You are on page 1of 32

ETIKA KEPERAWATAN BERKAITAN DENGAN LIABILITY,

NEGLIGENCE DAN MALPRAKTIK

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
NI WAYAN MUJANI (P07120216021)
NI PUTU NUR ADIANA DEWI (P07120216022)
NI NYOMAN MURTI APSARI DEWI (P07120216023)
I GUSTI AYU INTAN ADRIANA SARI (P07120216024)
A.A. ISTRI MARANSIKA NIKE PUTRI (P07120216025)
PUTU AYU MAHAPATNI M.K.P (P07120216026)
NI PUTU EVI SRIKRISNA YANTI (P07120216027)
I GUSTI AYU SRI PARWATI (P07120216028)
PUTU DIAH SANDI DEWI (P07120216029)
I MADE DWI TRESNA SAPUTRA (P07120216030)
(TK. 2A D4 KEPERAWATAN)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, atas karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul ”Etika Keperawatan Berkaitan dengan Liability, Negligence dan
Malpraktik” dengan baik dan lancar. Atas dukungan moral dan materil yang
diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, dan bermanfaat di masyarakat.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan untuk menyempurnaan
makalah ini.

Denpasar, 7 November 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2

D. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4

A. Pengertian Etika dan Etika Keperawatan ..................................................... 4

B. Tujuan Etika Keperawatan ........................................................................... 5

C. Kelalaian dalam Keperawatan terkait Etika Keperawatan ........................... 7

D. Malpraktik .................................................................................................... 9

E. Perbedaan Kelalaian dan Malpraktik dalam Keperawatan ........................ 18

F. Tanggung Jawab (Liability) dalam Keperawatan dalam Etika Keperawatan


19

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 27

A. Simpulan .................................................................................................... 27

B. Saran ........................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada hakekatnya keperawatan adalah suatu profesi yang mengabdi kepada
manusia dan kemanusiaan, artinya profesi keperawatan lebih mendahulukan
kepentingan kesehatan masyarakat di atas kepentingan sendiri. Pelayanan
keperawatan merupakan bentuk pelayanan yang bersifat humanistic dengan
menggunakan pendekatan holistic, berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan
yang mengacu pada standar pelayanan keperawatan serta menggunakan kode
etik keperawatan sebagai tuntunan utama dalam melaksanakan
pelayanan/asuhan keperawatan. Perawatan merupakan salah satu profesi
tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan langsung baik
kepada individu, keluarga dan masyarakat. Sebagai salah satu tenaga
profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek
keperawatan dengan mengunakan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan
yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah
mempunyai bdy of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya
dapat diimplementasikan kepada masyarakat langsung.
Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk
implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik
kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan
kesehatan dan kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara
kesehatan serta menyembuhkan dari sakit, dengan kata lain upaya praktek
keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi. Dalam
melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung berhubungan dan
berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada saat interaksi inilah
sering timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja maupun
tidak disengaja, kondisi demikian inilah sering menimbulkan konflik baik
pada diri pelaku dan penerima praktek keperawatan. Oleh karena itu profesi
keperawatan harus mempunyai standar profesi dan aturan lainnya yang

1
didasari oleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya, guna memberi
perlindungan kepada masyarakat. Dengan adanya standar praktek profesi
keperawatan inilah dapat dilihat apakah seorang perawat melakukan
malpraktek, kelalaian ataupun bentuk pelanggaran praktek keperawatan
lainnya.
Dengan berbagai latar belakang diatas maka kelompok membahas
beberapa hal yang berkaitan dengan kelalaian dan malpraktek praktek
keperawatan, baik ditinjau dari hukum dan etik keperawatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian etika dan etika keperawatan?
2. Apa tujuan etika keperawatan?
3. Apa itu kelalaian dalam keperawatan terkait etika keperawatan?
4. Apa itu malpraktik?
5. Apa perbedaan kelalaian dan malpraktik dalam keperawatan?
6. Apa itu tanggung Jawab (liability) dalam keperawatan dalam etika
keperawatan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian etika dan etika keperawatan.
2. Untuk mengetahui tujuan etika keperawatan.
3. Untuk mengetahui kelalaian dalam keperawatan terkait etika
keperawatan.
4. Untuk mengetahui apa itu malpraktik.
5. Untuk mengetahui perbedaan kelalaian dan malpraktik dalam
keperawatan.
6. Untuk mengetahui tanggung Jawab (liability) dalam keperawatan dalam
etika keperawatan.

D. Manfaat Penulisan
1. Dapat mengetahui pengertian etika dan etika keperawatan.
2. Dapat mengetahui tujuan etika keperawatan.
3. Dapat mengetahui kelalaian dalam keperawatan terkait etika keperawatan.
4. Dapat mengetahui apa itu malpraktik.

2
5. Dapat mengetahui perbedaan kelalaian dan malpraktik dalam
keperawatan.
6. Dapat mengetahui tanggung Jawab (liability) dalam keperawatan dalam
etika keperawatan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika dan Etika Keperawatan


Etika adalah ilmu pengetahuan yang terkait dengan nilai-nilai dan moral,
oleh karena itu Perawat perlu memahami pengertian tentang etika, nilai serta
moral. Ada beberapa pengertian tentang etika, yang antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Etika berasal dari kata ethos yang pada bentuk tunggal berarti: kebiasaan,
adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Sedangkan pada
bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan. Jadi etika adalah
ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan
(Berten, 2000) .
2. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, etika diterjemahkan sebagai ilmu
pengetahuan tentang azas-azas akhlak (moral)
3. Menurut Darr K, (1997) Definisi tentang etika tidak terlalu mudah, karena
mempunyai banyak arti. Ahli filosofi menerjemahkan etika sebagai suatu
studi formal tentang moral. Ahli sosiologi memandang etika sebagai adat
istiadat, kebiasaan dan budaya dalam berperilaku.
Bagi perawat etika adalah suatu pedoman yang digunakan sebagai
tuntunan dalam melaksanakan praktik keperawatan secara benar serta untuk
pengambilan keputusan, pemecahan masalah etik, baik dalam area praktik,
pendidikan, administrasi maupun penelitian.
Etika keperawatan adalah suatu ungkapan tentang bagaimana perawat
wajib bertingkah laku. Etika keperawatan merujuk pada standar etik yang
menentukan dan menuntun perawat dalam praktik sehari-hari seperti jujur
terhadap klien/pasien, menghargai klien/pasien atas hak-hak yang
dirahasiakannya dan beradvokasi atas nama klien/pasien (Fry, 2004).
Etika keperawatan digunakan untuk mengidentifikasi, mengorganisasikan,
memeriksa dan membenarkan tindakan-tindakan kemanusiaan dengan
menerapkan prinsip-prinsip tertentu. Selain itu juga menegaskan tentang
kewajiban-kewajiban yang secara sukarela diemban oleh perawat dan
mencari informasi mengenai dampak dari keputusan-keputusan perawat yang

4
mempengaruhi kehidupan dari klien/pasien dan keluarganya, sejawat serta
sistim asuhan kesehatan secara keseluruhan.
Perawat mengemban identitas profesional dengan berikrar untuk mengerti,
menerjemahkan dan memperluas pohon pengetahuan, mengeritik dan
mengatur diri dengan disiplin yang sama serta membudayakan sikap dan
tingkah laku terpuji yang kemudian dijadikan sebagai acuan.
Ciri seorang profesional yang menonjol adalah komitmen terhadap
kepedulian individu, khususnya kesehatan fisik, kesejahteraan dan kebebasan
pribadi, sehingga dalam praktik selalu melibatkan hubungan yang bermakna
antara seorang profesional dengan klien/pasiennnya. Oleh karena itu seorang
profesional harus memiliki orientasi pelayanan, standar praktik dan kode etik
untuk melindungi masyarakat serta memajukan profesi.

B. Tujuan Etika Keperawatan


Etika profesi keperawatan merupakan alat untuk mengukur perilaku moral
dalam keperawatan. Dalam penyusunan alat pengukur ini, keputusan diambil
berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi
perilaku moral perawat.
Dengan menggunakan kode etik keperawatan, organisasi profesi
keperawatan dapat meletakan kerangka berpikir perawat untuk mengambil
tim kesehatan yang lain, dan kepada profesi (ANA, 1976). Secara umum
tujuan etika profesi keperawatan adalah menciptakan dan mempertahankan
kepercayaan klien kepada perawat, kepercayaan di antara sesama perawatan
dan kepercayaan masyarakat kepada profesi keperawatan.
Sesuai dengan tujuan diatas,perawat ditantang untuk mengembangkan
etika profesi secara terus menerus agar dapat menampung keinginan dan
masalah baru; dan mampu menurunkan etika profesi keperawatan kepada
perawat generasi muda, secara terus menerus juga meletakkan landasan
filsafat keperawatan agar setiap perawat tetap menyenangi profesinya. Selain
itu pula, agar perawat dapat menjadi wasit untuk anggota profesinya yang
bertindak kurang professional karena melakukan tindakan “dibawah” standar
professional atau merusak kepercayaan masyarakat terhadap profesi
keperawatan.

5
Menurut American Ethic Commission Bureau On Teaching, tujuan etika
profesi keperawatan adalah mampu :
a. Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktik keperawatan.
b. Membentuk strategi/cara dan menganalisis masalah moral yang terjadi
dalam praktik keperawatan.
c. Menghubungkan orinsip moral/pelajaran yag baik dan dapat
dipertanggung jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan
kepada Tuhan, sesuai dengan kepercayaannya.
Perawat membutuhkan kemampuan untuk menghubungan dan
mempertimbangkan peran prinsip moralitas, yaitu keyakinan terhadap
tindakan yang dihubunkan dengan ajaran agama dan perintah Tuhan dalam :
a. Pelaksanaan kode perilaku yang disepakati oleh kelompok profesi,
perawat sendiri, maupun masyarakat.
b. Cara mengambil keputusan yang didasari oleh sikap kebiasaan dan
pandangan (hal yang dianggap benar).Menurut Veatch, yang mengambil
keputusan tentang etika profesi keperawatan adalah perawat sendiri,
tenaga kesehatan lainya; dan etika yang berhubungan dengan keperawatn
adalah masyarakat/oran awam yang menggunakan ukuran dan nilai umum
sesuai dengan tutuntan masyarakat.
Menurut Natioal Leafue for Nursing (NLN ‘pusat pendidikan etika
keperawatan milik perhimpunan perawat Amerika’), pendidikan etika
keperawatan bertujuan :
a. Meningkatkan pengertian peserta didik tentang hubungan antar profesi
kesehatan lain dan mengerti tentang peran dan fungsi anggota tim
kesehatan tersebut.
b. Mengembangkan potensi pengambilan keputusan yang bersifat moralias,
keputusan tentang baik-buruk yang akan dipertanggungjawabkan kepatda
Tuha sesuai dengan kepercayaannya.
c. Mengembangkan sifat pribadi dan sikap professional peserta didik.
d. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang penting untuk dasar
praktik keerawaatan professional. Diakui ahwa pengembangan
keterampilan ini melalui dilema etika, artiknya konflik yang dialami, yang

6
memerlukan pengambilan keputusan yang baik dan benar dipandang dari
sudut profesi kemanusiaan, kemasyarakatan, kesehatan, dan keperawatan.
e. Memberi kesempatan kepada peserta didik menerapkan ilmu dan prinsip
etika keperawatan dalam situasi nyata.
Pendidikan etika sangat penting dalam pendidikan keperawatan yang
berfungsi utnuk meningkatkan kemampuan peserta didik tentang perbedaan
nilai, norma, yang timbul dalam keputusan keperawatan. Namun, etika
keperawatan tidak cukup hana diajarkan, tetapi harus ditanamkan dan
diyakini oleh peserta didik melalui pembinaan, tidak saja di pendidikan, tetapi
dalam lingkukan pekerjaan dan lingkungan profesi.

C. Kelalaian dalam Keperawatan terkait Etika Keperawatan


1. Pengertian Kelalaian
Kelalaian (Negligence) adalah salah satu bentuk pelanggaran praktek
keperawatan, dimana perawat melakukan kegiatan prakteknya yang
seharusnya mereka lakukan pada tingkatannya, lalai atau tidak mereka
lakukan. Kelalaian ini berbeda dengan malpraktek, malpraktek merupakan
pelanggaran dari perawat yang melakukan kegiatan yang tidak seharusnya
mereka lakukan pada tingkatanya tetapi mereka lakukan.
Menurut Hanafiah dan Amir (1998) dalam Soekidjo Notoatmodjo (2010)
mengatakan bahwa kelalaian adalah sikap yang kurang hati-hati, yaitu tidak
melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan
wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati
tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.
Sedangkan Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah
kegagalan untuk bersikap hati-hati yang umumnya seorang yang wajar dan
hati-hati akan melakukan di dalam keadaan tersebut , ia merupakan suatu
tindakan yang seorang dengan hati-hati yang wajar tidak akan melakukan di
dalam keadaan yang sama atau kegagalan untuk melakukan apa yang seorang
lain dengan hati-hati yang wajar justru akan melakukan di dalam keadaan
yang sama.
Kelalaian dapat disebut sebagai bentuk pelanggaran etik ataupun bentuk
pelanggaran hukum, tergantung bagaimana masalah kelalaian itu dapat

7
timbul, maka yang penting adalah bagaimana menyelesaikan masalah
kelalaian ini dengan memperhatikan dari berbagai sudut pandang, baik etik,
hukum, manusianya baik yang memberikan layanan maupun penerima
layanan. Peningkatan kualitas praktek keperawatan, adanya standar praktek
keperawatan dan juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia
keperawatan adalah hal penting.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kelalaian
cenderung mengarah kesifat ketidaksengajaan, tidak berhati-hati dalam
bekerja, tidak teliti dalam melakukan suatu tindakan, tidak memperhatikan
kepentingan orang lain, namun akibat yang ditimbulkan memang bukanlah
menjadi tujuannya. Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau
kejahatan, jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera
kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya (Hanafiah & Amir,
1999). Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi,
mencelakakan bahkan merengut nyawa orang lain, maka ini dklasifikasikan
sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminal.
2. Jenis-jenis kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:
a. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum atau
tidak tepat/layak, misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi
yang memadai/tepat
b. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat
tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat, misal: melakukan tindakan
keperawatan dengan menyalahi prosedur
c. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang
merupakan kewajibannya, misal: pasien seharusnya dipasang pengaman
tempat tidur tapi tidak dilakukan.
Kelalaian bisa sebagai indikasi malpraktik dan dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
a. Kelalaian perdata
Merupakan kelalaian petugas kesehatan tidak menyebabkan
pelanggaran undang-undang, akibat kelalaian tersebut tidak menyebabkan

8
pasien cidera, cacat ataupun kematian dan sanksinya adalah sanksi etik
yang diatur oleh kode etik profesi.
b. Kelalaian pidana
Merupakan kelalaian petugas kesehatan atau medis mengakibatkan
pelanggaran hukum atau undang-undang. Kelalaian tersebut menyebabkan
pasien cidera, cacat atau meninggal. Sanksi pelanggaran adalah pidana
yang ditentukan pengadilan dalam proses pengadilan yang terbuka.
3. Dampak Kelalaian
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak
yang luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak
Rumah Sakit, individu perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi.
Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk
ganti rugi. (Sampurna, 2005).
Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian
merupakan bentuk dari pelanggaran dasar moral praktek keperawatan
baik bersifat pelanggaran autonomy, justice, nonmalefence, dan lainnya
(Kozier, 1991) dan penyelesainnya dengan menggunakan dilema etik.
Sedangkan dari segi hukum pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku
baik secara individu dan profesi dan juga institusi penyelenggara
pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi kelalaian dapat
digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361
KUHP).

D. Malpraktik
1. Pengertian Malpraktik
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2010), malpraktik dapat diartikan
melakukan suatu tindakan praktik yang salah atau menyimpang dari
ketentuan dan prosedur kerja yang baku (benar). Dalam bidang kesehatan,
malpraktik adalah penyimpangan penanganan kasus atau masalah
kesehatan, sehingga menyebabkan dampak yang buruk bagi pasien, jika
kita bicara mengenai malpraktik, maka ada dua istilah yang sering
dibicarakan secara bersamaan dalam kaitan malpraktik yaitu kelalaian dan
malpratik itu sendiri.

9
Malpraktek tidak sama dengan kelalaian. Malpraktik sangat spesifik
dan terkait dengan status profesional dari pemberi pelayanan dan standar
pelayanan profesional yang baku. Malpraktik ditujukan pada kelalaian
yang dilakukan oleh yang telah terlatih secara khusus atau seseorang yang
berpendidikan yang ditampilkan dalam pekerjaannya. Oleh karena itu
batasan malpraktik ditujukan untuk menggambarkan kelalaian oleh
perawat dalam melakukan kewjibannya sebagai tenaga keperawatan.
Kelalaian memang termasuk dalam arti malpraktik, tetapi di dalam
malpraktik tidak selalu harus ada unsur kelalaian. Malpraktik lebih luas
daripada pelanggaran karena selain mencakup arti kelalaian, istilah
malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan
sengaja dan melanggar Undang-undang, didalam arti kesengajaan tersirat
ada motifnya sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan
malpraktik. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional
seseorang, misalnya perawat, dokter, atau penasihat hukum. Vestal, K.W.
(l995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik,
apabila pengguagat dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :
a. Duty
Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu,
kewajiban mempergunakan segala ilmu fan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan standar profesi. Hubungan perawat-klien
menunjukkan, bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar
keperawatan.
b. Breach of the duty
Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya
menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar
profesinya. Contoh pelanggaran yang terjadi terhadap pasien antara
lain, kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan
sebagai kebijakan rumah sakit.

10
c. Injury
Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage)
yang dapat dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera
sebagai akibat pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau
stres emosi dapat dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait
dengan cedera fisik.
d. Proximate caused
Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk
dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi
secara langsung berhubungan. dengan pelanggaran kewajiban perawat
terhadap pasien).
Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti
pada setiap elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu
dapat dibuktikan, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik
dan perawat berada pada tuntutan malpraktik.
Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakukan Kesalahan :
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang
memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu :
1) Tahap pengkajian keperawatan (assessment errors),
2) Perencanaan keperawatan (planning errors), dan
3) Tindakan intervensi keperawatan (intervention errors).

Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :


a. Assessment errors,
Termasuk kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang
pasien secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang
diperlukan, seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda
vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera.
Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada
ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan
mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk

11
menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan
data dasar secara komprehensif dan mendasar.
b. Planning errors
Termasuk hal-hal berikut :
1) Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya
dalam rencana keperawatan.
2) Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana
keperawatan yang telah dibuat, misalnya menggunakan bahasa
dalam rencana keperawatan yang tidak dimahami perawat lain
dengan pasti.
3) Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan
yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari
rencana keperawatan.
4) Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh
pasien. Untuk mencegah kesalahan tersebut, jangan hanva
menggunakan perkiraan dalam membuat rencana keperawatan
tanpa mempertimbangkannya dengan baik. Seharusnya, dalam
penulisan harus memakai pertimbangan yang jelas berdasarkan
masalah pasien. Bila dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana
berdasarkan data baru yang terkumpul. Rencana harus realistis
berdasarkan standar yang telah ditetapkan, termasuk
pertimbangan yang diberikan oleh pasien. Komunikasikan secara
jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan. Lakukan tindakan
berdasarkan rencana dan lakukan secara hati-hati instruksi yang
ada. Setiap pendapat perlu divalidasi dengan teliti.
c. Intervention errors
Termasuk kegagalan menginteipretasikan dan melaksanakan
tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara
hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat order/pesan dari dokter atau
dari penyelia. Kesalahan pada tindakan keperawatan yang sering
terjadi adalah kesalahan dalam membaca pesan/order, mengidentifikasi

12
pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur, memberikan obat, dan
terapi pembatasan (restrictive therapy).
Dari seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya tampaknya pada
tindakan pemberian obat. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi
yang baik di antara anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan
keluarganya. Untuk menghindari kesalahan ini,, sebaiknya rumah sakit
tetap melaksanakan program pendidikan berkelanjutan (Continuing
Nursing Education).

Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3


kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :
a. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal
malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik
pidana,yaitu :
1) Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan
perbuatan tercela.
2) Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa
kesengajaan (intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344
KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat
keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi
medis pasal 299 KUHP). Kecerobohan (reklessness) misalnya
melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
Atau kealpaan (negligence) misalnya kurang hati-hati mengakibatkan
luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut
pasien saat melakukan operasi. Pertanggungjawaban didepan hukum
pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh
sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada badan
yang memberikan sarana pelayananjasa tempatnya bernaung.
b. Civil malpractice
Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice
apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan
prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).

13
Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan civil malpractice
antara lain :
1) Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan.
2) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi terlambat melakukannya.
3) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi tidak sempurna.
4) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan. Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat
individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain
berdasarkan principle ofvicarius liability. Dengan prinsip ini maka
badan yang menyediakan sarana jasa dapat bertanggung gugat
atas kesalahan yang dilakukan karyawannya selama orang
tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
c. Administrative malpractice
Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice
manakala orang tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu
diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah
mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang
kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk
menjalankan profesinya (Surat Ijin Kena, Surat Ijin Praktek), batas
kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan
tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat
dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
2. Contoh Malpraktik dalam Keperawatan
Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang
perawatan. Perawat tidak membuat rencana keperawatan guna
memantau dan mempertahankan keamanan pasien dengan memasang
penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi, pasien kemudian
terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien
mengalami patah tulang tungkai Dari kasus diatas , perawat telah

14
melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan dalam kode etik
keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia
dalam Musyawarah Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29 Nopember
1989 khususnya pada Bab I, pasal 1, yang menjelaskan tanggung
jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga dan
masyarakat).dimana perawat tersebut tidak melaksanakan tanggung
jawabnya terhadap klien dengan tidak membuat rencana keperawatan
guna memantau dan mempertahankan kemanan pasien dengan tidak
memasang penghalang tempat tidur. Selain itu perawat tersebut juga
melanggar bab II pasal V,yang bunyinya Mengutamakan perlindungan
dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta matang dalam
mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-
tugaskan tanggung jawab yang ada hubungan dengan keperawatan
dimana ia tidak mengutamakan keselamatan kliennya sehingga
mengakibatkan kliennya terjatuh dari tempat tidur dan mengalami
patah tungkai. Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan
kewajibannya sebagai perawat dalam hal Memberikan
pelayanan/asuhan sesuai standar profesi/batas kewenangan. Dari kasus
tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan
kerugian seperti patah tulang tungkai sehingga bisa dikategorikan
sebagai malpraktek yang termasuk ke dalam criminal malpractice
bersifat neglegence yang dapat dijerat hokum antara lain : 1. Pasal-
pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai
menyebabkan mati atau luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena
kelalaian menyebabkan orang mati :Barangsiapa karena kealpaannya
menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. 2. Pasal
360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1)
Barangsiapa karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat
luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau kurungan paling lama satu tahun.Ayat (2) Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian

15
rupa sehinga menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan
pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam
de¬ngan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling
tinggi tiga ratus rupiah. 3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam
melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker,
sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan
pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka
mendapat hukuman yang lebih berat pula.Pasal 361 KUHP
menyatakan:Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini di-lakukan
dalam menjalankan suatu jabatan atau pen¬caharian, maka pidana
ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya
untuk menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan dan
hakim dapat memerintahkan supaya putusnya di-umumkan.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice
adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat
dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar
Pasal 54 : (1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan
atau kelalaian dalam melak-sanakan profesinya dapat dikenakan
tindakan disiplin. (2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis
Disiplin Tenaga Kesehatan.
Contoh kasus:
Pasien Tn. X dengan usia 65 tahun dirawat dengan diagnosa medis
gastritis kronis, mengalami disorientasi waktu dan tempat disertai
gelisah pada saat berada di ruang rawat penyakit dalam. Pasien masuk
RS pukul 22.00 WIB dan didampingi oleh 1 (satu) orang keluarga
pasien, perawat yang dinas malam di ruang rawat tersebut adalah
Tn.B dan jumlah pasien saat itu adalah 2 orang pasien. Setelah pasien
Tn. X masuk ruang rawat, perawat tersebut melakukan tindakan
mengukur TTV, mengcek kebutuhan obat pasien ( injeksi dan oral)
berdasarkan order dokter dan mengganti cairan infus 10 tetes/ menit.

16
Setelah melakukan tindakan tersebut, perawat beristirahat di ruang
perawat dan tertidur selama lebih kurang 2 jam. Sebelum tidur,
perawat tersebut hanya menitip pesan ke keluarga pasien Tn. X untuk
menjaga Tn. X dan tidak membuat rencana keperawatan guna
memantau dan mempertahankan keamanan pasien dengan memasang
penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi dan gelisah,
pasien kemudian terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari,
pasien mengeluh nyeri pada bagian kepala akibat terbentur pada kursi,
kepala pasien memar. dan infus pasien terlepas dan pasien harus
pasang infus ulang untuk keperluan pengobatan. Dan keluarga Tn. X
harus membeli infus set lagi karena pasien tidak mempunyai kartu
jaminan kesehatan.
Dari kasus di atas, perawat telah melanggar etika keperawatan
karena tidak memuk mendapatkan perawatan dan pengobatan yang
optimal dan perawat telah melakukan kelalaian dalam melaksanakan
kewajiban perawat yaitu kewajiban memberikan pelayanan atau
asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi. Dari kasus ini
perawat tidak seharusnya perawat hanya mengandalkan keluarga
pasien untuk menjaga pasien yang mengalami disorientasi dan gelisah.
Perawat seharusnya tetap memantau pasien dan memikirkan akibat jika
pasien gelisah dan memasang penghalang tempat tidur jika
meninggalkan pasien.
Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya
sebagai perawat dalam hal Memberikan pelayanan/asuhan sesuai
standar profesi/batas kewenangan, dalam kasus tersebut perawat telah
melakukan kelalaian karena tidak memperhatikan keselamatan pasien
yang mengalami disorientasi dan gelisah sehingga yang
mengakibatkan kerugian seperti adanya luka memar di kepala dan
kerugian biaya dari keluarga pasien yang harus membeli infus set
untuk keperluan pengobatan.

17
E. Perbedaan Kelalaian dan Malpraktik dalam Keperawatan
Beberapa penulis mengatakan bahwa antara negligence dengan
malpractice hampir tidak ada perbedaannya. Para pakar yang disebutkan
oleh Guwandi (2004) yang menyamakan antara negligence dengan
malpractice tersebut adalah :
1. Creighton mengemukakan bahwa malpractice merupakan sinonim dari
professional negligence.
2. Mason-Mc Call Smith menyebutkan bahwa "Malpractice is a term
which is increasingly widely used as a synonim for "medical
negligence".
Demikian juga didalam beberapa literatur, seringkali istilah
malpractice dan negligence ini sering digunakan secara bergantian.
Guwandi (2004) tidak sependapat dengan pendapat para pakar pada
umumnya. Menurut Guwandi malpractice mempunyai arti lebih luas
daripada negligence (kelalaian), karena dalam malpractice selain tindakan
yang termasuk dalam kelalaian juga ada tindakan-tindakan yang termasuk
dalam kategori kesengajaan dan melanggar undang-undang. Malpraktik
yang dilakukan dengan sengaja merupakan bentuk malpraktik murni yang
termasuk didalam criminal malpractice.
Untuk memperjelas perbedaan antara malpraktik dan kelalaian, dapat
diperjelas dengan contoh kasus sebagai berikut :
1. Malpraktik yang dilakukan dengan sengaja (merupakan istilah
malpraktik dalam arti sempit) atau dapat disebut sebagai criminal
malpractice adalah perbuatan / tindakan dokter yang secara jelas-jelas
melanggar undang-undang, antara lain :
a. Melakukan pengguguran kandungan
b. Melakukan euthanasia
c. Memberikan surat keterangan palsu atau isinya tidak sesuai
dengan keadaan sebenarnya
2. Kelalaian merupakan bentuk perbuatan yang dilakukan dengan tidak
sengaja, misalnya :

18
a. Karena tertukarnya rekam medis, dokter keliru melakukan
tindakan pembedahan kepada pasien.
b. Dokter lupa memberikan informasi kepada pasien yang akan
dilakukan tindakan operasi, sehingga operasi dilakukan tanpa
disertai informed consent.
Selain contoh tersebut diatas, Guwandi (2004) juga mengemukakan
perbedaan antara malpraktik dan kelalaian dapat dilihat dari motif atau
tujuan dilakukannya perbuatan tersebut, yaitu ;
1. Pada malpraktik (dalam arti sempit) - tindakan yang dilakukan secara
sadar, dengan tujuan yang sudah mengarah kepada akibat yang
ditimbulkan atau petindak tidak peduli kepada akibat dari tindakannya
yang telah diketahuinya melanggar undang-undang.
2. Pada kelalaian - petindak tidak menduga terhadap timbulnya akibat
dari tindakannya. Akibat yang terjadi adalah diluar kehendak dari
petindak dan tidak ada motif dari petindak untuk menimbulkan akibat
tersebut.

F. Tanggung Jawab (Liability) dalam Keperawatan dalam Etika Keperawatan


1. Pengertian Tanggung Jawab (Liability)
Tanggung jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan
terpercaya. Sebutan ini menunjukan bahwa perawat professional
menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti dan kegiatan perawat
dilaporkan secara jujur. Klien merasa yakin bahwa perawat bertanggung
jawab dan memiliki kemampuan, pengetahuan dan keahlian yang relevan
dengan disiplin ilmunya. Kepercayaan tumbuh dalam diri klien, karena
kecemasan akan muncul bila klien merasa tidak yakin bahwa perawat yang
merawatnya kurang terampil, pendidikannya tidak memadai dan kurang
berpengalaman. Klien tidak yakin bahwa perawat memiliki integritas
dalam sikap,keterampilan, pengetahuan (integrity) dan kompetensi.
Beberapa cara dimana perawat dapat mengkomunikasikan tanggung
jawabnya :
a. Menyampaikan perhatian dan rasa hormat pada klien
(sincere intereset)

19
Contoh :
“Mohon maaf bu demi kenyamanan ibu dan kesehatan ibu saya akan
menggantibalutan atau mengganti spreinya”.
b. Bila perawat terpaksa menunda pelayanan, maka perawat bersedia
memberikanpenjelasan dengan ramah kepada kliennya (explanantion
about the delay). Misalnya ;
“Mohon maaf pak saya memprioritaskan dulu klien yang gawat dan
darurat sehinggaharus meninggalkan bapak sejenak”.
c. Menunjukan kepada klien sikap menghargai (respect) yang
ditunjukkan dengan perilakuperawat. misalnya mengucapkan salam,
tersenyum, membungkuk, bersalaman, dsb.
d. Berbicara dengan klien yang berorientasi pada perasaan klien (subjects
the patiens desires) bukan pada kepentingan atau keinginan perawat
misalnya :
“Coba ibu jelaskanbagaimana perasaan ibu saat ini”.
Sedangkan apabila perawat berorientasi padakepentingan perawat ;
“Apakah bapak tidak paham bahwa pekerjaan saya itu banyak,dari
pagi sampai siang, mohon pengertiannya pak, jangan mau dilayani
terus”
e. Tidak mendiskusikan klien lain di depan pasien dengan maksud
menghina (derogatory)
Misalnya :
“ pasien yang ini mungkin harapan sembuhnya lebih kecil dibanding
pasien yang tadi”
f. Menerima sikap kritis klien dan mencoba memahami klien dalam
sudut pandang klien (see the patient point of view). Misalnya perawat
tetap bersikap bijaksana saat klienmenyatakan bahwa obatnya tidak
cocok atau diagnosanya mungkin salah.
2. Tanggung Jawab terkait Kelalaian dan Malpraktik
Pertanggung jawaban dalam hukum terkait kelalaian dan
malpraktik terdiri dari 4 elemen, diantaranya :

20
a. Kewajiban (duty) : pada sat terjadinya cedera terkait dengan
kewajibannya yaitu kewajiban mempergunakan segala ilmu dan
kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak – tidaknya
meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar
profesi. Contoh :
Perawat rumah sakit bertanggung jawab untuk :
1) Pengkajian yang aktual bagi pasien yang ditugaskan untuk
memberikan asuhan keperawatan
2) Mengingat tanggung jawab asuhan keperawatan professional
untuk mengubah kondisi klien
3) Kompeten melaksanakan cara – cara yang aman untuk klien
b. Breach of the duty (Tidak melasanakan kewajiban): pelanggaran
terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang
dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar profesinya.
Contoh :
1) Gagal mencatat dan melaporkan apa yang dikaji dari pasien.
Seperti tingkat kesadaran pada saat masuk.
2) Kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang
ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
3) Gagal melaksanakan dan mendokumentasikan cara – cara
pengamanan yang tepat ( pengaman tempat tidur, restrain, dll )
c. proximate caused (sebab-akibat): pelanggaran terhadap
kewajibannya menyebabkan atau terkait dengan cedera yang
dialami klien. Contoh :
Cedera yang terjadi secara langsung berhubungan dengan
pelanggaran terhadap kewajiban perawat terhadap pasien atau
gagal menggunakan cara pengaman yang tepat yang menyebabkan
klien jatuh dan mengakibatkan fraktur.
d. Injury (Cedera) : sesorang mengalami cedera atau kerusakan yang
dapat dituntut secara hukum
Contoh :

21
fraktur panggul, nyeri, waktu rawat inap lama dan memerlukan
rehabilitasi.
Sebagai suatu tindakan yang dibawa ke pengadilan perdata untuk
diminta kompensasi, kelalaian merupakan salah satu dari sekelompok
kesalahan yang dikenal sebagai “kesalahan perdata (tort)”. Agar tuntutan
terhadap tindakan kelalaian tersebut berhasil, penuntut harus memastikan
bahwa duty of care (kewajiban melindungi dari bahaya) diberikan kepada
seseorang oleh terdakwa atau staf terdakwa, bahwa terjadi pelanggaran
dalam kewajiban ini dan,sebagai konsekuensi dari pelanggaran kewajiban
ini, penuntut mengalami kerugian. Dalam hukum terdapat kewajiban
melindungi dati bahaya yang dapat diperkirakan secara masuk akal,
kecuali jika kewajiban tersebut dilakukan dapat terjadi kerugian karena itu,
seorang perawat memiliki kewajiban melindungi pasien dan pengemudi
memlik kewajiban untuk tidak mencelakakan pengemudi lain. Hukum
tidak mengharuskan seseorang secara sukarela melaksanakan kewajiban
melindungi tersebut;karena itu, tidak terdapat kewajiban dalam hukum
untuk membantu seseorang yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas yang
disebabkan oleh orang lain. Akan tetapi, nursing and Midwifery Council
mempertimbangkan bahawa semua praktisnya yang terdaftar, meskipun
tidak sedang berkewajiban secara hukumuntuk memberikan bantuan,
memiliki kewajiban professional dibawah Code of Profesional Conduct
(NMC,2002a). jika memang ada seseorang yang rela membantu , orang
tersebut terkena kewajiban di tas dan ia diharuskan untuk memberi
bantuan dengan benar.
Standar keperawatan bagi mereka yang diwajibkan melimdungi dari
bahaya adalah melaksanakan tugas sesuai dengan praktik yang dianggap
layak oleh suatu badan professional yang bertanggung jawab dan terampil
dalam tindakan yang bersangkutan. Standar ini diuraikan dalam kasus
Bolam versus Friem Hospital Management Committee (1957 ) dan dikenal
sebagai Bolam Test. pakar diminta memberi bukti kepada pengadilan
mengenai apa yang dianggap sebagai standar keperawatan yang masuk
akal dalam kaitannya dengan kasus dan apakah yang sebenarnya terjadi

22
sesuai dengan standar tersebut. Diakui bahwa mungkin terdapat banyak
opini professional kompeten yang berlaianan mengenai praktik apa yang
sesuai untuk suatu keadaan (Maynard vs. West Midlands RHA [1984] 1
WLR 634). House of Lords (Pengadilan Tinggi) menekankan bahwa pakar
harus memberikan bukti opini yang masuk akal, bertanggung jawab, dan
terhormat serta memiliki dasar logis (Bolitho vs. City and Hackney HA
[1997] 4 All ER 771).
Penuntut harus memperlihatkan keseimbangan probabilitas bahwa
telah terjadi kegagalan dalam penyediaan standar perawatan yang layak
dan bahwa kegagalan ini dapat diperkirakan menyebabkan kerugian yang
dialaminya. Penuntut juga harus memastikan bahwa ia telah menderita
kerugian untuk memperoleh kompensasi dalam suatu kelalaian. Kerugian
ini dapat mencakup cedera perorangan, nyeri dan penderitaan, hilangnya
kesenangan, dan juga hilang atau rusaknya barang, jika yang hilang adalah
nyawa, maka tuntutan dapat dilakukan oleh perwakilan personal dari
almarhum/ah atas nama negara, dan oleh pihak yang bergantung pada
almarhumah.
Perawat professional di masa mendatang dihadapkan pada suatu
tuntutan tanggung jawab dan tanggung jawab yang lebi tinggi pada setiap
intervensi yang akan dilaksanakan . Artinya setiap asuhan keperawatan
yang diberikan kepada klien harus menghindari kesalahan karena kelalaian
(negligence) dengan melakukan pendekatan proses keperawatan dan
pendokumentasian yang akurat dan benar. Kesalahan sekecil apapun yang
dilakuakan oleh seorang perawat professional akan berdampak terhadap
citra keperawatan secara keseluruhan dan akan diminta
pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan oleh klien. Indikator
malpraktik-kelalaian dalam praktik keperawatan professional meliputi:
1. Klien tidak menjadi tanggung jawab perawat yang bersangkutan
2. Perawat tidak melaksanakan tugas yang diemban
3. Perawat menyebabkan klien terluka atau cacat

23
4. Luka atau cacat yang disebabkan karena kelalaian perawat bisa karena
kesalahan dalam melakukan intervensi (negligence commission)
maupun karena lupa (omission).
5. Persoalan hukum di antara profesional keperawatan kesehatan
Dalam era proliferasi; tuntutan perawatan kesehatan saat ini, profesinal
yang memberikan perawatan sering kali menjadi prihatin mengenain
lingkungan tempat mereka memberikan perawatan. Hal ini tentu beralasan
karena di Maryland diperkirakan sebanyak 650 sampai 700 kasus
malpraktik terjadi pada tahun 1997 dan 1998. Di 50 negara, terjadi sekitar
32500 kasus baru untuk setiap tahunnya.
Bagian ini tidak membahas informasi yang lebih mendalam mengenai
malpraktik medis, tetapi hal ini penting bagi perawat untuk menyadari
bahwa elemen berikut ini penting untuk membuktikan kasus malpraktik
medis; (1) tergugat (mis. Perawat atau dokter) yang mempunyai tugas
merawat penggugat (mis. Pasien); (2) tugas tersebut dilanggar, (3) pasien
menderita; dan (4) penderitaan pasien disebabkan oleh kesalahan penyedia
perawatan dalam memenuhi standar perawatan. Saat sorang perawat atau
dokter berpraktik di lingkungan perawatan kesehatan tempat pasien
mencari perawatan, maka terdapat tugas untuk memberikan perawatan.
Jika kasus dibawa ke pengadilan, standar perawatan ditetapkan dengan
kesaksian saksi ahli yang berhubungan dengan kasus. Kegagalan
memberikan perawtaan dalam standar keperawatan yang disepakati
disebut kelalaian.
Pendokumentasian perawataan yang diberikan sering menjadi elemen
penting dalam menentukan hasil putusan malpraktik. Catatan yang
ceroboh, acak-acakan dan tidak lengkap dapat menunjukkan perawatan
yang ceroboh, acak-acakan dan tidak lengkap juga.
Meskipun jalur klinis kontroversial dengan dokter dan staf
administrasi, yang khawatir tentang dampak hukum pembuatan jalur klinis
sebagai bagian permanen dari catatan medis, jalur klinis ini telah menjadi
satu alat untuk mencegah tuntutan malpraktik. Jika kolaborasi dengan
dokter ahli dan berbagai disiplin lain dikembangakan dan diperbaharui

24
secara teratur, maka jalur klinis seharusnya mencerminkan standar
perawatan saat ini. Jalur klinis dapat memperbaiki komunikasi dan
kontinuitas di antara semua penyedia pelayanan yang terlibat dalam
perawatan pasien, begitu juga transisi terhadap lingkungan perawatan
lainnya. Jalur klinis juga memberi mekanisme untuk kelangsungan dan
evakuasi yang sistematik mengenai kemajuan pasien ke arah hasil yang
diharapkan.
Meskipun demikian, dapat terjadi liabilitas jika pemberian perawatan
kesehatan menyesuaikan dengan jalur, yaitu ketika status pasien benar-
benar membutuhkan penyimpangan dari jalur dalam rangka memberi
perawatan yang lebih baik. Perawat, seperti penyedia perawatan kesehatan
lain yang berlisensi, terkait dengan tanggung jawab untuk melakukan
keputusan dan perawatan terindividualisasi. Sistem jalur klinis harus
dibuat, sehingga penyimpangan (mis.perbedaan) dari jalur secara jelas
didokumentasikan dengan rasional dan tindak lanjut yang tepat.
Pajanan terhadap liabilitas dapat juga diminimalkan dengan berbagi
informasi mengenai jalur klinis dengan pasien dan keluarga. Komuniukasi
yang buruk dengan pasien merupakan salah satu penyebab umum
terjadinya gugatan malpraktik. Tujuh puluh lima persen tuntutan pasien
disebabkan oleh “sikap” dan” komunikasi” yang buruk dari penyedia
perawatak kesehatan. Banyak organisasi memberikan salinan alur klinis
kepada pasien sebagai referensi, membuat alur tersendiri untuk pasien
yang awam, atau ameminta pasien dan keluarga untuk “mengakhiri” jalur
tersebut. Tindakan ini tidak hanya memenuhi kebutuhan dari lembaga
akreditasi untuk mendapatkan masukan pasien mengenai perawtaan, tetapi
juga memposisikan pasien sebagai mitra dalam perawatan mereka.
Semua faktor yang disebutkan di atas telah menciptakan suatu
lingkungan yang bagi perawata telah meningkatkan tanggung jawab utnuk
melaksanakannya dalam waktu yang singkat karena adanya penurunan
lama rawat pasien, seperti halnya dengan tanggung jawab untuk
mendukung organisasi dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dan
memaksimalkan penggantian biaya. Dengan demikian, catatan medis

25
menjadi satu-satunya catatan tertulis yang berisi laporan perawatan yang
lebih singkat.

26
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Etika adalah ilmu pengetahuan yang terkait dengan nilai-nilai dan moral,
oleh karena itu Perawat perlu memahami pengertian tentang etika, nilai serta
moral. Etika keperawatan adalah suatu ungkapan tentang bagaimana perawat
wajib bertingkah laku. Secara umum tujuan etika profesi keperawatan adalah
menciptakan dan mempertahankan kepercayaan klien kepada perawat,
kepercayaan di antara sesama perawatan dan kepercayaan masyarakat kepada
profesi keperawatan. Kelalaian (Negligence) adalah salah satu bentuk pelanggaran
praktek keperawatan, dimana perawat melakukan kegiatan prakteknya yang
seharusnya mereka lakukan pada tingkatannya, lalai atau tidak mereka lakukan.
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005) yaitu malfeasance,
misfeasance dan nonfeasance.
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2010), malpraktik dapat diartikan
melakukan suatu tindakan praktik yang salah atau menyimpang dari ketentuan dan
prosedur kerja yang baku (benar). Vestal, K.W. (l995) mengatakan bahwa untuk
mengatakan secara pasti malpraktik, apabila pengguagat dapat menunujukkan hal-
hal diantaranya duty, breach of the duty, injury, dan proximate caused. Tanggung
jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya.

B. Saran
Diharapkan mahasiswa lebih memahami materi etika keperawatan
berkaitan dengan liability, negligence dan malpraktik agar dapat memudahkan
saat bekerja di rumah sakit nanti dan semoga makalah ini dapat membantu dalam
mengerjakan tugas mengenai etika keperawatan berkaitan dengan liability,
negligence dan malpraktik.

27
DAFTAR PUSTAKA

Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga:
Jakarta: EGC.Craven & Hirnle. (2000). Fundamentals of nursing.
Philadelphia. Lippincott

Huston, C.J, (2000). Leadership Roles and Management Functions in Nursing;


Theory and Aplication; third edition: Philadelphia: Lippincott.

Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tetang Resgistrasi Praktik


Perawat.

Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept theory and practices.


Philadelphia. Addison Wesley.

Leah curtin & M. Josephine Flaherty (1992). Nursing Ethics; Theories and
Pragmatics: Maryland: Robert J.Brady CO.

Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.

Redjeki, S. (2005). Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi seminar
tidak diterbitkan.

Sampurno, B. (2005). Malpraktek dalam pelayanan kedokteran. Materi seminar


tidak diterbitkan.

Soenarto Soerodibroto, (2001). KUHP & KUHAP dilengkapi yurisprodensi


Mahkamah Agung dan Hoge Road: Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.

Staunton, P and Whyburn, B. (1997). Nursing and the law. 4th ed.Sydney:
Harcourt.

Supriadi, (2001). Hukum Kedokteran : Bandung: CV Mandar Maju.

Tonia, Aiken. (1994). Legal, Ethical & Political Issues in Nursing. 2ndEd.
Philadelphia. FA Davis.

28
Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999. Jakarta: Sinar
Grafika.

29

You might also like