You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN GANGGUAN ELIMINASI URIN

Disusun Oleh

RABIATUL ADAWIYAH AL MUNAWWARAH


NPM : 018.02.0855

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN AGKATAN XIV.A


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM
2019
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI GANGGUAN ELIMINASI URINE


Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme. Eliminasi urine
normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat bergantung pada
fungsi-fungsi organ eliminasi seperti ginjal, ureter, bladder, dan uretra. (A.Aziz, 2008 :
62).
B. ANATOMI SISTEM PERKEMIHAN
Sistem urin tersusun atas ginjal, ureter, vesica urinaria, dan urethra. Berfungsi
membantu terciptanya homeostasis dan pengeluaran sisa-sisa metabolisme. Ginjal selain
berfungsi sebagai alat ekskresi juga berperan menghasilkan hormon seperti: renin-
angiotensin, erythropoetin, dan mengubah provitamin D menjadi bentuk aktif (vit.D).
1. GINJAL
Ginjal adalah sepasang organ retroperitoneal yang integral dengan
homoestasis tubuh dalam mempertahankan keseimbangan cairan, termasuk
keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal mensekresi hormon dan enzim yang
membantu pengaturan produksi eritrosit, tekanan darah, serta metabolisme kalsium
dan fosfor. Ginjal mengatur cairan tubuh, asiditas, dan elektrolit sehingga
mempertahankan komposisi cairan yang normal. (Mary Baradero, 2008 : 1)
Ginjal juga menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk urine
sebagai zat sisa yang tidak diperlukan tubuh. Bagian ginjal terdiri atas nefron, yang
merupakan unit dari struktur ginjal yang berjumlah kurang lebih satu juta nefron.
Melalui nefron, urine disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal, kemudian disalurkan
melalui ureter ke kandung kemih. (A.Aziz, 2008 : 62).
Darah sampai ke setiap ginjal melalui arteri renalis yang merupakan
percabangan dari aorta abdominalis. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum.
Setiap ginjal berisi 1 juta nefron, yang merupakan unit fungsional ginjal kemudian
membentuk urine.
Darah masuk ke nefron melalui arteiola aferen. Sekelompok pembuluh darah
ini membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang merupakan tempat pertama filtrasi
darah dan pembentukan urine. Apabila dalam urine terdapat protein yang berukuran
besar (proteinuria), maka hal ini merupakan tanda adanya cedera pada glomelorus.
Normalnya glomelorus memfiltrasi sekitar 125 ml filtrat/menit.
Sekitar 99 % filtrat direabsorsi ke dalam plasma, dengan 1 % sisanya
diekskresikan sebagai urine. Dengan demikian ginjal memiliki peran dalam
pengaturan cairan dan eletrolit.
Ginjal juga sebagai penghasil hormon penting untuk memproduksi eritrisit,
pengatur tekanan darah dan mineralisasi mineral. Ginjal memproduksi eritropoietin,
sebuah hormon yang terutama dilepaskan dari sel glomerolus sebagai penanda
adanya hipoksia ( penurunan oksigen) eritrosit. Setelah dilepaskan dari ginjal, fungsi
eritropoesis ( produksi dan pematangan eritrosit ) dengan merubah sel induk tertentu
menjadi eritoblast. Klien yang mengalami perubahan kronis tidak dapat
memproduksi hormon ini sehingga klien tersebut rentan terserang anemia.
Renin adalah hormon lain yang diproduksi oleh ginjal berfungsi untuk
mengatur aliran darah pada saat terjadi iskemik ginjal ( penurunan suplai darah ).
Fungsi renin adalah sebagai enzim untuk mengubah angiotensinogen ( substansi
yang disentesa oleh hati ) menjadi angiotensin I. Kemudian angiotensi I bersikulasi
dalam pulmonal ( paru-paru ), angiotensin I diubah menjadi angiotensin II dan
angeotensin III. Angeotensin II menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan
menstimulasi pelepasan aldosteron dari korteks adrenal.
Aldesteron menyebabkan retensi air sehingga meningkatkan volume darah.
Angiotensin III mengeluarkan efek yang sama namun dengan derajat yang lebih
ringan. Efek gabungan dari keduanya adalah terjadinya peningkatan tekanan darah
arteri dan aliran darah ginjal (fundamental of nursing hal 1679 – 1681, 2001).

2. URETER

Ureter membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki kandung


kemih di dalam rongga panggul ( pelvis ) pada sambungan uretrovesikalis.
Dinding ureter dibentuk dari tiga lapisan jaringan. Lapisan dalam, merupakan
membran mukosa yang berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung
kemih. Lapisan tengah merupakan serabut polos yang mentranspor urine melalui
ureter dengan gerakan peristaltis yang distimulasi oleh distensi urine di kandung
kemih. Lapisan luar adalah jaringan penyambung fibrosa yang menyokong ureter.

Gerakan peristaltis menyebabkan urine masuk kedalam kandung kemih


dalam bentuk semburan. Ureter masuk dalam dinding posterior kandung kemih
dengan posisi miring. Pengaturan ini berfungsi mencegah refluks urine dari
kandung kemih ke dalam ureter selama proses berkemih ( mikturisi ) dengan
menekan ureter pada sambungan uretrovesikalis ( sambungan ureter dengan
kandung kemih ). (fundamental of nursing hal 1679 – 1681, 2001)

3. KANDUNG KEMIH

Merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atas
jaringan otot serta merupakan wadah tempat urine dan ekskresi. Vesica urinaria
dapat menampungan sekitar 600 ml walaupun pengeluaran urine normal 300 ml.
Trigonum ( suatu daerah segetiga yang halus pada permukaan bagian dalam
vesica urinaria ) merupakan dasar dari kandung kemih.

Sfingter uretra interna tersusun atas otot polos yang berbentuk seperti
cincin berfungsi sebagai pencegah urine keluar dari kandung kemih dan berada di
bawah kontrol volunter ( parasimpatis : disadari ) (fundamental of nursing hal
1679 – 1681, 2001).

4. URETRA

Urine keluar dari vesica urinaria melalui uretra dan keluar dari tubuh
melalui meatus uretra. Uretra pada wanita memiliki panjang 4 – 6,5 cm. Sfingter
uretra eksterna yang terletak sekitar setengah bagian bawah uretra memungkinkan
aliran volunter urine.

Panjang uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor predisposisi


mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke uretra dari daerah
perineum. Uretra pada ria merupakan saluran perkemihan dan jalan keluar sel
serta sekresi dari organ reproduksi dengan panjang 20 cm. (fundamental of
nursing hal 1679 – 1681, 2001).

C. PROSES PEMBENTUKAN URINE


Ginjal berperan dalam proses pembentukan urin yang terjadi melalui serangkaian proses,
yaitu: penyaringan, penyerapan kembali dan augmentasi.
1. Penyaringan (filtrasi)
Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang terjadi di
kapiler glomerulus. Sel-sel kapiler glomerulus yang berpori (podosit), tekanan
dan permeabilitas yang tinggi pada glomerulus mempermudah proses
penyaringan. Selain penyaringan, di glomelurus juga terjadi penyerapan kembali
sel-sel darah, keping darah, dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan kecil
yang terlarut di dalam plasma darah, seperti glukosa, asam amino, natrium,
kalium, klorida, bikarbonat dan urea dapat melewati saringan dan menjadi bagian
dari endapan. Hasil penyaringan di glomerulus disebut filtrat glomerolus atau urin
primer, mengandung asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam
lainnya.
2. Penyerapan kembali (reabsorbsi)
Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin pimer akan diserap
kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus kontortus distal
terjadi penambahan zat-zat sisa dan urea.
Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam amino
meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis.
Penyerapan air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal.
Substansi yang masih diperlukan seperti glukosa dan asam amino dikembalikan
ke darah. Zat amonia, obat-obatan seperti penisilin, kelebihan garam dan bahan
lain pada filtrat dikeluarkan bersama urin.
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder, zat-
zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-
zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya urea.
3. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai
terjadi di tubulus kontortus distal.Dari tubulus-tububulus ginjal, urin akan menuju
rongga ginjal, selanjutnya menuju kantong kemih melalui saluran ginjal. Jika
kantong kemih telah penuh terisi urin, dinding kantong kemih akan tertekan
sehingga timbul rasa ingin buang air kecil. Urin akan keluar melalui uretra.
Komposisi urin yang dikeluarkan melalui uretra adalah air, garam, urea dan sisa
substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan bau
pada urin.

D. PROSES BERKEMIH
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih).
Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi ±250 - 450 cc
(pada dewasa) dan 200 - 250 cc (pada anak-anak). (A.Aziz, 2008 : 63)
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat
menimbulkan rangsangan pada saraf-saraf di dinding vesika urinaria. Kemudian
rangsangan tersebut diteruskan melali medulla spinalis ke pusat pengontrol berkemih
yang terdapat di korterks serebral. Selanjutnya otak memberikan impuls/ragsangan
melalui medulla spinalis neuromotoris di daerah sakral, kemudian terjadi koneksi otot
detrusor dan relaksasi otot sphincter internal. (A.Aziz, 2008 : 63)
Urine dilepaskan dari vesika urinaria tetapi masih tertahan sphincter eksternal. Jika waktu
dan tempat memungkinkan akan menyebabkan relaksasi sphincter eksternal dan urine
kemungkinan dikeluarkan (berkemih). (A.Aziz, 2008 : 64)
 Ciri-ciri urine yang normal
Jumlahnya rata-rata 1-2 liter sehari, tetapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah
cairan yang dimasukan. Banyaknya bertambah pula bila terlampau banyak makan
makanan yang mengandung protein, sehingga tersedia cukup cairan yang melarutkan
ureanya. Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, tetapi adakalanya jonjot lendir
tipis tampak terapung di dalamnya, baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap
lakmus dengan PH rata-rata 6, berat jenis berkisar dari 1,010 sampai 1,025 (Pearce, 2009
: 305)
Komposisi urine normal:
- Air (96%)
- Larutan (4%)
a. Larutan organik : urea, ammonia, kreatin, dan asam urat.
b. Larutan anorganik : natrium (sodium), klorida, kalium (potassium), sulfat,
magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam yang paling banyak. (A.Aziz, 2008 :
306)
E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI URINE
a. Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output
urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang
keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan,
akibatnya output urine lebih banyak.
b. Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine
membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal dan
eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang
menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus
menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang dan
dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah
urine yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh
 Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra
 Infeksi
 Kehamilan
 Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
 Trauma sumsum tulang belakang
 Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
 Umur
 Penggunaan obat-obatan
F. PENYAKIT YANG MENIMBULKAN MASALAH ELIMINASI URINE
1. Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak
sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.
2. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter
eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.
3. Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam hari (nocturnal
enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
4. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
5. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
6. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500
ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.
7. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pielogram Intravena
Memvisoalisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan ureter, kandung
kemih dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat invasif. Klien perlu menerima injeksi
pewarna radiopaq secara intra vena.
2. Computerized Axial Tomography
Merupakan prosedur sinar X terkomputerisasi yang digunakan untuk memperoleh
gambaran terperinci mengenai struktur bidang tertentu dalam tubuh. Scaner
temografik adalah sebuah mesin besar yang berisi komputer khusus serta sistem
pendeteksi sinar X yang berfungsi secara simultan untuk memfoto struktur internal
berupa potongan lintang transfersal yang tipis.
3. Ultra Sonografi
Merupakan alat diagnostik yang noninvasif yang berharga dalam mengkaji gangguan
perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang suara yang tidak dapat didengar,
berfrekuensi tinggi, yang memantul dari struktur jaringan.
4. Prosedur Invasif
a. Sistoscopy
Sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak fleksibel tapi ukurannya
lebih besar sistoscpy diinsersi melalui uretra klien. Instrumen ini memiliki
selubung plastik atau karet. Sebuah obturator yang membuat skop tetap kaku
selama insersi. Sebuah teleskop untuk melihat kantung kemih dan uretra, dan
sebuah saluran untuk menginsersi kateter atau isntrumen bedah khusus.
b. Biopsi Ginjal
Menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal. Prosedur ini dilakukan dengan
mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk diperiksa dengan tekhnik
mikroskopik yang canggih. Prosedur ini dapat dilakukan dengan metode perkutan
(tertutup) atau pembedahan (terbuka).
c. Angiography (arteriogram)
Merupakan prosedur radiografi invasif yang mengefaluasi sistem arteri ginjal.
Digunakan untuk memeriksa arteri ginjal utama atau cabangnya untuk mendeteksi
adanya penyempitan atau okulasi dan untuk mengefaluasi adanya massa (cnth:
neoplasma atau kista)
5. Sitoure Terogram Pengosongan (volding cystoureterogram)
Pengisian kandung kemih dengan zat kontras melalui kateter. Diambil foto saluran
kemih bagian bawah sebelum, selama dan sesudah mengosongkan kandung kemih.
Kegunaannya untuk mencari adanya kelainan uretra (misal, stenosis) dan untuk
menentukan apakah terdapat refleks fesikoreta.
6. Arteriogram Ginjal
Memasukan kateter melalui arteri femonilis dan aorta abdominis sampai melalui
arteria renalis. Zat kontras disuntikan pada tempat ini, dan akan mengalir dalam arteri
renalis dan kedalam cabang-cabangnya.
Indikasi :
a. Melihat stenosis renalis yang menyebabkan kasus hiperrtensi
b. Mendapatkan gambaran pembuluh darah suatuneoplasma
c. Mendapatkan gambaran dan suplai dan pengaliran darah ke daerah korteks, untuk
pengetahuan pielonefritis kronik.
d. Menetapkan struktur suplai darah ginjal dari donor sebelum melakukan
tranplantasi ginjal.
7. Pemeriksaan Urine
Hal yang dikaji adalah warna,kejernihan, dan bau urine. Untuk melihat
kejanggalan dilakukan pemeriksaan protein, glukosa, dll.
8. Tes Darah
Hal yang di kaji BUN,bersih kreatinin, nitrogen non protein, sistoskopi, intravenus,
Pathway pyelogram. (fundamental of nursing hal 1700 - 1704,2001)

Penuaan Sel Prostat Degenerative


H.

I.

Sel matiJ. berkurang Ketidakseimbangan hormone


K.
testosterone dan esterogen

L.

M.
Merangsang hipotalasia
jaringan prostat
N.

O.

P. Pembesaran bagian
periuretra
Q.
 Inkontinensia Urinarius
Fungsional
BPH
 Inkontinensia Urine Aliran
Berlebih
Penyempitan lumen posterior Kerusakan otot sfingter eksterna
 Inkontinensia Urine Refleks
Peningkatan tekanan pada  Inkontinensia Urine Stress
Obstruksi
RetensiVU
Urine
dan uretra Gangguan
DisuriaUrine
daerahEliminasi
obstruksi Urine Inkontinensia
Inkontinensia Urine Dorongan
Urine
R.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
2. Kebiasaan berkemih
- Pola berkemih
- Frekuensi berkemih
- Volume urine

No Usia Jumlah/Hari

1 1 – 2 hari 15- 60 ml

2 3 – 10 hari 100 – 300 ml

3 10 – 2 bulan 250 – 400 ml

4 2 bln – 1 tahun 400 – 500 ml

5 1 – 3 tahun 500 – 600 ml

6 3 – 5 tahun 600 – 700 ml

7 5 – 8 tahun 700 – 1000 ml

8 8 – 13 tahun 800 – 1400 ml

9 14 – dewasa > 1500 ml

10 Dewasa tua ≤ 1500 ml

3. Factor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih


- Diet dan asupan
- Respon keinginan awal untuk berkemih
- Gaya hidup
- Stress psikologis
- Tingkat aktivitas

4. Keadaan Urine
- Warna
- Bau
- PH
- Kejernihan
- Jumlah
- Protein
- Darah

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


 Inkontinensia urine refleks berhubungan dengan gangguan neurologis yang
ditandai dengan tidak adanya dorongan untuk berkemih.
 Retensi urine berhubungan dengan penurunan absorpsi cairan ditandai dengan
distensin kandung kemih
 Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan gangguan sensorik

C. Rencana Asuhan Keperawatan dan Evaluasi

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional Evaluasi


1.Inkontinensia Setelah diberikan asuhan Urinaria S:klien
urine refleks keperawatan selama...x24 jam catheterization: mengatakan
berhubungan diharapkan inkontinensia urine -Jelaskan prosedur -Agar klien sudah lebih
dengan pada klien dapat berkurang dan rasional dari mengetahui bisa
gangguan dengan criteria hasil : pemasangan kateter kegunaan dan mengontrol
neurologi yang Urinaria elemination -Monitor intake dan tujuan dari eleminasi
ditandai  Nokturia pada output cairan pemasangan kateter urinenya
dengan tidak klien (jumlah,warna -Agar perawat O: frekuensi
adanya berkurang(skala frekuensi) mengetahui intake berkemih
dorongan 4) dan output cairan mulai
untuk  Frekuensi urine dan karakterikstik berkurang
berkemih normal(skala 5) cairan A: diagnosa
 Karakteristik
inkontinensia
urine
refleks
normal(skala 5) P:lanjutkan
 Pengosongan intervensi
kandung kemih
normal(skala 5)

2. Retensi Setelah diberikan asuhan S:klien


urine keperawatan selama...x24 jam mengatakan
berhubungan diharapkan retensi urine pada perut bagian
dengan klien dapat berkurang dengan bawah sudah
penurunan criteria hasil : Urinary retention care: terasa tidak
absorpsi cairan Urinary elemination:  Anjurkan penuh lagi
ditandai  Retensi urine dapat pasien atau  Agar bisa O:intake dan
dengan distensi teratasi dengan skala 4 keluarga untuk mengetahui output cairan
kandung kemih  Pasien dapat melaporkan intake dan sudah
mengosongkan kandung seimbang
output urine output
kemih sepenuhnya Urinary elemination A:diagnosa
urine.
dengan skala 5 retensi urine
management:
 Bau dan jumlah urine
 Monitoring  Agar bisa P:lanjutkan
dalam batas normal
output urine mengetahui inntervensi
dengan skala 5
meliputi adanya
frekuensi, ketidaknor
konsistensi, malan saat
bau, volume berkemih
dan warna.
 Monitor tanda
 Agar
dan gejala
mengetahui
pasti dari
tanda dan
retensi urine
gejala pasti
klien.
dari retensi
urine
3. Gangguan Setelah diberikan asuhan Urinary elemination S: klien
eleminasi urin keperawatan selama...x24 jam management: mengatakan
berhubungan diharapkan gangguan eleminasi  Monitoring  Agar bisa sudah bisa
dengan klien dapat teratasi dengan KH: output urine mengetahui mnegontrol
gangguan Urinary continence: meliputi adanya pola eleminasi
sensorik  Mempertahankan pola frekuensi, ketidaknor urinenya
berkemih pada skala 5 konsistensi, malan saat O: intake dan
 Mengenal keinginan output cairan
bau, volume berkemih
untuk berkemih pada seimbang
dan warna.
skala 5  Monitor tanda A: diagnosa
dan gejala  Agar gangguan
pasti dari mengetahui eleminasi urine
retensi urine tanda dan P: lanjutkan
klien. gejala pasti intervensi
 Catat waktu dari retensi
terakhir urine
berkemih  Agar
mengetahi
interval
berkemih
Urinary cateterization:
selanjutnya
 Jelaskan
prosedur dan
rasional dari
pemasangan  Agar klien
kateter mengetahui
 Monitor intake kegunaan
dan output dan tujuan
cairan(jumlah, dari
warna pemasangan
frekuensi) kateter
 Agar
perawat
mengetahui
intake dan
output
cairan dan
karakterikst
ik cairan
Daftar Pustaka

Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Eliminasi. Terdapat pada :


http://911medical.blogspot.com/2007/06/asuhan-keperawatan-klien-dengan-masalah.html

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. enerbit Kedokteran EGC:
Jakarta.

Harnawatiaj. 2010. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal. Terdapat pada :
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/14/konsep-dasar-pemenuhan-kebutuhan-
eliminasi-fecal/

Septiawan, Catur E. 2008. Perubahan Pada Pola Urinarius. Terdapat pada: www.kiva.org

Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Medikal Bedah. Penerbit Kedokteran EGC: Jakarta.

Supratman. 2000. askep Klien Dengan Sistem Perkemihan

Andi Visi Kartika. Retensi Urin Pospartum. Http://www.jevuska.com/2007/04/19/retensi-urine-


post-partum

Siregar, c. Trisa , 2004, Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi BAB, Program Studi Ilmu
Keprawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Johnson M., Meridean, M., Moorhead, 2000. NANDA, NIC, NOC. PENERBIT: MOSBY

You might also like