You are on page 1of 26

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )

A. KONSEP TEORITIS :

1. Definisi
Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya
yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal). (Nursalam, 2006 hal 47).
Gagal ginjal kronik (Chronic Renal Failure) terjadi apabila kedua ginjal sudah
tidak mampu mempertahankan lingkungan yang cocok untuk kelangsungan hidup,
yang bersifat irreversible. (Baradero, Mary. 2008 hal. 124).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang, dan berat,
(Mansjoer, 2007).
CKD adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat pulih, dan
dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai sebagai nama
keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang kita sadari bahwa gejala
CKD tidak selalu disebabkan oleh retensi urea dalam darah (Sibuea, Panggabean,
dan Gultom, 2005).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit
ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala.
CKD adalah penyakit ginjal tahap ahir yang dapat disebabakan oleh berbagai hal.
Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan elektrolit, yang menyebabkan uremia.

1
2. Anatomi fisiologi
Menurut Pearce dan Wilson (2006), adalah:
a. Anatomi ginjal

Anatomi ginjal menurut price dan Wilson (2005), ginjal merupakan organ
berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal
kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena tekanan ke bawah oleh
hati. Katub atasnya terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan katub atas ginjal
kiri terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang
tebal agar terlindung dari trauma langsung, disebelah posterior dilindungi oleh iga
dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan anterior dilindungi oleh bantalan usus
yang tebal. Ginjal kiri yang berukuran normal biasanya tidak teraba pada waktu
pemeriksaan fisik karena dua pertiga atas permukaan anterior ginjal tertutup oleh
limfa, namun katub bawah ginjal kanan yang berukuran normal dapat diraba
secara bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula renis.
Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan
peritoneum. Disebelah posterior organ tersebut dilindungi oleh dinding toraks
bawah. Darah dialirkan kedalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari
dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan
vena renalis membawa darah kembali kedalam vena kava inferior. Pada orang

2
dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7-5,1 inci) lebarnya 6
cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci) dan beratnya sekitar 150 gram. Permukaan
anterior dan posterior katub atas dan bawah serta tepi lateral ginjal berbentuk
cembung sedangkan tepi lateral ginjal berbentk cekung karena adanya hilus.

Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi dua


bagian yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla terbagi-
bagi menjadi biji segitiga yang disebut piramid, piranidpiramid tersebut diselingi
oleh bagian korteks yang disebut kolumna bertini. Piramid-piramid tersebut
tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-segmen tubulus dan duktus
pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari piramid membentuk duktus papilaris
bellini dan masukke dalam perluasan ujung pelvis ginjal yang disebut kaliks
minor dan bersatu membentuk kaliks mayor, selanjutnya membentuk pelvis ginjal.
Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas
banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar satu
juta pada setiap ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang
sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowmen yang mengintari rumbai kapiler
glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus
distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Kapsula bowman
merupakan suatu invaginasi dari tubulus proksimal.
Terdapat ruang yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan kapsula
bowman dan ruang yang mengandung urine ini dikenal dengan nama ruang
bowmen atau ruang kapsular. Kapsula bowman dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel
epitel parielalis berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari kapsula, sel
epitel veseralis jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan juga

3
melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Sel viseral membentuk tonjolan-tonjolan
atau kakikaki yang dikenal sebagai pedosit, yang bersinggungan dengan
membrana basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga terdapat daerah-daerah yang
bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah-daerah yang terdapat diantara pedosit
biasanya disebut celah pori-pori.

Vaskilari ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis. Setiap arteri
renalis bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang tersebut menjadi
arteri interlobaris yang berjalan diantara pyramid dan selanjutnya membentuk
arteri arkuata yang melengkung melintasi basis piramid-piramid ginjal. Arteri
arkuata kemudian membentuk arteriolaarteriola interlobaris yang tersusun oleh
parallel dalam korteks, arteri ini selanjutnya membentuk arteriola aferen dan
berakhir pada rumbai-rumbai kapiler yaitu glomerolus. Rumbai-rumbai kapiler
atau glomeruli bersatu membentuk arteriola eferen yang bercabang-cabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan kapiler
peritubular.

4
Darah yang mengalir melalui sistem portal akan dialirkan ke dalam jalinan
vena menuju vena intelobaris dan vena renalis selanjutnya mencapai vena kava
inferior. Ginjal dilalui oleh darah sekitar 1.200 ml permenit atau 20%-25% curah
jantung (1.500 ml/menit).
b. Fisiologi ginjal
Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses pembentukan urin
menurut Syaeifudin (2006).
a) Fungsi ginjal :
Menurut Price dan Wilson (2005), ginjal mempunyai berbagai macam fungsi
yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi diantaranya adalah :
1) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah-ubah ekskresi air.
2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang
normal.
3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan
H+ dan membentuk kembali HCO3 4) Mengekresikan produk akhir
nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea, asam urat dan
kreatinin.
Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah:
1) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan darah.
2) Menghasilkan eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi
produksi sel darah merah oleh sumsum tulang.
3) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
4) Degradasi insulin.
5
5) Menghasilkan prostaglandin.
b) Fisiologi pembentukan urine
Pembentukan urine diginjal dimulai dari proses filtrasi plasma pada
glomerolus. Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit plasma dialirkan
di ginjal melalui glomerolus ke kapsula bowman. Halini dikenal dengan
istilah laju filtrasi glomerolus/glomerular filtration rate (GFR) dan proses
filtrasi pada glomerolus disebut ultrafiltrasi glomerulus. Tekanan darah
menentukan beberapa tekanan dan kecepatan alirn darah yang melewati
glomeruls. Ketika darah berjalan melewati struktur ini, filtrasi terjadi. Air dan
molekul-molekul yang kecil akan dibiarkan lewat sementara molekul-molekul
besar tetap bertahan dalam aliran darah.
Cairan disaring melalui dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan
memasuki tubulus, cairan ini disebut filtrate. Filrat terdiri dari air, elektrolit
dan molekul kecil lainnya. Dalam tubulus sebagian substansi ini secara
selektif diabsobsi ulang kedalam darah. Substansi lainnya diekresikan dari
darah kedalam filtrat ketika filtrat tersebut mengalir di sepanjang tubulus.
Filtrate akan dipekatkan dalam tubulus distal serta duktus pengumpul dan
kemudian menjadi urine yang akan mencapain pelvis ginjal. Berbagai
substansi yang secara normal disaring oleh glomerulus, diabsorbsi oleh
tubulus dan diekresikan kedalam urine mencakup natrium, klorida, bikarbinat,
kalium, glukosa, ureum, kreatinin dan asam urat.
Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan
urine, yaitu :
1) Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi menyaring
darah dalam glomerus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat
bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat
glomerus (urine primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat yang masih
berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak berguna bagi tubuh, misal
glukosa, asam amino dan garam-garam.
2) Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat
dalam urine primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang
dihasilkan filtrat tubulus (urine sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.

6
3) Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif
ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+ .

3. Etiologi
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
c. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
e. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur
uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

4. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif
ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah
nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-
gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada

7
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner
& Suddarth, 2001 : 1448).
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
- Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik.
- Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
- Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat
penurunan LFG :
- Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
- Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
- Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
- Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
- Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )
dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

5. Pathway Keperawatan

8
6. Manifestasi Klinis
1) Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):

9
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2) Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis,
anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat
kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3) Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan
edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning
feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor,
miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.

f. Gangguan endokrim

10
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan
vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga
terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

7. Pemeriksaan Penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi
antara lain :
a. Pemeriksaan lab.darah
- hematologi
Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
- RFT ( renal fungsi test )
- ureum dan kreatinin klearens kreatinin test : CCT = (140 – umur ) X BB (kg).
72 X kreatinin serum.
- wanita = 0,85 dan pria = 0,85 X CCT
- LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit
Klorida, kalium, kalsium
- koagulasi studi
PTT, PTTK
- BGA

b. Urine

11
- urine rutin
- urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
c. pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
d. Radiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )

8. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c) Operasi

12
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal

9. Komplikasi

1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan


masukan diit berlebih.

2. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.

4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.

5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah,
metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.

6. Asidosis metabolic

7. Osteodistropi ginjal

8. Sepsis

9. neuropati perifer

10. hiperuremia

13
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN :

1. Pengkajian

a. Makan/minum
Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anoreksia, nyeri ulu hati,
mual/muntah, rasa metalik tak sedap padsa mulut (pernafasan amonia)
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor
kulit/kelembaban, edema, ulserasi, perdarahan gusi/lidah, penurunan oto,
penurunan lemak, subkutan, penampilan tidak bertenaga.

b. Eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare/konstipasi
Tanda : perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan,
oliguria dapat menjadi anuria.

c. Gerak/aktivitas/istirahat
Gejala : kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, seperti insomnia, gelisah
serta somnolen
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan gerak

d. Rasa nyaman
Gejala : nyeri pingghul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat malam

14
hari)
Tanda : perilaku berhati-hati, gelisah

e. Bernafas
Gejala : nafas pendek, dispnea, noktural proksimal, batuk dengan atau tanpa
sputum kental dan banyak
Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan freku\ensi/kedalaman (pernafasan
kusmaul), batuk produktif dengan sputum merah, mudah encer (edema paru)

f. Keamanan
Gejala : kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda :pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekiae, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, defisit fosfat, kalsium (klasifikasi metatasik)pad kulit, jaringan
lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi

g. Interaksi sosial
Gejala : kesulitan menentukan kondisi contoh tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

h. Pengetahuan/pembelajaran
Gejala : riwayat DM keluarga, penyakit polikistik

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan frekuensi atau irama


jantung.
2) Kelebihan volume cairan berhubungan peningkatan asupan cairan sekunder
akibat kelebihan asupan natrium.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah
4) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan anemia
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan/kelemahan sekunder akibat
anemia.

15
7) Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri berhubungan dengan defisiensi
pengetahuan.

3. Intervensi Keperawatan

1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan frekuensi atau irama


jantung.
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi
jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian
kapiler

Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-
angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2) Kelebihan volume cairan dan elektrolit berhubungan peningkatan asupan cairan
sekunder akibat kelebihan asupan natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan
kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan
dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan

16
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon
terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil:
menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah
atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam
mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan anemia


Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles

17
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus


Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit

Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan
kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit

18
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab
pada kulit

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan/kelemahan sekunder akibat


anemia.
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat

7) Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri berhubungan dengan defisiensi


pengetahuan.
a. Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami.
b. Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan
gejala CKD serta penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ).
c. Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.
d. Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.
e. Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.

19
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M. 2015. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi perbaharuan. Jakarta : EGC

20
Rindiastuti, Yuyun. 2016. Deteksi Dini Dan Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronik

Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2018.

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan


Suddarth. Volume 2 Edisi 18. Jakarta : EGC. 2014

NANDA International.2014.Diagnosis

Keperawatan 2012-2014 (Definisi dan Klasifikasi). Jakarta: EGC

No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi


1 Intoleransi Setelah dilakukan askep NIC: Toleransi aktivitas
aktivitas ... jam Klien dapat  Tentukan penyebab intoleransi aktivitas &
Berhubungan menoleransi aktivitas & tentukan apakah penyebab dari fisik,
dengan melakukan ADL dgn psikis/motivasi
ketidakseimba baik  Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat klien
ngan suplai & Kriteria Hasil: sehari-hari
kebutuhan O2  Berpartisipasi dalam  peningkatan aktivitas secara bertahap,
aktivitas fisik dgn biarkan klien berpartisipasi dapat perubahan
TD, HR, RR yang posisi, berpindah&perawatan diri

21
sesuai  Pastikan klien mengubah posisi secara
 Warna kulit bertahap. Monitor gejala intoleransi aktivitas
normal,hangat&  Ketika membantu klien berdiri, observasi
kering gejala intoleransi spt mual, pucat, pusing,
Memverbalisasikan gangguan kesadaran&tanda vital
pentingnya aktivitas  Lakukan latihan ROM jika klien tidak dapat
secara bertahap menoleransi aktivitas
 Mengekspresikan
pengertian
pentingnya
keseimbangan latihan
& istirahat
peningkatan toleransi
aktivitas
2 Pola nafas Setelah dilakukan askep Monitor Pernafasan:
tidak efektif ..... jam pola nafas klien  Monitor irama, kedalaman dan frekuensi
berhubungan menunjukkan ventilasi pernafasan.
dengan yg adekuat dg kriteria :  Perhatikan pergerakan dada.
hiperventilasi,  Tidak ada dispnea  Auskultasi bunyi nafas
penurunan  Kedalaman nafas  Monitor peningkatan ketdkmampuan
energi, normal istirahat, kecemasan dan seseg nafas.
kelemahan  Tidak ada retraksi
dada / penggunaan Pengelolaan Jalan Nafas
otot bantuan  Atur posisi tidur klien untuk maximalkan
pernafasan ventilasi
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Monitor status pernafasan dan oksigenasi
sesuai kebutuhan
 Auskultasi bunyi nafas
 Bersihhkan skret jika ada dengan batuk
efektif / suction jika perlu.
3 Kelebihan Setelah dilakukan askep Fluit manajemen:
volume cairan ..... jam pasien  Monitor status hidrasi (kelembaban membran
berhubungan mengalami mukosa, nadi adekuat)
dengan keseimbangan cairan  Monitor tnada vital
mekanisme dan elektrolit.  Monitor adanya indikasi overload/retraksi
pengaturan Kriteria hasil:  Kaji daerah edema jika ada
melemah  Bebas dari edema
anasarka, efusi Fluit monitoring:
 Suara paru bersih  Monitor intake/output cairan
 Tanda vital dalam  Monitor serum albumin dan protein total
batas normal  Monitor RR, HR
 Monitor turgor kulit dan adanya kehausan
 Monitor warna, kualitas dan BJ urine
4 Ketidakseimb Setelah dilakukan askep Manajemen Nutrisi
angan nutrisi ….. jam klien  kaji pola makan klien

22
kurang dari menunjukan status  Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan nutrisi adekuat  Kaji makanan yang disukai oleh klien.
tubuh dibuktikan dengan BB  Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan
stabil tidak terjadi mal nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan
nutrisi, tingkat energi klien.
adekuat, masukan  Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan
nutrisi adekuat nutrisinya.
 Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung
cukup serat untuk mencegah konstipasi.
 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
dan pentingnya bagi tubuh klien

Monitor Nutrisi
 Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
 Monitor respon klien terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
 Monitor lingkungan selama makan.
 jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
bersamaan dengan waktu klien makan.
 Monitor adanya mual muntah.
 Monitor adanya gangguan dalam proses
mastikasi/input makanan misalnya
perdarahan, bengkak dsb.
 Monitor intake nutrisi dan kalori.
5 Kurang Setelah dilakukan askep Pendidikan : proses penyakit
pengetahuan … jam Pengetahuan  Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
tentang klien / keluarga  Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan
penyakit dan meningkat dengan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab.
pengobatanya kriteria hasil:  Jelaskan kondisi klien
berhubungan pasien mampu:  Jelaskan tentang program pengobatan dan
dengan  Menjelaskan kembali alternatif pengobantan
kurangnya penjelasan yang  Diskusikan perubahan gaya hidup yang
sumber diberikan mungkin digunakan untuk mencegah
informasi  Mengenal kebutuhan komplikasi
perawatan dan  Diskusikan tentang terapi dan pilihannya
pengobatan tanpa  Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa
cemas digunakan/ mendukung
 Klien / keluarga  instruksikan kapan harus ke pelayanan
kooperatif saat  Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang
dilakukan tindakan penyakit, prosedur perawatan dan
pengobatan
6 Resiko infeksi Setelah dilakukan askep Kontrol infeksi
berhubungan ... jam risiko infeksi  Ajarkan tehnik mencuci tangan

23
dengan terkontrol dgn kriteria  Ajarkan tanda-tanda infeksi
tindakan hasil:  laporkan dokter segera bila ada tanda infeksi
invasive,  Bebas dari tanda-  Batasi pengunjung
penurunan tanda infeksi  Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat ps
daya tahan  Angka leukosit  Tingkatkan masukan gizi yang cukup
tubuh primer normal  Anjurkan istirahat cukup
 Pasien mengatakan  Pastikan penanganan aseptic daerah IV
tahu tentang tanda-  Berikan PEN-KES tentang risk infeksi
tanda dan gejala proteksi infeksi:
infeksi  monitor tanda dan gejala infeksi
 Pantau hasil laboratorium
 Amati faktor-faktor yang bisa meningkatkan
infeksi
 monitor VS
7 PK:Insuf Setelah dilakukan askep  Pantau tanda dan gejala insuf renal
Renal ... jam Perawat akan ( peningkatan TD, urine <30 cc/jam,
menangani atau peningkatan BJ urine, peningkatan natrium
mengurangi komplikasi urine, BUN Creat, kalium, pospat dan
dari insuf renal amonia, edema).
 Timbang BB jika memungkinkan
 Catat balance cairan
 Sesuaikan pemasukan cairan setiap hari =
cairan yang keluar + 300 – 500 ml/hr
 Berikan dorongan untuk pembatasan
masukan cairan yang ketat : 800-1000 cc/24
jam. Atau haluaran urin / 24 jam + 500cc
 Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian
diet, rendah natrium (2-4g/hr)
 pantau tanda dan gejala asidosis metabolik
( pernafasan dangkal cepat, sakit kepala,
mual muntah, Ph rendah, letargi)
 Kolaborasi dengan timkes lain dalam
therapinya
 Pantau perdarahan, anemia, hipoalbuminemia
 Kolaborasi untuk hemodialisis
8 PK: Anemia Setelah dilakukan askep  Monitor tanda-tanda anemia
.... jam perawat akan  Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi
dapat meminimalkan klien yg bergizi
terjadinya komplikasi  Kolaborasi untuk pemeberian terapi
anemia : initravena dan tranfusi darah
 Hb >/= 10 gr/dl.  Kolaborasi kontrol Hb, HMT, Retic, status
 Konjungtiva tdk Fe
anemis  Observasi keadaan umum klien
 Kulit tidak pucat
 Akral hangat
9 Sindrom Setelah dilakukan askep Bantuan perawatan diri

24
deficit self …. jam klien mampu  Monitor kemampuan pasien terhadap
care Perawatan diri perawatan diri
berhubungan Self care :Activity Daly  Monitor kebutuhan akan personal hygiene,
dengan Living (ADL) dengan berpakaian, toileting dan makan
kelemahan kriteria :  Beri bantuan sampai klien mempunyai
 Pasien dapat kemapuan untuk merawat diri
melakukan aktivitas  Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
sehari-hari (makan,  Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas
berpakaian, sehari-hari sesuai kemampuannya
kebersihan, toileting,  Pertahankan aktivitas perawatan diri secara
ambulasi) rutin
 Kebersihan diri  Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi
pasien terpenuhi kebutuhan sehari-hari.
 Berikan reinforcement atas usaha yang
dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3.
Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

25
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI

NANDA International.2014.Diagnosis

Keperawatan 2012-2014 (Definisi dan Klasifikasi). Jakarta: EGC

26

You might also like