Professional Documents
Culture Documents
Sahabat inilah yang pertama-tama dijuluki sebagai pemimpin para pemimpin (Amirul
Umara). Dialah orang yang dipegang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
tangan kanannya seraya bersabda mengenai dirinya,
ُ
َّأَ ِمينا أمةَّ لَ ُكمَّ إِن، َّن وَإِن َِّ ن ُعبَي َد ََّة أَ ُبوَّ األُم
ََّ ة ه ِذ َِّه أَ ِمي َُّ احِ ب
َّ الجَر
“Sesungguhnya setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini
adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.“
Orang kepercayaan inilah yang disebut-sebut Al-Faruq radhiallahu ‘anhu pada saat
akan menghembuskan nafas terakhirnya, “Seandainya Abu Ubaidah bin al-Jarrah radhiallahu
‘anhu masih hidup, niscaya aku menunjuknya sebagai penggantiku. Jika Rabb-ku bertanya
kepadaku tentang dia, maka aku jawab, ‘Aku telah menunjuk kepercayaan Allah dan
kepercayaan Rasul-Nya sebagai penggantiku’.”
Ia masuk Islam lewat perantaraan Ash-Shiddiq di masa-masa awal Islam sebelum
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk Darul Arqam. Ia berhijrah ke Habasyah yang
kedua. Kemudian kembali untuk berdiri di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salalm
dalam Perang Badar. Ia mengikuti peperangan seluruhnya, kemudian melanjutkan berbagai
peperangan bersama Ash-Shiddiq dan Al-Faruq radhiallahu ‘anhuma.
Sikap yang ditunjukkannya dalam perang Uhud menjelaskan kepada kita bahwa ia
benar-benar kepercayaan umat ini, di mana ia tetap menebaskan pedangnya yang terpercaya
kepada pasukan kaum paganis. Setiap kali situasi dan kondisi perang mengharuskannya jauh
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia berperang sembari kedua matanya
memperhatikan di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertempur.
Di salah satu putarannya dan peperangan telah mencapai puncaknya, Abu Ubaidah
radhiallahu ‘anhu dikepung oleh segolongan kaum musyrikin. Abu Ubaidah radhiallahu
‘anhu kehilangan kesadarannya, ketika melihat anak panah meluncur dari tangan orang
musyrik lalu mengenai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia menyerang orang-orang yang
mengepungnya dengan pedangnya dan seolah-olah ia memegang seratus pedang, sehingga
membuat mereka tercerai berai. Lantas ia berlari bak terbang menuju Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Ia melihat darah beliau yang suci mengalir dari wajahnya, dan melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap darah itu dengan tangan kanannya seraya bersabda,
َ ح َكي
َّف َُّ ِض ُبوا َقومَّ ُيفل
َ خ
َ ه
ََّ نَ ِب ِي ِهمَّ وَج، ه ََّو ُ رَبِ ِهمَّ إِلَى يَد ُعو
ُ همَّ َو
“Bagaimana akan beruntung suatu kaum yang melumuri wajah Nabi mereka, padahal dia
menyeru kepada Rabb mereka.” (Lihat, Tafsir al-Qurthubi, 4/ 199)
Dian Kemala Astuti