You are on page 1of 54

TUGAS SCHWARTZ

“Cedera Ligamen Lutut”

Diajukan untuk

Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu


Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian
Bedah

Disusun Oleh:

Allief Himamana

30101407126

Pembimbing:

dr. Dimas Febriarto, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN
AGUNG SEMARANG
PERIODE 12 NOVEMBER 2018
2.1. Anatomi Sendi Lutut

Sendi lutut merupakan persendian yang paling besar


pada tubuh manusia. Sendi ini terletak pada kaki yaitu
antara tungkai atas dan tungkai bawah. Pada dasarnya
sendi lutut ini terdiri dari dua articulatio condylaris
diantara condylus femoris medialis dan lateralis dan
condylus tibiae yang terkait dan sebuah sendi pelana ,
diantara patella dan fascies patellaris femoris.

Secara umum sendi lutut termasuk kedalam golongan


sendi engsel, tetapi sebenarnya sendi ini terdiri dari tiga
bagian sendi yang kompleks yaitu :
1) Condyloid articulatio diantara dua femoral condylus
dan meniscus dan berhubungan dengan condylus
tibiae
2) Satu Articulatio jenis parsial arthrodial diantara
permukaan dorsal dari patella dan femur.

Pada bagian atas sendi lutut terdapat condylus femoris


yang berbentuk bulat, pada bagian bawah terdapat
condylus tibiae dan cartilago semilunaris. Pada bagian
bawah terdapat articulatio antara ujung bawah femur
dengan patella. Fascies articularis femoris . tibiae dan
patella diliputi oleh cartilago hyaline. Fascies articularis
condylus medialis dan lateralis tibiae di klinik sering
disebut sebagai plateau tibialis medialis dan lateralis.

Persendian pada sendi lutut termasuk dalam jenis sendi


synovial (synovial joint ), yaitu sendi yang mempunyai
cairan sinovial yang berfungsi untuk membantu
pergerakan antara dua buah tulang yang bersendi agar
lebih mudah bergerak. Secara anatomis persendian ini
lebih kompleks daripada jenis sendi fibrous dan sendi
cartilaginosa.

Permukaan tulang yang bersendi pada synovial joint ini


ditutupi oleh lapisan hyaline cartilage yang tipis yang
disebut articular cartilage , yang merupakan bantalan
pada persambungan tulang. Pada daerah ini terdapat
rongga yang dikelilingi oleh kapsul sendi. Dalam hal ini
kapsul sendi merupakan pengikat kedua tulang yang
bersendi agar tulang tetap berada pada tempatnya pada
waktu terjadi gerakan.
Kapsul sendi ini terdiri dari 2 lapisan :

1) Lapisan luar

Disebut juga kapsul fibrosa, terdiri dari jaringan ikat


yang kuat dan tidak teratur. Lapisan ini akan berlanjut
menjadi lapisan fibrosa dari periosteum yang menutupi
bagian tulang. Sebagian dari lapisan ini akan menebal
dan membentuk ligamentum.

2.) Lapisan dalam


Disebut juga membran sinovial, bagian dalam lapisan ini
membatasi kavum sendi dan bagian luar merupakan
bagian dari articular cartilage. Membran ini tipis dan
terdiri dari kumpulan jaringan ikat. Membran ini
menghasilkan cairan sinovial yang terdiri dari serum
darah dan cairan sekresi dari sel sinovial. Cairan sinovial
ini merupakan campuran yang kompleks dari
polisakarida protein , lemak dan sel sel lainnya.
Polisakarida ini mengandung hyaluronic acid yang
merupakan penentu kualitas dari cairan sinovial dan
berfungsi sebagai pelumas dari permukaan sendi
sehingga sendi mudah digerakkan

Ada 2 condylus yang menutupi bagian ujung bawah


sendi pada femur dan 2 tibial condylus yang menutupi
meniscus untuk stabilitas artikulasi femorotibial. Patella
yang merupakan jenis tulang sesamoid terletak pada
segmen inferior dari tendon quadriceps femoris, bersendi
dengan femur, dimana patella ini terletak diantara 2
condylus femoralis pada permukaan anteroinferior.

Menurut arah gerakannya sendi lutut termasuk dalam


sendi engsel ( monoaxial joints )yaitu sendi yang
mempunyai arah gerakan pada satu sumbu. Sendi lutut
ini terdiri dari bentuk konveks silinder pada tulang yang
satu yang digunakan untuk berhubungan dengan bentuk
yang konkaf pada tulang lainnya.
Gambar 1. Gambaran anatomi lutut

Ligamentum pada sendi lutut dibagi dua yakni :

1) Ligamentum Ektrakapsular

Ligamentum ini terdiri dari :

a. Ligamentum Patellae
Melekat (diatas) pada tepi bawah patella dan pada bagian
bawah melekat pada tuberositas tibiae. Ligamentum
patellae ini sebenarnya merupakan lanjutan dari bagian
pusat tendon bersama m. quadriceps femoris. Dipisahkan
dari membran synovial sendi oleh bantalan lemak intra
patella dan dipisahkan dari tibia oleh sebuah bursa yang
kecil. Bursa infra patellaris superficialis memisahkan
ligamentum ini dari kulit.

b. Ligamentum Collaterale Fibulare

Ligamentum ini menyerupai tali dan melekat di bagian


atas pada condylus lateralis dan dibagian bawah melekat
pada capitulum fibulae. Ligamentum ini dipisahkan dari
capsul sendi melalui jaringan lemak dan tendon m.
popliteus. Dan juga dipisahkan dari meniscus lateralis
melalui bursa m. poplitei.

c. Ligamentum Collaterale Tibiae

Ligamentum ini berbentuk seperti pita pipih yang


melebar dan melekat dibagian atas pada condylus
medialis femoris dan pada bagian bawah melekat pada
margo infraglenoidalis tibiae. Ligamentum ini
menembus dinding capsul sendi dan sebagian melekat
pada meniscus medialis. Di bagian bawah pada margo
infraglenoidalis, ligamentum ini menutupi tendon m.
semimembranosus dan a. inferior medialis genu.

d. Ligamentum Popliteum Obliquum


Merupakan ligamentum yang kuat, terletak pada bagian
posterior dari sendi lutut, letaknya membentang secara
oblique ke medial dan bawah. Sebagian dari ligamentum
ini berjalan menurun pada dinding capsul dan fascia m.
popliteus dan sebagian lagi membelok ke atas menutupi
tendon m. semimembranosus.

e. Ligamentum Transversum Genu

Ligamentum ini terletak membentang paling depan pada


dua meniscus , terdiri dari jaringan connective, kadang-
kadang ligamentum ini tertinggal dalam
perkembangannya , sehingga sering tidak dijumpai pada
sebagian orang

2) Ligamentum Intrakapsular

Ligamentum cruciata adalah dua ligamentum intra


capsular yang sangat kuat, saling menyilang didalam
rongga sendi. Ligamentum ini terdiri dari dua bagian
yaitu posterior dan anterior sesuai dengan perlekatannya
pada tibiae. Ligamentum ini penting karena merupakan
pengikat utama antara femur dan tibiae.
Ligamentum intrakapsular terdiri dari :

a. Ligamentum Cruciata Anterior

Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris


anterior tibiae dan berjalan kearah atas, kebelakang dan
lateral untuk melekat pada bagian posterior permukaan
medial condylus lateralis femoris. Ligamentum ini akan
menegang bila lutut ditekuk dan akan mengendur bila
lutut diluruskan sempurna. Ligamentum cruciatum
anterior berfungsi untuk mencegah femur bergeser ke
posterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut berada dalam
keadaan fleksi ligamentum cruciatum anterior akan
mencegah tibiae tertarik ke posterior.

b. Ligamentum Cruciatum Posterior

Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area


intercondylaris posterior dan berjalan kearah atas, depan
dan medial, untuk dilekatkan pada bagian anterior
permukaan lateral condylus medialis femoris. Serat-serat
anterior akan mengendur bila lutut sedang ekstensi,
namun akan menjadi tegang bila sendi lutut dalam
keadaan fleksi. Serat-serat posterior akan menjadi tegang
dalam keadaan ekstensi. Ligamentum cruciatum
posterior berfungsi untuk mencegah femur ke anterior
terhadap tibiae. Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi ,
ligamentum cruciatum posterior akan mencegah tibiae
tertarik ke posterior.

Gambar 2. Gambaran ligamentum pada lutut

Bursa sendi merupakan suatu tube seperti kantong yang


terletak di bagian bawah dan belakang pada sisi lateral di
depan dan bawah tendon origo m. popliteus. Bursa ini
membuka kearah sendi melalui celah yang sempit diatas
meniscus lateralis dan tendon m. popliteus. Banyak
bursa berhubungan sendi lutut. Empat terdapat di depan,
dan enam terdapat di belakang sendi. Bursa ini terdapat
pada tempat terjadinya gesekan di antara tulang dengan
kulit, otot, atau tendon.

Gambar 3. Gambaran anterior lutut saat ekstensi


Persarafan pada sendi lutut adalah melalui cabang-
cabang dari nervus yang yang mensarafi otot-otot di
sekitar sendi dan befungsi untuk mengatur pergerakan
pada sendi lutut. Sehingga sendi lutut disarafi oleh :
1. N. Femoralis
2. N. Obturatorius
3. N. Peroneus communis
4. N. Tibialis

Suplai darah pada sendi lutut berasal dari anastomose


pembuluh darah disekitar sendi ini. Dimana sendi lutut
menerima darah dari descending genicular arteri
femoralis, cabang-cabang genicular arteri popliteal dan
cabang descending arteri circumflexia femoralis dan
cabang ascending arteri tibialis anterior. Aliran vena
pada sendi lutut mengikuti perjalanan arteri untuk
kemudian akan memasuki vena femoralis.
Gambar 4. Perdarahan pada lutut

Sistem limfe pada sendi lutut terutama terdapat pada


perbatasan fascia subcutaneous. Kemudian selanjutnya
akan bergabung dengan kelenjar getar bening sub
inguinal superfisialis. Sebagian lagi aliran limfe ini akan
memasuki kelenjar popliteal, dimana aliran limfe
berjalan sepanjang vena femoralis menuju kelenjar getah
bening inguinal dalam.

2.2. Pergerakan Sendi Lutut


Pergerakan pada sendi lutut meliputi gerakan fleksi,
ekstensi, dan sedikit rotasi. Gerakan fleksi dilaksanakan
oleh m. biceps femoris, semimembranosus, dan
semitendinosus, serta dibantu oleh m.gracilis,
m.sartorius dan m.popliteus.

Gambar 5. Gambaran ekstensi dan fleksi pada


pergerakan lutut
Fleksi sendi lutut dibatasi oleh bertemunya tungkai
bawah bagian belakang dengan paha. Ekstensi
dilaksanakan oleh m. quadriceps femoris dan dibatasi
mula-mula oleh ligamentum cruciatum anterior yang
menjadi tegang. Ekstensi sendi lutut lebih lanjut disertai
rotasi medial dari femur dan tibia serta ligamentum
collaterale mediale dan lateral serta ligamentum
popliteum obliquum menjadi tegang, serat-serat posterior
ligamentum cruciatum posterior juga dieratkan.
Sehingga sewaktu sendi lutut mengalami ekstensi penuh
ataupun sedikit hiper-ekstensi , rotasi medial dari femur
mengakibatkan pemutaran dan pengetatan semua
ligamentum utama dari sendi, dan lutut berubah menjadi
struktur yang secara mekanis kaku.

Rotasio femur sebenarnya mengembalikan femur pada


tibia, dan cartilago semilunaris dipadatkan mirip bantal
karet diantara condylus femoris dan condylus tibialis.
Lutut berada dalam keadaan hiperekstensi dikatakan
dalam keadaan terkunci. Selama tahap awal ekstensi ,
condylus femoris yang bulat menggelinding ke depan
mirip roda di atas tanah, pada permukaan cartilago
semilunaris dan condylus lateralis. Bila sendi lutut di
gerakkan ke depan , femur ditahan oleh ligamentum
cruciatum posterior, gerak menggelinding condylus
femoris diubah menjadi gerak memutar. Sewaktu
ekstensi berlanjut, bagian yang lebih rata pada condylus
femoris bergerak ke bawah dan cartilago semilunaris
harus menyesuaikan bentuknya pada garis bentuk
condylus femoris yang berubah.

Selama tahap akhir ekstensi, bila femur mengalami rotasi


medial, condylus lateralis femoris bergerak ke depan,
memaksa cartilago semilunaris lateralis ikut bergerak ke
depan. Sebelum fleksi sendi lutut dapat berlangsung,
ligamentum-ligamentum utama harus mengurai kembali
dan mengendur untuk memungkinkan terjadinya gerakan
diantara permukaan sendi. Peristiwa mengurai dan
terlepas dari keadaan terkunci ini dilaksanakan oleh m.
popliteus, yang memutar femur ke lateral pada tibia.
Sewaktu condylus lateralis femoris bergerak mundur ,
perlekatan m. popliteus pada cartilago semilunaris
lateralis akibatnya tertarik kebelakang. Sekali lagi
cartilago semilunaris harus menyesuaikan bentuknya
pada garis bentuk condylus yang berubah.

Gambar 6. Pergerakan otot pada lutut

Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi 90 derajat , maka


kemungkinan rotasio sangat luas. Rotasi medial
dilakukan m. sartorius, m. gracilis dan m.
semitendinosus. Rotasi lateral dilakukan oleh m. biceps
femoris. Pada posisi fleksi, dalam batas tertentu tibia
secara pasif dapat di gerakkan ke depan dan belakang
terhadap femur , hal ini dimungkinkan karena
ligamentum utama , terutama ligamentum cruciatum
sedang dalam keadaan kendur.

Stabilitas sendi lutut tergantung pada kekuatan tonus otot


yang bekerja terhadap sendi dan juga oleh kekuatan
ligamentum. Dari faktor-faktor ini, tonus otot berperan
sangat penting, dan menjadi tugas ahli fisioterapi untuk
mengembalikan kekuatan otot ini, terutama m.
quadriceps femoris, setelah terjadi cedera pada sendi
lutut.

2.3. Cedera Lutut

Trauma pada lutut lebih sering terjadi pada sisi medial


dibandingkan pada sisi lateral. Ligamentum collaterale
laterale ( fibulare ) lebih kuat mengikat sendi daripada
ligamentum collaterale medial ( fibula). Kerusakan pada
ligamentum collaterale terjadi sebagai akibat dari
pukulan pada lutut pada sisi yang berlawanan. Pukulan
yang berat pada sisi medial dari lutut , yang mana dapat
menimbulkan kerusakan pada ligamentum collaterale
fibulare , adalah jarang terjadi bila di bandingkan dengan
pukulan pada sisi lateral lutut.

Meniscus medialis melekat kuat pada ligamentum


collaterale tibialis dan frekuensi kerusakan 20 kali lebih
sering terjadi di bandingkan dengan meniscus lateralis.
Meniscus yang robek dapat menimbulkan bunyi “click“
selama ekstensi dari kaki, bila kerukan lebih berat
potongan sobekan dari cartilago dapat bergerak di antara
permukaan persendian tibia dan femur.. Hal ini
menyebabkan lutut menjadi terkunci pada posisi sedikit
fleksi.

Bila lutut digerakkan ke anterior dengan berlebihan


ataupun bila lutut hiperekstensi, ligamentum cruciatum
anterior dapat robek sehingga menyebabkan sendi lutut
menjadi tidak stabil. Dan bila lutut digerakkan ke
posterior dengan berlebihan maka ligamentum cruciatum
posterior dapat robek. Tindakan bedah pada ligamentum
cruciatum melalui transplantasi ataupun artificial
ligamentum digunakan untuk memperbaiki kerusakan.
Pada meniscus medialis, pada cedera yang berat
ligamentum cruciatum anterior, yang juga melekat pada
meniscus medialis juga ikut rusak.

Cedera pada ligamen (sprain) dibagi menjadi beberapa


tingkatan, yaitu:

1. Sprain tingkat I.
Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam
ligamen dan hanya beberapa serabut yang putus.
2. Sprain tingkat II.
Pada cedera ini lebih banyak serabut otot dari
ligamen yang putus, tetapi lebih setengah dari
serabut ligamen masih utuh.
3. Sprain tingkat III.
Pada cedera ini seluruh ligamen putus sehingga
kedua ujungnya terpisah.
Dislokasi Sendi Lutut

Dislokasi sendi lutut sangat jarang ditemukan dan hanya


2,3% dari seluruh dislokasi sendi. Dislokasi biasanya
terjadi apabila penderita mendapat trauma dari depan
dengan lutut dalam keadaan fleksi. Dislokasi dapat
bersifat anterior, posterior, lateral, medial atau rotasi.
Dislokasi anterior lebih sering ditemukan dimana tibia
bergerak ke depan terhadap femur. Dengan tanpa
mempertimbangkan jenis dislokasi sendi yang terjadi,
trauma ini merupakan suatu trauma hebat yang selalu
menimbulkan kerusakan pada kapsul, ligament yang
besar dan sendi. Trauma juga dapat menyebabkan
dislokasi yang terjadi disertai dengan kerusakan pada
nervus proneus dan ateri poplitea.

Adanya trauma pada daerah lutut disertai


pembengkakan, nyeri dan hemostasis, serta deformitas.
Pemeriksaan dengan radiologis dengan foto rontgen,
diagnosis dapat ditegakkan. Dislokasi sendi lutut
merupakan suatu keadaan yang serius karena dapat
menyebabkan kerusakan yang hebat pada pembuluh
darah dan saraf serta ligament. Tindakan reposisi dan
manipulasi dengan pembiusan harus dilakukan sesegera
mungkin dan dilakukan aspirasi hemartrosis dan
setelahnya dipasang bidai gips posisi 10-150 selama satu
minggu dan setelah pembengkakan menurun dipasang
gips sirkuler di atas lutut selama 7-8 minggu. Apabila
setelah reposisi ternyata lutut tidak stabil dalam posisi
varus dan valgus, maka harus dilakukan operasi untuk
perbaikan ligament. Pada dislokasi yang lama tidak
mungkin dilakukan reduksi sehigga perlu
dipertimbangkan cara-cara operasi yang sesuai.

Fraktur patella

Patela merupakan tulang sesamoid yang paling besar


pada tubuh dan mempunyai fungsi mekanis dalam
eksistensi anggota gerak bawah. Disebelah proksimal
melekat otot kuadriseps.

Mekanisme trauma

Fraktur patella dapat terjadi dalam dua cara :

1. Kontraksi yang hebat otot kuadriseps, misalnya


menekuk secara keras dan tiba-tiba
2. Jatuh dan mengenai langsung tulang patella.

Klasifikasi

Tipe I : fraktur tanpa adanya pergeseran dan bersifat


trasversal (fraktur crack)
Tipe II : fraktur transversal dengan pergeseran
Tipe III : fraktur transversal pada kutub atas/bawah
Tipe IV : fraktur komunitif
Tipe V : fraktur vertical

Fraktur transversal biasanya terjadi oleh kontraksi yang


hebat, sedangkan fraktur komunitif terjadi oleh trauma
langsung pada patella. Adanya trauma pada daerah lutut
disertai pembengkakan, nyeri dan hemartrosis. Mungkin
dapat diraba adanya ruang fragmen patella. Pada
pemeriksaan didapatkan adanya cekungan dan penderita
tidak dapat melalukan ekstensi anggota gerak bawah.
Dengan foto rontgen dapat ditemukan fraktur dan jenis
fraktur patela. Fraktur transversal biasanya disertai
dengan robekan dari ekspansi ekstensor.

Pengobatan pada fraktur patella bergantung pada jenis


frakturnya. Pada fraktur yang tidak bergeser, bila ada
hamartrosis yang besar, dilakukan aspirasi secara steril
dan dipasang gips silinder selama 4-6 minggu.
Fisioterapi dilakukan selama gips terpasang. Pada fraktur
yang bergeser, dimana terjadi fraktur transversal
diperlukan operasi dan rekonstruksi kembali ekspansi
ekstensor serta tulang patella dengan menggunakan
tension band-wiring. Fisioterapi dapat segera dilakukan
setelah operasi, baik penguatan kuadriseps maupun
gerakan pada sendi lutut. Fraktur kutub bawah dengan
fragmen kecil yang komunitif dilakukan eksisi dan
rekonstruksi kembali ligament patella. Dan pada fraktur
komunitif terutama pada orang tua dimana rekonstruksi
kembali patella tidak mungkin dilakukan, sebaiknya
patella dieksisi.

Komplikasi :

1. Osteoarthritis patelomoral, apabila tidak


dilakukan reposisi patella yang akurat, maka akan
terjadi diskonkruensi/ketidaksesuaian antara
patella dan kondilus femur
2. Gangguan fleksi ekstensi terjadi apabila tidak
dilakukan fisioterapi serta adanya kerusakan pada
ekspansi ekstensor yang tidak dilakukan koreksi
penjahitan
3. Kekakuan sendi lutut
4. Nonunion
Trauma Pada Mekanisme Ekstensor Lutut

Trauma apparatus kuadriseps akan menimbulkan


robekan atau fraktur pada patella. Pada keadaan ini dapat
terjadi robekan pada kutub atas patella, kutub bawah
pada perlengketan dengan tuberositas tibia, dan fraktur
patella.

Pada robekan kutub atas patella dan robekan pada kutub


bawah pada perlengketan dengan tuberositas tibia,
pengobatan berupa penjahitan ligament patella dan
imobilisasi dengan gips sirkuler. Pada robekan disertai
fraktur patella, disamping dilakukan penjahitan
mekanisme ekstensor lutut, juga dilakukan pengobatan
fraktur patella.

Dislokasi Patela

Dislokasi patella biasanya ke arah lateral, berupa :


1. Dislokasi akut, biasanya terjadi pada saat lutut
dalam posisi fleksi atau semi fleksi dan patella
bergeser kearah lateral dari kondilus femur.
Gambaran klinis pada dislokasi akut adalah sendi
lutut tidak dapat di ekstensikan. Reposisi dapat
terjadi secara spontan atau dilakukan secara
manual. Pengobatan dilakukan reposisi sebaiknya
dipertahankan dengan gips silinder selama 6
minggu.

2. Dislokasi rekuren, sering terjadi pada wanita


dewasa muda. Penyebabnya oleh kedangkalan
lekukan interkondiler femur, letak patella yang
tinggi dan kecil, dan genu valgum

3. Dislokasi habitual, lebih jarang ditemukan dan


biasanya terjadi pada anak-anak. Penyebab utama
adalah pemendekan otot kuadriseps terutama
komponen vastus lateralis karena fibrosis setelah
injeksi muskulus kuadrisep. Pengobatan dengan
operasi.

Robekan Ligament Pada Lutut


Robekan ligament pada lutut biasanya terjadi pada atlet
dan olahragawan, dapat menimbulkan masalah gawat
berupa kecacatan disertai ketidakmampuan untuk
berolahraga secara professional. Trauma ligamen pada
lutut dibagi dalam empat kelompok, yaitu :

1. Robekan pada ligamen medial (dengan atau tanpa


robekan ligament krusiatum)
2. Robekan pada ligament lateral (dengan atau
tanpa robekan ligament krusiatum)
3. Robekan pada ligament krusiatum semata-mata
4. Robekan tidak total (strain)

Robekan pada ligamen medial

Robekan pada ligament medial lebih sering ditemukan.


Robekan terjadi sewaktu tibia mengalami abduksi pada
femur disertai trauma rotasi. Urutan robekan pada
ligament tergantung beratnya trauma, yaitu : robekan
pada selaput sendi bagian superficial, pada ligament
kontralateral medial, pada ligament krusiatum anterior,
terjadi apabila trauma berlanjut dengan tibia rotasi ke
arah eksterna. Robekan ligament kontralateral medial
dan kruasiatum anterior dapat disertai dengan robekan
meniscus medialis dan disebut Trias O’Donoghue.

Pembengkakan pada lutut disertai efusi pada sendi lutut.


Nyeri tekan bagian medial pada daerah ligament medial
terutama bagian proksimal yang melekat pada femur.
Pemeriksaan radiologis dilakukan di bawah pembiusan
dengan foto AP dan foto stress AP. Pada foto AP
mungkin ditemukan avulse disertai fragmen kecil tulang.
Bergesernya bagian proksimal medial dari tibia terhadap
femur menunjukkan robekan pada ligament medial saja.
Apabila pergeseran lebih hebat maka mungkin terjadi
juga robekan pada ligament krusiatum. Untuk
menentukan stabilitas sendi dapat dilakukan tes drawer
dan tes menurut Lachman. Pemeriksaan artroskopi dapat
menentukan kelainan-kelainan yang terjadi.

Ada dua cara pengobatan, yaitu konservatif dan operatif.


Konservatif dilakukan bila robekan tidak hebat (tidak
total) dapat dilakukan aspirasi lutut dan pemasangan gips
silinder. Pada tindakan operatif dilakukan apabila
terdapat robekan yang besar dengan penjahitan pada
ligament yang robek.

Robekan pada ligament lateral

Robekan pada ligament lateral lebih jarang ditemukan


dan terjadi akibat abduksi tibia terhadap femur (strain
varus)

Robekan pada ligament krusiatum

Robekan ligament krusiatum anterior dapat bersama-


sama dengan robekan ligament kolateral medial. Hal ini
terjadi karena pergerakan bagian proksimal tibia
terhadap femur ke depan secara keras atau terjadi karena
lutut dalam keadaan hiperekstensi, robekan ligament
krusiatum posterior terjadi akibat pergerakan hebat
bagian proksimal tibia ke belakang femur.

Dalam keadaan normal ligament kruasiatum anterior


(insersinya di bagian depan tibia) mencegah pergerakan
tibia ke depan terhadap femur sedangkan ligament
krusiatum posterior ( insersinya di bagian belakang tibia)
mencegah pergerakan tibia ke belakang.
Pemeriksaan ligament krusiatum dilakukan dengan
penderita dalam posisi berbaring terlentang. Lutut fleksi
kira-kira 900. Tungkai bawah dipegang di bagian
proksimal tibia dan ditarik kedepan atau didorong ke
belakang. Apabila pergerakan ke depan bebas, maka
terdapat robekan pada ligament krusiatum anterior adan
apabila pergerakan ke belakang bebas maka terdapat
robekan pada ligament krusiatum posterior. Gejala ini
disebut drawer sign. Instabilitas sendi dapat ditunjukkan
dengan menggerakan bagian proksimal tibia ke depan
dengan lutut dalam psisi fleksi 10-200 ( tes menurut
Lachman)

Pengobatan pada robekan ligament krusiatum anterior


dengan cara operasi dan rekonstruksi kembali biasanya
kurang memuaskan. Pengobatan pada robekan ligament
krusiatum posterior dapat dilakukan rekonstruksi dari
ligament sendiri atau dengan operasi lain yang
memberikan stabilitas pada sendi. Operasi dapat secara
terbuka atau dengan mempergunakan alat artroskopi.

Strain ligament medial dan lateral


Strain terjadi bila trauma yang ada tidak cukup kuat
untuk menyebabkan suatu robekan total pada ligament
ini. Strain pada ligament medial lebih sering terjadi
daripada ligament lateral karena trauma abduksi.

Pada anamnesis ditemukan adanya riwayat trauma


abduksi atau adduksi disertai nyeri pada ligamen terkena.
Dengan pemeriksaan stress, penderita mengeluh lebih
sakit tetapi pemeriksaan artroskopi dapat dilakukan
untuk menegakkan diagnosis. Pengobatan dilakukan
dengan pemakaian gips silinder selama 20 minggu.

Robekan Meniskus

Robekan meniscus (tulang rawan semilunar) sering


ditemukan pada atlet, terutama pemain sepak bola,
kebanyakan mengenai usia di bawah 45 tahun. Meniscus
terdiri atas meniscus medialis dan meniscus lateralis.
Meniscus hampir tidak mempunyai vaskularisasi
sehingga apabila terdapat robekan biasanya tidak disertai
dengan hemartrosis, tetapi cairan yang terjadi adalah
reaksi terhadap trauma (inflamasi).
Robekan terjadi apabila ada trauma rotasi dimana lutut
dalam posisi semi fleksi atau fleksi, robekan meniscus
medialis lebih sering terjadi daripada robekan meniscus
lateralis. Robekan pada meniscus biasanya menurut garis
longitudinal sepanjang meniscus yang diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu : Bucket-handle, Robekan tanduk
posterior, robekan tanduk anterior.

Pada anamnesis terdapat riwayat trauma dan


pembengkakan pada lutut tidak terjadi segera setelah
trauma. Pembengkakan biasanya terjadi setelah 24 jam.
Terdapat nyeri pada daerah sela sendi dimana terjadi
robekan. Mungkin dapat terjadi locking yaitu lutut tiba-
tiba tidak dapat diekstensikan karena adanya bagian
meniscus yang terjebak dalam ruang sendi. Pada
pemeriksaan ditemukan atrofi otot kuadriseps, adanya
cairan dalam sendi, nyeri tekan pada daerah robekan
meniscus medial atau lateral. Pemeriksaan untuk
menentukan adanya robekan pada meniscus, yaitu tes
Mc Murray, Tes grinding menurut Apley, tes distraksi
dan dengan pemeriksaan tambahan seperti artrografi, dan
artroskpoi.
Robekan pada meniscus sebaiknya dilakukan penjahitan
tanpa membuang meniscus apabila masih dapat
dipertahankan, karena pengeluaran meniscus akan
mempercepat terjadinya osteoarthritis di kemudian hari.
Dengan alat artroskopi dapat dilakukan penjahitan
meniscus atau pengeluaran sebagian meniscus (partial
menisectomy) dengan pemulihan rehabilitasi yang cepat.
Adapun indikasi untuk dilakukan operasi meniscus yaitu
: locking yang terus berulang-ulang dan tindakan operasi
dapat memberikan jalan keluar, nyeri terus menerus, dan
atlet professional.

Diagnosis banding yaitu : benda asing dalam ruang


sendi, osteokondritis disekan, synovial kondromatosis,
osteoarthritis lutut, meniscus discoid (meniscus yang
tebal secara bawaan), dislokasi patella rekuren, fraktur
spina tibia, trauma pada ligament krusiatum,
kondromalasia patella, kista meniscus.

2.4. Pemeriksaan pada Cedera Lutut

Luka akut dan kronis pada lutut dapat mengakibatkan


ketidakstabilan sendi. Disarankan bahwa lutut yang
terluka diperiksa stabilitasnya secepat mungkin setelah
cedera. Tes-tes seperti ini sebaiknya dilakukan hanya
oleh tenaga yang sudah terlatih dan profesional secara
baik. Lutut yang cedera dan lutut yang tidak cedera dites
dan dikontraskan atau dibedakan untuk menentukan
suatu perbedaan dalam tingkat stabilitasnya.

Adapun beberapa tes pemeriksaan pada cedera lutut


adalah :
1. Tes Tekanan Valgus dan Varus

Gerakan valgus adalah gerakan ke sisi luar/samping


(lateral), sedangkan gerakan varus adalah gerakan ke sisi
dalam/tengah (medial) dari sendi yang terjadi secara
mendadak. Tes tekanan valgus dan varus dimaksudkan
untuk melihat kelemahan kompleks kestabilan lateral
dan medial, khususnya serabut ligament collateral.
Gambar 7. Tes tekanan valgus dan varus

a. Pelaksanaan Tes Tekanan Valgus

Pelaksanaan tes ini yaitu penderita berbaring telentang


dengan kaki diluruskan. Untuk menilai bagian medial,
pemeriksa memegang pergelangan kaki secara kuat
dengan menggunakan satu tangan, sambil meletakkan
tangan yang lain pada kepala tulang fibula. Pemeriksa
kemudian dengan kekuatan yang terukur menggerakkan
lutut untuk membuka ke sisi samping sebelah luar,
tekanan valgus diterapkan dengan lutut yang di
ekstensikan secara penuh pada 0 derajat dan pada fleksi
30 derajat. Pengujian tes ekstensi penuh ligamen medial
kolateral (medial collateral laterale/MCL) dan kapsula
posteromedial. Pada sudut fleksi 30 derajat ligamen
medial kolateral (MCL) adalah terpisah.

b. Pelaksanaan Tes Tekanan Varus

Posisi penderita berbaring telentang dengan kaki


diluruskan, sedangkan pemeriksa mengambil posisi
badan dan pegangan kebalikan dari pemeriksaan tekanan
valgus. Periksa dan lakukan tes ke samping lateral
dengan daya varus pada lutut dan diekstensikan penuh,
kemudian lakukan dengan fleksi 30 derajat. Dengan lutut
diekstensikan penuh maka ligamen lateral kolateral
(ligamentum lateral collaterale/LCL) dan kapsula
posterolateral telah terselesaikan. Pada fleksi 30 derajat
LCL adalah terpisah. Tungkai bawah akan dinetralkan
dengan tidak adanya rotasi internal dan eksternal .

2. Tes Anterior Cruciate Ligament


Disebutkan bahwa banyak tes yang digunakan untuk
menentukan integritas dari ligamen cruciate. Diantaranya
ada tes Drawer Anterior , tes Drawer Lachman, tes pivot-
shift, tes Jerk, dan tes Drawer fleksi-rotasi.
Adapun penjelasan beberapa macam tes untuk
menentukan integritas ligamen cruciate adalah seperti di
bawah ini :

a. Tes Drawer Anterior

Cara kerja tes drawer anterior adalah penderita berbaring


pada meja pelatihan dengan tungkai yang cedera di
fleksikan, sementara pemeriksa menghadap ke bagian
depan tungkai penderita yang cedera, kemudian putar
bagian atas tungkai dan sesegera mungkin di bawah
sendi lutut dengan kedua tangan. Jari-jari pemeriksa
diletakkan pada ruang atau tempat popliteal dari tungkai
yang terfleksi, dengan ibu jari pada garis sendi medial
dan lateral. Jari-jari lainnya dari pemeriksa terletak pada
tendo hamstring, untuk memastikan itu semua, rilekskan
sebelum tes dilaksanakan sebagai tata urutan kerja.
Gambar 8. Tes Drawer Anterior

Bila ditemukan tulang tibia ke arah depan dari bawah


tulang femur, maka diartikan tanda Drawer anterior yang
positif. Jika tanda atau gejala Drawer anterior yang
positif terjadi, maka tes sebaiknya diulang dengan
tungkai yang diputar secara internal 20 derajat dan
diputar secara eksternal 15 derajat. Penggeseran dari
tulang tibia ke depan pada saat tungkai diputar secara
eksternal adalah suatu indikasi bahwa bagian
posteromedial dari kapsul sendi, ligamen cruciate
anterior, atau kemungkinan ligamen bagian medial
collateral mungkin terdapat robekan. Gerakan ketika
tungkai dirotasikan ke arah internal diindikasikan bahwa
ligamen cruciate anterior dan kapsul posterolateral
mungkin terdapat robekan.

b.) Tes Drawer Lachman


Dalam beberapa tahun terakhir, tes Drawer lachman
merupakan tes pilihan oleh karena adanya tes Drawer
lachman pada fleksi 90 derajat, hal ini dikarenakan tes
tersebut tidak memaksa lutut kedalam posisi yang
menyakitkan (sangat nyeri) pada sudut 90 derajat, tetapi
mengetesnya lebih nyaman pada sudut 15 derajat. Alasan
lain dibalik popularitas tes ini adalah bahwa tes ini
mengurangi kontraksi dari
otot hamstring. Kontraksi tersebut menyebabkan
kekuatan pensetabilan lutut sekunder cenderung untuk
menutupi ekstensi yang nyata dari cedera.
Gambar 9. Tes Drawer Lachman

Tes Drawer lachman dilaksanakan dengan meletakkan


lutut pada posisi fleksi kira-kira dalam sudut 30 derajat,
dengan tungkai diputar secara eksternal. Satu tangan dari
pemeriksaan mestabilkan tungkai bawah dengan
memegang bagian akhir atau ujung distal dari tungkai
atas, dan tangan yang lain memegang bagian proksimal
dari tulang tibia, kemudian usahakan untuk digerakkan
ke arah anterior.
Gambar 10. Tes Anterior drawer dan Tes Lachman

c. Tes Pivot-shift
Tes Pivot-shift dirancang untuk menentukan
ketidakstabilan putaran anterolateral. Tes Pivot-shift
paling sering digunakan dalam kondisi kronis dan
merupakan tes sensitif pada saat ligamen cruciate bagian
depan telah robek. Cara pemeriksaannya adalah
penderita berbaring telentang, salah satu tangan
pemeriksa ditekan pada bagian kepala dari tulang fibula,
tangan yang satunya memegang pergelangan kaki
penderita tersebut.

Gambar 11. Tes Pivot-Shifts

Untuk memulainya, tungkai bawah diputar secara


internal dan lutut diekstensikan secara penuh. Tungkai
atas kemudian difleksikan dengan sudut 30 derajat dari
pinggul, saat itu lutut juga difleksikan dan daya valgus
diterapkan oleh tangan bagian atas pemeriksa. Jika
ligamen cruciate bagian anterior robek, maka tibia
sebelah lateral tanpa ada kemajuan , akan
disubluksasikan dalam posisi ini. Lutut difleksikan pada
sudut 20 – 40 derajat tibia sebelah lateral tetap akan
berkurang dengan sendirinya, ini berakibat menghasilkan
palpable shift atau “clunk”.

d.) Tes Jerk


Cara pelaksanaan Tes Jerk merupakan petunjuk
sebaliknya dari pivot-shift. Posisi dari lutut diidentifikasi
sebagai penerimaan tes pivot-shift, lutut digerakkan dari
posisi fleksi ke dalam ekstensi dengan tibia sebelah
lateral tetap dalam penurunan posisi. Jika tidak cukup
ligamen cruciate sebelah anterior sebagai gerakan ke
dalam ekstensi tibia akan disubluksasi pada fleksi kira-
kira 20 derajat, dan akhirnya menghasilkan sekali lagi
palpable shift atau “clunk”.
Gambar 12. Tes Jerk

e.) Tes Drawer Fleksi-rotasi


Tes ini dilakukan dengan cara tungkai bawah diayunkan
dengan lutut difleksikan antara 15 dan 30 derajat. Pada
sudut 15 derajat, tibia disubluksasikan ke arah anterior
dengan femur dirotasikan ke arah eksternal. Lutut
difleksikan ke sudut 30 derajat dan tibia diturunkan ke
arah posterior dan kemudian femur dirotasikan ke arah
internal.
3. Tes Ligamen Cruciate Sebelah Posterior
Tes pada ketidakstabilan ligamen cruciate sebelah
posterior dapat dikerjakan dengan beberapa cara
diantaranya termasuk tes Drawer Posterior, tes
recurvatum rotasi eksternal, dan tes “Sag” Posterior.

Adapun pelaksanaannya adalah sebagai berikut di bawah


ini :
a.) Tes Drawer Posterior
Tes ini dibentuk dengan lutut difleksikan pada sudut 90
derajat dan kaki dalam keadaan netral. Daya digunakan
ke dalam arah posterior pada proksimal tibia tanpa ada
perubahan. Bila terdapat Drawer posterior positif maka
dapat diindikasikan terjadi kerusakan pada cruciate
posterior.
Gambar 13. Tes Drawer Posterior

b.) Tes Recurvatum Rotasi Eksternal


Penderita tidur telentang di meja pelatihan kemudian
pemeriksa memegang jari-jari kaki dan angkat tungkai
dari meja. Longgarnya posterior dan rotasi eksternal dari
tibia mengindikasikan kerusakan pada ligamen cruciate
posterior dan ketidakstabilan posteropateral .
Gambar 14. Tes Recurvatum Rotasi Eksternal

c.) Tes “Sag” Posterior


Posisi penderita telentang di atas meja pelatihan, kedua
lutut di fleksikan pada sudut 90 derajat. Amati sisi lateral
pada sebelah samping cedera, tibia akan terlihats longgar
pada sisi posterior ketika dibandingkan terhadap
eksterimitas jika cruciate sebelah posterior mengalami
kerusakan.
Gambar 15. Tes Sag Posterior

4. Tes-tes Meniscus
Pada umumnya, untuk menentukan meniscus yang robek
para pemeriksa sering mengalami kesulitan. Terdapat
tiga macam tes yang paling umum digunakan yaitu Tes
McMurray, Tes Kompresi Apley dan Tes Distraksi
Apley.

Adapun cara penatalaksanaan tes-tes tersebut adalah


sebagai berikut ini :
a.) Tes Meniscal McMurray
Tes McMurray digunakan untuk menentukan kehadiran
badan atau tubuh yang lepas atau longgar pada lutut.
Cara kerjanya adalah penderita diletakkan menghadap ke
atas di atas meja, dengan tungkai yang cedera difleksikan
secara penuh. Pemeriksa meletakkan salah satu tangan
pada kaki (telapak kaki) dengan tangan yang satunya
diatas ujung lutut, jari-jari menyentuh garis sendi sebelah
medial. Pergelangan tangan melakukan gerakan seperti
menuliskan lingkaran kecil dan menarik tungkai ke
dalam posisi ekstensi. Pada saat hal ini terjadi atau
dilakukan, tangan pada lutut merasa ada respon bunyi
“klik”. Meniscus sebelah medial yang robek dapat
dideteksi pada saat tungkai bawah diputar secara
eksternal sedangkan rotasi internal memberikan deteksi
dari lateral yang robek.
Gambar 16. Tes McMurray

b.) Tes Kompresi Apley


Tes Kompresi Apley dilakukan dengan posisi penderita
berbaring menghadap kebawah (tengkurap) dan tungkai
bawah difleksikan sampai 90 derajat. Sementara tungkai
atas distabilkan, tungkai bawah segera diaplikasikan
dengan tekanan ke bawah. Tungkai tersebut kemudian
diputar kembali dan seterusnya. Jika rasa nyeri timbul,
maka cedera meniscus terjadi. Tercatat bahwa terdapat
robekan meniscus sebelah medial sewaktu dengan rotasi
eksternal dan robekan meniscus lateral dengan rotasi
internal
tungkai bawah.

Gambar 17. Tes Kompresi Apley

c. Tes Distraksi Apley


Pada posisi yang sama dengan tes kompresi apley,
pemeriksa menggunakan traksi pada tungkai saat
menggerakkannya kembali dan seterusnya . Maneuver
ini membedakan robekan pada ligamen kolateral dari
robeknya kapsul dan meniscus. Jika kapsul atau ligamen
terpengaruh, maka rasa nyeri akan terjadi. Jika meniscus
robek, maka tidak ada rasa nyeri yang terjadi dari traksi
dan rotasi.

Gambar 18. Tes Distraksi Apley


DAFTAR PUSTAKA

Canale, s., Beaty, James. 2007. Campbell's Operative


Orthopaedics, 11th ed. Chapter 43 Knee Injuries by
Miller, R., Azar, F. Mosby Elsevier.

Bucholz, R., Heckman, J., Court Charles, M., 2006.


Rockwood & Green's Fractures in Adults, 6th Edition.
Chapter 49 - Fractures of the Patella and Injuries to the
Extensor Mechanism. Lippincott Williams & Wilkins

Harry B. Skinner. 2006. Current Diagnosis & Treatment


in Orthopedics, Fourth Edition. Chapter 4. Sports
Medicine. The McGraw-Hill Companies

Duckworth, T., Blundell, C.M. Lecture Notes


Orthopedics and Fractures, 4th edition. Chapter 22. The
Knee and Lower leg. Wiley Blackwell.

Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah


Orthopedi. Edisi ke 3. Bab 14 Trauma Penerbit Yasif
Watampone, Jakarta. Hal 441-448
Frank, H , Netter , M.D., Interactive Atlas of Human
Anatomy , Ciba Medical Educations & Publications ,
1995

You might also like