You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegawatdaruratan anak adalah suatu kejadian mendadak, tidak
terduga serta tidak diharapkan tetapi memerlukan penanganan segera cepat
, tepat dan terarah. Kegawatdaruratan pada bayi dan anak sering kita
hadapi dalam praktek sehari-hari, diluar rumah sakit maupun dipusat
pelayanan kesehatan primer. Beberapa kasus kegawatdaruratan terjadi
pada pasien dewasa, namun ternyata dapat pula terjadi pada pasien anak-
anak. . Keadaan gawat darurat yang sering terjadi di masyarakat antara lain
keadaan seseorang yang mengalami henti napas, henti jantung, tidak
sadarkan diri, kecelakaan, cedera, misalnya patah tulang, kasus stroke,
kejang, keracunan, dan korban bencana.
Salah satu kejadian gawat darurat yang juga mengancam nyawa
manusia adalah keracunan makanan. Keracunan makanan adalah penyakit
yang disebabkan karena makan makanan yang terkontaminasi oleh
mikroorganisme atau bahan kimia, atau makanan yang memang
mengandung racun. Data The Centers for Disease Control and Prevention
tahun 2010 menunjukkan, 48 juta orang di Amerika keracunan makanan,
128.000 dirawat di rumah sakit, dan 3.000 orang meninggal tiap tahunnya
akibat kandungan berbahaya dalam makanan yang mereka konsumsi.
Ditahun 2011 insiden keracunan makanan terjadi dan terlaporkan di Sentra
Informasi Keracunan Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan RI ada
1.800 lebih, membuat lebih dari 7.000 orang dirawat di rumah sakit dan 11
meninggal dunia. Data kunjungan masuk pasien ke IGD di Indonesia
sebanyak 4.402.205 pasien (Keputusan Menteri Kesehatan, 2009).
Pelayanan gawat darurat di Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan
pada tahun 2011 - 2012 dari 98,80% menjadi 100% dengan berbagai banyak
keluhan pasien yang beranekaragam (Profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah
tahun, 2013).
Penyakit yang disebabkan keracunan makanan biasanya singkat
dan ringan serta tidak menyebabkan kerusakan permanen pada orang sehat.
Orang tua, anak-anak, wanita hamil, dan orang dewasa yang sistem
kekebalan tubuhnya melemah karena penyakit atau obat-obatan paling
rentan terhadap keracunan makanan. Gejala keracunan dapat terjadi
beberapa saat setelah konsumsi makanan yang terkontaminasi. Tetapi pada
beberapa kasus, gejala baru timbul beberapa hari setelahnya. Gejala muntah
dan diare yang berat akan menyebabkan tubuh kekurangan cairan dan
elektrolit, dan hal ini merupakan ancaman serius bagi jiwa penderita,
terutama jika tidak dilakukan penanganan segera .
Dibutuhkan pengkajian yang tepat dalam menanggulangi kasus
keracunan makanan tersebut. Diperlukan upaya untuk dapat meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang penanganan kejadian gawat darurat
(keracunan makanan). Salah satunya adalah dengan melakukan sosialisasi
dan penyuluhan kepada masyarakat tentang pengetahuan mengenai
penanganan kejadian gawat darurat (keracunan makanan). Sosialisasi dan
penyuluhan ini dapat dilakukan oleh petugas kesehatan seperti petugas dari
Puskesmas. Selain itu, masyarakat mempunyai peranan penting dalam
mensosialisasikan tentang penanganan keracunan makanan.

Untuk memudahkan pengkajian pada kegawatdaruratan anak


sangat mudah apabila menggunakan sistem scoring, sistem scoring yang
efektif digunakan untuk kegawatdaruratan anak yaitu dengan menggunakan
PEWS (Pediatric Early Warning Score). PEWS adalah sebuah sistem
peringatan dini yang menggunakan penanda berupa skor untuk menilai
pemburukan kondisi anak dan dapat meningkatkan pengelolaan perawatan
anak dengan penyakit akut secara menyeluruh (Monaghan, 2005). Skor pada
PEWS : 1-2 : Skor normal (hijau), dilakukan monitoring setiap 4 jam , 3 :
Skor rendah (hijau), dilakukan monitoring setiap 1-2 jam, 4 : Skor
menengah (kuning) dilakukan monitoring setiap 1 jam, >5 : Skor tinggi
(merah) dilakukan monitoring setiap 30 menit.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan pengkajian kegawatdaruratan?
2. Apasajakah prinsip pengkajian keperawatan kegawatdaruratan?
3. Bagaimanakah teknik pengkajian keperawatan kegawatdaruratan?
4. Bagaimanakah pelaksanaan pengkajian keperawatan kegawatdaruratan?
5. Apasajakah instrumen prinsip pengkajian keperawatan
kegawatdaruratan?
6. Bagaiamanakah format pengkajian dari keperawatan kegawatdaruratan?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian dari pengkajian
kegawatdaruratan
2. Mahasiswa mampu mengetahui prinsip pengkajian keperawatan
kegawatdaruratan
3. Mahasiswa mampu mengetahui teknik pengkajian keperawatan
kegawatdaruratan
4. Mahasiswa mampu mengetahui pelaksanaan pengkajian keperawatan
kegawatdaruratan
5. Mahasiswa mampu menyusun instrumen prinsip pengkajian keperawatan
kegawatdaruratan
6. Mahasiswa mampu menyusun format pengkajian dari keperawatan
kegawatdaruratan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengkajian Kegawatdaruratan


Kegawatdaruratan anak adalah suatu kejadian mendadak, tidak terduga
serta tidak diharapkan tetapi memerlukan penanganan segera cepat , tepat
dan terarah. Kegawatdaruratan pada bayi dan anak sering kita hadapi dalam
praktek sehari-hari, diluar rumah sakit maupun dipusat pelayanan kesehatan
primer.
Kriteria gawat darurat pada anak yang dimaksud, Irfan menyebut
sejumlah kriteria gawat darurat yang telah diatur oleh sejumlah regulasi dan
UU, seperti Peraturan Presiden 12/2013, Peraturan Menteri Kesehatan
71/2013. Kriteria Gawat Darurat Bagian Anak :
1. Anemia sedang/berat
2. Apnea/Gasping
3. Bayi/anak ikterus
4. Bayi kecil/prematur
5. Cardiac arrest/payah jantung
6. Cyanotic spell (penyakit jantung)
7. Diare profus (lebih banyak dari 10x sehari BAB cair)
8. Difteri (sakit pernapasan dengan gejala demam, mual, nyeri
tenggorokan, dll)
9. Murmur/bising jantung, aritmia
10. Edema/bengkak seluruh badan
11. Epitaksis, tanda pendarahan lain disertai febris
12. Gagal ginjal akut
13. Gangguan kesadaran dengan fungsi vital yang masih baik
14. Hematuria (gejala urin berwarna merah/cokelat)
15. Hipertensi berat
16. Hipotensi atau syok ringan hingga sedang
17. Intoksikasi atau keracunan (misal: obat serangga)
18. Intoksikasi disertai gangguan fungsi vital
19. Kejang dengan penurunan kesadaran
20. Muntah profus (lebih banyak dari 6x dalam satu hari)
21. Panas/demam tinggi yang sudah di atas 40°C
22. Sangat sesak, gelisah, kesadaran turun, sianosis dengan retraksi hebat
otot pernapasan
23. Sesak tapi dengan kesadaran dan kondisi umum yang baik
24. Syok berat, dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur
25. Tetanus
26. Tidak BAK/kencing lebih dari 8 jam
27. Tifus abdominalis dengan komplikasi

2.2 Prinsip Kegawatdaruratan Anak


Prinsip yang digunakan untuk kegawatdaruratan anak diantaranya adalah
cara komunikasi, rentang normal fisiologis anak, dan mungkin juga rentang
normal dari hasil laboratorim anak. Untuk cara berkomunikasi pada anak
bisa dilakukan berkomunikasi yang mudah dimengerti oleh si anak dan
mungkin bisa dikomunikasikan dengan orang tuanya apabila usia anak
masih terlalu dini sehingga belum bisa di ajak komunikasi. Sedangkan
perawat tidak hanya cara komunikasi saja untuk memudahkan perawat
melakukan pengkajian pada anak, tetapi kita juga harus mengetahui rentang
normal fisiologis anak dan juga nilai normal dari hasil laboratorium anak.

Nilai normal tanda-tanda Vital


Usia Heart Respirator
rate y rate
Bayi baru lahir (lahir- 1 bulan) 100-180 40-60
Infant (1-12 bulan) 100-180 35-40
Tooddler ( 13bulan- 3 tahun) 70-110 25-30
Preschool (4-6 tahun) 70-110 21-23
School Age (7-12 tahun) 70-110 19-21
Dolescent (13-19 tahun) 55-90 16-18
Tekanan Darah Normal berdasarkan Usia
Usia Sistolik Diastolik
Bayi baru lahir (12 jam) 60-85 45-55
Neonatus (96 jam) 67-84 35-53
Bayi (1-12 bulan) 80-100 55-65
Balita (1-2 tahun) 90-105 55-70
Balita (3-5 tahun) 95-107 60-71
Usia sekolah (6-9 tahun) 95-110 60-73
Usia sekolah (10-11 tahun) 100-119 65-76
Remaja (12-15 tahun) 110-124 70-79

Nilai Laboratorium Normal Pada Anak


Nilai laboratorium normal (rujukan) pada anak bisa berbeda
tergantung pada metode danreagent yang dipergunakan oleh laboratorium
atau rumah sakit masing-masing. Berikut iniada nilai lab normal pada
anak dan dewasa menurut American Academy of Pediatrics :
Darah Rutin / Darah Lengkap
Usia Hb Ht Eritrosit RDW MCV MCH MCHC Trombosit (x
(g/dL) (%) (mill/mm )3 (fL) (pg) (%) 103/mm3)
0-3 hari 15.0- 45- 4.0-5.9 <18 95-115 31-37 29-37 250-450
20.0 61
1-2 12.5- 39- 3.6-5.5 <17 86-110 28-36 28-38 250-450
minggu 18.5 57
1-6 bulan 10.0- 29- 3.1-4.3 <16.5 74-96 25-35 30-36 300-700
13.0 42
7 bulan – 10.5- 33- 3.7-4.9 <16 70-84 23-30 31-37 250-600
2 tahun 13.0 38
2-5 tahun 11.5- 34- 3.9-5.0 <15 75-87 24-30 31-37 250-550
13.0 39
5-8 tahun 11.5- 35- 4.0-4.9 <15 77-95 25-33 31-37 250-550
14.5 42
13-18 12.0- 36- 4.5-5.1 <14.5 78-96 25-35 31-37 150-450
tahun 15.2 47
Laki-laki 13.5- 41- 4.5-5.5 <14.5 80-100 26-34 31-37 150-450
dewasa 16.5 50
Wanita 12.0- 36- 4.0-4.9 <14.5 80-100 26-34 31-37 150-450
dewasa 15.0 44
2.3 Teknik dan Pelaksanaan Pengkajian Keperawatan Kegawatdaruratan
2.3.1 Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada
obstruksi maka lakukan :
• Chin lift / jaw trust
• Suction / hisap
• Guedel airway
• Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada
posisi netral.

b. Breathing
Jalan nafas yang baik dan lancar belum tentu menjamin ventilasi
yang baik. Penyebab gangguan breathing : pleural effusion,
pneumothoraks, hemothoraks, traumatic wet lung syndrome .
Pertolongan untuk memperbaiki breathing :
1.tension pneumothorax:
- tusuk dengan jarum yang besar pada sela antar iga IV
- pemasangan chest tube pada sela antar iga IV
2. hemothorax dengan pemasangan chest tube
3. open pheunomothorax segera ditutup dengan kassacvasein
4. fail chest diberi analgetika

c. Circulation
Penyebab terbesar pasien yang mengalami shook dan berakhir
dengan kematian adalah kehilangan darah dalam jumlah yang
banyak, harus segera ditangani sebagai pasien hipovolemi sampai
bisa dibuktikan bahwa hipotensinya disebabkan oleh sebab yang
lainnya.
Penatalaksanaan hipovolemi :
Terapi resusitasi cairan yang agresif harus segera dimulai
begitu ada tanda dan gejala klinis adanya kehilangan darah mucul.
Untuk menilai apakah resusitasi cairan yang diberikan sudah cukup
atau belum: TTV, produksi urine, CVP.
d. Disability
Evaluasi secara cepat dilakukan dan dikerjakan pada tahap akhir
dan primary survey dengan menilai kesadaran dan pupil penderita.
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan
mengukur GCS. Adapun cara yang cukup jelasa dan cepat adalah:
A lert - berarti membuka mata spontan, fungsi motorik berbicara
danutuh, misalnya anggota badan bergerak.
V oice - merespon bila diajak bicara, misalnya bicara mendengus
atauaktual.
P ain - merespon rasa sakit, misalnya menggosok sternum.
U nresponsive - jika tidak ada respon terhadap rasa sakit, yaitu
tidak adagerakan mata, suara atau motorik.
e. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari
semua cidera yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher
atau tulang belakang, maka imobilisasi in line harus dikerjakan.

2.3.2 Pengkajian Sekunder


Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis dapat meggunakan format SAMPLE (Sign and Symptom,
Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal, dan Event/ Environment yang
berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala
hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik.
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode
SAMPLE, yaitu sebagai berikut :
S : Sign and Symptom.
Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada jejas
pada thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi,
Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi, Pasien
menahan dadanya dan bernafas pendek, Dispnea, hemoptisis,
batuk dan emfisema subkutan, Penurunan tekanan darah
A : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi
obat-obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.
M : Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications
especially). Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang
sesuai dengan keadaan klien dan tidak menimbulka reaksi alergi.
Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat pengobatan
klien.
P :Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
L :Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
E :Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what
happened

Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data


dasar klien yang kemudian digolongkan dalam SAMPLE.
a. Aktivitas / istirahat
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama
jantung gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya
penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi rendah
sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam
mediastinum).
c. Psikososial
Ketakutan, gelisah.
d. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
e. Nyeri / kenyamanan
Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral
meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk
atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh
napas dalam.
f. Pernapasan
Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas,
penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi
abdominal kuat, bunyi napas menurun/ hilang (auskultasi à
mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang dalam rongga
pleura), fremitus menurun, perkusi dada : hipersonor diatas terisi
udara, observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama bila
trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas,
gelisah, bingung, pingsan. Kesulitan bernapas, batuk, riwayat
bedah dada / trauma : penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru
(empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).
g. Keamanan
Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

2.4 Pelaksanaan Pengkajian Keperawatan Kegawatdaruratan


1. Melakukan tindakan keperawatan mengacu pada standar prosedur
operasional yang telah ditentukan sesuai dengan tingkat kegawatan
pasien, berdasarkan prioritas tindakan :
a. Pelayanan keperawatan gawat darurat rumah sakit
• Melakukan triase
• Melakukan tindakan penanganan masalah penyelamatan jiwa dan
pencegahan kecacatan
• Melakukan tindakan sesuai dengan masalah keperawatan yang
muncul. Contoh: Jalan nafas tidak efektif
Tindakan Mandiri Keperawatan
- Monitor pernafasan : rate, irama, pengembangan dinding dada,
ratio inspirasi maupun ekspirasi, penggunaan otot tambahan
pernafasan, bunyi nafas, bunyi nafas abnormal dengan atau tanpa
stetoskop,
- Melakukan pemasangan pulse oksimetri
- Observasi produksi sputum, jumlah, warna, kekentalan,
- Lakukan jaw thrust (khusus pasien dengan dugaan cedera servikal
), chin lift atau head tilt,
- Berikan posisi semi fowler atau berikan posisi miring aman
- Ajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif,
- Berikan air minum hangat sesuai kebutuhan,
- Lakukan phisioterapi dada sesuai indikasi,
- Lakukan suction bila perlu
- Lakukan pemasangan Oro Pharingeal Airway (OPA),
Nasopharyngeal Airway (NPA), Laryngeal Mask Airway (LMA)
Tindakan Kolaborasi
a) Beri obat sesuai indikasi : bronkodilator, mukolitik, antibiotik,
steroid,
b) Pemasangan EndoTracheal Tube (ETT)
1. Melakukan monitoring respon pasien terhadap tindakan
keperawatan
2. Mengutamakan prinsip keselamatan pasien ( patient safety ),
dan privacy
3. Menerapkan prinsip standar baku (standar precaution)
4. Mendokumentasikan tindakan keperawatan

2.5 Instrumen Prinsip Pengkajian Keperawatan Kegawatdaruratan


a. Pengertian PEWS
PEWS merupakan singkatan dari Pediatric Early Warning Score.
PEWS adalah sebuah sistem peringatan dini yang menggunakan penanda
berupa skor untuk menilai pemburukan kondisi anak dan dapat
meningkatkan pengelolaan perawatan anak dengan penyakit akut secara
menyeluruh (Monaghan, 2005). PEWS menjadi suatu alat monitoring
yang dianggap mampu membantu perawat dalam memantau dan
mengontrol kondisi anak, sehingga dapat memberikan laporan secepat
mungkin kepada dokter mengenai perburukan kondisi anak. PEWS juga
dapat menentukan tingkat perawatan dan ruang dimana anak akan
dirawat.
b. Perkembangan PEWS
PEWS dikembangkan untuk pasien anak di ruang rawat inap namun
PEWS juga dapat dijadikan sebagai alat triase di IGD. Pasien gawat
darurat membutuhkan pengkajian dan penanganan secepat mungkin
untuk menghindari segala sesuatu yang tidak diinginkan. PEWS
merupakan alat observasi yang sederhana dan sangat cepat dalam
penggunaannya namun memiliki nilai sensitivitas yang tinggi (Bradman
& Maconochie, 2011).
Sistem scoring PEWS menggunakan pengkajian yang menggunakan 9
(sembilan) parameter fisiologis yaitu upaya respirasi , retraksi dinding
dada, penggunaan alat bantu O2, saturasi oksigen, denyut jantung, waktu
pengisian capillary refill, tekanan darah sistolik, tingkat kesadaran, dan
suhu, kesadaran untuk mendeteksi terjadinya perburukan/ kegawatan
kondisi pasien yang tujuannya adalah mencegah hilangnya nyawa
seseorang dan mengurangi dampak yang lebih parah dari sebelumnya.
c. Indikasi PEWS
1. PEWS digunakan pada pasien anak / pediatric (berusia saat lahir-16
tahun)
2. PEWS dapat digunakan untuk mengasesmen penyakit akut ,
mendeteksipenurunan klinis, dan menginisiasi respon klinis yang tepat
waktu dan sesuai.
3. PEWS tidak digunakan pada :
a. Pasien dewasa lebih dari 16 tahun
b. Pasien anak dengan TOF (Tetralogi of Fallot), sindrom VACTERL
4. PEWS juga dapat diimplementasikan untuk asesmen prehospital pada
kondisi akut oleh first responder seperti pelayanan ambulans,
pelayanan kesehatan primer, Puskesmas untuk mengoptimalkan
komunikasi kondisi pasien sebelum diterima rumah sakit tujuan.
d. Pengukuran PEWS
Dalam kegawatdaruratan anak dapat dilakukan pengkajian untuk
menentukan scoring pada anak dengan menggunakan PEWS. Dimana
jika di temukan pernapasan dengan cara menghitung jumlah pernapasan
anak selama 1 menit, apabila ditemukan jumlah pernapasan 16-29x/menit
maka scorenya 0, apabila jumlah pernapasannya 30-39x/menit dan 11-
15x/menit maka scorenya 1, apabila jumlah pernapasannya 40-49x/menit
maka scorenya 2, dan apabila jumlah pernapasannya >50x/menit dan
<10x/menit maka scorenya 3.
Tidak hanya pernapasan saja untuk menentukan score PEWS tersebut
melainkan perawat perlu mengamati retraksi dinding dada apakah normal
dengan score 0, jika retraksi dinding dadanya ringan diberikan score 1,
sedang score 2 dan apabila retraksi dinding dadanya terlihat berat maka
diberikan score 3.
Kemudian untuk point ke 3 yang perlu diamati pada anak yang masuk
IGD yaitu apakah menggunakan alat bantu O2 atau tidak; jika tidak
menggukan alat bantu O2 diberikan score 0, jika anak menggukan alat
bantu O2 kurang dari 2 lpm maka diberikan score 1 dan apabila anak
tersebut diberikan lebih dari 2lpm maka scorenya 2.
Untuk saturasi oksigen pada anak normalnya lebih dari 94% yaitu
scorenya 0 yang dapat dilihat dengan menggunakan pulse oxymeter.
Apabila saturasi oksigennya 90-93% maka diberikan score 1, jika
saturasi oksigennya 86-89% diberikan score 2 dan apabila pulse
oxymeter menunjukkan angka kurang dari 85% maka score pada kolom
saturasi oksigen 3.
Untuk pemeriksaan denyut jantung dapat dilakukan dengan
menghitung total denyut nadi di pergelangan tangan anak, leher, atau di
siku bagian dalam selama 1 menit, yang normalnya sebanyak 70-
110x/menit yang diberikan score 0. Jika perawat menghitung denyut nadi
dalam 1 menit menemukan jumlah 111-129x/menit dan 50-69x/menit
maka scorenya 1, jika jumlahnya 130-149x/menit maka diberikan score
2, jika jumlahnya lebih dari 150x/menit dan kurang dari 80x/menit maka
diberikan score 3.
Untuk pemberian score pada kolom crt normalnya kurang dari 2 detik
diberikan score 0 dan lebih dari 2 detik diberikan score 3. Yang dapat
dilakukan perawat untuk mengukur crt bisa dengan cara menekan kuku
pasien dan melepeskannya, ketika dilepas hitung pengisian crtnya.
Untuk point ke 7 dari PEWS yaitu dengan mengukur tekanan sistolik
pada anak dengan menggukan spignomanometer yang normalnya bernilai
90-119 mmHg dengan score 0. Jika tekanan sistoliknya menunjukkan
angka 120-129 mmHg dan 80-89 mmHg maka diberikan score 1. Jika
tekanan sistolik pada anak menunjukkan angka 130-139 mmHg maka
diberikan score 2. Jika menunjukkan angka lebih dari 140 mmHg dan
kurang dari 80 mmHg maka diberikan score 3.
Dalam PEWS yang harus dihitung yaitu tingkat kesadaran anak ketika
masuk IGD dapat menggunakan metode GCS atau sistem AVPU. Tetapi
untuk menentukan nilai PEWS perawat harus menggukan sistem AVPU.
Jika anak dapat membuka mata spontan, fungsi motorik berbicara dan
bergeraknya bebas maka masuk dalam kategori Alert yang diberikan
score 0. Jika anak bisa merespon hanya ketika diajak bicara saja maka
dikategorikan dalam kategori voice yang bernilai 1. Jika anak baru bisa
merespon apabila diberikan rangsangan nyeri (Pain) dan sampai tidak ada
respon sama sekali (Unresponsive) maka diberikan score 3.
Dan point yang terakhir yaitu sesuai suhu tubuh anak yang normalnya
36-37oC yang score 0, dan untuk mengukur suhu tubuh anak dapat
dilakukan dengan menggunakan termometer. Jika suhu tubuh anak
menunjukkan angka lebih dari 38,5 oC dan kurang dari 35oC maka
diberikan score 3.

Tabel parameter Pediatrik Early Warning Score


Parameter 3 2 1 0 1 2 3
Pernafasan <10 11-15 16-29 30-39 40-49 >50
Retraksi Normal ringan sedang berat
dinding dada
Alat bantu No <2 L >2 L
O2
Saturasi <85 86-89 90-93 >94
Oksigen
Denyut <50 50-69 70-110 111-129 130-149 >150
Jantung
Kapilla reffil <2 >2
Tekanan <80 80-89 90-119 120-129 130-139 >140
sistolik

Tingkat A V P/U
Kesadaran
Suhu <35 36-37 >38,5
Total

Respon Klinis terhadap Pediatrik Early Warning System(PEWS).


Skor Monitoring Petugas Tindakan
Frekuensi
1 4 jam Perawat jaga Semua
2 2-4 jam perubahan harus
dapat
meningkatkan
frekuensi
monitor
untuktindakan
klinis yang tepat
3 Min 1 jam Perawat jaga Perawat jaga
dan dokter jaga melakukan
monitoring
ulang
4-5 30 menit Melapor ke
dokter jaga
6 Berlanjut Perawat jaga, Melapor ke
dokter jaga, DPJP
DPJP
7+ Berlanjut Panggilan Menghubungi
darurat Tim Emergensi
jaga

e. Interpretasi PEWS
Apabila kesembilan komponen tersebut sudah ditentukan masing-
masing scorenya maka dijumlahkan seluruhnya dengan rentang score
minimal 1 dan maksimal 26. Jika total score PEWS sudah ditentukan
maka perawat dapat menentukan kategori kegawatdaruratan anak dan
waktu monitoring anak dengan keterangan sebagai berikut :
1-2 : Skor normal (hijau), penilaian setiap 4 jam.
3 : Skor rendah (hijau), penilaian setiap 1-2 jam.
4 : Skor menengah (kuning) penilaian setiap 1 jam.
>5 : Skor tinggi (merah) penilaian setiap 30 menit.

Apabila total hasil penjumlahan dari score PEWS tersebut bernilai 1-2
dikategorikan kedalam area hijau yang dimotoring setiap 2-4 jam sekali
oleh perawat jaga untuk menilai semua perubahan yang dapat
meningkatkan frekuensi monitor untuk tindakan klinis yang tepat.
Apabila total hasil penjumlahan dari score PEWS tersebut bernilai 3
masih dikategorikan ke area hijau yang dimonitoring monima 1 jam
sekali oleh perawat jaga untuk melakukan monitoring ulang, sedangkan
total score 4-5 masuk ke kategori kuning yang dimonitoring setiap 30
menit sekali oleh perawat jaga yang harus melaporkan hasil monitoring
berulangnya kepada dokter jaga. Jika jumlah total scorenya bernilai 6
masuk ke area merah, maka dilakukan monitoring berlanjut yang
dilakukan oleh perawat jaga dan dokter jaga untuk melaporkan ke DPJP.
Sedangkan yang total score nya lebih dari 7 masuk ke area merah juga,
maka dilakukan monitoring berlanjut untuk melakukan panggilan darurat
supaya memanggil tim emergency jaga.

You might also like