You are on page 1of 11

Paper

Peran Orang Tua dan Guru Untuk Mencegah Terjadinya

Gangguan Kepribadian Pada Masa Dewasa

Oleh :
Marnie Christine Ondang
17014101113
Masa KKM : 25 Februari 2019 – 24 Maret 2019

Pembimbing :
dr. Herdy Munayang, MA

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Paper yang berjudul

“Peran Orang Tua dan Guru Untuk Mencegah Terjadinya Gangguan Kepribadian

Pada Masa Dewasa”

Telah dibacakan, dikoreksi dan disetujui pada Maret 2019

Oleh:

Marnie Christine Ondang


17014101113
Masa KKM : 25 Februari 2019 – 24 Maret 2019

Pembimbing :

dr. Herdy Munayang, MA


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3

A. Peran Oang Tua dan Guru Untuk Mencegah Gangguan Kepribadian

pada Masa Dewasa

B. Definisi ............................................................................................... 3

C. Klasifikasi Gangguan Kepribadian ..................................................... 3

D. Etiologi ............................................................................................... 5

E. Macam-Macam Gangguan Kepribadian ............................................. 7

............................................................................................................ 18

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 22

i
BAB I

PENDAHULUAN

Seorang manusia dalam menjalani kehidupannya sejak kecil, remaja,

dewasa hingga lanjut usia memiliki kecenderungan yang relatif serupa dalam

menghadapi suatu masalah. Apabila diperhatikan, cara atau metode penyelesaian

yang dilakukan seseorang memiliki pola tertentu dan dapat digunakan sebagai ciri

atau tanda untuk mengenal orang tersebut. Hal ini dikenal sebagai karakter atau

kepribadian. Kepribadian adalah totalitas dari ciri perilaku dan emosi yang

merupakan karakter atau ciri seseorang dalam kehidupan sehari-hari, dalam

kondisi yang biasa. Sifatnya stabil dan dapat diramalkan.1

Karakter adalah ciri kepribadian yang dibentuk oleh proses perkembangan

dan pengalaman hidup. Temperamen dipengaruhi oleh faktor genetik atau

konstitusional yang terbawa sejak lahir, bersifat sederhana, tanpa motivasi, baru

stabil sesudah anak berusia beberapa tahun. Perkembangan kepribadian

merupakan hasil interaksi dari faktor-faktor: konstitusi (genetik, temperamen),

perkembangan dan pengalaman hidup (lingkungan keluarga, budaya).1,2

Gangguan kepribadian adalah kelainan yang umum dan kronis.

Prevalensinya diperkirakan antara 10 sampai 20% dari seluruh populasi dan

durasinya dapat berlangsung selama beberapa dekade. Orang dengan gangguan

kepribadian umumnya dicap menjengkelkan, menganggu dan bersifat parasit dan

secara umum dianggap memiliki prognosis yang buruk. Diperkirakan setengah

dari seluruh pasien psikiatrik memiliki gangguan kepribadian, yang seringkali

komorbid dengan kondisi Aksis I. Gangguan kepribadian merupakan faktor

predisposisi untuk gangguan psikiatrik lain (contoh penyalahgunaan zat, bunuh

1
diri, gangguan afektif dan gangguan cemas) di mana hal ini mengganggu hasil

pengobatan sindrom Axis I dan meningkatkan menderita ketidakmampuan (cacat)

personal, morbiditas dan mortalitas pasien.1,2

Dari penelitian yang dilakukan oleh John dimana ia menggunakan treatment

psikoterapi dengan metode 10 bagian. Sepuluh bagian psikoterapi ini harus

menggunakan 3 buah instrument yang sudah ditetapkan. Metode ini membuka

wawasan pasien dengan metode penggunaan sebuah kasus yang menghasilkan

hasil yang baik pada pasien.2,3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Peran Orang Tua dan Guru Untuk Mencegah Gangguan Kepribadian

Peran Guru

Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara

keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Karena proses

belajar-mengajar mengandung serangkaian perbuatan pendidik/guru dan siswa

atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk

mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan

siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar.6,7

Sekolah merupakan tempat pendidikan yang kedua setelah keluarga.

Timbulnya gangguan perilaku yang disebabkan lingkungan sekolah antara lain

berasal dari guru sebagai tenaga pelaksana pendidikan dan fasilitas penunjang

yang dibutuhkan anak didik. Perilaku guru yang otoriter mengakibatkan anak

merasa tertekan dan takut menghadapi pelajaran sehingga anak akan lebih

memilih membolos dan keluyuran pada saat dimana seharusnya ia berada dalam

kelas.8

Interaksi dalam peristiwa belajar-mengajar ini memiliki arti yang lebih luas,

tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif.

Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran,

melainkan menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.6,7

3
Peran guru dalam proses belajar-mengajar, guru tidak hanya tampil lagi

sebagai pengajar (teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini,

melainkan beralih sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor) dan manager

belajar (learning manager). Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru

masa depan. Di mana sebagai pelatih, seorang guru akan berperan mendorong

siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan

mencapai prestasi setinggi-tingginya.6,7

Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran, masih tetap

memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat

digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun oleh komputer yang paling

modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap,

sistem, nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang diharapkan

merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat

tersebut. Di sinilah kelebihan manusia dalam hal ini guru dari alat-alat atau

teknologi yang diciptakan manusia untuk membantu dan mempermudah

kehidupannya.6,7

Dengan demikian dalam sistem pengajaran mana pun, guru selalu menjadi

bagian yang tidak terpisahkan, hanya peran yang dimainkannya akan berbeda

sesuai dengan tuntutan sistem tersebut. Dalam pengajaran atau proses belajar

mengajar guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, pada

gurulah tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di

sekolah.6,7

Peran Orang Tua

4
Sebagai lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan anak, keluarga

memiliki pengaruh yang demikian penting dalam membentuk kepribadian pada

anak. Keluargalah peletak dasar perasaan aman pada anak, dalam keluarga pula

memperoleh pengalaman pertama mengenai perasaan aman, dasar perkembangan

sosial, dasar perkembangan emosi dan perilaku yang baik. Kesalahan dalam

keluarga dapat menimbulkan gangguan emosi dan perkembangan perilaku pada

seorang anak.9

Kita semua memiliki kemampuan untuk mengembangkan ketahanan diri.

Orang tua juga dapat membantu anak mengembangkan ketahanan dirinya dengan

memberi contoh, mendorong, serta berdiskusi mengenai hal-hal seputar

pendidikan ketahanan diri. Berikut beberapa cara yang dapat bermanfaat untuk

membangun ketahanan diri pada anak.10

 Dorong anak untuk memiliki hubungan yang baik dengan teman dan

keluarga. Anak yang memiliki teman akan belajar keterampilan empati

serta merasakan kesulitan orang lain. Dukung anak untuk belajar menjadi

teman yang baik agar ia dapat menambah teman dan menjalin hubungan

yang baik dengan teman-temannya. Jalinan pendukung yang baik dari

orangtua, teman, dan keluarga akan dapat membantu anak ketika ia

mengalami kegagalan atau kekecewaan. Hubungan baik juga dapat dibina

dalam lingkungan tempat ibadah sehingga anak juga dapat belajar

mengatasi kekecewaan dengan doa, ibadah, dan hubungan dengan orang-

orang sekitar.

 Bantu anak belajar membantu orang lain. Anak yang sering merasa tidak

mampu dapat terbantu melalui pengalaman membantu orang lain. Melalui

5
pengalaman tersebut, ia dapat belajar melakukan tugas-tugas sederhana

yang dapat membuatnya merasa lebih mampu. Hal ini dapat dilakukan

dengan melibatkan anak dalam kegiatan sukarela bersama yang

disesuaikan dengan usia. Diskusikan bagaimana anak dapat membantu

orang lain semampunya.

 Kembangkan kebiasaan rutin harian. Kegiatan rutin harian dapat

membantu menciptakan rasa aman karena anak dapat memperkirakan hal-

hal yang akan terjadi dalam sehari serta bersiap-siap melakukan kegiatan

tersebut. Persiapan yang baik akan membantu anak menyelesaikan

kegiatannya dengan baik.

Manfaatkan waktu senggang dengan baik. Waktu senggang atau waktu

istirahat bermanfaat untuk mengajarkan pada anak untuk tidak terus-menerus

mengkhawatirkan tugasnya. Ketika dalam waktu istirahat, ajak anak untuk

mengalihkan perhatiannya sejenak dari tugas dan kewajiban. Dalam keadaan

relaks, anak dapat memiliki kesempatan untuk mengembangkan aktivitasnya.10

Oleh karena itu, sudah waktunya orang tua sebagai sumber pertama yang

mengetahui tentang perkembangan dan pertumbuhan sang anak dan harus

memberikan proteksi untuk mencegah gangguan mental pada anak. Semua untuk

meminimalisirkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti bunuh diri, psikosomatis

dan gangguan mental lainnya agar kita bisa optimal dan sehat selalu dalam

menjalankan berbagai aktivitas. Dan juga apabila orang tua menemukan tanda-

tanda gangguan kepribadian bisa segera dikonsultasikan kepada dokter ahli

kejiwaan.6,7

6
BAB III

PENUTUP

Siapa saja berpotensi untuk mengalami gangguan kepribadian.

Karena gangguan kepribadian tidak saja disebabkan oleh faktor genetika (dapat

diturunkan), tapi juga dipengaruhi oleh faktor temperamental, faktor biologis

(hormon, neurotransmitter dan elektrofisiologi), dan faktor psikoanalitik (yaitu

adanya fiksasi pada salah satu tahap di masa perkembangan psikoseksual dan juga

tergantung dari mekanisme pertahanan ego orang yang bersangkutan).

Peran orang tua membantu anak mengembangkan ketahanan dirinya dengan

memberi contoh, mendorong, serta berdiskusi mengenai hal-hal seputar

pendidikan ketahanan diri. Anak memerlukan model atau contoh untuk dapat diambil

pelajaran. Waktu senggang atau waktu istirahat bermanfaat untuk mengajarkan

pada anak untuk tidak terus-menerus mengkhawatirkan tugasnya. Dalam keadaan

relaks, anak dapat memiliki kesempatan untuk mengembangkan aktivitasnya.

Peran guru dalam proses belajar-mengajar, guru tidak hanya tampil lagi

sebagai pengajar (teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini,

melainkan beralih sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor) dan manager

belajar (learning manager). Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru

masa depan. Di mana sebagai pelatih, seorang guru akan berperan mendorong

siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan

mencapai prestasi setinggi-tingginya.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock B, Sadock V. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of

Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2017

2. Willy F. Maramis dan Albert A. Maramis. 2009. Catatan ilmu kedokteran

jiwa. Edisi 2. Pusat penertibitan dan percetakan UNAIR. Surabaya.

3. Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto. 2010. Buku Ajar Psikiatri.

Badan Penerbit FK UI. Jakarta.

4. Maslim, Rusdi, 2001, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari

PPDGJ III, Jakarta.

5. Antisocial Personality Disorder among Prison Inmates: The Mediating Role

of Schema-Focused Therapy. International Journal of Emergency Mental

Health and Human Resilience. 2015;17(1):327-332.

6. Wiley J. Complex Case Emotional processing in a ten-session general

psychiatric treatment for borderline personality disorder: a case study.

Personality and Mental Health. 2015;9:73-78.

7. Jeffrey S, Rathus, Spencer A, et al. Psikologi abnormal jilid dua edisi

kelima. 2002. Jakarta : Erlangga.

8. Arum, W. S. A. Perspektif Pendidikan Luar Biasa dan Implikasinya Bagi

Penyiapan Tenaga Kependidikan Depdiknas Dirjen Pendidikan Tinggi.

2005. Jakarta.

9. Supratika.A. Mengenal Prilaku Abnormal. 1995. Yogyakarta : Kanisius.

10. http://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/membantu-anak-

membangun-ketahanan-diri-bagian-i. Diakses pada 20-03-2019.

You might also like