Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi yang sangat pesat, pada perusahaan manufaktur
mengakibatkan berkurangnya pemakaian tenaga kerja langsung disatu sisi,
namun disisi lain memerlukan pengeluaran investasi yang relative besar untuk
menggunakan peralatan modern. Karena keterbatasan dana masih banyak
perusahaan yang menggunakan prosedur yang tradisional untuk menghadapi
kemajuan teknologi itu sendiri. Namun masyarakat di Negara maju seperti
Jepang khususnya komunitas manufaktur mulai mengembangkan suatu system
yang disebut Just In Time, dimana sistem ini dilatar belakangi oleh pemborosan-
pemborosan tenaga kerja, ruangan dan waktu industri, yang terjadi dikarenakan
adanya persediaan (inventory) sehingga biaya produksi menjadi lebih tinggi.
Keunggulan suatu perusahaan terhadap para pesaingnya ditentukan oleh
faktor-faktor yaitu waktu, mutu, biaya dan sumber daya manusia. Waktu
merupakan salah satu faktor penentu unggulan daya saing. Jika suatu perusahaan
ingin unggul dari faktor waktu maka perusahaan harus dapat melayani
permintaan konsumen tepat waktu, mengeliminasi atau mengurangi waktu untuk
aktivitas yang tidak bernilai tambah, dan mengefisiensikan waktu untuk aktivitas
bernilai tambah. Salah satu alat agar perusahaan mempunyai keunggulan dari
segi faktor waktu adalah dengan mengembangkan dan menerapkan konsep-
konsep Just In Time.
Operasi JustIn Time merupakan suatu pendekatan untuk mengidentifikasi
dan mengeliminasi segala macam sumber pemborosan dalam aktivitas produksi,
dengan memberikan komponen produksi yang tepat serta pada waktu dan tempat
yang tepat. Operasi Just In Time memproduksi komponen produksi tepat pada
waktu memenuhi kebutuhan produksi, sedangkan Operasi Tradisional
memproduksi komponen produksi dalam jumlah besar dengan maksud untuk
mengantisipasi kalau- kalau terjadi sesuatu.
Para manajer harus mampu memantau kemajuan perusahaannya dalam mencapai
tujuan-tujuannya untuk meningkatkan mutu dan dalam mempertahankan tingkat
mutu. Pengukuran dan pelaporan kinerja mutu sangat penting dalam mencapai
1
keberhasilan dalam peningkatan mutu. Prasyarat dasar untuk pelaporan mutu
adalah pengukuran biaya-biaya mutu. Untuk mengukur biaya mutu digunakan
system penentuan biaya mutu. Sistem penentuan biata mutu ( quality-costing
system) adalah system untuk pemantau dan mengumpulkan data untuk
mempertahankan atau menyempurnakan mutu produk dalam suatu perusahaan.
Untuk pengukuran biaya tersebut diperlukan definisi operasional mengenai
mutu. Target costing merupakan sistem akuntansi biaya yang menyediakan
informasi bagi manajemen untuk memungkinkan manajemen memantau
kemajuan yang dicapai dalam pengurangan biaya produk menuju target cost
yang telah ditetapkan.
1.2 Perumusan Masalah
2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Just In Time
2.1.1Filosofi dan Defenisi Just In Time
Just In Time merupakan integrasi dari serangkaian aktivitas desain untuk
mencapai produksi volume tinggi dengan menggunakan minimum persediaan
untuk bahan baku, Work In Prosses, dan produk jadi. Konsep dasar dari sistem
produksi Just In Timeadalah memproduksi produk yang diperlukan, pada waktu
dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada
setiap tahap proses dalam sistem produksi dengan cara yang paling ekonomis
atau paling efisien melalui eliminasi pemborosan (waste elimination) dan
perbaikan terus – menerus (contionous process improvement).
Dalam system Just In Time, aliran kerja dikendalikan oleh operasi
berikut, dimana setiap stasiun kerja (work station) menarik output dari stasiun
kerja sebelumnya sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan kenyataan ini, sering
kali Just In Timedisebut sebagai Pull System (system tarik). Dalam system Just
In Time, hanya final assembly line yang menerima jadwalproduksi, sedangkan
semua stasiun kerja yang lain dan pemasok (supplier) menerima pesanan
produksi dari subkuens operasi berikutnya. Dengan kata lain, stasiun kerja
sebelumya (stasiun kerja 1 ) menerima pesananproduksi dari stasiun kerja
berikutnya (stasiun kerja 2 ), kemudian memasok produk itu sesuai kuantitas
kebutuhan pada waktu yang tepatdengan spesifiksai yang tepat pula. Dalam
kasus seperti ini, stasiun kerja 2sering disebut sebagai stasiun kerja pengguna
(using work station). Apabila stasiun kerja pengguna itu menghentikan produksi
untuk suatu waktu tertentu, secara otomatis satisun kerja pemasok (supplying
wotk station) akan berhenti memasok produk, karena tidak menerima pesanan
produksi.
Dalam pengertian luas, Just In Time adalah suatu filosofi tepat waktu
yang memusatkan pada aktivitas yang diperlukan oleh segmen-segmen internal
lainnya dalam suatu organisasi. Just In Timemempunyai empat aspek pokok
sebagai berikut:
3
1. Semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap produk atau jasa
harus di eliminasi.Aktivitas yang tidak bernilai tambah meningkatkan
biaya yang tidak perlu,misalnya persediaan sedapat mungkin nol.
2. Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan mutu yang lebih tinggi.
Sehingga produk rusak dan cacat sedapat mungkin nol,tidak memerlukan
waktu dan biaya untuk pengerjaan kembali produk cacat, dan kepuasan
pembeli dapat meningkat.
3. Selalu diupayakan penyempurnaan yang berkesinambungan (Continuous
Improvement) dalam meningkatkan efisiensi kegiatan.
4. Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan meningkatkan
pemahaman terhadap aktivitas yang bernilai tambah.
Just In Time dapat diterapkan dalam berbagai bidang fungsional
perusahaan seperti misalnya pembelian, produksi, distribusi, administrasi dan
sebagainya.Konsep Just In Timeadalah sistem manajemen fabrikasi modern yang
dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan terbaik yang ada di Jepang, sejak
awal tahun 1970an, Just In Timepertama kali dikembangkan dan disempurnakan
di pabrik Toyota Manufacturing oleh Taiichi Ohno, oleh karena itu Taiichi Ohno
sering disebut sebagai bapak Just In Time, Konsep Just In Timeberprinsip hanya
memproduksi jenis-jenis barang yang diminta (what) sejumlah yang diperlukan
(How much) dan pada saat dibutuhkan (When) oleh konsumen.
Just In Timemerupakan keseluruhan filosofi dalam operasi manajemen
dimana segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang,
personalia, dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk
mengangkat produktifitas dan mengurangi pemborosan.
Fujio Cho dari Toyota mendefinisikan pemborosan (waste) sebagai: Segala
sesuatu yang berlebih, di luar kebutuhan minimum atas peralatan, bahan,
komponen, tempat, dan waktu kerja yang mutlak diperlukan untuk proses nilai
tambah suatu produk. Dalam bahasa sederhanya pengertian pemborosan adalah
segala sesuatu tidak memberi nilai tambah itulah pemborosan.
Ada 7 (tujuh) jenis pemborosan disebabkan karena :
1. Over produksi ( OverProduction )
2. Waktu menunggu ( Waiting )
4
3. Transportasi ( Transportation )
4. Pemrosesan ( Process production )
5. Tingkat persediaan barang ( Unnecessary Inventory )
6. Gerak ( Unnecessary Motion )
7. Cacat produksi ( Defects )
Sasaran utama Just In Time adalah menngkatkan produktivitas system
produksi atau opersi dengan cara nenghilangkan semua macam kegiatan yang
tidak menembah nilai bagi suatu produk.Just In Timemendasarkan pada delapan
kunci utama, yaitu
:
1. Menghasilkan produk yang sesuai dengan jadwal yang didasarkan pada
permintaan.
2. Memproduksi dengan jumlah kecil.
3. Menghilangkan pemborodan
4. Memperbaiki aliran produksi
5. Menyempurnakan kualitas produk
6. Orang-orang yang tanggap
7. Menghilangkan ketidakpastian
5
Untuk mencapai empat konsep tersebut perlu diterapkan sistem dan metode
sebagai berikut :
1. Sistem kanban untuk mempertahankan produksi Just In Time Just In
Time.
2. Metode kelancaran dan kecepatan produksi untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan permintaan.
3. Optimalisasi waktu penyiapan untuk mengurangi waktu pesanan
produksi.
4. Tata letak proses dan pekerja fungsi ganda untuk konsep tenaga kerja
yang fleksibel.
5. Aktifitas perbaikan lewat kelompok kecil (small group) dan sistem saran
untuk meningkatkan skills tenaga kerja.
6. Sistem manajemen fungsional untuk mempromosikan pengendalian mutu
ke seluruh bagian perusahaan
6
pada saat dibutuhkan sehingga dapat mengurangi biaya pemeliharaan maupun
menekan kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat menimbun barang.
Just In Time merupakan integrasi dari serangkaian aktivitas desain untuk
mencapai produksi volume tinggi dengan menggunakan minimum persediaan
untuk bahanbaku, barang dalam proses, dan produk jadi.Konsep dasar dari
sistem produksi Just In Time adalah memproduksi produk yang diperlukan,pada
waktu dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan,
padasetiap tahap proses dalam sistem produksi dengan cara yang paling
ekonomis atau palingefisien melalui eliminasi pemborosan (waste elimination)
dan perbaikan terus–menerus(contionous process improvement).
Dalam pengertian luas, Just In Time adalah suatu filosofi tepat waktu yang
memusatkan padaaktivitas yang diperlukan oleh segmen-segmen internal lainnya
dalam suatu organisasi
Just In Time adalah suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen
dimana segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia,
dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengangkat
produktifitas dan mengurangi pemborosan.
Just In Time didasarkan pada konsep arus produksi yang berkelanjutan
dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerja sama dengan
komponen-komponen lainnya. Tenaga kerja langsung dalam lingkungan Just In
Time dipertangguh dengan perluasan tanggung jawab yang berkontribusi pada
pemangkasan pemborosan biaya tenaga kerja, ruang dan waktu produksi.
Metode produksi Just In time mensyaratkan tidak adanya persediaan bahan baku
karena bahan baku dan suku cadang dijadwalkan untuk sampai ke pabrik dari
pemasok hanya pada saat dibutuhkan saja.
7
2. Persediaan tidak signifikan 2. Persediaan signifikan
3. Basis pemasok sedikit 3. Basis pemasok banyak
4. Kontrak jangka panjang 4. Kontrak jangka pendek
dengan pemasok dengan pemasok
5. Pemanufakturan 5. Pemanufakturan
berstruktur seluler berstruktur departemen
6. Karyawan berkeahlian 6. Karyawan terspesialisasi
ganda 7. Jasa tersentralisasi
7. Jasa terdesentralisasi 8. Keterlibatan karyawan
8. Keterlibatan karyawan rendah
tinggi 9. Gaya manajemen
9. Gaya manajemen sebagai sebagai pemberi
penyedia fasilitas perintah
10. Total quality control 10. Acceptable quality level
(TQC) (AQL)
8
produksi, jumlah produk yang diproduksi melebihi permintaan konsumen
dan perlu adanya persediaan penyangga. Persediaan penyangga
diperlukan jika permintaan konsumen melebihi jumlah produksi dan
jumlah bahan yang digunakan untuk produksi melebihi jumlah bahan
yang dibeli.
3. Basis pemasok sedikit dibanding basis pemasok banyak
Just In Time hanya menggunakan pemasok dalam jumlah sedikit
untuk mengurangi atau mengeliminasi aktivitas-aktivitas tidak bernilai
tambah, memperoleh bahan yang bermutu tinggi dan berharga murah.
Sedangkan system tradisioanl menggunakan banyak pemasok untuk
memperoleh harga yang murah dan mutu yang baik, tapi akibatnya
banyak aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah dan untuk memperoleh
harga yang lebih murah harus dibeli bahan dalam jumlah yang banyak
atau mungkin dengan mutu yang rendah.
4. Kontrak jangka panjang dibanding kontrak jangka pendek
Just In Timemenerapkan kontrak jangka panjang dengan beberapa
pemasoknya guna membangun hubungan baik yang saling
menguntungkan sehingga dapat dipilih pemasok yang memasok bahan
berharga murah, bermutu tinggi, berkinerja pengiriman tepat waktu dan
tepat jumlah serta dapat mengurangi frekuensi pemesanan. Sedangkan
tradisional menerapkan kontrak-kontrak jangka pendek dengan banyak
pemasok sehingga untuk memperoleh harga murah harus dibeli dalam
jumlah yang banyak atau mungkin mutunya rendah.
5. Struktur seluler dibanding struktur departemen
Struktur seluler dalam Just In Timeadalah pengelompokan mesin-
mesin dalam satu keluarga, biasanya kedalam struktur semilingkaran atau
huruf “U” sehingga satu sel tertentu dapat digunakan untuk melakukan
pengolahan satu jenis atau satu keluarga produk tertentu secara
berurutan. Setiap sel pemanufakturan pada dasarnya merupakan pabrik
mini atau pabrik di dalam pabrik. Penggunaan struktur seluler ini dapat
mengeliminasi aktivitas, waktu, dan biaya yang tidak bernilai tambah.
Sedangkan struktur departemen dalam system departemen adalah struktur
9
pengolahan produk melalui beberapa departemen produksi sesuai dengan
tahapan-tahapannya dan memerlukan beberapa departemen jasa yang
memasok jasa bagi departemen produksi. Akibatnya struktur departemen
menimbulkan aktivitas-aktivitas serta waktu dan biaya-biaya tidak
bernilai tambah dalam jumlah besar.
6. Karyawan berkeahlian ganda dibanding karyawan terspesialisasi
System Just In Timeyang menggunakan system tarikan waktu
“bebas” harus digunakan oleh karyawan struktur seluler untuk berlatih
agar berkeahlian ganda sehingga ahli dalam berproduksi dan dalam
bidang-bidang jasa tertentu misalnya pemeliharaan pencegahan, reparasi,
setup, inspeksi mutu. Sedangkan pada system tradisional system
karyawan terspesialisasi berdasarkan departemen tempat kerjanya
misalnya departemen produksi atau departemen jasa. Karyawan pada
departemen jasa terspesialisasi pada aktivitas penangan bahan, listrik,
reparasi, dan pemeliharaan, karyawan pada departemen produksi
terspesialisasi pada aktivitas pencampuran, peleburan, pencetakan,
perakitan, dan penyempurnaan.
7. Jasa terdesentralisasi dibanding jasa tersentralisasi
System tradisional mendasarkan pada system spesialisasi
sehingga jasa tersentralisasi pada masing-masing departemen jasa.
Sedangkan pada system Just In Time jasa terdesentralisasi pada masing-
masing struktur seluler, para karyawan selain selain ditugaskan untuk
berproduksi tapi juga harus ditugaskan pada pekerjaan jasa yang secara
langsung mendukung produksi si struktur selulernya.
8. Keterlibatan tinggi dibanding keterlibatan rendah
Dalam system tradisional, keterlibatan dan pemberdayaan
karyawan relative rendah karena karyawan fungsinya melaksanakan
perintah atasan. Sedangkan dalam system Just In Time manajemen harus
dapat memberdayakan para karyawannya dengan cara melibatkan mereka
atau member peluang pada mereka untuk berpartisipasi dalam
manajemen organisasi. Menurut pandangan Just In Time, peningkatan
keberdayaan dan keterlibatan karyawan dapat meningkatkan
10
produktviitas dan efisiensi biaya secara menyeluruh. Para karyawan
dimungkinkan untuk membuat keputusan mengenai bagaimana pabrik
beroperasi.
9. Gaya pemberi fasilitas dibanding gaya pemberi perintah
System tradisional umumnya menggunakan gaya manajemen
sebagai atasan karena fungsi utamanya adalah memerintah para
karyawannya untuk melaksanakan kegiatan. Sedangkan pada system Just
In Time memerlukan keterlibatan karyawan sehingga mereka dapt
diberdayakan, maka gaya maanjemen yang cocok adalah sebagai
fasilitator dan bukanlah sebagai pemberi perintah.
11
diperlukan dan secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan untuk
menghindari terjadinya stock serta untuk menekan biaya penyimpanan
(holding cost).
2. Produksi dilakukan dalam jumlah lot (Lot Size)Yang kecil untuk
menghindari perencanaan dan lead time yang kompleks seperti halnya
dalam produksi jumlah besar.
Fleksibilitas aktivitas produksi akan bisa dilakukan, karena hal tersebut
memudahkan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam rencana
produksi terutama menghadapi perubahan permintaan pasar.
3. Mengurangi pemborosan (Eliminate Waste)
Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang
ada. Semua pemakaian sumber-sumber input (material, energi, jam kerja
mesin atau orang, dan lain-lain) tidak boleh melebihi batas minimal yang
diperlukan untuk mencapai target produksi.
4. Perbaikan aliran produk secara terus menerus(Continous Product Flow
Improvement)
Tujuan pokoknya adalah menghilangkan proses-proses yang
menimbulkan bottleneck dan semua kondisi yang tidak produktif (idle,
delay, material handling, dan lain-lain) yang bisa menghambat
kelancaran aliran produksi.
5. Penyempurnaan kualitas produk (Product Quality Perfection)Kualitas
produk merupakan tujuan dari aplikasi Just in Time dalam sistem
produksi.
Disini selalu diupayakan untuk mencapai kondisi “Zero Defect” dengan
cara melakukan pengendalian secara total dalam setiap langkah proses
yang ada. Segala bentuk penyimpangan haruslah bisa diidentifikasikan
dan dikoreksi sedini mungkin.
6. Respek terhadap semua orang/karyawan (Respect to People)
Dengan metode Just in Time dalam sistem produksi setiap pekerja akan
diberi kesempatan dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil
keputusan apakah suatu aliran operasi bisa diteruskan atau harus
12
dihentikan karena dijumpai adanya masalah serius dalam satu stasiun
kerja tertentu.
7. Mengurangi segala bentuk ketidak pastian (Seek to Eliminate
Contigencies)
Inventori yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi demand
yang berfluktuasi dan segala kondisi yang tidak terduga, justru akan
berubah menjadi waste bilamana tidak segera digunakan. Begitu pula
rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar secara tidak terkendali
seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas proyek akan
menyebabkan terjadinya pemborosan bilamana tidak dimanfaatkan pada
waktunya. Oleh karena itu dalam perencanaan dan penjadualan produksi
harus bisa dibuat dan dikendalikan secara teliti. Segala bentuk yang
memberi kesan ketidakpastian harus bisa dieliminir dan harus sudah
dimasukkan dalam pertimbangan dan formulasi model peramalannya.
Ketujuh prinsip pelaksanaan Just in Time dalam sistem produksi di atas
bukanlah suatu komitmen perusahaan yang diaplikasikan dalam jangka waktu
pendek, melainkan harus dibangun secara berkelanjutan dan merupakan
komitmen semua pihak dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, ada
kemungkinan aplikasi Just in Time dalam sistem produksi justru akan
menambah biaya produksi mengikuti konsekuensi proses terbentuknya kurva
belajar.
Selain prinsip dasar Just In Time, berikut adalah urutan penerapan teknik just in
time:
13
7. Penggunaan kartu kanban.
2. Kualitas
a. Spesifikasi minimum.
b. Pemasok membantu untuk memenuhi kebutuhan kualitas.
c. Membina hubungan yang erat antara pembeli dan pemasok melalui tim
kerja sama pengendalian kualitas.
d. Pemasok didorong untuk menggunakan pengendalian proses daripada
mengandalkan inspeksi.
3. Pemasok
a. Membina hubungan dengan lebih sedikit pemasok (pemasok tunggal)
dalam lokasi geografis yang dekat.
b. Aktif menggunakan analisis nilai untuk memperoleh pemasok yang
diinginkan serta bertahan pada harga yang kompetitif
c. Melakukan pengelompokkan pemasok
d. Menjalin hubungan bisnis berulang dengan pemasok yang sama pemasok
didorong untuk mengembangkan Just In Time dalam aktivitas
pembelian.
14
4. Pengiriman
Pengiriman terjadwal dengan menggunakan metode atau transportasi yang
telah dikontrak dalam jangka panjang.
15
Meningkatnya efisiensi dalam proses produksi dengan sendirinya akan
meningkatkan daya saing perusahaan. Hal ini dianggap salah satu tujuan
yang paling penting, yaitu suatu tujuan strategis, karena peningkatan efisiensi
berarti penurunan biaya dan ini memungkinkan perusahaan untuk tetap
bertahan dalam persaingan pasar.
4. Meningkatkan mutu barang
Kemitraan pembeli-penjual yang dibina dan berlangsung dalam jangka
panjang selalu berusaha untuk melakukan perbaikan secara terus menerus
dalam hal mutu dan biaya barang. Mutu tinggi dari suku cadang atau
komponen yang dipasok oleh pemasok pada gilirannya akan meningkatkan
mutu barang yang diproduksi oleh perusahaan. Kemitraan penjual pembeli
memungkinkan melakukan pengendalian mutu suku cadang atau komponen
dengan lebih murah dan lebih handal.
5. Mengurangi pemborosan
Pengurangan pemborosan terutama dalam bentuk barang yang terbuang,
karena pada hakekatnya pemborosan adalah biaya. Menurut jenisnya,
pemborosan dapat dibedakan dari cara pemborosan itu terjadi, yaitu:
a. Karena produksi berlebih (memproduksi barang dengan jumlah yang
terlalu banyak).
b. Karena waktu tunggu (waktu tunggu yang tidak produktif dalam proses
produksi perusahaan).
c. Karena transport (gerakan yang tidak perlu dalam proses produksi).
d. Karena proses (operasi atau proses yang tidak perlu).
e. Karena persediaan (penimbunan bahan baku, bahan setengah jadi, bahan
jadi, atau bahan lain yang berlebih).
f. Karena gerakan (pengerjaan kembali atau hasil dari kegiatan-kegiatan
yang tidak perlu).
16
manfaat-manfaat yang diperoleh dengan adanya penerapan Just In Time adalah
sebagai berikut
17
tujuan perusahaan untuk melihat manfaat dalam hal kepuasan kerja,
promosi atau lebih tinggi bahkan membayar.
18
pergerakan inventory, pengurangan persediaan, ukuran lot yang kecil dan
pengurangan waktu set up.
3. Faktor Layout (Tata Letak)
Tata letak (layout) merupakan susunan dari mesin-mesin dan peralatan serta
semua komponen yang menunjang produksi dalam suatu pabrik. Tata letak
yang baik memungkinkan pengurangan pemborosan yaitu pergerakan,
misalnya pergerakan bahan baku maupun manusia.
4. Faktor Quality Management (Manajemen Kualitas)
Just In Time memiliki prinsip utama dalam pengendalian kualitas,
yaituoutput yang bebas cacat adalah lebih penting dari output itu sendiri,
segala kesalahan dan kerusakan dapat dicegah, dan tindakan pencegahan
adalah lebih murah dari pada pekerjaan mengulang. Dengan demikian Just
In Time lebih dapat menghemat biaya karena tidak ada pemborosan.
5. Faktor Preventive Maintenance (Pemeliharaan Pencegahan)
Pemeliharaan dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
melalui tindakan pencegahan. Preventive maintenancemerupakan semua
aktifitas yang dilakukan untuk menjaga peralatan dan mesin tetap bekerja
dengan baik dan untuk mencegah kerusakan.Just In
Time membutuhkan preventive maintenance yang terjadwal dan adanya
pemeliharaan rutin harian.
6. Faktor Employee Empowerment (Pemberdayaan Pekerja)
Pemberdayaan pekerja berarti melibatkan pekerja dalam setiap langkah
proses produksi. Pemberdayaan pekerja dengan meluaskan pekerjaan
pekerja sehingga bertanggung jawab dan memiliki kewenangan tambahan
yang dipindahkan sedapat mungkin pada tingkat terendah dalam organisasi.
19
khususnya dukungan dari pimpinan. Tanpa ada komitmen dari pinpinan
tersebut JIt tidak dapat terlaksana. Mengubah sistem, yaitu mengubah
cara mengadakan pembelian, yaitu dengan membuat kontrak jangka
panjang dengan pemasok sehingga perusahaan cukup hanya memesan
sekali untuk jangka panjang, selanjutnya barang akan dating sesuai
kebutuhan atau proses produksi perubahan kita.
2. Startegi penerapan Just in Time dalam sistem produksi. Penemuan sistem
produksi yang tepat, yaitu dengan sistem tarik yang bertujuan memenuhi
kebutuhan dan harapan pelanggan dengan menghilangkan sebanyak
mungkin pemborosan. Penemuan lini produksi yaitu dalam satu lini
produksi harus dibuat bermacam-macam barang, sehingga semua
kebutuhanpelanggan yang berbeda-beda itu dapat terpenuhi. Selain itu
lini produksi tersebut dapat menghemat biaya, biaya bahan, persediaan,
dan sebagainya. JIT bukan hanya sekedar metode pengedalian
persediaan, tetapi juga merupakan sistem produksi system produksi yang
saling berkaitan dengan semua fungsi dan aktivitas.
20
Penerapan pembelian JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi
biaya dan manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
21
Perusahaan yang menggunakan produksi Just In Time dapat meningkatkan
efisiensi dalam bidang:
22
persediaan-persediaan itu sudah barang tentu memakan biaya besar. Sistem Just
In Timemerupakan upaya untuk mengurangi atau menghilangkan persedian.
Perusahaan yang mengadopsi system Just In Timeke proses produksinya
mestilah merancang kembali fasilitas - fasilitas pabrikasinya dan kejadian -
kejadian yang memicu proses Produksi berdasarkan prediksi terhadap masa yang
akan datang dalam sistem tradisonal memiliki resiko kerugian yang lebih besar
karena over produksi daripada produksi berdasarkan permintaan yang
sesungguhnya. Oleh karena itu munculah ide Just In Time yang memproduksi
apabila ada permintaan. Suatu proses produksi hanya akan memproduksi apabila
diisyaratkan oleh proses berikutnya. Sebagai akibatnya pemborosoan dapat
dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa perbaikan kualitas dan biaya
produksi yang lebih rendah. Kedua hal tersebut menjadikan perusahaan lebih
kooperatif. Tujuan utama Just In Timeadalah untuk meningkatkan laba dan
posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya,
peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.
23
Kelemahan Just In Time
1. Perusahaan mungkin tidak bisa segera memenuhi kebutuhan pesanan yang
besar yang tak terduga, karena memliki sedikit atau bahkan tidak ada stok
barang jadi.
2. Investasi harus dilakukan dibidang teknologi informasi untuk
menghubungkan sistem komputer perusahaan dan supplier agar dapat
mengkoordinasikan pengiriman suku cadang dan bahan baku lainnya.
3. Supplier yang tidak mengirimkan barang kepada perusahaan secara tepat
waktu dalam jumlah yang benar dapat mempengaruhi proses produksi
secara krusial.
4. Ada ketergantungan yang tinggi pada pemasok/ suplier yang pada umumnya
kinerjanya diluar lingkup produsen
5. Biaya transaksi akan relatif tinggi dikarenakan transaksi seringkli dibuat.
6. Bencana alam dapat menganggu aliran barang dari supplier ke perusahaan
yang bisa menghetikan produksi secara seketika .
24
Biaya-biaya yang berkaitan dengan aktivitas perencanaan kualitas
secara keseluruhan, termasuk penyiapan prosedur-prosedur yang
diperlukan untuk mengkomunikasikan rencana kualitas ke seluruh pihak
yang berkepentingan.
b. Tinjauan-Ulang Produk Baru (New-Product Review)
Biaya-biaya yang berkaitan dengan rekayasa keandalan (reliability
engineering) dan aktivitas-aktivitas lain yang bekaitan dengan kualitas
yang berhubungan dengan pemberitahuan desain baru.
c. Pengendalian Proses Biaya-biaya inspeksi dan pengujian dalam proses
untuk menentukan status dari proses (kapabilitas proses), bukan status
dari produk.
d. Audit Kualitas Biaya-biaya yang berkaitan dengan evaluasi atas
pelaksanaan aktivitas dalam rencana kualitas secara keseluruhan.
e. Evaluasi Kualitas Pemasok
Biaya-biaya yang berkaitan dengan evaluasi terhadap pemasokan
sebelum pemilihan pemasok, audit terhadap aktivitas-aktivitas selama
kontrak, dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan pemasok.
f. Pelatihan
Biaya-biaya yang berkaitan dengan penyiapan dan pelaksanaan
program-program pelatihan yang berkaitan dengan kualitas.
25
c. Inspeksi dan Pengujian Produk Akhir
Biaya-biaya yang berkaitan dengan evaluasi tentang konformansi
produk akhir terhadap persyaratan kualitas (spesifikasi) yang
ditetapkan.
d. Audit Kualitas Produk Biaya-biaya untuk raelakukan audit kualitas
pada produk dalam proses atau produk akhir.
e. Pemeliharaan Akurasi Peralatan Pengujian
Biaya-biaya dalam melakukan kalibrasi (penyesuian) untuk
mempertahankan akurasi instrument pengukuran dan peralatan.
f.Evaluasi Stok
3. Internal failure cost adalah biaya yang dikeluarkan karena produk yang
dihasilkan tidak sesuai dengan keinginan konsumen.
Contoh dari biaya kegagalan internal adalah:
a. Scrap
Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja, material, dan biasanya
overhead pada produk cacat yang secara ekonomis tidak dapat
diperbaiki kerabali. Terdapat banyak ragam nama dari jenis ini, yaitu:
scrap, cacat, pemborosan, usang, dll.
b. Pekerjaan ulang (Rework), Biaya yang dikeluarkan untuk
memperbaiki kesalahan (mengerjakan ulang) produk agar meinenuhi
spesiflkasi yang ditentukan.
c. Analisis Kegagalan (Failure Analysis). Biaya yang dikeluarkan untuk
menganalisis kegagalan produk guna menentukan penyebab-
penyebab kegagalan itu.
d. Inspeksi Ulang dan Pengujian Ulang (Reinspection and Retesting)
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk inspeksi ulang dan pengujian
ulang produk yang telah mengalami pengerjaan ulang atau perbaikan
kembali.
e. Downgrading, Selisih antara harga jual normal dan harga yang
dikurangi karena alasan kualitas.
26
f. Avoidable Process Losses, Biaya-biaya kehilangan yang terjadi,
meskipun produk itu tidak cacat (konformans), sebagai contoh:
kelebihan bobot produk yang diserahkan ke pelanggan karena
variabilitas dalam peralatan pengukuran, dll.
4. External failure cost adalah Biaya yang dikeluarkan karena produk yang
dihasilkan tidak sesuai dengan keinginan konsumen setelah produk
tersebut dikirim ke konsumen
Contoh dari biaya kegagalan eksternal adalah:
a. Jaminan (Warranty). Biaya yang dikeluatrkan untuk penggantian
atau perbaikan kembali produk yang masih berada dalam masa
jaminan.
b. Penyelesaian Keluhan (Complaint Adjustment) Biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk penyelidikan dan penyelesaian keluhan yang
berkaitan dengan produk cacat.
c. Produk Dikembalikan (Returned Product). Biaya-biaya yang
berkaitan dengan penerimaan dan penempatan produk cacat yang
dikembalikan oleh pelanggan.
d. Allowances. Biaya-biaya yang berkaitan dengan konsesi pada
pelanggan karena produk yang berada dibawah standar kualitas yang
sedang diterima oleh pelanggan atau yang tidak memenuhi
spesifikasi dalam penggunaan.
27
Jumlah biaya kualitas merupakan penjumlahan baik Observable quality
cost maupun Hidden quality cost. Untuk menentukan jumlah hidden quality cost
diperlukan estimasi. Estimasi dapat dilakukan dengan cara berikut:
1. Multiplier method, penentuan hidden quality cost dengan cara yang
sangat sederhana yaitu dengan mengamsumsikan bahwa total biaya
kegagalan eksternal adalah biaya eksternal yang dapat diukur dikalikan
dengan multiplier tertentu.
2. Market Researsh method, penentuan hidden quality cost dengan
melakukan penelitian pasar.
3. Taguchi Quality loss Function, penentuan hidden quality cost dengan
mengasumsikan bahwa fungsi biaya kualitas adalah merupakan fungsi
kuadrat.
28
b. Bahwa biaya pengendalian kualitas akan meningkat tetapi kemudian
menurun pada saat mendekati tingkat kerusakan 0.
c. Biaya kegagalan dapat ditekan sampai mendekati 0.
Target costing merupakan perbedaan antara harga jual produk atau jasa
yang diperlukan untuk mencapai pangsa pasar tertentu dengan laba per satuan
yang diinginkan perusahaan. (Hansen dan Mowen 2009 : 361). Harga penjualan
mencerminkan spesifikasi produk atau fungsi yang dinilai oleh pelanggan . Jika
target biaya kurang dari apa yang saat ini dapat tercapai, maka manajemen harus
menemukan cara untuk melakukan penurunan biaya yang menggerakkan biaya
actual ke target biaya. Mengupayakan penurunan biaya adalah tantangan utama
dari perhitungan target costing.
29
Perhitungan target costing merupakan metode pengerjaan terbalik dari
harga untuk menentukan biaya. Perhitungan target costing dapat digunakan
paling efektif pada tahap desain dan pengembangan siklus hidup produk. Pada
tahap tersebut, keunggulan produk dan biayanya masih cukup mudah
disesuaikan. Target costing dimulai dengan memperkirakan harga produk yang
mencerminkan fungsi dan atribut produk serta kekuatan pesaing pasar. Input
pada proses target costing adalah vector harga pasar fungsional produk (market
price product functionality vektor) dimana proses perencanaan produk harus
sesuai dengan target yang mencerminkan kumpulan dari fungsi produk dimana
produk tersebut harus sampai pada konsumen. Disini terdapat dua elemen
penting dalam perencanaan produk, yaitu :
1. Konsumen atau pasar pada umumnya menentukan harga yang akan dibayar
untuk produk dan fungsi desainnya.
2. Untuk memperluas usaha dimana ada pasar untuk produk yang sama tapi
dengan fungsi yang berbeda.
Sistem target costing menetapkan terget biaya dengan mengurangi margin laba
yang diharapkan dari pasar yang kompetitif. Harga pasar dikendalikan oleh
situasi pasar dan target laba ditentukan oleh kondisi keuangan suatu perusahaan
dan industri yang digelutinya.
Sistem target costing digerakkan oleh pasar. Persyaratan pelanggan atas kualitas,
biaya, dan waktu secara simultan diintegrasikan ke dalam produk dan keputusan
proses, serta arah analisis biaya. Target biaya tidak boleh dicapai dengan
mengorbankan tampilan yang diinginkan pelanggan, menurunkan kinerja atau
keandalan suatu produk, atau menunda peluncuran produk dipasar.
30
2.3.3 Siklus Biaya
Siklus biaya atau The cost life cycle merupakan urutan aktivitas biaya dalam
perusahaan mulai dari riset dan pengembangan, kemudian desain, produksi,
pemasaran, dan distribusi, hingga pelayanan kepada pelanggan.
Pada saat penentuan kualitas produk, perusahaan akan dihadapkan pada kualitas
dan harga bahan yang akan digunakan. Pada pendekatan lainnya, harga bahan
akan mengikuti kualitas yang diharapkan. Sedangkan pada target costing,
perusahaan menetapkan harga terlebih dahulu, baru kemudian kualitasnya
mengikuti harga tersebut. Jadi, perusahaan harus menurunkan biaya hingga
ketingkat biaya yang dikehendaki.
31
2.Dengan mendesain produk atau jasa, perusahaan dapat menurunkan biaya
hingga ke tingkat target biaya yang diinginkan. Metode ini belum dipakai,
karena mengakui bahwa keputusan desain memiliki pengaruh yang besar
terhadap total biaya selama siklus biaya produk.
Pada tahap produksi, bagian produksi tinggal mengikuti seluruh desain yang
dibuat oleh desainer perusahaan. Pada saat memasuki tahap pemasaran dan
distribusi, bagian marketing akan menyesuaikan dengan kualitas yang dimiliki
produk yang dijualnya.
3.Target costing lebih cocok digunakan oleh perusahaan yang berorientasi pada
perakitan yang membuat beranekaragaman produk dalam jumlah sedang dan
sedikit dibandingkan dalam industri yang berorientasi pada proses yang ditandai
dengan produksi yang terus menerus dan bersifat masal.
32
Rekayasa nilai digunakan dalam target costing untuk menurunkan biaya produk
dengan cara menganalisis trade off antara lain: jenis dan tingkat yang berbeda
dalam fungsional produk, biaya produk total.
Perusahaan ingin memproduksi DVD Player murah dengan kualitas yang baik.
Dari hasil penelitian pasar, diperkirakan harga yang terjangkau oleh masyarakat
dan jauh lebih murah dari para pesaing lainnya adalah Rp.300.000 per unit.
Dengan harga jual sebesar itu, divisi marketing perusahaan memperkirakan
dapat menjual sebanyak 50.000 unit per tahun. Untuk mendesain,
mengembangkan, dan memproduksi DVD Player ini diperkirakan membutuhkan
investasi sebesar Rp.12.000.000.000. perusahaan mengharapkan ROI (return on
investment) sebesar 25%.
33
Berdasarkan perumusan Target Costing = Harga Jual – Laba Yang Diharapkan
dan data sebelumnya, maka biaya yang ditargetkan (target costing) untuk
memproduksi setiap unit DVD Player adalah:
34
Dari perhitungan tersebut, terlihat bahwa perusahaan menetapkan target biaya
produksi Kemeja Pria sebesar Rp.33.000 per unit. Itu berarti, desainer
perusahaan harus mampu mendesain produk dengan biaya produksi maksimal
sebesar Rp.33.000 per unit. Berdasarkan target biaya yang ditetapkan itu,
desainer harus mampu mencari komponen produk yang sesuai dengan harga
tersebut.
Metode ini memiliki keunggulan, yaitu harga jual produk ditetapkan terlebih
dulu, sedangkan target margin laba dan target cost ditetapkan kemudian. Jika
target margin laba perusahaan ditingkatkan, maka perusahan harus melakukan
penghematan dan perekayasaan nilai pada biaya produks serta biaya nonproduksi
untuk mencapai target cost yang ditetapkan berdasarkan harga jual.
35
memastikan profitabilitas dalam jangka pendek dan panjang, karena produk yang
dihasilkan memiliki margin rendah atau tidak menguntungkan selama
pengembangan produk baru dapat dengan cepat jatuh.
Tim desain dalam target costing berfokus pada pelanggan utama dan
kesediaan mereka untuk membayar fitur produk. Penggunaan target costing juga
memaksa manajemen untuk menentukan kualitas, fitur dan masalah waktu awal
dalam proses dan untuk menyeimbangkan biaya dan fitur terhadap kesediaan
pelanggan untuk membayar produk (Ansari dan Bell, 1997; Cooper, 1995;
Cooper dan Chew, 1996 dalam Everaeret et all, 2006).
36
BAB III
PERMASALAHAN
37
Akhirnya pada rapat yang awalnya ricuh karena masing-masing manajer
saling melempar kesalahan, disimpulkan 4 area utama dalam masalah kualitas,
yaitu: rendahnya kualitas bahan baku, kurang baiknya kualitas pemotongan,
kurang baiknya kualitas penjahitan, dan buruknya pengawasan akan kualitas.
Manajer pembelian mengaku bahwa telah menemukan dan memilih
supplier bahan baku yang baru, yang harga produknya lebih murah namun
memiliki kualitas produk dibawah standar yang telah ditetapkan Cascade
Seating. Dan hal ini membuat Jan Davis merasa perlu mengevaluasi kinerja
manajer pembelian dan menganggap hal ini adalah salah satu penyebab
rendahnya kualitas produk Cascade Seating Inc.
38
Jan mulai sangat kecewa. Bagaimana mungkian laporan kualitas
menunjukkan peningkatan tapi sangat banyak permasalahannya. Ia bertanya
kepada Dave menyangkut pelatihan kepada pemotong dan penjahit. Dave
menjawab, pemotong mnnedapat pelatihan sebanyak 40 jam pelatihan dan
penjahit mendapat 6 jam pelatihan. Tapi anggaran pelatihan ini beberapa kali
dipotong.
Quality Control Procedur dari cascade yang tidak pernah diperbaharui
selama 4 tahun terakhir. Quality Control Procedur yang dibuat oleh Departemen
Quality Control Procedur itu sendiri, dengan hanya sedikit masukan dari
supervisor produksi. Masalah lainnya dalah Quality Control Departemen yang
lebih banyak menugasi stafnya di bagian final inspection, dan hanya sedikit yang
mengontrol di bagian produksi.
3.2 Pertanyaan
1. Buatlah diagram fishbone dan identifikasi hal-hal yang menyebabkan
Cascade Seating mengalami permasalahan kualitas?
2. Menentukan biaya kualitas berdasarkan kategori (preventation cost,
appraisal cost,external failure cost, dan internal failure cost) ?
3. Mengapa Cascade mengalami penurunan kualitas, sementara Cascade
telah menugasi jumlah pekerja yang cukup banyak di departemen
quliaty control yang bertugas menginspeksi produk-produk cascade
sebelum dijual ?
4. Apakah sistem akuntansi dari cascade yang sekarang tidak membantu
masalah kualitas produk cascade?
5. Apa yang harus dilakukan cascade seating untuk meningkatkan kualitas
produknya?
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
39
Akibat atau cause effect diagram. Penemunya adalah seorang ilmuwan Jepang
pada tahun 1960-an yang bernama Dr. Kaoru Ishikawa. Ilmuwan kelahiran 1915
di Tokyo Jepang ini merupakan alumni Teknik Kimia Universitas Tokyo.
Sehingga diagram ini disebut juga dengan diagram Ishikwa.
Dikatakan Diagram Fishbone (Tulang ikan) karena memang berbentuk
mirip dengan tulang ikan yang kepalanya menghadap ke kanan. Diagram ini
akan menunjukkan sebuah dampak atau akibat dari sebuah permasalahan,
dengan berbagai penyebabnya. Efek atau akibat dituliskan sebagai moncong
kepala. Sedan tulang ikan isi oleh sebab-sebab sesuai dengan pendekatan
permasalahannya. Dikatakan diagram Cause dan Effect (Sebab dan Akibat)
karena diagram tersebut menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat.
Diagram ini dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab)
dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab
itu.
Diagram Fish bone telah menciptakan ide cemerlang yang dapat
membantu setiap orang atau organisasi dalam menyelesaikan masalah tuntas
sampai ke akarnya. Pada perusahaan manufaktur digunakan Pendekatan The 4
M’s. Faktor-faktor utama yang bisa dijadikan acuan menurut pendekatan ini
adalah :
1. Machine (Equipment)
2. Methode (Process/Inspection)
3. Material (Raw, Consumables, etc)
4. Man Power
Berikut ini adalah diagram fishbone pada Cascade Seating :
40
METHOD
MATERIAL
Inspeksi yang
buruk
Kurangnya Komunikasi
antar Departemen
PENURUNAN
KUALITAS PRODUK
Penurunan kinerja
Kinerja para pemotong
mesin potong
yang tidak baik
MACHINE MAN
41
4.2. Quality Cost berdasarkan kategori
42
4.3. Mengapa Cascade mengalami penurunan kualitas?
Cascade mengalami penuruanan kualitas produk yang berdampak pada
posisi Cascade di General Motor, yang dulunya adalah supplier utama dan
sekarang menjadi backup supplier, padahal Cascade telah menungasi 15
orang pekerja di Quality Control Departemen yang menginspeksi produk-
produk Cascade sebelum di jual.
Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah yaitu :
1. Rendahnya kualitas bahan baku mungkin disebabkan oleh jeleknya
kualitasnya bahan baku yang diperoleh dari supplier baru
dibandingkan dengan supplier bahan baku terdahulu.
2. Evaluasi manajer pembelian juga kurang mengembirakan, manager
tersebut tidak menerima gaji yang lebih tinggi dari $22.000.
3. Kinerja para pemotong dan penjahit juga kurang memuaskan, pada
tahun lalu biaya dari scrapped material sebesar $147.900. Setelah di
investigasi Plant manager menemukan bahwa 63% dari material
berasal dari pemotongan bahan karena alasan tertentu dan 37 %
berasal dari penjahitan bahan karena alasan tertentu.
4. Perusahaan Cascade tidak pernah meng-update Quality Control
Procedur sejak dibuat 4 tahun yang lalu. Quality Control Procedure
dibuat oleh departemen Quality Control itu sendiri, dengan hanya
sedikit masukan dari supervisor produksi. Selain itu departemen
Quality Control lebih banyak menugasi staf di bagian final
inspection, dan hanya sedikit yang mengontrol bagian produksi.
4.4. Apakah sistem akuntasi dari Cascade yang sekarang tidak membantu
masalah kualitas produk cascade?
Sistem akuntansi dari Cascade yang sekarang tidak membantu masalah
kualitas produk dari Cascade. Sistem akuntansi yang sekarang tidak dapat
menunjukkan masalah kualitas. Laporan kualitas produk selalu
memperlihatkan hasil yang terus menerus meningkat. Setelah General
motor memberitahukan alasan bahwa cascade diturunkan dari pemasok
utama menjadi pemasok pendukung, yang disebabkan penurunan kualitas
43
jok mobil. Baru lah mereka mengetahui bahwa perusahaan menghadapi
permasalahan pada kualitas produknya, hal ini sama dengan permasalahan
yang dihadapi Velcro yang merupakan salah satu dari supplier General
Motor. Walaupun manajer inventory selalu membuat laporan
pengembalian barang dari pada para customer serta alasan-alasan
pengembaliannya, namun para manager tidak mengetahui masalah
kualitas produk.
44
Manfaat training bagi perusahaan
1. Memiliki tenaga kerja yang ahli dan terampil
2. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja
3. Meningkatkan produktivitas kerja
4. Mengurangi biaya karena waktu yang terbuang akibat
kesalahan-kesalahan
5. Meningkatkan mutu hasil kerja
6. Meningkatkan sales dan profit
45
maka akan berakibat buruk bagi perusahaan cascade sendiri, dimana
dalam menjalankan perusahaanya cascade berkerjasama dengan
General motor , jika kepercayaan pihak yang berkerjasama dengan
cascade ataupun costumer menurun maka akan berakibat bagi
kelangsungan perusahaan itu sendiri.
3. Perawatan mesin secara berkala
Pada Cascade terjadi penuruan kinerja mesin jahit dan mesin
pemotong. Dalam proses produksi, mesin pabrik atau machine
industry memiliki peran penting. Mesin pabrik menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi lancar tidaknya proses produksi yang
dilakukan. Karenanya perawatan mesin pabrik menjadi satu hal yang
tidak boleh terlupa. Tujuannya agar setiap proses kerja di pabrik dapat
berjalan lancar dan tidak terlambat. Maka perawatan mesin pabrik
menjadi agenda penting yang harus dilakukan secara terencana dan
teratur.
4. Mengupadate Quality Control Procedur perusahaan sehingga
sesuai dengan kebutuhan atau keadaan yang dihadapi Cascade
Inc saat ini.
Quality control memiliki kewenangan untuk menerima atau menolak
produk yang yang akan dipasarkan. Ketika mereka menemukan cacat
pada hasil produksi mereka berwenang dan dapat mengirimkan produk
yang cacat kembali untuk perbaikan. Inti dari tugas mereka adalah
menguji, memeriksa, meneliti, menganalisi kualitas produk sehingga
produk yang dihasilkan sesuai dengan standar perusahaan dan layak
diedarkan di pasaran.
Perusahaan Cascade tidak pernah meng-update Quality Control
Procedur sejak dibuat 4 tahun yang lalu. Quality Control Procedure
dibuat oleh departemen Quality Control itu sendiri, dengan hanya
sedikit masukan dari supervisor produksi. Oleh karena itu
perusahaaan harus mengupade Quality control prosedur secara berkala
mendengar masukan dari departemen-departemen lain, sehingga
perusahaan dapat menghasilkan barang dengan kualitas yang bagus.
46
5. Meciptakan koordinasi yang baik antar departemen
Selain permasalah kualitas bahan baku yang tidak baik, terdapat
masalah komunikasi antar departemen di cascade yang tidak baik.
Komunikasi antar departermen merupakan hal yang penting bagi
terciptanya perusahaan yang baik, komunikasi yang kurang baik akan
berpengaruh pada kinerja perusahaan itu sendiri.
Koordinasi sangatlah dibutuhkan dalam setiap organisasai ataupun
kelompok apapun, demi tercapainya segala tujuan yang hendak
dicapai. Komunikasi merupakan suatu kunci utama dalam tercapainya
suatu koordinasi yang efektif. Pada dasarnya koordinasi merupakan
suatu pemrosesan informasi. Di sini peranan Manajer sangat
dibutuhkan dalam melaksanakan tugasnya dalam bidang pengontrolan,
pengawasan dan evaluasi. Kedekatan hubungan dan kelancaran
informasi antara Manager dengan bawahan pun juga sangat perlu
diperhatikan agar dalam pelakasanaan tugas tidak terdapat kesalahan
informasi (miss comunications) ataupun tekanan dalam bekerja.
Sehingga dengan koordinasi yang baik dapat mempermudah suatu
organisasi menjadi lebih maju karena tercapainya tujuan dari
organisasi tersebut.
47
BAB V
KESIMPULAN
48