You are on page 1of 18

LUARAN KLINIS TINDAKAN PERCUTANEUS EPIDURAL NEUROPLASTY PADA

HERNIA NUCLEUS PULPOSUS LUMBAL


di RSPAU Dr. S HARDJOLUKITO YOGYAKARTA
PERIODE JANUARI-JUNI 2018

Diajukan pada Pertemuan Ilmiah Nasional PERDOSSI 2017


Disusun guna memenuhi sebagian persyaratan
Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Neurologi

Diajukan Oleh:
dr. Clara Novena Bittikaka

Pembimbing:
1. dr. Yudiyanta, Sp.S(K)
2. dr. Indarwati Setyaningsih, Sp.S(K)
3. KolKes dr. Wahyu Wihartono, M.Kes, Sp.S

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
Luaran Klinis Tindakan Percutaneous Epidural Neuroplasty pada Hernia Nucleus
Pulposus Lumbal di RSPAU dr. S. Hardjolukito Yogyakarta Periode Januari-Juni 2018

Clara Novena Bittikaka* Yudiyanta** Indarwati Setyaningsih** Wahyu Wihartono ***


* Residen Neurologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada Yogakarta/RSUP
dr.Sardjito Yogyakarta
** Staff Departmen Neurologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada
Yogakarta/RSUP dr.Sardjito Yogyakarta
*** Staf Pengajar Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UGM/RSPAU Dr. S Hardjolukito, Yogyakarta

Abstrak

Latar Belakang : Nyeri kronik pada punggung bawah masih menjadi salah satu
permasalahan pada pasien neurologi. Jumlah pasien tersebut meningkat setiap tahunnya,
tetapi penanganan secara tepat dan efisien dalam rangka menghilangkan nyeri kronik
punggung bawah juga masih menjadi suatu permasalahan dalam bidang neurologi. Hal
tersebut dikarenakan belum ada regimen terapi yang dikatakan efektif 100% dan
menyebabkan pasien bebas nyeri. Percutaneous Epidural Neuroplasty (PEN) merupakan
teknik manajemen nyeri yang menjadi pilihan terapi pada hernia nucleus pulposus. Tindakan
ini dilakukan untuk memecah jaringan parut (adhesi), memasukkan obat anti inflamasi dan
obat anastesi lokal langsung pada lesi dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri baik
neuropatik maupun inflamatorik.
Tujuan : Mengetahui hasil luaran klinis dari tindakan percutaneous epidural neuroplasty
dalam mengobati hernia nucleus pulposus lumbalis
Metode Penelitian: Penelitian kohort retrospektif dengan subyek penelitian yaitu pasien
yang telah terdiagnosa hernia nucleus pulposus yang dirawat di RSPAU Dr. S Hardjolukito
Yogyakarta selama bulan Januari-Juni 2018 dan telah menjalani tindakan percutaneous
epidural neuroplasty. Diagnosis hernia nucleus pulposus berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan MRI lumbal. Keluaran klinis dinilai dengan menggunakan Visual
Analog Scale (VAS) dan ID Pain.
Hasil dan Kesimpulan: Didapatkan 76 sampel yang terdiri dari 37 (49%) adalah laki-laki
dan 39 (51%) adalah perempuan. Usia rata-rata pada penelitian ini adalah 58 ( 9,01) tahun.
Terdapat 34 sampel (44,7%) merupakan penderita DM dan 42 sampel (55,3%) bukan
penderita DM. Dari 76 sampel, sebanyak 48 sampel (63,16%) memiliki BMI overweight.
Pengukuran skala nyeri menggunakan VAS dan pengukuran nyeri neuropatik menggunakan
skala ID pain. Dibandingkan nilai sebelum tindakan PEN, didapatkan hasil perbaikan yang
signifikan pada post prosedur PEN dengan signifikansi P value < 0.01, dimana nilai VAS
sebelum tindakan PEN memiliki mean yaitu 7,44 (+1.2) dan setelah tindakan PEN yaitu
2,187(+0.81). ID Pain sebelum tindakan PEN rerata 2,6 (+0.81) dan setelah tindakan PEN 0.9
(+1.1) dengan signifikansi p value <0.001. Tindakan percutaneous epidural neuroplasty
menunjukan outcome klinis yang lebih baik dalam terapi hernia nucleus pulposus lumbal.
Dan dapat menjadi pertimbangan bahwa tindakan ini sebagai pilihan terapi terhadap kasus
HNP lumbal yang belum membaik dengan terapi konservatif.
Kata Kunci: Percutaneus Epidural Neuroplasty, Hernia Nucleus Pulposus, ID Pain, Visual
Analog Scale.
Clinical Outcome of Percutaneous Epidural Neuroplasty in Lumbar Disc Herniation at
Hardjolukito Air Force Central Hospital, Yogyakarta
Clara Novena Bittikaka* Yudiyanta** Indarwati Setyaningsih** Wahyu Wihartono ***
*Resident of Neurologi Faculty of Medicine, Public Health, and Nursing of Gadjah Mada University/Sardjito Central General
Hospital, Yogyakarta
** Staff of Department of Neurology Faculty of Medicine, Public Health, and Nursing of Gadjah Mada University/ Sardjito Central
General Hospital, Yogyakarta
***Staff of Department of Neurology Faculty of Medicine, Public Health, and Nursing of UGM /Hardjolukito Air Force Central
Hospital, Yogyakarta

Abstract

Background: Chronic pain in the lower back is still one of the problems in neurological
patients. The number of patients is increasing every year, but proper and efficient treatment
in order to eliminate chronic lower back pain is being a problem in the field of neurology.
This is because there is no therapeutic regimen that is 100% effective. Percutaneous Epidural
Neuroplasty (PEN) is a pain management technique that has been a therapeutic choice in the
lumbar disc herniation. This technique is performed to break down scar tissue or adhesion
using combination of anti-inflammatory drugs and local anesthetic drugs directly into the
lesion with the aim of relieving both neuropathic and inflammatory pain.

Purpose: To figure out the clinical outcome of percutaneous epidural neuroplasty in treating
lumbar disc herniation

Method: A retrospective cohort study and the research subjects are patients who had been
diagnosed with lumbar disc herniation who was treated at Hardjolukito Air Force Central
Hospital, Yogyakarta during January-June 2018 and has undergone percutaneous epidural
neuroplasty. Diagnosis of the lumbar disc herniation was based on history, physical
examination and lumbar MRI. Clinical outcome was assessed using Visual Analog Scale
(VAS) and ID Pain.

Results and Conclusions: There were 76 samples consisting of 37 (49%) were male and 39
(51%) were women. The average age in this study was 58 (9.01) years. There were 34
samples (44.7%) were DM patients and 42 samples (55.3%) were not DM patients. From 76
samples, 48 samples (63.16%) had BMI overweight. Measurement of pain scale using VAS
and measurement of neuropathic pain using ID pain scale. Compared to the VAS and ID Pain
value before the PEN intervention, the results of a significant improvement in the PEN
procedure were obtained with a significance of P value <0.01, where the VAS value before
the PEN procedure had a mean of 7.44 (1.21) and after the PEN procedure was 2.18
(0.814). ID Pain before the PEN procedure was 2.61 (0.811) and after PEN 0.91 (1.1)
with a significance of p value <0.001. Percutaneous epidural neuroplasty shows a better
clinical outcome in the treatment of the lumbar disc herniation. And it can be considered that
this pain procedure as a treatment option for cases of lumbar disc herniation which is have no
improvement with conservative therapy.
Keywords: Percutaneous Epidural Neuroplasty, Lumbar Disc Herniation, ID Pain, Visual
Analog Scale.
Luaran Klinis Tindakan Percutaneous Epidural Neuroplasty pada Hernia Nucleus
Pulposus Lumbal di RSPAU dr. S. Hardjolukito Yogyakarta Periode Januari-Juni 2018

Latar belakang

Nyeri kronik pada punggung bawah yang bersifat neuropatik masih menjadi salah
satu permasalahan pada pasien neurologi. Sekitar 80% dari semua orang akan mengalami
nyeri punggung bawah dalam beberapa periode selama kehidupannya. Nyeri punggung
bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal
maupun nyeri radikuler atau keduanya(1). Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah dan
lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbosacral dan sering disertai dengan
penjalaran nyeri ke area tungkai dan kaki, seperti yang ditentukan oleh dermatom yang
terlibat. Nyeri yang berasal dari daerah punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain atau
sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah (referred
pain). Penyebab paling umum dari kompresi akar syaraf lumbal adalah herniasi diskus
lumbal dan spondilosis (2).
Umumnya, nyeri radikular pada regio lumbal oleh karena proses degeneratif
memiliki prognosis yang disukai dan memberikan respons pada terapi non bedah seperti
rehabilitasi fisik, medikasi dengan obat anti inflamasi, dan intervensi minimal (2). Namun,
rasa sakit pada punggung bawah dapat secara substansial mengganggu fungsi fisik dan
mental, dan rasa sakit persisten semacam ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental
(1).
Berbagai modalitas pengobatan, seperti suntikan epidural interlaminar lumbal,
fisioterapi dan pemakaian korset, dan percutaneus epidural neuroplasty, telah digunakan
untuk mengobati nyeri radikuler lumbal, dan semua pilihan pengobatan ini telah ditunjukkan
kepada hasil klinis yang cukup baik. Neuroplasty epidural lumbal sekarang merupakan
modalitas pengobatan yang cukup mapan dan umum digunakan untuk penanganan nyeri
punggung bawah kronis dan sciatica karena protrusi diskus lumbal atau failed back surgery
syndrome (3).
Percutaneus epidural neuroplasty lumbal telah diterapkan sebagai pilihan
pengobatan dalam terapi hernia diskus pulposus baik regio lumbal maupun cervical. Namun
penelitian yang membahas terkait hasil keluaran dari terapi tersebut belum cukup banyak.
Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan untuk menunjukkan hasil klinis epidural
neuroplasti untuk pengobatan nyeri punggung bawah karena herniasi nukleus pulposus
lumbal.
Degenerasi dari diskus adalah proses degeneratif yang berkaitan dengan penuaan,
dan kebanyakan individu tidak bergejala. Namun, degenerasi patologis bisa menjadi
penyebab utama rasa sakit dan kecacatan. Radikulopati adalah nyeri yang terjadi di sepanjang
dermatom syaraf karena radang atau iritasi lainnya pada akar saraf dan hubungannya dengan
tulang belakang (1)
Bedah disektomi dianggap merupakan pengobatan yang efektif untuk nyeri radikular
di daerah lumbosacral yang disebabkan oleh herniasi diskus yang tidak membaik dengan
terapi yang kurang infasif. Namun seringkali muncul sindrom pasca laminektomi yang
diketahui memberi tekanan pada akar tulang belakang lumbal, dan membentuk jaringan parut
yang terbentuk di sekitar akar saraf dan menyebabkan nyeri neuropatik yang terus-menerus.
Selain itu, adhesi yang terbentuk pascaoperasi setelah operasi tulang belakang juga dapat
menyebabkan peradangan kronis dan iritasi akar saraf (1).
Sebagai terapi minimal invasif, neuroplasty epidural percutaneus (PEN) adalah
prosedur kateter dimana kateter ditempatkan langsung ke lokasi lesi akar saraf yang terkena.
PEN telah digunakan pada nyeri punggung bawah kronis yang refrakter atau setelah failed
back syndrome (1). Tujuan PEN adalah untuk memperbaiki adhesi yang menyimpang, yang
secara fisik dapat mencegah penerapan langsung obat-obatan di sekitar saraf, dan
mengantarkan obat ke tempat yang ditargetkan. Oleh karena itu, PEN mungkin efektif dalam
pengurangan rasa sakit dan perbaikan fungsional pada pasien dengan punggung bawah kronis
atau nyeri kaki akibat herniasi diskus lumbal (LDH).

TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui luaran klinis dan perbaikan dari skala
nyeri dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS) dan penilaian nyeri neuropatik
dengan menggunakan ID Pain setelah dilakukan tindakan Percutaneus Epidural Neuroplasty
(PEN) pada pasien Hernia Nucleus Pulposus Lumbalis
TINJAUAN PUSTAKA

I. NYERI PUNGGUNG BAWAH

Nyeri punggung bawah pada hakekatnya merupakan keluhan atau gejala dan bukan
merupakan penyakit spesifik. Sekitar 90% nyeri punggung bawah akut maupun kronik adalah
benigna, sembuh spontan dalam 4–6 minggu, cenderung berulang dan insidensi sekitar 15%-
20%. Nyeri punggung bawah bisa disebabkan oleh kelainan muskuloskeletal, sistem saraf,
vaskuler, visceral dan psikogenik (4).
Penyebab nyeri punggung bawah yang terjadi secara mekanik secara umum
disebabkan oleh trauma akut, namun kondisi tersebut juga dapat disebabkan oleh trauma
minor yang terakumulasi. Keparahan dari suatu nyeri punggung bawah sangat bervariasi
tergantung dari etiologi yang mendasari, dimulai dari gerakan yang tidak tepat, seperti
punggung terpuntir atau melibatkan kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan trauma yang
merupakan akumulasi dari trauma minor lebih sering terjadi di tempat kerja (5). Onset disebut
sebagai nyeri akut bila perlangsungannya kurang dari 1 bulan, sub akut bila
perlangsungannya 2–3 bulan dan kronik bila perlangsungannya lebih dari 3 bulan.
Segala sesuatu yang merangsang serabut sensorik ditingkat radiks dan foramen
intervertebralis dapat menimbulkan nyeri radikuler, yaitu nyeri yang terasa berpangkal pada
tingkat tulang belakang tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatomal radiks
posterior yang bersangkutan (6).
Penderita kadang merasakan nyeri yang timbul bersifat spontan. Nyeri spontan dapat
bersifat kontinyu maupun paroksismal dengan karakter yang bermacam–macam. Nyeri
kontinyu dapat menghentak, seperti kesetrum, seperti terbakar dan sebagainya. Mekanisme
yang mendasari nyeri spontan terutama adalah munculnya aktivitas ektopik di serabut saraf
C. Penurunan inhibisi sama artinya dengan eksitasi dan dapat menimbulkan nyeri spontan (7)
Nyeri punggung bawah dapat terjadi karena terangsang bangunan peka nyeri. Ada
beberapa bangunan peka nyeri di punggung bawah, yaitu periosteum, 1/3 bangunan luar
anulus fibrosus (bagian fibrosa dari diskus intervertebralis), ligamentum, kapsula artikularis,
fasia, dan otot, semua bangunan tersebut mengandung nosiseptor yang peka terhadap
stimulus mekanikal, termal, kimiawi, yang sebenarnya nosiseptor tersebut berfungsi sebagai
proteksi. Bila reseptor dirangsang oleh berbagai stimulus, akan menyebabkan dilepaskannya
berbagai mediator inflamasi dan substansi lainnya seperti bradikinin, prostaglandin, lekotrin,
amin, purin, dan sitokin, sehingga akan menimbulkan persepsi nyeri, hiperalgesia, maupun
alodinia (4). Ada beberapa mekanisme nyeri yang bisa muncul pada nyeri punggung bawah
yaitu :
1. Nyeri fisiologik, nyeri yang sederhana, dimana stimuli berjalan singkat dan tidak
menimbulkan kerusakan jaringan.
2. Nyeri inflamasi karena adanya stimulasi kuat atau berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan atau inflamasi jaringan
3. Nyeri neuropatik terjadi karena stimuli yang langsung mengenai sistem saraf. Iritasi
pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan. Kemungkinan pertama,
penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor nervi
nervorum, yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan di sepanjang ditribusi
serabut saraf dan bertambah dengan peregangan serabut saraf. Kemungkinan kedua,
penekanan sampai mengenai serabut saraf, sehingga terjadi gangguan keseimbangan
neuron sensorik melalui perubahan molekuler. Perubahan tersebut menyebabkan
aktivitas sistem saraf aferen menjadi abnormal dengan timbulnya aktivitas ektopik,
akumulasi saluran ion natrium, dan saluran ion lainnya, sehingga timbul mechano-
hot-spot yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal maupun termal. Di samping
saluran ion tersebut, juga ditemukan adanya pembentukan reseptor adrenergik baru
yang sangat peka terhadap katekolamin. Timbulnya reseptor adrenergik menyebabkan
stres psikologis yang mampu memperberat nyeri (7). Aktivitas ektopik menyebabkan
timbulnya nyeri neuropatik baik yang spontan seperti parestesia, disestesia, ataupun
nyeri seperti kesetrum. Lesi sistem saraf pusat maupun tepi dapat menimbulkan gejala
negatif berupa paresis atau paralisis, hipestesi atau anestesi, dan gejala positif berupa
nyeri. Hal ini dapat disebabkan karena penekanan atau jeratan radiks saraf oleh
hernia nukleus pulposus (HNP), penyempitan kanalis spinalis, pembengkakan
artikulasio atau jaringan sekitarnya, fraktur mikro, ataupun penekanan oleh tumor di
medula spinalis (4)
Nyeri pada medula spinalis tergantung pada lokasi dan level lesi kompresi. Bila
lesinya terletak di radiks, nyeri yang muncul berat, tajam, tertusuk-tusuk, nyeri terbakar
menjalar hingga ke distribusi kulit atau otot yang dipersarafi oleh radiks tersebut, memberat
dengan gerakan, meregang atau batuk. Bila lesi terletak segmental, nyeri yang muncul terus-
menerus, nyeri dalam menjalar hingga ke seluruh kaki atau setengah tubuh, tidak dipengaruhi
oleh gerakan, dan bila nyeri berasal dari tulang, maka nyerinya terus-menerus, nyeri tumpul
dan menyebar di seluruh daerah yang dipengaruhi, dapat atau tidak dapat diperberat dengan
gerakan (8).
Selain memperhatikan mekanisme nyeri punggung bawah, juga harus diperhatikan
kondisi yang mengarah pada kelainan patologik serius (red flags) yaitu (9) :
 Awitan usia < 20 tahun atau > 55 tahun
 Riwayat trauma bermakna
 Nyeri konstan progresif, memburuk dengan berbaring
 Deformitas struktural
 Riwayat keganasan
 Kecanduan obat terutama suntikan
 Pemakaian steroid lama
 Pemakaian imunosupresan
 Luasnya gejala dan tanda neurologik seperti disfungsi kandung kencing,
saddle anesthesia, hilangnya sensibilitas progresif dengan atau tanpa
hilangya motorik sesuai radiks saraf yang baru terjadi
 Kelainan neurologik menetap sampai satu bulan
 Restriksi fleksi lumbal berat (kurang dari 5 cm)
 Demam
 Berat badan menurun tanpa sebab dan kondisi sistemik merosot
Lesi medula spinalis dapat menyebabkan kelainan neurologis karena adanya kompresi
medula spinalis dan radiks. Ada beberapa jenis kompresi medula spinalis dan radiks yaitu
(9,10) :
1. Sindrom kompresi lateral. Sindrom ini menimbulkan kelemahan otot yang dipersarafi
oleh radiks dan segmen yang terlibat dengan gejala LMN yaitu hilangnya tonus,
fasikulasi, menurun atau hilangnya refleks. Defisit sensorik semua modalitas atau
hiperestesi di daerah yang dipersarafi oleh radiks.
2. Sindrom Brown-Séquard menyebabkan defisit motorik ipsilateral, hilangnya
sensibilitas proprioseptik, dan hilangya sensibilitas protopatik kontralateral.
3. Sindrom kanalis sentralis menyebabkan defisit motorik yang lebih berat dari defisit
sensorik, ekstremitas atas lebih terlibat daripada ekstremitas bawah, dan sering terjadi
pada usia tua dan individu dengan penyempitan kanalis spinalis karena siringomielia,
hematomielia, hidromielia, dan tumor intrameduler.
4. Sindrom konus medularis menyebabkan paralisis flaksid dari kandung kemih
berhubungan dengan inkontinensia, inkontinensia rektum, impotensi, anestesia daerah
saddle, tidak adanya refleks anal, tidak adanya paralisis pada ekstremitas bawah dan
adanya refleks tendon achilles.
5. Sindrom kauda ekuina menimbulkan nyeri radikuler, nyeri hebat kandung kemih yang
dicetuskan oleh batuk dan bersin, defisit sensorik dalam berbagai derajat,
memperlihatkan pola radikular yang meluas ke bawah dari tingkat L4, paralisis
flaksid disertai hilangnya refleks, inkontinensia kandung kemih dan rektum, dan
impotensi.
6. Sindrom kornu posterior menyebabkan hilangnya sensibilitas proprioseptik dan
diskriminasi 2 jari di bawah lesi.
7. Sacral sparing, memperlihatkan sensasi perianal dan spincter anal eksternal masih
utuh (sering ditemukan pada lesi servikal inkomplit)

Untuk pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan nyeri punggung bawah
dapat dilakukan CT scan dengan sensitivitas 0,92 dan spesifisitas 0,88 untuk pemeriksaan
herniasi diskus. Pemeriksaan MRI lebih unggul dari CT scan untuk deteksi banyak kondisi
yang berkaitan dengan medulla spinalis dikarenakan MRI menunjukkan jaringan lunak lebih
detail dan dilihat dari beberapa sudut pandang, sehingga MRI seharusnya digunakan untuk
mendeteksi infeksi, kanker, atau jika didapatkan adanya kelainan neurologis yang menetap.
Diskus intervertebralis merupakan struktur avaskular terbesar pada tubuh. Struktur ini
berkembang dari sel notochordal di antara cartilaginous endplate, yang mengalami regresi
50% pada saat lahir dan 5% pada saat dewasa, pada saat dewasa lebih banyak chondrocyte
yang menggantikan sel notochordal. Diskus intervertebralis terletak di columna spinalis
diaatntara corpus vertebralis dan berbentuk oval pada potongan cross sectional. Tinggi diskus
meningkat semakin ketengah jika dibandingkan dengan tinggi pada ujung perifer, sehingga
tampak biconvex.
Nucleus pulposus berisi kolagen tipe II, proteogycan dan rantai panjang hyaluronan
dengan regio hydrophillic. Memiliki aviditas tinggi terhadap molekol air yang menhidrasi
nucleus atau bagian tengah dari diskus dengan efek tekanan osmotik.
Efek hydraulic pada diskus intervertebralis berfungsi sebagai peredam getaran pada
kolumna spinalis dari gaya yang dibebankan pada sistema muskuloskeletal.
Kemampuan menyerap dan mempertahankan kadar air pada nucleus pulposus akan
menurun seiring dengan bertambahnya usia. Penurunan kemampuan tersebut akan
menyebabkan menurunnya derajat dari proteoglycan dan penurunan hidrasi nucleus pulposus,
yang akan meningkatkan tekanan yang dibebankan pada diskus intervertebralis. Dengan
pemendekan rantai panjang hyaluronan dan kemampuan menahan tekanan yang menurun
dari diskus akan menyebabkan ketegangan diskus intervertebralis menurun, sehingga annulus
menonjol, yang menyebabkan tinggi diskus memendek.
Etiologi dari nyeri punggung pada individu tidak bisa ditentukan karena memiliki
beberapa faktor. Walaupun disrupsi periosteal menyebabkan nyeri dengan gambaran fraktur,
namun tulang sendiri sebenarnya merupakan struktur yang memiliki sedikit reseptor nyeri.
Namun demikian, diskus yang mengalami degenerasi tersebut, diketahui merupakan organ
yang memiliki elemen neurovaskular dan memiliki serabut nyeri. Gangguan diskus dan
hilangnya ketinggian diskus intervertebralis diketahu akan menyebabkan bergesernya
keseimbangan dari penahan beban pada facet joint yang dihipotesis sebagai penyebab nyeri
punggung bawah.

II. VISUAL ANALOG SCALE (VAS)


The visual analogue scale is a psychometric response scale which can be used in
questionnaires. It is measurement instrument for subjective characteristic or attitudes that
cannot be directly measured. When responding to a VAS item, respindents specify their level
of agreement to a statement by indicating a position along a continuous line between two
end-points.

III. ID PAIN
The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri
neuropatik sebagai nyeri yang dimulai atau disebabkan oleh lesi primer atau disfungsi dalam
sistem saraf. Istilah ini diterapkan pada beragam kelompok sindrom dan menyiratkan adanya
satu atau lebih mekanisme yang berbeda dari proses nosiseptif yang ditopang oleh cedera
jaringan yang sedang berlangsung. Nyeri neuropatik kronis dapat menyertai penyakit pada
tingkat neuraxis manapun. Cedera yang menyebabkan mungkin ringan atau parah, fokus atau
menyebar, dan melibatkan proses yang sama atau berbeda (mis., mekanis, inflamasi,
metabolik, atau vaskular). Secara klinis, diagnosis nyeri neuropatik memiliki relevansi
terapeutik, sering menunjukkan kelayakan terapi spesifik.
IV. TINDAKAN PERCUTANEUS EPIDURAL NEUROPLASTY
Sebagai terapi minimal invasif, neuroplasti epidural perkutaneus (PEN) adalah
prosedur kateterisasi dimana kateter ditempatkan langsung ke lokasi lesi yang menganggu
akar saraf. Tindakan ini telah digunakan pada nyeri punggung bawah kronis yang refrakter
kronis atau failed back surgery syndrome (3). Tujuan PEN adalah untuk memperbaiki adhesi
yang menyimpang, yang dapat mencegah masuknya obat-obatan di sekitar saraf atau
mengantarkan obat ke tempat yang ditargetkan. Oleh karena itu, PEN kemungkinan efektif
dalam pengurangan rasa sakit dan perbaikan fungsional pada pasien dengan punggung bawah
kronis atau nyeri kaki akibat herniasi diskus lumbal. Secara klinis, kateter untuk PEN dapat
ditempatkan di bagian ventral atau bagian dorsal dari kanal tulang belakang. Dari sudut
pandang anatomis, pengiriman obat ke sisi ventral kanal tulang belakang dapat meningkatkan
keefektifan PEN.
Lumbar Percutaneus Epidural Neuroplasty dilakukan di bawah fluoroskopi di ruang
operasi steril dengan peralatan pemantauan untuk tekanan darah, denyut nadi, dan oksimetri
nadi. Fluoroscopy disesuaikan di atas area lumbosakral sehingga pendekatan kaudal dapat
digunakan untuk pandangan antero posterior dan lateral. Setelah posisi fluoroskopi yang
tepat, area penyisipan jarum ditentukan sekitar hiatus sakral dan disuntik dengan anestesi
lokal. Jarum RK (jarum RK, Epimed International, Inc.) diperkenalkan ke ruang epidural
caudal di bawah bimbingan fluoroscopic. Setelah penempatan jarum dikonfirmasi berada di
ruang epidural, epidurogram lumbar dilakukan dengan menggunakan sekitar 5 mL agen
kontras non-iodinasi (IOBRIX, ACCUZEN, Seoul, Korea). Identifikasi kekurangan pengisian
dicapai dengan memeriksa aliran zat kontras. Harus dipastikan bahwa tidak masuk kedalam
intravaskular atau subarachnoid. Jika terjadi malposisi, maka jarum harus di reposisi. Setelah
konfirmasi epidurografi yang tepat, kateter Racz diteruskan melalui jarum RK ke area defek
pengisian atau lokasi patologi, seperti yang ditentukan oleh MRI. Adhesiolisis kemudian
dilakukan, dan posisi akhir dimaksudkan berada di ruang epidural lateral atau ventral. Setelah
memposisikan kateter, setidaknya 3 mL agen kontras disuntikkan. Jika tidak ada pengisian
subarachnoid, intravascular, atau ekstra epidural dan di suntikan diperoleh di daerah epidural
yang dituju, 6 mL ropivacaine bebas pengawet 0,2% mengandung 1.500 unit hyaluronidase
dan 4 mL triatonol asetat 40%. Tindak lanjut pertama dilakukan satu minggu setelah
prosedur. Selama periode ini, semua peserta menerima obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID) dan pelemas otot dengan dosis yang sama untuk mengurangi nyeri terkait prosedur.
METODE

a. Rancangan penelitian
Rancangan penelitian ini adalah analitik observasional dengan metode kohort retrospektif.
b. Populasi dan Sampel
Populasi terjangkau penelitian adalah seluruh pasien hernia nucleus pulposus lumbal yang
dirawat di RSPAU Dr. S Hardjolukito pada Januari 2018 – Juni 2018.
Kriteria inklusi adalah (1) pasien HNP Lumbal yang ditegakkan dengan MRI dan
dilakukan tindakan intervensi percutaneous epidural neuroplasty. Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini adalah (1) tidak dilakukan tindakan percutaneous epidural neuroplasty.
c. Besar Sampel
Pada penelitian ini sampel yang diambil selama periode waktu 1 januari-31 Juni 2018
pada pasien hernia nucleus pulposus lumbal yang dirawat di RSPAU Dr. S. Hardjolukito
Yogyakarta sebanyak 76 sampel
d. Analisis Statistik
Pengolahan data diawali dengan pengumpulan sampel secara consecutive sampling. Data
diambil dari rekam medis pasien hnp lumbal yang menjalani prosedur PEN yang masuk
pada 1 Januari 2018 sampai 31 Juni 2018, kemudian data yang diperoleh disimpan dan
dipergunakan dalam perhitungan statistik, kemudian dilakukan analisis data. Analisis data
dan perhitungan statistik dilakukan menggunakan program komputer SPSS.
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan yaitu secara deskriptif
dan analitik. Deskriptif sebagai tahapan pertama digunakan untuk mengetahui karakteristik
subjek seperti umur, jenis kelamin, dan Body Mass Index yang dimiliki subjek. Analisis
statistik untuk menilai perbandingan luaran klinis HNP lumbal sebelum dan sesudah tindakan
PEN.

HASIL

Penelitian ini dilakukan di RSPAU Dr. S Hardjolukito dengan mengikuti perjalanan


penyakit pasien dengan menilai nyeri menggunakan Visual Analog Scale (VAS) dan nyeri
neuropatik dengan ID Pain. Didapatkan 76 sample yang terdiri dari 37 sampel laki – laki dan
39 sampel perempuan. Usia rata – rata 58 (+ 9,01) tahun. Terdapat 34 sampel merupakan
penderita DM tipe 2 dan 42 sisanya bukan penderita DM tipe 2 (Tabel 1).
Tabel 1. Data demografis dari 76 pasien yang mendapatkan intervensi PEN

KATEGORI JUMLAH ( n ) PERSEN ( % )


30 - 49 10 13,1
USIA ( tahun ) 50 - 69 58 76,3
> 70 8 10,5
LAKI - LAKI 37 48,6
JENIS KELAMIN
PEREMPUAN 39 51,3
Ya 34 44,7
Diabetes Mellitus
Tidak 42 55,2
BODY MASS
INDEX NORMAL 28 36,8
( BMI ) OVERWEIGHT 48 63,1

Nyeri pada punggung bawah dinilai berdasarkan Visual Analog Scale (VAS). Rerata
nilai nyeri sebelum dilakukan tindakan PEN adalah 7,44 dengan standard deviasi 1,21 dan
nilai VAS menunjukkan perbaikan yang signifikan setelah dilakukan tindakan PEN yaitu
dengan rerata nilai nyeri 2,18 dan standard deviasi 0,814 dengan nilai p<0.001 (Tabel 2).
Nyeri neuropatik pada pasien dinilai dengan skor ID Pain. Dibandingkan sebelum tindakan
dan sesudah tindakan didapatkan rerata nilai ID pain yang didapatkan berkurang secara
signifikan post tindakan dengan rerata ID Pain sebelum tindakan PEN yaitu 2,61 dengan
standar deviasi 0,811 dan rerata ID Pain sesudah tindakan PEN sebesar 0,91 dengan standar
deviasi 1,1 dengan nilai p<0.001 (Tabel 3).
Tabel 2. Perubahan nilai VAS pada 76 pasien dengan intervensi PEN

Follow Up Mean VAS P


Before PEN 7,44 1,21 <0.001
After PEN 2,18 0,814 <0.001

Tabel 3. Perubahan nilai ID Pain pada 76 pasien dengan intervensi PEN

Follow Up Mean ID Pain P


Before PEN 2,61 0,811 <0.001
After PEN 0,91 1,1 <0.001

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, didapatkan 76 penderita herniasi diskus lumbal yang dirawat di
RSPAU dr. S Hardjolukito Yogyakarta pada periode 1 Januari - 31 Juni 2018 dan telah
dilakukan tindakan Percutaneus Epidural Neuroplasty di regio lumbal yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Subjek penelitian ini lebih banyak perempuan sebesar 39 orang
(51,3%) dibandingkan dengan laki-laki yaitu sebanyak 37 orang (48,6%). Rerata usia pada
penelitian ini adalah 58 (+ 9,01) tahun.
Tindakan percutaneus epidural neuroplasty sebagai salah satu pilihan dalam
pengobatan herniasi diskus lumbalis mengakibatkan pengurangan yang signifikan pada nyeri
punggung bawah maupun nyeri pada tungkai, yang dapat terlihat langsung pada hari pertama
setelah prosedur, dan dapat bertahan hingga lebih dari satu bulan setelah prosedural. Nyeri
yang dinilai menggunakan Visual Analog Scale (VAS) dan nyeri neuropatik pada pasien
herniasi diskus pulposus regio lumbal yang dinilai menggunakan ID Pain juga menunjukan
hasil yang signifikan setelah dilakukan prosedur PEN dibandingkan dengan sebelum
dilakukan tindakan.
Nyeri radikular pada regio lumbal adalah kondisi yang umum dan patogenesis yang
tepat dari rasa sakit ini tidak jelas, namun umumnya dianggap karena kombinasi kompresi
dan respons dari beberapa jenis inflamasi. Lebih jauh lagi, pembuluh darah akar saraf
terkompresi menunjukkan peningkatan permeabilitas, yang menyebabkan edema akar
sekunder. Edema kronis dan fibrosis di dalam akar saraf dapat menyebabkan ambang respon
dan meningkatkan sensitivitas terhadap nyeri . Lumbal epidural neuroplasty adalah terapi
minimal invasif dan aman yang melibatkan penempatan kateter secara langsung pada diskus
hernia atau jaringan parut yang membahayakan akar saraf (1).
Seperti disebutkan di atas, reaksi inflamasi tampaknya memainkan peran penting
dalam mekanisme timbulnya nyeri radikular, dan dasar pemikiran yang mendasari pemberian
kortikosteroid epidural yaitu respons anti inflamasi yang diinduksi oleh penghambatan
kaskade asam arakidonat yang dipicu fosfolipase A2. Suntikan interlaminar dan
transforaminal adalah metode yang umum untuk mengantarkan kortikosteroid ke ruang
epidural. Untuk meningkatkan kegunaan kortikosteroid epidural, rute transforaminal
direkomendasikan untuk menyimpan obat di dekat akar saraf di ruang epidural anterior,
berhadapan dengan lokasi herniasi diskus atau stenosis foraminal dan pada akar saraf yang
mengalami inflamasi. Namun, beberapa kasus kecacatan neurologis berat dan bahkan infark
serebral fatal telah dilaporkan setelah injeksi steroid epidural transforaminal (13).
Meskipun demikian, sebuah studi kohort retrospektif yang dilakukan oleh Botwin
dkk (14) menyimpulkan bahwa suntikan interlaminar epidural lumbal yang dilakukan
dengan arahan fluoroscopi aman pada pasien dengan nyeri radikuler lumbal, berdasarkan
pada rendahnya insiden komplikasi yang diamati dan tidak adanya komplikasi utama dalam
penelitian mereka. Selanjutnya, dikatakan bahwa ketika injeksi steroid epidural interlaminar
lumbal dilakukan dengan benar pada pasien kooperatif dengan menggunakan media
fluoroscopy dan kontras, insiden komplikasi rendah. Dalam penelitian ini, tidak ada
komplikasi serius yang dihadapi. Namun demikian, untuk memastikan keamanan neuroplasti
epidural dan untuk memaksimalkan manfaat terapeutiknya, panduan fluoroskopi dan
perhatian besar diperlukan (13).
Nyeri radikuler lumbal akibat kompresi akar syaraf akibat spondylosis atau herniasi
diskus lumbal adalah penyebab umum nyeri pungggung bawah dan tungkai, dan memiliki
dampak yang cukup besar terhadap status kesehatan dan fungsional keseluruhan seseorang
(1). Hampir 5% orang dewasa yang bermasalah secara substansial, menjadi tidak aktif karena
sakit punggung bawah selama periode 6- bulan (13).
KESIMPULAN

Dalam penelitian ini, nilai VAS menurun dari rata-rata nilai pra-prosedural
7,441,21 dan didapatkan penurunan rerata nilai VAS post prosedural yaitu 2,180,814
dengan nilai P<0,001. Begitu juga dengan ID pain yang didapatkan berkurang secara
signifikan post tindakan dengan rerata ID Pain sebelum tindakan PEN yaitu 2,610,811 dan
rerata ID Pain sesudah tindakan PEN sebesar 0,911,1 dengan nilai p<0,001. Dengan
demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa percutaneous epidural neuroplasty dapat secara
signifikan menurunkan skala nyeri pada follow up jangka pendek.
Sebagai kesimpulan, evaluasi kami terhadap luaran klinis dari tindakan Percutaneus
Epidural Neuroplasty untuk herniasi diskus lumbal, tindakan ini adalah prosedur yang efektif
dan aman. Dalam kasus dimana fungsi neurologis normal, kami merekomendasikan tindakan
ini sebagai modalitas pengobatan tahap berikutnya dalam pengobatan herniasi diskus lumbal
yang refrakter terhadap pengobatan konservatif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Chang Hyun., Gyu Jul et a, The catheter tip potiton and effect of Percutaneus
Epidural Neuroplasty in patient with Lumbal Disc Disease, 6 moths follow up, Pain
Physician Journal, 2015.7.
2. Da ner SD, Hilibrand AS, Hanscom BS, Brislin BT, Vaccaro AR, Albert TJ. Impact
of neck and arm pain on overall health status. Spine (Phila Pa 1976) 2003; 28: 2030
3. Eung Jung Park, Sun Young Park. Clinical Outcomes of Epidural Neuroplasty for
Cervical Disc Herniation. The Korean Medical Science Journal, 2013; 28: 461-465
4. Meliala LM. Patofisiologi Nyeri Punggung Bawah dalam Nyeri Punggung Bawah.
Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf. 2003.
5. Hand L. Low Back Pain Top Cause of Disability Worldwide, Medscape Medical
News [serial online]. Mar 24 2014; Accessed Apr 9 2014. Available at
http://www.medscape.com/viewarticle/822492
6. Mardjono M, Sidharta, 2000. Neurologi Klinis Dasar, cetakan ke-8, PT Dian Rakyat,
Jakarta
7. Meliala LM. Terapi Rasional Nyeri Tinjauan Khusus Nyeri Neuropatik. Aditya
Media. Yogyakarta. 2004
8. Lindsay KW, Bone I, Fuller G, Callander R. Neurology and Neurosurgery Illustrated
Fifth Edition. Churchill Livingstone Elsevier. USA. 2010.
9. Sadeli HA & Tjahjono B. Nyeri Neuropatik. Medikagama Press. Yogyakarta. 2008.
10. Duus P. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala Edisi II. EGC.
Jakarta.1996.
11. John D Chills et al. Responsiveness of the Numeric Pain Rating Scale in Patients with
Low Back Pain.2005. SPINE Volume 30, Number 11, pp 1331–1334.
12. Van Zundert J, Huntoon M, Patijn J, Lataster A, Mekhail N, van Kleef M; Pain
Practice. 4. cervical radicular pain. Pain Pract 2010; 10: 1-17. 

13. Talu GK, Erdine S. Complications of epidural neuroplasty: a retrospec- tive
evaluation. Neuromodulation 2003; 6: 237-47.
14. Botwin KP, Castellanos R, Rao S, Hanna AF, Torres-Ramos FM, Gruber RD,
Bouchlas CG, Fuoco GS. Complications of uoroscopically guided interlaminar
cervical epidural injections. Arch Phys Med Rehabil 2003; 84: 627-33.
15. Portenoy R for the ID Pain Steering Committee 2006. Development and testing of a
neuropathic pain screening questionnaire: ID Pain. Current Medical Research and
Opinions, 22(6), 1555 – 1565

You might also like