Professional Documents
Culture Documents
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Appendisitis
2.1.1 Anatomi
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer
patch (analog dengan Bursa Fabricus) yang membentuk produk
immunoglobulin. Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti
tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Pangkalnya
terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat
Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula
appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm.
2.1.2 Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.Penyakit
inidapatmengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi
lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun(Mansjoer,
2010).Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat(Smeltzer,2005).
2.1.3 Diagnosis
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila
suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan
suhu aksilar dan rektal sampai 1C.6
1. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk
dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut
tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa
dilihat pada massa atau abses appendikuler.6
4
2. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda
peritonitis lokal yaitu6:
Nyeri tekan di Mc. Burney
Nyeri lepas
Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietal.
Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin
tidak ada, yang ada nyeri pinggang.
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
Nyeri tekan kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg)
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan.
Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan
adanya penonjolan di perut kanan bawah.2
3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.6
Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam
9-12. Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu
dilakukan colok dubur. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering
meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan
colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji
psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan
untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan
m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang
meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan
nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding
5
panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada
posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.6
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan.
Pasien dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada
saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan. Dasar anatomi
dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot
psoas yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan).6 Tes
Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat
itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan
rotasi femur kedalam.6 Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan
apendiks dipelvis yang kontak dengan otot obturator internus yang
meregang saat dilakukan manuver.
2.1.4 Tatalaksana
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan
apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses
atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan
sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak
masalah.7
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi
dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula,
massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-
bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan
secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi
rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum,
massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera
menjadi abses yang jelas batasnya.7
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah.
Masalah ini adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli
bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin
gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat
berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi
dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu
pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.7
7
Tabel 2. Variasi Laju Nadi dan Tekanan Darah pada Pasien Anak6
Volume darah pada bayi lebih tinggi daripada orang dewasa, hal tersebut
akan mempengaruhi jumlah cairan atau darah yang harus ditransfusikan bila
terjadi hypovolemia. Rumus ABL (Allowable Blood Loss) digunakan untuk
mencari jumlah cairan yang dibutuhkan dan dihitung dengan rumus ( ABL: EBV X
Ht 1−Ht 2 / Ht1 ) dengan EBV : Estimated Blood Volume, HT1 : Hematocrit
(atau bisa hemoglobin) awal (normal pria: 42-52%, wanita : 37-47%), HT2 :
Hematocrit (atau bisa hemoglobin) akhir.8
tidak dapat menerima transfusi darah karena alasan tertentu atau memiliki
penyakit ginjal dapat dibantu dengan pemberian EPO (Erythropoietin).8
4. Fungsi Hepar
Pada Anak-anak maturitas fungsional hati belum sepenuhnya terbentuk,
sebagian besar enzim untuk metabolisme obat sudah diproduksi namun belum
terstimulasi oleh obat tersebut. Seiring pertumbuhan anak-anak kemampuan
12
untuk metabolisme obat akan meningkat secara drastis dan menjadi siap dalam
usia beberapa bulan, hal tersebut disebabkan 2 hal, pertama adalah
peningkatan aliran darah ke hati sehingga lebih banyak obat masuk ke dalam
hati, dan sistem enzim yang diproduksi sudah dapat distimulasi oleh obat
tersebut.9,10
Kadar albumin dan beberapa protein yang dibutuhkan untuk berikatan
dengan obat pada plasma lebih rendah di anak-anak dibandingkan dewasa,
kondisi tersebut akan mengakibatkan lebih banyak obat bebas beredar di
sirkulasi karena tidak berikatan dengan albumin, selain itu hyperbilirubinemia
dapat terjadi karena perpindahan bilirubin dari albumin yang disebabkan oleh
obat sehingga pasien menjadi icterus.6,8,11
Fungsi detoksifikasi obat masih rendah dan metabolisme karbohidrat yang
rendah pula yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan asidosis
metabolik. Hipotermia dapat pula menyebabkan hipoglikemia.3,6
5. Sistem Saraf
Waktu perkembangan sistem saraf, sambungan saraf, struktur otak dan
myelinisasi akan berkembang pada trimester tiga (myelinisasi pada neonatus
belum sempurna, baru matang dan lengkap pada usia 3-4 tahun), sedangkan
berat otak sampai 80% akan dicapai pada umur 2 tahun. Waktu-waktu ini otak
sangat sensitive terhadap keadaankeadaan hipoksia.6
Sebenarnya anak mempunyai batas ambang rasa nyeri yang lebih rendah
dibanding orang dewasa. Perkembangan yang belum sempurna pada
neuromuscular junction dapat mengakibatkan kenaikan sensitifitas dan lama
kerja dari obat pelumpuh otot non depolarizing.6
Saraf simpatis belum berkembang dengan baik sehingga aktivitas
parasimpatis lebih dominan, yang mengakibatkan kecenderungan terjadinya
refleks vagal (mengakibatkan bradikardia; nadi <110 kali/menit) terutama
pada saat bayi dalam keadaan hipoksia maupun bila ada stimulasi daerah
nasofaring Belum sempurnanya mielinisasi dan kenaikan permeabilitas blood
brain barrier akan menyebabkan akumulasi obat-obatan seperti barbiturat dan
13
narkotik, dimana mengakibatkan aksi yang lama dan depresi pada periode
pasca anestesi. Sisa dari blok obat relaksasi otot dikombinasikan dengan zat
anestesi intravena dapat menyebabkan kelelahan otot-otot pernapasan, depresi
pernapasan dan apnoe pada periode pasca anestesi.6
Setiap keadaan bradikardia harus dianggap berada dalam keadaan hipoksia
dan harus cepat diberikan oksigenasi. Kalau pemberian oksigen tidak
menolong baru dipertimbangkan pemberian sulfas atropin.6
6. Pengaturan Temperatur
Pusat pengaturan suhu di hipothalamus belum berkembang, walaupun
sudah aktif. Kelenjar keringat belum berfungsi normal, mudah kehilangan
panas tubuh (perbandingan luas permukaan dan berat badan lebih besar,
tipisnya lemak subkutan, kulit lebih permeable terhadap air), sehingga bayi
sulit mengatur suhu tubuh dan sangat terpengaruh oleh suhu lingkungan
(bersifat poikilotermik). Produksi panas mengandalkan pada proses non-
shivering thermogenesis yang dihasilkan oleh jaringan lemak coklat yang
terletak diantara scapula, axila, mediastinum dan sekitar ginjal. Hipoksia
mencegah produksi panas dari lemak coklat.8,12
Hipotermia dapat terjadi akibat dehidrasi, suhu sekitar yang panas, selimut
atau kain penutup yang tebal dan pemberian obat penahan keringat (misal:
atropin, skopolamin). Adapun hipotermia bisa disebabkan oleh suhu
lingkungan yang rendah, permukaan tubuh terbuka, pemberian cairan infus
atau tranfusi darah dingin, irigasi oleh cairan dingin, pengaruh obat anestesi
umum (yang menekan pusat regulasi suhu) maupun obat vasodilator.8,12
Temperatur lingkungan yang direkomendasikan untuk bayi adalah 270C.
Paparan dibawah suhu ini akan mengandung resiko diantaranya: cadangan
energy protein akan berkurang, adanya pengeluaran katekolamin yang dapat
menyebabkan terjadinya kenaikan tahanan vaskuler paru dan perifer, lebih
jauh lagi dapat menyebabkan lethargi, shunting kanan ke kiri, hipoksia dan
asidosis metabolik. Untuk mencegah hipotermia bisa ditempuh dengan :
memantau suhu tubuh, mengusahakan suhu kamar optimal atau pemakaian
14
selimut hangat, lampu penghangat, incubator, cairan intra vena hangat, begitu
pula gas anestesi, cairan irigasi maupun cairan antiseptic yang digunakan yang
hangat.8,12
7. Respon Farmakologi
Farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat-obat yang diberikan pada
bayi berbeda dibandingkan dengan dewasa karena pada bayi :8
1) Perbandingan volume cairan intravaskuler terhadap cairan ekstravaskuler
berbeda dengan orang dewasa.
2) Laju filtrasi glomerulus masih rendah
3) Laju metabolisme yang tinggi
4) Kemampuan obat berikatan dengan protein masih rendah
5) Liver/hati yang masih immature akan mempengaruhi proses
biotransformasi obat.
6) Aliran darah ke organ relative lebih banyak (seperti pada otak, jantung,
liver dan ginjal)
7) Khusus pada anestesi inhalasi, perbedaan fisiologi sistem pernapasan :
ventilasi alveolar tinggi, Minute volume, FRC rendah, lebih rendahnya
MAC dan koefisien partisi darah/gas akan meningkatkan potensi obat,
mempercepat induksi dan mempersingkat pulih sadarnya. Tekanan darah
cenderung lebih peka terhadap zat anestesi inhalsi mungkin karena
mekanisme kompensasi yang belum sempurna dan depresi miokard hebat.
Beberapa obat golongan barbiturat dan agonis opiate agaknya
sangat toksisk pada neonatus dbayi dibanding dewasa. Hal ini mungkin
karena obat-obat tersebut sangat mudah menembus sawar darah otak,
kemampuan metabolisme masih rendah atau kepekaan pusat napas sangat
tinggi. Sebaliknya bayi tampaknya lebih tahan terhadap efek ketamin.
Bayi umumnya membutuhkan dosis suksisnil cholin relative lebih tinggi
dibanding dewasa karena ruang extraselulernya relatif lebih besar. Respon
terhadap pelumpuh otot non depolarisasi cukup bervariasi.8
15
- Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa pemeriksaan penunjang disarankan bagi beberapa pasien anak
dengan kondisi khusus. Pemeriksaan kadar Hb dilakukan apabila
diperkirakan akan ada banyak pendarahan pada saat operasi, bayi prematur,
penyakit sistemik dan penyakit jantung kongenital. Pemeriksaan kadar
elektrolit dapat dilakukan bila terdapat penyakit ginjal ataupun metabolik
16
lainnya dan pada kondisi dehidrasi. Pemeriksaan x-ray dapat dilakukan bila
terdapat penyakit paru-paru, scoliosis ataupun penyakit jantung.
Pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan sesuai penyakit pasien yang
ditemukan11
- Puasa
Puasa yang lama menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama puasa
yang dianjurkan adalah stop susu 4 jam dan berilah air gula 2 jam sebelum
anestesi.8
Tabel 5. Puasa Preoperatif pada pasien anak11
Usia Air Bening ASI Susu Makanan padat
formula
Neonatus- 6 2 jam 4 jam 4 jam -
bulan
6 - 36 bulan 2 jam 4 jam 6 jam 6 jam
>36 bulan 2 jam - 6 jam 8 jam
-Infus
Dipasang untuk memenuhi kebutuhan cairan karena puasa, mengganti
cairan yang hilang akibat trauma bedah, akibat perdarahan, dll. Untuk
pemeliharaan digunakan preparat D5%-10% dalam cairan elektrolit. 13
Neonatus terutama bayi premature mudah sekali mengalami dehidrasi
akibat puasa lama atau sulit minum, kehilangan cairan lewat gastrointestinal,
evaporasi (Insensible water loss), tranduksi atau sekuestrasi cairan ke dalam
lumen usus atau kompartemen tubuh lainnya. Dehidrasi/hipovolemia sangat
mudah terjadi karena luas permukaan tubuh dan kompartemen atau volume
cairan ekstra seluler relative lebih besar serta fungsi ginjal belum matang. 13
Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3
jam, jam I 50% dan jam II, III maing-masing 25%. Kecukupan hidrasi dapat
dipantau melalui produksi urin (>0,5ml/kgBB/jam), berat jenis urin
(<1,010), ataupun dengan pemasangan CVP (Central Venous Pressure). 13
17
2. Persiapan anesthesia
STATIC :
- Scope : Laringoskop apakah lampunya cukup terang atau tidak, serta
Stethoscope.
- Tubes : ETT dipersiapkan dengan ukuran sesuai dan satu ukuran
dibawah dan diatasnya.
- Airway : alat untuk menahan lidah agar tidak jatuh yakni pipa
orofaringeal Guedel atau pipa nasofaringeal.
- Tapes : Plester untuk fiksasi ETT
- Introducer : kawat untuk dimasukan ke dalam ETT]
- Connector : penghubung antara ETT dengan sirkuit napas
- Suction : mesin pengisap untk membersihkan jalan napas.
Peralatan Elektronik :
o Lampu ruangan
o Mesin anesthesia
o Mesin penghangat tempat tidur
o Infusion pump
o Syringe pump
o Defibrilator
Sumber Gas : O2,N2O , Halothane, Isoflurane dan gas sejenis serta
dipantau dengan penggunaan flowmeter
Ukuran peralatan yang dipergunakan harus sesuai. Tabel di bawah
ini memperlihatkan ukuran peralatan jalan napas untuk pasien anak
anak.
18
Induksi intravena.
Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau pada
mereka yang sudah terpasang infus. Induksi intravena biasanya dengan
tiopenton (pentotal) 2~4 mg/kg pada neonatus dan 4-7 mg/kg pada anak.
Induksi dapat juga dengan ketamin (ketalar) 1-2mg/kg.LV. Kadang-
kadang ketalar diberikan secara intra muskular. 11,13
Banyak ahli anestesi pediatrik, yang terampil dalam menangani
vena yang kecil, lebih suka induksi intra vena (tiopenton 3-5 mg/kg). Yang
lain lebih suka menggunakan induksi inhalasi disertai dengan campuran
kaya oksigen disertai atau tanpa nitrogen oksida. Entluran efektiftetapi
kurang kuat dan harus menggunakan kadar yang lebih tinggi. Siklopropan
50% dalam oksigen masih sering dipakai dibeberapa tempat, tctapi dapat
menimbulkan ledakan, sehingga seringkali tidak disediakan. 11,13
Tabel 8. Dosis Obat Anestesi Intravena untuk Pasien
Anak16
b. Intubasi
Intubasi Neonatus lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal,
epiglottis tinggi dengan bentuk “U”. Laringoskopi pada neonatus tidak
membutuhkan bantal kepala karena occiputnya menonjol. Sebaiknya
menggunakan laringoskop bilah lurus-lebar dengan lampu di ujungnya.
Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan napas atas adalah cincin cricoid.
Waktu intubasi perlu pembantu guna memegang kepala. Intubasi
biasanya dikerjakan dalam keadaan sadar (awake intubation) terlebih
pada keadaan gawat atau diperkirakan akan dijumpai kesulitan.
Beberapa penulis menganjurkan intubasi sadar untuk bayi baru lahir
dibawah usia 10-14 hari atau pada bayi premature. Yang berpendapat
dilakukan intubasi tidur atas pertimbangan dapat ditekannya trauma,
yang dapat dilakukan dengan menggunakan ataupun tanpa pelumpuh
otot. Pelumpuh otot yang digunakan adalah suksinil cholin 2 mg/kg
secara iv atau im. 9,13
Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus
pandang dan tanpa cuff. Untuk premature digunakan ukuran diameter 2-
3 mm sedangkan pada bayi aterm 2,5-3,5 mm. idealnya menggunakan
pipa trachea yang paling besar yang dapat masuk tetapi masih sedikit
longgar sehingga dengan tekanan inspirasi 20-25 cmH2O masih sedikit
bocor. Sesuai anatomi jalan napas pasien anak, pada intubasi disarankan
menggunakan blade lurus, namun blade bengkok dapat digunakan bila
pasien memiliki berat 6-10 kg. Penggunaan ETT lebih disarankan jenis
tanpa cuff pada pasien berusia dibawah 8 tahun, serta usahakan terdapat
sedikit bocoran pada ETT. Ukuran ETT pada anak-anak dapat
menggunakan rumus Modified Cole formula dan Khine Formula:
[(Usia/4) + (4, bila tanpa cuff jadinya ditambah 3)]. Kedalaman ETT
dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus : [(Usia/2) + (12) bila
pada anak berusia >2 tahun, bila usia anak <2 menggunakan rumus:
(Ukuran ETT X 3)16. Kedalaman ETT dapat diperhitungkan dengan
rumus namun tetap harus disesuaikan secara klinis dengan
24
- Sianosis 0
Tekanan darah
- Berubah sekitar 20% 2
- Berubah 20-30% 1
- berubah lebih dari 30% 0
Kesadaran
- Benar-benar sadar 2
- Bereaksi 1
- Tak bereaksi 0