus atau endometrium merupakan lapisan yang kaya akan pembuluh
darah memiliki 3 komponen, yaitu epitel kolumner simpleks bersilia dan bergoblet,
kelenjar uterina yang merupakan invaginasi dari epitel luminal yang kemudian meluas
hampir ke miometrium, dan stroma endometrium. Endometrium terbagi menjadi 2
lapisan yaitu, stratum fungsional dan stratum basal.
Stratum fungsional merupakan lapisan melapisi rongga uterus dan luruh ketika
menstruasi. Sedangkan stratum basalis merupakan lapisan permanen yang fungsinya
akan membentuk sebuah lapisan fungsional yang baru setelah mentruasi.
b) Anatomi Uterus
Uterus terletak diantara vesica urinaria dan rectum, berbentuk seperti buah pir terbalik.
Uterus pada wanita yang belum pernah hamil biasanya berukuran sekitar 7,5 cm (panjang), 5
cm (lebar), dan 2,5 cm (tebal). Uterus terdiri dari fundus uteri, corpus uteri dan serviks uteri.
Biasanya uterus berada dalam posisi antefleksi.

7
Uterus mendapatkan pendarahan dari arteri uterina yang merupakan cabang dari arteri
iliaka interna. Arteri uterina kemudian mempercabangkan arteri arkuata di ligamentum latum
yang akan melingkari miometrium. Arteri ini kemudian akan membentuk arteri radialis yang
akan menembus kedalam miometrium. Tepat sebelum masuk ke endometrium, cabang tersebut
membagi diri menjadi 2 jenis arteri yaitu arteri lurus (arteri recta) dan arteri spiralis. Arteri
lurus akan mensuplai darah ke lapisan basal endometrium, sedangkan arteri spiralis akan
mensuplai darah ke stratum fungsional endometrium dan akan luruh ketika siklus menstruasi
karena peka terhadap perubahan hormon. Darah akan meninggalkan uterus melewati vena
iliaka internal. Pasokan darah untuk uterus sangat penting untuk pertumbuhan kembali stratum
fungsional endometrium setelah menstruasi, implatasi dan perkembangan plasenta.

4. Jenis
a. Segmen atas
Segmen atas pada persalinan sectio adalah pembedahan melalui sayatan vertikal pada
dinding perut (abdomen) yang lebih dikenal dengan classical incision atau sayatan Klasik.
Jenis ini memungkinkan ruangan yang lebih besar untuk jalan keluar bayi. Seksio jenis ini
kini jarang digunakan oleh tenaga kedokteran karena lebih beresiko terhadap kelahiran.
Seringkali diperlukan luka insisi yang lebih lebar karena bayi sering dilahirkan dengan
bokong dahulu

b. Segmen Bawah
Pembedahan pada segmen bawah meliputi dua jenis:
1) Insisi Melintang
Yaitu dengan melakukan sayatan secara mendatar. Pada jenis ini, dibuat sayatan kecil
melintang di bawah uterus (rahim), kemudian sayatan ini dilebarkan dengan jari-jari
tangan dan berhenti di daerah pembuluh-pembuluh darah uterus. Pada sebagian besar
kasus persalinan, posisi kepala bayi terletak di balik sayatan, sehingga harus

8
diekstraksi atau didorong, diikuti oleh bagian tubuh lainnya, dan plasenta serta selaput
ketuban.

2) Insisi Membujur
Pada insisi membujur hampir sama dengan sayatan pada insisi melintang, hanya saja
letak sayatan menjadi vertikal di bawah rahim (uterus).

c. Operasi Porro (Porro operation)


Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari avum uteri (tentunya janin sudah mati)
dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.
Seksio sesarea oleh ahli kebidanan disebut obstetric panacea, yaitu obat atau terapi ampuh
dari semua masalah obstetri.

5. Resiko
Persalinan melalui sectio caesaea memiliki beberapa bahaya yang cukup umum dalam
dunia kedokteran. Hal ini, tidak terlepas dari penggunaan anestesi ketika operasi yang bisa
terjadi padaibu dan bayi yang dilahirkan. Secara umum resiko ini meliputi:
a. Hipoksia akibat sindroma hipotensi terlentang
b. Depresi pernafasan akibat anestesi
c. Sindroma gawat pernafasan, lazimnya pada bayi yang dilahirkan dengan seksio
caesarea.

9
6. Penatalaksanaan
Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada
4 jam kemudian. Pantau perdarahan dan urin secara ketat. Pemberian tranfusi darah, bila terjadi
perdarahan post partum. Pemberian antibiotika, walaupun pemberian antibiotika sesudah
section sesaria dianjurkan efektif dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya
dianjurkan. Mobilisasi pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari temapat
tidur dengan dibantu paling sedikit dua kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke
kamar mandi dengan bantuan. Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan hari
kelima setelah operasi.

7. Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal (Nifas)
2. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
3. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung
4. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
5. Perdarahan
6. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
7. Perdarahan pada plasenta bed
8. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi
terlalu tinggi
9. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya.

8. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG (Ultra SonoGrafi)
Untuk menentukan usia kehamilan
2. Test Nitrazin atau test lakmus
Untuk membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan,
kelainan janin
3. Test LEA (Leucosyt Ester Ase)
Untuk menentukan ada tidaknya infeksi
4. Laboratorium darah
Untuk mengetahui jumlah lekosit jika meningkat curiga infeksi.
10
5. Pemeriksaan pembekuan (termasuk waktu perdarahan, PT, PTT, dan fibrinogen)
6. Pemeriksaan silang darah dan enzim hati
7. Urinalisa yaitu protein, total protein serum dan albumen biasanya normal atau
menurun.

9. Diagnosa Keperawatan
a. Pengertian
Keperawatan perioperatif istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi
keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif
adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu pra
operasi, intra operasi, dan pasca operasi. Masing-masing fase dimulai pada waktu tertentu dan
berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah
dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan dan aktivitas keperawatan yang luas yang
dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik
keperawatan. Di samping itu, kegiatan perawat perioperatif juga memerlukan dukungan dari
tim kesehatan lain yangb berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat
tercapi sebagai suatu bentuk pelayanan prima
b. Pre Operatif
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai
sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke
meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi
baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).
Persiapan Akhir Sebelum Operasi Di Kamar Operasi (Serah terima dengan perawat OK)
Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi atau cidera perlu dilakukan hal tersebut
di bawah ini :
a. Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut (lavement).
b. Cek gelang identitas / identifikasi pasien.
c. Lepas tusuk konde dan wig dan tutup kepala / peci.
d. Lepas perhiasan
e. Bersihkan cat kuku.
f. Kontak lensa harus dilepas dan diamankan.
g. Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas.
h. Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang / ada gangguan pendengaran.
11
i. Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang beresiko terhadap
tromboplebitis.
j. Kandung kencing harus sudah kosong.
k. Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan harus dicek meliputi ;
• Catatan tentang persiapan kulit.
• Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TN).
• Pemberian premedikasi.
• Pengobatan rutin.
• Data antropometri (BB, TB)
• Informed Consent
• Pemeriksan laboratorium.
Pengkajian Keperawatan Pra Bedah
1) Data subyektif
a. Pengetahuan dan pengalaman terdahulu.
b. Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah
c. Status Fisiologi
2) Data objektif
a. Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan (cemas),
kemampuan berbahasa Inggris.
b. Tingkat interaksi dengan orang lain.
c. Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang sibuk
(cemas).
d. Tinggi dan berat badan.
e. Gejala vital.
f. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
g. Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
h. Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
i. Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan bernafas
dengan diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan pada pasca
bedah).
j. Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum bedah
vaskuler atau tubuh.
k. Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di tempat
duduk, koordinasi waktu berjalan.
12
3) Masalah keperawatan yang lazim muncul
a. Takut
b. Cemas
c. Resiko infeksi
d. Resiko injury
e. Kurang pengetahuan
c. Intra Operatif
Prinsip Tindakan Keperawatan Selama Pelaksanaan Operasi.
1. Persiapan Psikologis Pasien
2. Pengaturan Posisi
Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan
psikologis pasien. Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi
pasien adalah :
a. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
b. Umur dan ukuran tubuh pasien.
c. Tipe anaesthesia yang digunakan.
d. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien :
a. Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.
b. Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya
ditutup dengan duk.
c. Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang
biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk menjaga
kerusakan saraf dan jaringan.
d. Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk meyakinkan
terjadinya pertukaran udara.
e. Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena tekanan dapat
menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor predisposisi
terjadinya thrombus.
f. Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena hal ini dapat
melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot.
g. Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
h. Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di lengan.

13
i. Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara
bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi.
3. Membersihkan dan Menyiapkan Kulit.
4. Penutupan Daerah Steril
5. Mempertahankan Surgical Asepsis
6. Menjaga Suhu Tubuh Pasien dari Kehilangan Panas Tubuh
7. Monitor dari Malignant Hyperthermia
8. Penutupan luka pembedahan
9. Perawatan Drainase
10. Pengangkatan Pasien Ke Ruang Pemulihan, ICU atau PACU.
Pengkajian Keperawatan Intra Bedah
1. Sebelum dilakukan operasi
a. Pengkajian psikososial
• Perasaan takut / cemas
• Keadaan emosi pasien
b. Pengkajian fisik
• Tanda vital : TN, N, R, Suhu.
• Sistem integumentum ; pucat, sianosis, adakah penyakit kulit di area badan
• Sistem Kardiovaskuler ; Apakah ada gangguan pada sisitem cardio?, validasi
apakah pasien menderita penyakit jantung?, kebiasaan minum obat jantung sebelum
operasi, kebiasaan merokok, kebiasaan minum alkohol, oedema, irama dan
frekwensi jantung, pucat.
• Sistem pernafasan ; apakah pasien bernafas teratur?, batuk secara tiba-tiba di kamar
operasi
• Sistem gastrointestinal ; apakah pasien diare?
• Sistem reproduksi ; apakah pasien wanita mengalami menstruasi?
• Sistem saraf ; kesadaran
• Validasi persiapan fisik pasien ;
- Apakah pasien puasa ?
- Lavement ?
- Kapter ?
- Perhiasan ?
- Make up ?
- Scheren / cukur bulu pubis ?
14
- Pakaian pasien / perlengkapan operasi ?
- Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?
2. Selama pelaksanaan operasi
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi
total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal
ditambah dengan pengkajian psikososial.
Masalah keperawatan yang lazim muncul
Diagnosa keperawatan yang mungkin sering muncul pada pasien selama pelaksanaan
operasi adalah sebagai berikut :
1. Cemas
2. Resiko perlukaan/injury
3. Resiko penurunan volume cairan tubuh
4. Resiko infeksi
5. Kerusakan integritas kulit
d. Pasca Operatif
1. Pengkajian awal
a. Status respirasi
• Kebersihan jalan nafas
• Kedalaman pernafasan
• Kecepatan dan sifat pernafasan
• Bunyi nafas
b. Status sirkulatori
• Nadi
• Tekanan darah
• Suhu
• Warna kulit
c. Status neurologis ; tingkat kesadaran
d. Balutan
• Keadaan drain
• Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage
e. Kenyamanan
• Terdapat nyeri
• Mual
• Muntah
15
f. Keselamatan
• Diperlukan penghalang samping tempat tidur
• Kabel panggil yang mudah dijangkau
• Alat pemantau dapat dipasang dan mudah dijangkau
g. Perawatan
• Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
• Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung, sifat
dan jumlah drainage.
h. Nyeri
• Waktu
• Tempat
• Frekwensi
• Kualitas
• Faktor yang memperberat dan memperingan

16
BAB III. TINJAUAN KASUS

Tanggal MRS : 23-04-2019


Tanggal pengkajian : 24-04-2012
Tanggal operasi : 24-04-2019

Identitas pasien
Nama : Ny. M
Umur : 40 tahun
Diagnosa medis : G4P1021 32-34 mg
a. Asuhan Keperawatan Pre Operatif
1) Pengkajian
a) Data subyektif
a. Pengetahuan dan pengalaman terdahulu: Pasien mengatakan sedikit tahu tentang
operasi karena sudah dijelaskan oleh perawat.
b. Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah: : Pasien mengatakan merasa takut utnuk
melakukan operasi sesar karena tidak melakukan operasi sebelumnya untuk
melahirkan.
c. Status Fisiologi: Pasien mengatakan tidak mengalami nyeri pada perutnya.
b) Data objektif
a. Pola berbicara : pasien terlihat mengulang-ulang perasaan takutnya akan operasi.
b. Tingkat interaksi dengan orang lain cukup
c. Perilaku : tampak gelisah
d. Kesadaran : CM, GCS: 15
e. Tinggi : 165 cm, Berat badan : 75 kg
f. TD : 110/60 mmHg, RR : 16x/m, N : 75 x/m
g. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran baik.
h. Kulit : turgor baik, tidak terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
i. Mulut : tidak ada gigi palsu.
j. Abdomen : Cembung, terlihat linea nigra dan stretch mark.
k. Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki baik.
l. Kemampuan motor : terlihat mengalami keterbatasan berjalan, duduk, atau
bergerak di tempat tidur.

17
c) Hasil Pemeriksaan USG : Letak janin presentasi lintang
A. Rontgen Foto : Tidak ada
B. EKG : tidak ada
2) Asuhan Keperawatan
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1 Ds: Ancaman kematian Cemas
Pasien mengatakan merasa
takut utnuk melakukan operasi
sesar karena tidak melakukan
operasi sebelumnya untuk
melahirkan
Do:
Pasien terlihat mengulang-ulang
perasaan takutnya akan operasi.
DK: Cemas b/d Ancaman
kematian d/d gelisah, gugup

NO DIAGNOSA
NOC NIC
DX KEPERAWATAN
1 Cemas b/d Ancaman NOC: NIC:
kematian a) Kontrol kecemasan a) Anxiety Reduction
b) Koping (penurunan kecemasan)
Setelah dilakukan tindakan Tindakan:
keperawatan kecemasan pasien 1. Gunakan pendekatan yang
teratasi dgn kriteria menenangkan
hasil: 2. Nyatakan dengan jelas
1. Mampu mengidentifikasi dan harapan terhadap pelaku
mengungkapkan gejala cemas pasien
2. Mengidentifikasi, 3. Jelaskan semua prosedur dan
mengungkapkan dan apa yang dirasakan selama
menunjukkan tehnik untuk prosedur
mengontol cemas 4. Temani pasien untuk
3. Postur tubuh, ekspresi wajah, memberikan keamanan dan
bahasa tubuh menunjukkan mengurangi takut
berkurangnya kecemasan 5. Berikan informasi faktual
mengenai diagnosis, tindakan
prognosis
6. Libatkan keluarga untuk
mendampingi klien
7. Instruksikan pada pasien untuk
menggunakan tehnik relaksasi
8. Dengarkan dengan penuh
perhatian
9. dentifikasi tingkat kecemasan

18
10. Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
12. Kelola pemberian obat anti
cemas:........

c. Asuhan Keperawatan Intra Operatif


1) Pengkajian
a) Data Subjektif
a. Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah: Pasien mengatakan lega karena anaknya
sudah berhasil keluar dengan selamat.
b. Status Fisiologi: Pasien mengatakan tidak bisa merasakan daerah perut kebawah.
b) Data objektif
a. Keadaan umum : CM, GCS: 15, pasien kontak dengan instrumen dan lingkungan
operasi
b. Tinggi : 165 cm, Berat badan : 75 kg
c. TD : 110/70 mmHg, RR : 20x/m, N : 85 x/m
d. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran baik.
e. Kulit : turgor baik, tidak terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
f. Mulut : tidak ada gigi palsu.
g. Abdomen : Dilakukan anti sepsis dan dilanjutkan insisi pfenensteil,
h. Ekstremitas : tidak ada kekuatan otot (terutama) kaki, kaki dan tangan tertutup
drapping.
i. Kemampuan motor : tidak ada respon motoric ekstremitas bawah.
2) Asuhan Keperawatan
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1 Ds: Agen nosokomial Resiko Cedera
Do:
Pasien kontak dengan
instrumen dan lingkungan
operasi
DK: Resiko Cedera b/d agen
nosokomial

2 Ds: Prosedur Invasif Resiko Infeksi


Do:

19
Pasien dilakukan insisi
pfenensteil
Pasien dilakukan anti sepsis
daerah abdomen
Pasien dilakukan drapping
DK: Resiko Infeksi b/d prosedur
invasif

NO DIAGNOSA
NOC NIC
DX KEPERAWATAN
1 Resiko cedera b/d agen NOC : Pengendalian Resiko NIC :
nosokomial Tujuan : Pasien mengalami 1. Cek indikator instrumen
cedera saat operasi steril internal dan eksternal
Kriteria hasil : 2. Injeksikan profilaksis jika
a. pastikan instrumen steril sesuai perlu
indikator dan tidak ada masalah 3. Pertahankan teknik steril
b. mempertahankan prinsip steril saat scrubing, gowning, dan
gloving.
4. Lakukan anti sepsis daerah
operasi
5. Lakukan drapping
2 Resiko Infeksi b/d prosedur NOC: NIC:
invasif a) Kontrol Infeksi a) Kontrol infeksi: Intraopertaif
Setelah dilakukan tindakan Tindakan:
keperawatan pasien tidak 1. Monitor dan jaga suhu ruangan
mengalami infeksi dgn kriteria 20-24°C
hasil: 2. Monitor dan jaga aliran udara
1. Pasien bebas dari tanda dan yang berlapis
gejala infeksi 3. Masukan antibiotik profilaksis
2. Mempertahankan teknik jika perlu
aseptik dan steril 4. Siapkan Linen, dan BHP
dengan mempertahankan
teknik steril
5. Lakukan Scrubing, Gowning,
Dan Gloving
6. Lakukan prosedur operasi
dengan mempertahankan
aseptik teknik dan steril
7. Jaga ruangan tetap rapi dan
teratur untuk membatasi
kontamintasi

d. Asuhan Keperawatan Post Operatif


1) Pengkajian
a) Data Subjektif

20
a. Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah: Pasien mengatakan lega karena operasi
telah selesai dan lancar.
b. Status Fisiologi: Pasien mengatakan setelah operasi terasa nyeri pada daerah bekas
operasi seperti ditusuk-tusuk, pasien mengatakan skala 8 untuk nyerinya dan
bertambah nyeri saat dibuat bergerak.
b) Data objektif
a. Kesadaran : CM, GCS: 15
b. Tinggi : 165 cm, Berat badan : 75 kg
c. TD : 110/70 mmHg, RR : 20x/m, N : 85 x/m
d. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran baik.
e. Kulit : turgor baik, tidak terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
f. Wajah : wajah tak menahan nyeri
g. Mulut : tidak ada gigi palsu.
h. Abdomen : luka operasi terbungkus kassa dan hipavix.
i. Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki masih lemah.
2) Asuhan Keperawatan
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1 Ds: Agen cidera fisik Nyeri Akut
P: Operasi SC
Q: Ditusuk-tusuk
R: Pada daerah bekas operasi
S: 8
T: saat bergerak
Do:
Wajah tampak menahan sajut
DK: Nyeri Akut b/d agen cidera
fisik

NO DIAGNOSA
NOC NIC
DX KEPERAWATAN
1 Nyeri Akut b/d agen cidera NOC : Management Nyeri NIC : Manajemen Nyeri
fisik Tujuan : Pasien tidak mengalami 1. Tentukan lokasi dan
nyeri akut karakteristik
Kriteria hasil : ketidaknyamanan
1. Mengutarakan nyeri telah perhatikan isyarat verbal
berkurang secara verbl dan non verbal seperti
2. Wajah tampak rileks meringis.

21
2. Beri informasi dan petunjuk
antisipasi mengenai
penyebab
ketidaknyamanan dan
intervensi yang tepat.
3. Evaluasi tekanan darah dan
nadi ; perhatikan perubahan
prilaku.
4. Perhatikan nyeri tekan
uterus dan adanya atau
karakteristik nyeri.
5. Kolaborasi pemberian
analgetik.

22
BAB IV INSTRUMENT TEKHNIK DAN OPERATING TEKHNIK
INTRAOPERATIF

A. TEAM OPERASI
Operator :
1. dr. Dion. Sp.Og (DPJP)
2. dr. wow (PPDS)
Asisten :
1. Mistina
2. Fajar
Instrument :
1. iBas
Sirkulator Nurse :
1. Aris

B. SET RUANGAN
1. SET RUANGAN
SET RUANGAN JUMLAH
MEJA OPERASI 1
MEJA MAYO 1
MEJA BESAR 1
SUHU RUANGAN 18-220C
KELEMBAPAN RUANGAN 60%
SUCTION 1
ESU 1
MESIN ANESTESI 1
PAPAN TULIS 1
LAMPU OPERASI 2
TEMPAT SAMPAH 2

23
2. ANTI SEPSIS
ANTI SEPSIS JUMLAH
POVIDONE IODINE 10% ±35 CC

3. DRAPING
BAHAN JUMLAH
DOEK STERIL
1. Doek Besar 2 Buah
2. Doek Kecil 3 Buah
3. Kertas 1 Buah

4. GOWNING
BAHAN JUMLAH

GOWNING 4 BUAH

5. GLOVING
JENIS/UKURAN JUMLAH
GLOVING
1. ORTHO UKURAN 7 2
2. ORTHO UKURAN 7.5 2

6. SET INSTRUMEN
NO JENIS/UKURAN JUMLAH
1 Dressing Forceps 1
2 Towel Forcep 5
3 Krom klem bengkok 3
4 Krom klem lurus 2
5 Scalpel handle no 3 1
6 Dissecting Chirurgische Forceps 14 cm 1
7 Dissecting Chirurgische Forceps 20 cm 1

24
8 Dissecting Anatomische Forceps 14 cm 1
9 Dissecting Anatomische Forceps 20 cm 1
10 Dissecting Scissors Metzemboum 2
11 Gunting kasar 1
12 Gunting benang 1
13 Nald Fouder 2
14 Ring klem 4
15 Kocker besar 2
16 Klem peritoneum 4
17 S hak 1
18 Langen beck 1
19 Kanul sction kecil 1
20 Cucing 2
21 Bengkok 1

7. BAHAN HABIS PAKAI


NO JENIS/UKURAN JUMLAH
1 Scalpel Blader No 10 1
2 ALkohol 10% 20 cc
3 Povidone Iodine 10 % 20 cc
4 Nacl 0,9% 500ml
5 Kassa 60
6 Benang Atraumatik Chromic 1 1
7 Benang vicryl 2-0 1
8 Benang T-Dio 1
9 Underpad 2
10 Darmhass 2
11 Connecting 1
12 Pen diatermi 1

25
8. OPERATING DAN INSTRUMENT TEKHNIK
NO OPERATING INSTRUMEN KETERANGAN
1 POSITIONING Underpad Supine
2 ANTISEPSIS Dressing Forceps Kassa
Dressing Forceps Kassa
Cucing Bethadine 10%

3 DRAPING Doek Steril Pen diatermi


Kertas Connecting
Towel Klem Grounding pad

4 TIME OUT Insterumen : 38


Jumlah Kassa :
60 Buah
5 INSISI
a. Dilakukan uji apakah Operator :
bius/anastesi sudah berjalan Pinset chirugris
dengan baik dan untuk marking
area insisi
b. Dilakukan insisi pfenensteil area Operator : Jika terdapat
abdomen.  Chirurgis banyak
 Mess no 10 perdarahan
Asisten : gunakan suction
 Pean atau darmhass

c. Insisi lapisan fasia(jaringan keras Operator :


yang melapisi perut) 
otot Chirurgis
dibersihkan lalu disayat, dan juga  Mesh no 10
lapisan otot rektus
hingga Asisten :
membuka rongga peritoneum.  Pean
 Chirurgis

26
d. Kemudian otot perut di buka oleh Asisten :
4 tangan, assisten dan operator, S hak
hingga terbuka lebar dan terlihat
lapisan peritoneum yaitu jaringan
tipis pelindung rongga perut.
e. Setelah terbuka, dinding
rahim bagian luar terlihat
jelas, assisten menarik ke arah
bawah pasien agar
leher rahim/uterus terlihat jelas
oleh operator.
f. Melakukan bladder flap untuk Operator :
membuka lapisan pada uterus Gunting
Metzemboum
Chirugris

g. Insisi uterus hingga kepala atau Operator :


rambut bayi kelihatan Mess 10
h. Setelah kepala bayi Taruh tali pusat
kelihatan, operator memasukan (plasenta) beserta
lengan pada dinding rahim yang ari-ari dalam
telah disayat tadi, untuk kertas
menarik kepala bayi agar pas
untuk di dorong dan di keluarkan.
i. Asisten membersihkan jalan nafas Asisten :
pada bayi Suction

j. Menjepit tali pusat dan Operator : Lakukan rawatan


mengeluarkan tali pusat Klem 2 perdarahan
Asisten: dengan darmhass
Gunting dan suction
k. Asisten memasang kembali
abdominal retractors, dan

27
menjepit rahim bekas sayatan Operator dan
sebanyak 4 lokasi. asisten :
Ring klem
l. Menutup sayatan uterus dengan Operator : Jika masih
jahitan Nald fouder mengalami
Benang T-dio 1, perdarahan
chirugris gunakan
Asisten : coagulant dengan
Klem dan pen diatermi pada
gunting benang mesin generator
Operator dan tegangan 30
asisten Lakukan irigasi
Klem peritoneum dengan Nacl 0,9%
m. Menjepit bekas sayatan pada 4 Operator : dan dilakukan
sisi Nald fouder pembersihan
Benang jahit dengan steel dep
chromic 2-0
Pinset anatomis
Asisten :
Gunting benang
dan krom klem

n. Setelah bersih, otot Operator : Lakukan steel dep


rahim, endometrium dan Klem peritoneum jika terdapat
miometrium di satukan kembali Asisten : perdarahan
dengan tekhnik jahitan Langen beck

o. Setelah jahitan uterus selesai dan Operator :


aman tdk ada Nald fouder
perdarahan instrumentator Benang jahit
memberikan mikulics/peritoneum chromic 1
klem 4 untuk menjepit Pinset anatomis
peritoneum Asisten

28
Langen beck
Krom klem
Gunting benang

p. Menjahit dan menyatukan lapisan Operator :


peritoneum, menjahit otot perut. Nald fouder
Benang jahit
vicryl 2-0
Pinset anatomis
Asisten :
Krom klem
Gunting benang

q. Setelah otot perut menyatu untuk Operator :


menjahit dan menyatukan fasia. Nald fouder
setelah fasia menyatu dilanjutkan Benang jahit T-
menjahit jaringan lemak bawah dio 3-0
kulit Pinset anatomis
Asisten :
Krom klem
Gunting benang

r. Setelah subcutis menyatu oleh Bersihkan luka

jahitan, dilakukan jahitan terakhir menggunakan

pada kulit kassa basah,


kemudian
keringkan.
Berikan povidone
iodine 10 % ke
luka kemudian

WOUND DRESING tutup.

a. Bersihkan luka bekas insisi yang


telah di jahit menggunakan kassa
basah.
b. Keringkan bagian luka dengan
menggunakan kassa kering,

29
kemudian tutupkan menggunakan Aniosme DD1
kassa sebanyak 3 lapis dan tutup 0.5%
menggunakan plester.
DEKONTAMINASI
a. Bersihkan alat operasi
menggunakan air yang
mengandung enzim.
b. Keringkan alat, dan lakukan
packaging, serta lakukan
sterilisasi.

30
BAB V. PENUTUP

1. Kesimpulan
Sectio Caesarea berasal dari kata kerja bahasa Latin caedare yang berarti membedah.
Menurut Hukum Romawi Kuno, ibu hamil yang meninggal, jika bayinya masih hidup harus
diambil. Yaitu dengan cara yang dikenal dengan istilah lax caesarea. Tujuannya adalah untuk
menyelamatkan sang bayi. Dengan demikian hukum Romawi dimungkinkan menjadi asal-usul
istilah ini. Tindakan operasi section caesaria dapat di lakukan bila terjadi indikasi yang dapat
mengancam jiwa ibu dan bayi
Masalah keperawatan yang muncul yaitu Cemas, Resiko Infeksi, Resiko Cedera, dan Nyeri
akut.

2. Saran
Penyusun menyarakan untuk pembaca lebih menekankan pada Instrument Teknik dan
Operating Teknik guna lebih efektif ketika berperan sebagai Scrube Nurse.

31
DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Carpenito L. J, 2001. Diagnosa keperawatan, Jakarta : EGC
Departemen kesehatan RI. 2010. Buku Acuan persalinan Normal. Jakarta : DepKes RI.
Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien, Jakarta : EGC
Elizabeth, Siwi W dan Endang P. 2015. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui.
Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Kurnianingrum, R.2012. Asuhan Keperawatan pada ny. S dengan Sectio Saesarea Indikasi
Ketuban Pecah Pini di Ruang Operasi Mayor IGD RSUD dr Moerwardi
Surakarta.Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Majid, A 2011. Keperawatan Perioperatif. Gosyen Publishing, Yogyakarta.
Mochtar, R. 2011. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta : EGC.
Nanda. 2018. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Rasjidi, Imam. 2009. Manual Seksio Sesarea & Laparotomi Kelainan Adneksa. Jakarta : CV
Sagung Seto.
Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka.
Sacharin Rosa M. (2002). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta
: EGC.
Tucker, Susan Martin, (2002). Standar Perawatan Pasien, Edisi 5, Volume 4, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC. Jakarta.
Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

32

You might also like