Professional Documents
Culture Documents
INTRAVENA ANESTESI
Pembimbing :
Disusun Oleh :
D. H. Sukarna Putra, S. Ked (J510 1650 32)
Arinil Husna Kamila, S. Ked
Ayu Mustikarini, S. Ked
FAKULTAS KEDOKTERAN
RSUD KARANGANYAR
2017
2
TUGAS REFERAT
ILMU ANESTESI
INTRAVENA ANESTESI
Diajukan oleh :
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta pada
Pembimbing :
Dipresentasikan di hadapan :
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ 1
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5
A. Anestesi Umum Intravena............................................................. 5
B. Tindakan Preoperatif...................................................................... 6
C. Tindakan Premedikasi.................................................................... 7
D. Obat-obat Induksi Anestesi IV....................................................... 21
E. Pemeliharaan Anestesi…............................................................. 31
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 35
A. Kesimpulan ................................................................................. 35
B. Saran........................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................36
BAB I
PENDAHULUAN
4
A. Latar Belakang
Anestesia berarti pembiusan, kata ini berasal dari bahasa Yunani an-
"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa". Istilah
anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai dengan
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible).
Komponen anestesi yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : hipnotik,
analgesia dan relaksasi otot. Praktik anestesi umum juga termasuk mengendalikan
pernapasan dengan pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur
anestesi. Tahapannya mencakup premedikasi, induksi, maintenance, dan
pemulihan. Metode anestesi umum dapat dilakukan dengan cara yaitu parenteral
melalui intravena dan intramuskular, perrektal (biasanya untuk anak-anak) dan
inhalasi.
Anestesi umum intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur
intravena, baik untuk tujuan hipnotik, analgetik ataupun pelumpuh otot. Anestesi
yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran
dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas keamanan
pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat minimal. Tidak
satupun obat anestesi dapat memberikan efek yang diharapkan tanpa efek
samping, bila diberikan secara tunggal. Kombinasi beberapa obat mungkin akan
saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang
lain.
Anestesi umum intravena ini penting untuk kita ketahui karena selain
dapat digunakan dalam pembedahan dikamar operasi, juga dapat menenangkan
pasien dalam keadaan gawat darurat. Oleh karena itu sebagai dokter umum,
sebaiknya kita mengetahu tentang anestessi umum intravena. Sehingga kami
tertarik untuk membahas tentang anestesi umum intravena.
B. Tujuan 4
Tujuan penulisan referat ini, yaitu
1. Mengetahui agen induksi intravena dalam keilmuan anestesi
5
C. Manfaat
Manfaat penulisan referat ini, yaitu
1. Menambah pengetahuan tentang agen induksi intravena dalam keilmuan
anestesi
2. Menambah wawasan tentang dosis yang ideal dan indikasi penggunaan dari
masing-masing agen induksi intravena
3. Menambah wawasan tentang farmakokinetik, farmakodinamik dan efek
samping dari masing-masing agen induksi intravena
BAB II
PEMBAHASAN
6
a. Farmakokinetik
Ketiga macam obat golongan benzodiazepines yang banyak
digunakan dalam anestesi diklasifikasikan sebagai berikut: Midazolam
(short-lasting), lorazepam (intermediate-lasting), diazepam (long-
acting), berdasarkan metabolism dan bersihan dari plasma. Rasio
bersihan midazolam berkisar antara 6-11 ml/kg/menit, sedangkan
lorazepam 0.8-1.8 ml/kg/menit dan diazepam 0.2-0.5 ml/kg/menit.
Walaupun terminasi kerja dari obat ini terutama dipengaruhi oleh
redistribusi obat dari SSP ke jaringan lain setelah penggunaan untuk
anestesi, pemberian berulang, atau infuse berkelanjutan, kadar
midazolam dalam darah turun lebih cepat dibandingkan yang lain karena
bersihan hati yang lebih besar. Hasil metabolisme dari benzodiazepines
menjadi penting.
Diazepam membentuk 2 macam metabolit aktif yaitu, oxazepam
dan desmethyldiazepam yang memperkuat dan memperpanjang efek
obat. Midazolam mengalami biotransformasi menjadi hydroxymidazolam
yang memiliki potensi 20-30% dari midazolam. Metabolit-metabolit ini
diekskresikan melalui urin dan dapat menyebabkan sedasi yang dalam
pada pasien dengan gangguan ginjal. Pada pasien yang sehat,
hydroxymidazolam lebih cepat diekskresikan dibanding midazolam
16
a. Farmakokinetik
Aksi vagolitik dari antikolinergik diperoleh melalui blokade efek
asetylkolin pada SA node
b. Farmakodinamik
Atropin dalam dosis kecil memperlihatkan efek merangsang
disusunan saraf pusat dan pada dosis toksik memperlihatkan efek
19
air liur tidak ada, penglihatan kabur, midriasis , gallop rhythm. Anti
dotumnya ialah fisotigmin salisilat 2-4mg SK dapat menghilangkan
gejala SSP dan efek anhidrosis.
Antikolinergik secara luas digunakan saat anestesi inhalasi;
diproduksi secret yang berlebihan oleh saluran nafas dan pada bahaya
bradikardi intraoperatif. Indikasi khusus antikolinergik sebelum operasi
adalah sebagai antisialogogue, sedasi dan amnesia. Walaupun juga
memiliki efek sebagai vagolitik dan mengurangi sekresi cairan lambung,
namun tidak disetujui penggunaannya pada preoperatif.
5. Anti emetic
a. Ondancentron
Antagonis 5HT3 yang sangat selektif yang dapat menekan mual dan
muntah karena sitostatika. Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan
dengan mengantagoniskan reseptor 5-HT yang terdapat pada
chemoreceptor zone di area posttrema otak dan mungkin juga pada aferen
vagal saluran cerna. Pada pemberian oral obat ini diabsorpsi secara cepat.
Kadar maksimum tercapai setelah 1-1.5 jam terikat protein plasma
sebanyak 70-76% dan wktu paruhnya 3 jam. Dosisnya 0.1-0,2 mg/KgBB.
b. Simetidin dan Ranitidin
1) Farmakokinetik
Bioavaibilitas simetidin sekitar 70% sama dengan setelah
pemberian IV atau IM. Ikatan protein plasmanya hanya 20%. Absorpsi
simetidin diperlambat dengan makanan, sehingga diberikan bersama
atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperpanjang efek
pada periode pascamakan. Absorpsi simetdidin terutama terjadi pada
menit ke 60-90. Simetidin masuk ke SSP. Sekitar 50-80% dari dosisIV,
dan 40% oral, simetidin diekskresikan dalam bentuk asal dalam urin.
Masa paruh eliminasinya sekitar 2jam.
Bioavaibilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50%
dan meningkat pada pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira
1,7-3 jam pada orang dewasa, dan memanjang pada orangtua dan pada
pasien penyakit gagal ginjal. Kadar puncak dalam plasma dicapai
dalam 1-3jam setelah penggunaan 150mg ranitidin oral dan yang
21
1. PROPOFOL
22
Propofol adalah salah satu dari kelompok derivat fenol yang banyak
digunakan sebagai anastesia intravena. Pertama kali digunakan dalam
praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi. Propofol dikemas
dalam cairan emulsi berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan
1% (1ml=10 mg).
Propofol dengan cepat dimetabolisme di hati melalui konjugasi ke
glukuronat dan sulfat untuk menghasilkan senyawa larut dalam air, yang
diekskresikan oleh ginjal. Kurang dari 1% propofol diekskresikan tidak
berubah dalam urin, dan hanya 2% diekskresikan dalam tinja.
a. Farmakokinetik
Waktu paruh 24-72 jam. Dosis induksi cepat menimbulkan sedasi
(30-45 detik) dengan durasi berkisar antara 20-75 menit tergantung dosis
dan redistribusi dari sistem saraf pusat. (4) Sebagian besar propofol terikat
dengan albumin (96-97%). Setelah pemberian bolus intravena,
konsentrasi dalam plasma berkurang dengan cepat dalam 10 menit
pertama (waktu paruh 1-3 menit) kemudian diikuti bersihan lebih lambat
dalam 3-4 jam (waktu paruh 20-30 menit). Kedua fase ini menunjukkan
distribusi dari plasma dan ambilan oleh jaringan yang cepat.
Metabolisme terjadi di hepar melalui konjugasi oleh konjugasi oleh
glukoronida dan sulfat untuk membentuk metabolit inaktif yang larut air
yang kemudian diekskresi melalui urin. Eliminasi propofol sensitif
terhadap perubahan aliran darah hepar namun tidak dipengaruhi oleh
ikatan protein ataupun aktivitas enzim. Propofol diketahui menghambat
metabolisme obat oleh sitokrom p450 oleh karena itu dapat menyebabkan
perlambatan klirens dan durasi yang memanjang pada pemberian
bersama dengan fentanyl, alfentanil dan propanolol.
b. Farmakodinamik
Sistem saraf pusat. Dosis induksi menyebabkan pasien kehilangan
kesadaran dengan cepat akibat ambilan obat lipofilik yang cepat oleh
SSP, dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi,
tanpa disetai efek analgetik. Pada pemberian dosis induksi (2mg/kgBB)
23
a. Definisi
Tiopental (pentotal, tiopenton) dikemas dalam bentuk tepung atau
bubuk berwarna kuning, berbau belerang, biasanya dalam ampul 500 mg
atau 1000 mg. Sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril
sampai kepekatan 2.5% (1 ml= 25 mg). Thiopental hanya boleh
digunakan untuk intravena. Penyuntikan dilakukan perlahan-lahan
dihabiskan dalam 30-60 detik. Keuntungan thiopental antara lain:
1) Induksi mudah dan cepat
2) Tidak ada delirium
3) Kesadaran cepat pulih
4) Tidak ada iritasi mukosa jalan nafas
Sedangkan kekurangan dari penggunaan thiopental antara lain:
1) Depresi pernafasan
2) Depresi kardiovaskular
3) Kecendurangan tejradinya spasme laring
4) Relaksasi otot perut kurang
5) Tidak memiliki efek analgesik.
b. Farmakokinetik
Waktu paruh thiopental berkisar antara 3-6 jam dengan onset
berkisar antara 30-60 detik dan durasi kerja obat 20-30 menit. (7)
Thiopental di dalam darah 70% diikat oleh albumin, sisanya 30% dalam
bentuk bebas, sehingga pada pasien dengan albumin rendah, dosis rendah
harus dikurangi. Bergantung dosis dan kecepatan suntikan, thiopental
akan menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hipnotik,
anesthesia, atau depresi nafas.
Metabolisme thiopental terutama terjadi di hepar dengan sebagian
kecil thiopental keluar lewat urin tanpa mengalami perubahan. 10-15%
26
thiopental dalam tubuh akan dimetabolisme tiap jam. Pulih sadar yang
cepat setelah thiopental disebabkan oleh pemecahan dalam hepar yang
cepat. Dilusi dalam darah dan redistribusi ke jaringan tubuh yang lain.
Oleh karena itu thiopental termasuk dalam obat dengan daya kerja sangat
singkat (ultra short acting barbiturate) Thiopental dalam jumlah kecil
masih dapat ditemukan dalam darah 24 jam setelah pemberian. Oleh
karena itu dapat membahayakan bagi pasien one day care yang masih
harus mengendarai mobil setelah sadar dari efek thiopental.
c. Farmakodinamik
Sistem saraf pusat. Seperti barbiturat yang lain, thiopental
menimbulkan sedasi, hipnosis, atau tertidur dan depresi pernafasan
tergantung dosis dan kecepatan pemberian. Efek analgetik sedikit dan
terhadap SSP terlihat adanya depresi dan kesadarannya menurun secara
progresif. Kontak dengan lingkungan, gerakan-gerakan, dan kemampuan
menjawab pertanyaan pelan-pelan menghilang.
Kecepatan kerja dari thiopental bergantung pada penetrasi obat ke
SSP yang dipengaruhi oleh kadar obat dalam plasma dan ikatannya
dengan protein plasma. Akibat perbedaan konsentrasi, konsentrasi obat
yang lebih tinggi di plasma akan menyebabkan difusi ke SSP dalam
jumlah besar. 70% thiopental terikat albumin, sedangkan hanya
thiopental bebas yang dapat menembus blood brain barrier karena itu
ikatan dengan protein plasma dan kecepatan onset obat berbanding
terbalik. Tiopental menurukan kebutuhan oksigen otak sehingga perfusi
ke otak juga berkurang yang ditandai dengan peningkatan resistensi
vaskular otak, penurunan aliran darah ke otak dan penurunan tekanan
intrakranial.
Sistem kardiovaskuler. Thiopental mendepresi pusat vasomotor
dan kontraktilitas miokard yang mengakibatkan vasodilatasi, sehingga
dapat menurunkan curah jantung dan tekanan darah. Efek ini tergantung
dosis dan lebih nyata pada pasien dengan penyakit kardiovaskular atau
yang menerima pengobatan yang mempengaruhi simpatis.
27
adalah 0.2-0.8 mg/kgBB intravena dan untuk mencegah nyeri dosis yang
dianjurkan adalah 0.15-0.25 mg/kgBB intravena. Ketamin dapat
diberikan bersama dengan diazepam atau midazolam dengan dosis
0.1mg/kgBB intravena dan untuk mengurangi salvia dapat diberikan
sulfas atropine 0.01mg/kgBB.
d. Indikasi
Ketamin dipakai baik sebagai obat tunggal maupun sebagai induksi
pada anestesi umum :
1) Untuk prosedur dimana pengendalian jalan nafas sulit, misalnya pada
koreksi jaringan sikatriks daerah leher.
2) Untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf atau radiologi
(radiografi).
3) Tindakan ortopedi, misalnya reposisi.
4) Pada pasien dengan resiko tinggi karena ketamin yang tidak
mendepresi fungsi vital
5) Untuk tindakan operasi kecil.
6) Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada
7) Pasien asma.
e. Kontra Indikasi
Ketamin tidak dianjurkan untuk digunakan pada:
1) Pasien hipertensi dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan
diastolik 100 mmHg.
2) Pasien dengan riwayat CVD.
3) Pasien dengan decompensatio cordis. Penggunaan ketamin juga harus
hati-hati pada pasien dengan riwayat kelainan jiwa & operasi-operasi
pada daerah faring karena reflex masih baik.
f. Efek samping
Di masa pemulihan pada 30% pasien didapatkan mimpi buruk
sampai halusinasi visual yang kadang berlanjut hingga 24 jam pasca
pemberian. Namun efek samping ini dapat dihindari dengan pemberian
opioid atau benzodiazepine sebagai premedikasi.
31
E. Pemeliharaan Anestesi
Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total). Rumatan
anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan (hypnosis) sekedar
tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak
menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup. Rumatan intravena
biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50 µg/kgBB. Dosis
tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga
tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga
menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse
propofol 4-12 mg/kgBB/jam
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
-
32
33
DAFTAR PUSTAKA
Dewoto HR, et al. Farmakologi dan Terapi Edisi 5, cetak ulang dengan tambahan,
tahun 2012. Analgesik opioid dan antagonisnya. Balai Penerbit FKUI
Jakarta 2012; 210-218.