Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
otitis eksterna maka pada blok XVI “Sistem Sensoris dan Integumentum”
dilakukan kegiatan Tugas Pengenalan Profesi dengan tema “Identifikasi Penyakit
Telinga Luar (OE) di Poli THT RSMP” untuk membahas hal tersebut dan melihat
penerapannya pada kasus klinis.
2
2. Untuk staf pengajar & profesi khususnya bidang kesehatan
a. Dapat menambah ilmu pengetahuan tentang penyakit otitis eksterna.
b. Dapat dijadikan sebagai literatur pembandingan prevalensi penyakit otitis
eksterna yang ada di Rumah Sakit lain.
c. Dapat menambah wawasan akan epidemiologi penyakit otitis eksterna,
khususnya angka kejadian tingkat lokal seperti di RSMP.
3. Untuk masyarakat
a. Dapat menambah wawasan terhadap penyakit otitis eksterna.
b. Dapat melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit otitis eksterna.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
4
Daun telinga terletak di kedua sisi kepala, merupakan lipatan kulit dengan
dasarnya terdiri dari tulang rawan yang juga ikut membentuk liang telinga bagian
luar. Hanya cuping telinga atau lobulus yang tidak mempunyai tulang rawan, tetapi
terdiri dari jaringan lemak dan jaringan fibrosa. Bentuk dari kulit, tulang rawan dan
otot pada suatu keadaan tertentu dapat menentukan bentuk dan ukuran dari
orifisium liang telinga bagian luar, serta menentukan sampai sejauh mana serumen
akan tertahan dalam liang telinga, disamping itu mencegah air masuk kedalam liang
telinga (Suardana, W. dkk. 2002).
Liang telinga mempunyai bagian tulang (di dua pertiga bagian dalam) dan
tulang rawan (di sepertiga bagian luar). Membran timpani memisahkan telinga luar
dan telinga tengah. Telinga luar berfungsi mengumpulkan dan menghantar
gelombang bunyi ke struktur-struktur telinga tengah. Liang telinga luar yang sering
disebut meatus, panjang kira-kira 2,5 cm, membentang dari konka telinga sampai
membran timpani. Bagian tulang rawan liang telinga luar sedikit mengarah ke atas
dan ke belakang dan bagian sedikit ke bawah dan ke depan sehingga berbentuk
huruf “S“, sehingga penarikan daun telinga ke arah belakang atas luar, akan
membuat liang telinga cenderung lurus dan memungkinkan terlihatnya membran
timpani pada kebanyakan liang telinga (Suardana, W. dkk. 2002).
Bagian yang tersempit dari liang telinga adalah dekat perbatasan tulang dan
tulang rawan. Hanya sepertiga bagian luar atau bagian kartilaginosa dari liang
telinga dapat bergerak dan mengandung folikel rambut yang banyaknya bervarasi
antar individu namun ikut membantu menciptakan suatu sawar dalam liang telinga.
Bersama dengan lapisan luar membrana timpani, liang telinga membentuk suatu
kantung berlapis epitel yang bersifat lembab, sehingga daerah ini menjadi rentan
infeksi pada keadaan tertentu (Suardana, W. dkk. 2002).
Anatomi liang telinga bagian tulang sangat unik karena merupakan satu-
satunya tempat dalam tubuh dimana kulit langsung terletak di atas tulang tanpa
adanya jaringan subkutan (jaringan longgar). Dengan demikian daerah ini sangat
peka, dan tiap pembengkakan akan sangat nyeri karena tidak terdapat ruang untuk
ekspansi. Karena keunikan anatomi aurikula serta konfigurasi liang telinga yang
melengkung atau seperti spiral, maka telinga luar mampu melindungi membrana
timpani dari trauma, benda asing dan efek termal (Suardana, W. dkk. 2002).
5
2.2 Definisi Otitis Eksterna
Otitis eksterna adalah radang merata kulit liang telinga yang disebabkan
oleh kuman maupun jamur (otomikosis) dengan tanda-tanda khas yaitu rasa tidak
enak di liang telinga, deskuamasi, sekret di liang telinga dan kecenderungan untuk
kambuhan (Suardana, W. dkk. 2002). Otitis eksterna difus dikenal dengan
swimmer ear (telinga perenang) atau telinga cuaca panas (hot weather ear) adalah
infeksi pada 2/3 dalam liang telinga akibat infeksi bakteri yang menyebabkan
pembengkakan stratum korneum kulit sehingga menyumbat saluran folikel
(Soepardie EA. dkk. 2008).
2.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi Otitis Eksterna
Otitis eksterna terutama disebabkan oleh infeksi bakteri, yaitu staphylococcus
aureus, staphylococcus albus, dan escherichia coli. Penyakit ini dapat juga
disebabkan oleh jamur (10% otitis eksterna disebabkan oleh jamur terutama jamur
pityrosporum dan aspergilosis), alergi, dan virus (misalnya, virus Varisela zoster).
Otitis eksterna dapat juga disebabkan oleh penyebaran luas dari proses
dermatologis yang bersifat non infeksi (Sosialisman, A & Helmi. 2007).
6
c. Trauma mekanik seperti trauma lokal dan ringan pada epitel liang telinga luar
(meatus akustikus eksterna), misalnya setelah mengorek telinga menggunakan
lidi kapas atau benda lainnya.
d. Berenang dan terpapar air. Perubahan warna kulit liang telinga dapat terjadi
setelah terkena air. Hal ini disebabkan adanya bentuk lekukan pada liang telinga
sehingga menjadi media yang bagus buat pertumbuhan bakteri. Otitis eksterna
sering disebut sebagai swimmer's ear.
e. Benda asing yang menyebabkan sumbatan liang telinga, misalnya manik-manik,
biji-bijian, serangga, dan tertinggal kapas.
f. Bahan iritan (misalnya hair spray dan cat rambut).
g. Alergi misalnya alergi obat (antibiotik topikal dan antihistamin) dan metal
(nikel).
h. Penyakit psoriasis.
i. Penyakit eksim atau dermatitis pada kulit kepala.
j. Penyakit diabetes. Otitis eksterna sirkumskripta sering timbul pada pasien
diabetes.
k. Penyumbat telinga dan alat bantu dengar. Terutama jika alat tersebut tidak
dibersihkan dengan baik (Adam GL, 2009).
7
Keadaan diatas dapat menimbulkan timbunan air yang masuk ke dalam
liang telinga ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah, lembab, hangat, dan
gelap pada liang telinga merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan
jamur (Kartika, H. 2008).
Adanya faktor predisposisi otitis eksterna dapat menyebabkan berkurangnya
lapisan protektif yang menimbulkan edema epitel skuamosa. Keadaan ini
menimbulkan trauma lokal yang memudahkan bakteri masuk melalui kulit, terjadi
inflamasi dan cairan eksudat. Rasa gatal memicu terjadinya iritasi, berikutnya
infeksi lalu terjadi pembengkakan dan akhirnya menimbulkan rasa nyeri (Kartika,
H. 2008).
Proses infeksi menyebabkan peningkatan suhu lalu menimbulkan perubahan
rasa nyaman dalam telinga. Selain itu, proses infeksi akan mengeluarkan
cairan/nanah yang bisa menumpuk dalam liang telinga (meatus akustikus eksterna)
sehingga hantaran suara akan terhalang dan terjadilah penurunan pendengaran
(Kartika, H. 2008).
Bakteri patogen yang sering menyebabkan otitis eksterna yaitu
Pseudomonas (41%), Streptokokus (22%), Stafilokokus aureus (15%) dan
Bakteroides (11%). Infeksi pada liang telinga luar dapat menyebar ke pinna,
periaurikuler dan tulang temporal.
Otalgia pada otitis eksterna disebabkan:
a. Kulit liang telinga luar beralaskan periostium & perikondrium bukan
bantalan jaringan lemak sehingga memudahkan cedera atau trauma.
Selain itu, edema dermis akan menekan serabut saraf yang
mengakibatkan rasa sakit yang hebat.
b. Kulit dan tulang rawan pada 1/3 luar liang telinga luar bersambung
dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan sedikit saja
pada daun telinga akan dihantarkan ke kulit dan tulang rawan liang
telinga luar sehingga mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada penderita
otitis eksterna.
(Kartika, H. 2008)
2.5 Klasifikasi Otitis Eksterna
2.5.1 Penyebab tidak diketahui:
8
a. Malfungsi kulit: dermatitis seboroita, hiperseruminosis, asteotosis.
b. Eksema infantil: intertigo, dermatitis infantil.
c. Otitis eksterna membranosa.
d. Meningitis kronik idiopatik.
e. Lupus erimatosus, psoriasis.
2.5.2 Penyebab infeksi
a. Bakteri gram (+): furunkulosis, impetigo, pioderma, ektima, sellulitis,
erisipelas.
b. Bakteri gram (-): Otitis eksterna diffusa, otitis eksterna bullosa, otitis
eksterna granulosa, perikondritis.
c. Bakteri tahan asam: mikrobakterium TBC.
d. Jamur dan ragi (otomikosis): saprofit atau patogen.
e. Meningitis bullosa, herpes simplek, herpes zoster, moluskum
kontangiosum, variola dan varicella.
f. Protozoa
g. Parasit
2.5.3 Erupsi neurogenik: proritus simpek, neurodermatitis lokalisata/desiminata,
ekskoriasi, neurogenik.
2.5.4 Dermatitis alergika, dermatitis kontakta (venenat), dermatis atopik, erupsi
karena obat, dermatitis eksamatoid infeksiosa, alergi fisik.
2.5.5 Lesi traumatika: kontusio dan laserasi, insisi bedah, hemorhagi (hematom
vesikel dan bulla), trauma (terbakar, frosbite, radiasi dan kimiawi).
2.5.6 Perubahan senilitas.
2.5.7 Deskrasia vitamin.
2.5.8 Diskrasia endokrin.
(Abdullah, F. 2003)
9
Iritan
Alergi
Bakteri, fungal
Iklim dan lingkungan
Keadaan Umum Kulit Dermatitis Seboroika
Dermatitis Alergi
Dermatitis Atopik
Psoriasis
Invasif
(granula/Nekrotizing Maligna)
lainnya (Keratosis Obturan)
(Abdullah, F. 2003)
10
c. Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu
rasa sakit yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada kebanyakan
penderita rasa gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak merupakan tanda
permulaan peradangan suatu otitis eksterna akuta. Pada otitis eksterna kronik
merupakan keluhan utama.
d. Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis eksterna
akut. Edema kulit liang telinga, sekret yang sorous atau purulen, penebalan kulit
yang progresif pada otitis eksterna yang lama, sering menyumbat lumen kanalis
dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif. Keratin yang deskuamasi, rambut,
serumen, debris, dan obat-obatan yang digunakan kedalam telinga bisa menutup
lumen yang mengakibatkan peredaman hantaran suara (Abdullah, F. 2003).
Selain itu, pada otitis eksterna didapatkan hasil pada pemeriksaan fisik, yaitu:
Kulit MAE edema, hiperemi merata sampai ke membran timpani dengan liang
MAE penuh dengan sekret. Jika edema hebat, membran timpani dapat tidak
tampak.
Pada folikulitis akan didpatkan edema, hiperemi pada pars kartilagenous MAE.
Nyeri tragus (+)
Adenopati reguler dan terkadang didapatkan nyeri tekan.
11
Bau busuk dari sekret tidak terjadi. Otitis eksterna diffusa dapat dibagi atas 3
stadium yaitu:
1. “Pre Inflammatory“
2. Peradangan akut (ringan/ sedang/ berat)
3. Radang kronik
(Abdullah, F. 2003)
12
2.6.3 Otomikosis
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi
di daerah tersebut. Yang tersering ialah jamur Aspergilus. Kadang-kadang
ditemukan juga Candida albicans atau jamur lain. Gejalanya biasanya berupa
rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga, tetapi sering pula tanpa keluhan
(Soepardie EA, dkk. 2008).
13
terkena. Setelah dilumuri obat, tampon kasa disisipkan perlahan-lahan
dengan menggunakan forsep aligator. Penderita harus meneteskan obat
tetes telinga pada kapas tersebut satu hingga dua kali sehari. Dalam 48
jam tampon akan jatuh dari liang telinga karena lumen sudah bertambah
besar. Polimiksin B dan colistemethate merupakan antibiotik yang paling
efektif terhadap Pseudomonas dan harus menggunakan vehiculum
hidroskopik seperti glikol propilen yang telah diasamkan bahan kimia
lain, seperti gentian violet 2% dan perak nitrat 5% bersifat bakterisid
dan bisa diberikan langsung ke kulit liang telinga. Setelah reaksi
peradangan berkurang, dapat ditambahkan alcohol 70% untuk membuat
liang telinga bersih dan kering. Terapi sistemik hanya dipertimbangkan
pada kasus berat dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kepekaan
bakteri terlebih dahulu. Antibiotik sistemik khususnya diperlukan jika
dicurigai adanya perikondritis atau kondritis pada tulang rawan telinga
(Soepardie EA, dkk. 2008).
14
2.8.3 Otomikosis
Pengobatannya ialah dengan membersihkan liang telinga. Larutan
asam asetat 2-5% dalam alkohol yang diteteskan ke liang telinga biasanya
dapat menyembuhkan. Kadang-kadang diperlukan juga obat anti-jamur
(sebagai salep) yang diberikan secara topical (Soepardie EA, dkk. 2008).
Pasien harus diingatkan mengenai kemungkinan kekambuhan yang
mungkin terjadi pada pasien, terutama setelah berenang. Untuk
menghindarinya pasien harus menjaga agar telinganya selalu kering,
dengan cara menggunakan alkohol encer secara rutin tiga kali seminggu.
Pasien juga harus diingatkan agar tidak menggaruk/membersihkan telinga
dengan cotton bud terlalu sering (Soepardie EA, dkk. 2008).
15
BAB III
METODE PELAKSANAAN
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tugas Pengenalan Profesi ini dilakukan penulis pada hari kamis, 31
Desember 2015 di RS Muhammadiyah dengan judul Identifikasi Penyakit Telinga
Luar (OE) di Poli THT RSMP. Kegiatan ini dilakukan tepatnya pukul 10.00 WIB
sampai pukul 12.00 WIB .
Pada pelaksanaan kegiatan TPP, ada keterbatasan waktu dalam pelaksanaan
Tugas Pengenalan Profesi membuat penulis hanya mendapatkan satu pasien yang
memeriksakan diri saat itu. Di RSMP kami mendapat bimbingan langsung dari
dokter yang bertugas di poli THT yaitu dr. Sofyan Effendi, Sp. THT. Atas
bimbingan tersebut, penulis melakukan wawancara (anamnesis) berdasarkan
checklist kepada pasien otitis eksterna, Nn. L dan didapatkan hasil sebagai berikut:
Identitas Pasien
Nama Pasien : Nn. L
Umur : 10 tahun
Pekerjaan : Siswi
Alamat : Jln. Lumpur Laut, 11 Ulu
No. Pertanyaan Jawaban
17
3. Faktor prdisposisi :
Trauma (mengorek telinga) Berenang dan terpapar air
Berenang dan terpapar air .
Benda penyumbat liang telinga (biji-
bijian, manik, kapas, serangga)
Bahan iritan (cat rambut, dsb)
Alergi obat dan metal
Penyakit diabetes
Alat bantu dengar
4. Gejala
a. Rasa sakit pada telinga Rasa sakit pada telinga saat
Saat ditarik ditarik dan ditekan pada
Mengunyah makanan tragus. Pendengaran berkurang
Ditekan (pada tragus) dan bengkak di atas daun
b. Rasa penuh pada telinga telinga.
c. Gatal pada telinga
d. Pendengaran berkurang
e. Kulit telinga kemerahan
f. Bengkak pada telinga
g. Liang telinga menyempit
h. Keluar sekret dari telinga
(bening/encer/kehijauan)
18
hilang (sembuh).
6. Komplikasi
Perikondritis Tidak ada komplikasi
Selulitis
Dermatitis aurikularis
Berdasarkan keterangan dr. Sofyan Effendi, Sp. THT, penyakit infeksi telinga
(otitis) yang paling banyak didapati di RS Muhammadiyah Palembang adalah otitis
eksterna dan otitis media.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap pasien yang mengalami otitis ekstera
(Nn. L), didapati bahwa dirinya datang dengan keluhan utama yaitu mengalami
nyeri di telinga kiri. Keluhan tersebut dialaminya sejak 5 hari yang lalu sebelum
datang ke poli klinik THT RS Muhammadiyah Palembang. Nyeri yang dikeluhkan
tersebut terasa statis (dari awal keluhan hingga pergi ke dokter terasa sama).
Pasien mengaku bahwa sebelum merasakan keluhan berupa nyeri di telinga
kiri, ia tidak mengalami demam hingga datang ke dokter. Selain itu, pasien juga
mengeluhkan adanya penurunan fungsi pendengaran namun tidak merasa adanya
rasa penuh di telinganya.
Dari hasil wawancara (anamnesis) yang kami lakukan terhadap pasien, dr.
Sofyan Effendi, Sp. THT kemudian mengambil tindakan pemeriksaan fisik
(telinga) untuk membantu diagnosis terhadap kemungkinan penyakit yang dialami
Nn. L. Diaskopi pun dilakukan dan didapatkan bahwa pada telinga pasien terdapat
serumen yang kemungkinan menjadi penyebab penurunan fungsi pendengaran pada
pasien ini. Ketika dilihat pada liang telinga pasien masih menunjukan keadaan
inflamasi dengan adanya kemerahan (rubor) pada kulit liang pasien.
Berdasarkan hasil wawancara, sebelum mengalami keluhan utama tersebut
pasien berenang di ilir sungai dekat rumahnya. Malam hari setelah berenang, pasien
mengeluhkan hal tersebut diatas. Dari pemeriksaan fisik juga didapatkan tanda
inflamasi pada bagian liang telinga pasien, hal ini sudah cukup untuk mendiagnosis
bahwa pasien mengalami otitis eksterna.
Pasien ditatalaksana secara medikamentosa dan non-medikamentosa. Terapi
medikamentosa pada pasien berupa antibiotik, analgetik, dan obat tetes telinga.
19
Setelah itu pasien diminta dokter untuk kontrol kembali setelah 1 minggu kemudian.
Terapi non-medikamentosa pada pasien berupa edukasi untuk menjaga agar telinga
tetap kering selama proses penyebuhan.
4.2 Pembahasan
Nn. L datang dengan keluhan nyeri pada telinga kiri dan merasa sakit ketika
ditarik bagian cuping telinganya. Ketika di wawancarai pasien memiliki riwayat
sering berenang di sungai, pasien juga mengaku jarang menjaga kebersihan
telinganya. Hal ini sesuai dengan landasan teori yang mengungkapkan bahwa
berenan dan terpaparnya air dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya otitis
eksterna. Dari riwayat tersebut dapat dimungkinkan etiologi infeksi pada pasien
yaitu staphylococcus aureus yang dapat timbul dan menginvasi akibat lembabnya
liang telinga (Adam GL, 2009).
Setelah dianamnesis secara mendalam, pasien mengaku bahwa dirinya
mengalami nyeri tekan tragus. Hal tersebut sesuai dengan landasan teori otitis
eksterna dan sering didahului oleh terjadinya rasa sakit dan nyeri tekan daun
telinga (Soepardie EA, dkk. 2008). Nn L juga mengalami penurunan pendengaran
sejak 5 hari sebelum datang ke RSMP hal ini sesuai dengan teori pada proses
infeksi akan mengeluarkan cairan/nanah yang bisa menumpuk dalam liang telinga
(meatus akustikus eksterna) sehingga hantaran suara akan terhalang dan terjadilah
penurunan pendengaran (Abdullah, F. 2003).
Pada pemeriksaan otoskopi yang dilakukan oleh dr. Sofyan Effendi, Sp.
THT pada Meatus Akustikus Eksternus Nn. L ditemukan serumen, dimana hal ini
sesuai dengan teori secara alami, sel-sel kulit yang mati, termasuk serumen, akan
dibersihkan dan dikeluarkan dari gendang telinga melalui liang telinga. Pada OE
mekanisme pembersihan tersebut terganggu sehingga sel-sel kulit mati dan serumen
akan menumpuk di sekitar gendang telinga. Masalah ini juga diperberat oleh
adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang telinga.
Pada inspeksi ditemukan tanda adanya kemerahan (rubor) pada kulit telinga
pasien yang menunkukan peradangan dan terdapat rasa nyeri hal ini dikarenakan
adanya faktor predisposisi otitis eksterna dapat menyebabkan berkurangnya lapisan
protektif yang menimbulkan edema epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan
20
trauma lokal yang memudahkan bakteri masuk melalui kulit, terjadi inflamasi dan
cairan eksudat. Rasa gatal memicu terjadinya iritasi, berikutnya infeksi lalu terjadi
pembengkakan dan akhirnya menimbulkan rasa nyeri (Kartika, H. 2008).
Pasien ditatalaksana secara medikamentosa dan non-medikamentosa. Terapi
medikamentosa pada pasien berupa antibiotik, analgetik, dan obat tetes telinga.
Setelah itu pasien diminta dokter untuk kontrol kembali setelah 1 minggu
kemudian. Terapi non-medikamentosa pada pasien berupa edukasi untuk menjaga
agar telinga tetap kering selama proses penyebuhan hal ini sesuai landasan teori
bahwa tatalaksana ialah dengan membersihkan liang telinga dengan larutan asam
asetat 2-5% dalam alkohol yang diteteskan ke liang telinga biasanya dapat
menyembuhkan. Kadang-kadang diperlukan juga obat anti-jamur (sebagai salep)
yang diberikan secara topical. Pasien harus diingatkan mengenai kemungkinan
kekambuhan yang mungkin terjadi pada pasien, terutama setelah berenang. Untuk
menghindarinya pasien harus menjaga agar telinganya selalu kering, dengan cara
menggunakan alkohol encer secara rutin tiga kali seminggu. Pasien juga harus
diingatkan agar tidak menggaruk/membersihkan telinga dengan cotton bud terlalu
sering (Soepardie EA, dkk. 2008).
Setelah dilakukan anamnesis secara mendalam dan pemeriksaan fisik pada
pasien, tidak ditemukan adanya komplikasi yang timbul akibat otitis eksterna yang
dialaminya.
21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada kegiatan ini, penulis menarik beberapa kesimpulan. Berikut merupakan
simpulan yang disimpulkan penulis.
1. Etiologi dan faktor risiko tersering pada penyakit otitis eksterna di RSMP yaitu
Berenang dan terpapar air karena pada liang telinga terdapat lekukan sebagai
media yang bagus untuk pertumbuhan bakteri seperti staphylococcus aureus.
2. Manifestasi klinis yang didapat pada pasien (Nn. L) yaitu merasakan nyeri/sakit
di bagian telinga kiri 5 hari sebelum dibawa ke poli THT. Rasa sakit terjadi
ketika daun telinga ditarik dan ditekan pada tragus. Selain itu, saat inspeksi
didapatkan bengkak pada bagian atas daun telinga.
3. Penatalaksanaan yang diberikan dokter terhadap keluhan dan manifestasi klinis
pasien (Nn. L) yaitu berupa terapi medikamentosa (antibiotik, analgetik, dan
obat tetes telinga) dan non-medikamentosa berupa edukasi untuk menjaga liang
telinga agar tetap kering pada saat proses penyembuhan.
4. Pada pasien tidak ditemukan adanya komplikasi dari penyakit otitis eksterna
yang dialami.
5.2 Saran
Berikut merupakan saran dari penulis pada pelaksanaan Tugas Pengenalan
Profesi ini.
1. Untuk penulis
Maksimalkan sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman
khususnya segala hal yang berkaitan tentang Otitis Eksterna.
2. Untuk pasien/keluarga pasien
Berikan dukungan dan perhatian terhadap pasien terutama untuk menjaga
kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat yang diberikan dan untuk menjaga
telinga agar tetap kering selama proses penyembuhan. Pasien pun harus
meningkatkan kesadaran akan penyakit yang dialami agar tidak berulang dan
mengikuti anjuran dokter tentang saran dan terapi yang diberikan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, F. 2003. Uji Banding Klinis Pemakaian Larutan Burruwi Saring dengan
Salep Ichthyol (Ichthammol) pada Otitis Eksterna Akut. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. p47-49
Adam GL, Boies LR, Higler PA; Wijaya C: alih bahasa; Effendi H, Santoso K: editor.
Penyakit telinga luar dalam Buku Ajar Ilmu Panyakit THT. Edisi 6. Jakarta:
EGC. 2009.78-84.
Ardan, Juliarti, Satwika, et al. 2008, Sinopsis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok.
Ballenger, JJ. Otitis Eksterna Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher.
Jilid 2. Edisi 16. Bina Rupa Aksara. Jakarta. 2001. Hal 236-238
Carr, MM. 2000. Otitis Eksterna. Available from : http://www.
icarus.med.utoronto.ea/carr/manual/otitisexterna. html. [diakses pada 13
Desember 2015]
Kartika, Henny. 2008. Otitis Eksterna. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. p19-23
Kotton, C. 2004. Otitis Eksterna. Available from: http:sav-ondrugs.
com/shop/templates/encyclopedia/ ENCY/ artcle/000622. asp. [Diakses
pada 13 Desember 2015]
Nussenbaum Brian, 2009. FACS. External Ear, Malignant External Otitis. Available
from http://emedicine.medscape.ac.id/article/845525-overview. [Diakses
pada 16 Desember 2015].
Oghalai, J. 2003. Otitis Eksterna. Di unduh dari: http://www.bcm.
tme.edu/oto/grand/101295.htm. [Diakses pada 16 Desember 2015].
Palandeng, R. Otitis eksterna di Poliklinik THT-KL RSU Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado: Universitas Sam Ratulangi; 2012.
Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. 2008. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: FK UI.
Sosialisman, Alfian F.Hafil, & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-6. dr. H.
23
Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT, dkk (editor). Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. Hal : 58-59.
Suardana, W. dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorok RSUP Denpasar. Lab/UPF Telinga Hidung dan Tenggorok FK
Unud. Denpasar. 2002.
Waitzman, A. Otitis Eksterna. Chief Editor: Arlen D Meyers, MD, MBA. Updated: Jan
22, 2013, http://emedicine.medscape.ac.id/article/994550-overview.
[Diakses pada 15 Desember 2015]
24
LAMPIRAN 1. FOTO HASIL TUGAS PENGENALAN PROFESI
Gambar 1. Pemeriksaan Fisik (telinga) pasien oleh dr. Sofyan Effendi, Sp. THT
25
Gambar 3. Resep obat yang diberikan kepada pasien
Gambar 4. Foto anggota kelompok tutorial 6 bersama dr. Sofyan Effendi, Sp. THT
26
LAMPIRAN 2. CHEKLIST DAN DAFTAR WAWANCARA
TUGAS PENGENALAN PROFESI PENDERITA OTITIS
EKSTERNA DI POLI THT RS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
Identitas Pasien
Nama Pasien : Lisa Rahayu
Umur : 10 tahun
Pekerjaan : Siswi
Alamat : Jln. Lumpur Laut, 11 Ulu
3. Faktor predisposisi :
Trauma (mengorek telinga) Berenang dan terpapar air
Berenang dan terpapar air .
Benda penyumbat liang telinga (biji-
bijian, manik, kapas, serangga)
Bahan iritan (cat rambut, dsb)
27
Alergi obat dan metal
Penyakit diabetes
Alat bantu dengar
4. Gejala
i. Rasa sakit pada telinga Rasa sakit pada telinga saat
Saat ditarik ditarik dan ditekan pada
Mengunyah makanan tragus. Pendengaran berkurang
Ditekan (pada tragus) dan bengkak di atas daun
j. Rasa penuh pada telinga telinga.
k. Gatal pada telinga
l. Pendengaran berkurang
m. Kulit telinga kemerahan
n. Bengkak pada telinga
o. Liang telinga menyempit
p. Keluar sekret dari telinga
(bening/encer/kehijauan)
6. Komplikasi
Perikondritis Tidak ada komplikasi
Selulitis
Dermatitis aurikularis
28