You are on page 1of 14

Naskah Publikasi

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN INFEKSI


SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI
RSUD UNDATA PALU RUANGAN KATELIA TAHUN 2014 -
2016

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1

Diajukan oleh:

NUR HARDIYANTI

N 101 13 025

Kepada

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
MEI 2017
1

CORRELATION OF NUTRITIONAL STATUS WITH ACUTE


RESPIRATORY TRACT INFECTION EVENTS IN TODDLERS AT
KATELIA ROOM RSUD UNDATA PALU PERIOD OF 2014-2016

Nur Hardiyanti*, Muh. Ardi Munir **, Gina Andyka Hutasoit***

*Medical Student, Faculty of Medicine and Health Science, Tadulako University


**Department of Anatomy, Faculty of Medicine and Health Science, Tadulako University
***Department of Pathology Anatomy, Faculty of Medicine and Health Science, Tadulako
University

ABSTRACT

Background: Nutritional status is an affecting risk factor in toddlers’ acute


respiratory infection. Toddlers are vulnerable toward various infection diseases
and have relatively higher nutritional needs than the other age group. In the lack
of nutrition cases, can lead to decrease of immunity which can cause vulnerability
to infection. It happens because of the mortality rate of acute respiratory tract
infection is still high, especially in babies and toddlers.

Objective: The objective of this research was to understand the correlation of


nutritional status with acute respiratory tract infection events in toddlers at
Katelia room of RSUD Undata Palu period of 2014-2016.

Method: The research design used in this research was observational analytic
with cross sectional approach. The population in this research was toddler
patients aged 1-5 years old that were admitted to Katelia room RSUD Undata
Palu in period of 2014-2016. The sampling technique used purposive sampling.
Data analysis was conducted with univariate and bivariate analysis using Chi
Square test.

Result: Based on the 66 samples observed, from Chi Square test obtained the p-
value of 0,071 with significant standard (α) 0,05, then H1 was denied and H0 was
accepted.Therefore, this research showed there was no significant correlation
between nutritional status with acute respiratory tract infection events in toddlers.

Conclusion: There was no significant correlation between nutritional status with


acute respiratory tract infection events in toddlers at Katelia room of RSUD
Undata Palu period of 2014-2016

Keywords: Nutritional status, acute respiratory infection, toddler


2

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN


PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI RSUD UNDATA PALU
RUANGAN KATELIA TAHUN 2014-2016

Nur Hardiyanti*, Muh Ardi Munir **, Gina Andyka Hutasoit***

*Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako.


** Departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako
***Departemen Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Tadulako

ABSTRAK

Latar Belakang: Status gizi merupakan faktor resiko yang berpengaruh dalam
kejadian ISPA pada balita. Balita adalah kelompok umur yang sangat rentan
terhadap berbagai penyakit infeksi dan membutuhkan zat gizi yang relatif lebih
tinggi dibandingkan kelompok umur yang lain. Pada kasus gizi kurang dapat
menyebabkan imunitas menurun sehingga akan mudah terjadi suatu infeksi. Hal
ini disebabkan masih tingginya angka kematian karena ISPA terutama pada bayi
dan balita.
Tujuan: untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian ISPA pada
balita di RSUD Undata Palu ruangan katelia Tahun 2014 – 2016
Metode: Desain penelitian adalah obsevasional analitik dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien balita yang berumur 1-5
tahun yang rawat inap di RSUD Undata Palu Ruangan Katelia tahun 2014-2016.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling. Analisis
data dilakukan dengan menggunakan univariat, bivariat dengan uji Chi-square.
Hasil: Berdasarkan 66 sampel data yang telah di teliti, dari uji Chi-square
diperoleh p value sebesar 0,071 dengan taraf signifikan (α) 0,05 maka dinyatakan
H1 ditolak, sehingga Ho diterima. Jadi penelitian ini menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada
balita.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan
kejadian ISPA pada balita di RSUD Undata Palu ruangan katelia tahun 2014 –
2016.

Kata Kunci: status gizi, ISPA, balita.


3

PENDAHULUAN
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi yang
menyerang salah satu bagian dari saluran pernapasan mulai dari hidung (saluran
atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus,
rongga telinga tengah, dan pleura.[1]
Penyakit ISPA salah satu contoh penyakit infeksi akut yang menular pada
pernafasan yang masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara. Riset
WHO (World Health Organization) pada tahun 2010 menyebutkan bahwa ± 13
juta balita di dunia meninggal akibat ISPA setiap tahun dan sebagian besar
kematian tersebut terdapat di Negara berkembang.[2]
Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0,29 episode per
anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara
maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun
dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak
terjadi di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan (10 juta) dan Bangladesh,
Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus yang terjadi
di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit.
Episode batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun.[1]
Di Indonesia kasus ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab 32,1%
kematian bayi pada tahun 2009, serta penyebab 18,2% kematian pada balita pada
tahun 2010 dan 38,8% tahun 2011. Berdasarkan data dari P2 program ISPA tahun
2009 cakupan penderita ISPA melampaui target 13,4%, hasil yang di peroleh
18.749 kasus sementara target yang ditetapkan hanya 16.534 kasus. Survey
mortalitas yang dilakukan di subdit ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA atau
Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan
persentase 22,30% dari seluruh kematian balita.[1]
Status gizi merupakan faktor resiko yang berpengaruh dalam kejadian ISPA
pada balita. Status gizi yang buruk akan lebih mudah terserang ISPA, balita yang
menderita ISPA dapat menyebabkan gangguan status gizi akibat gangguan meta-
bolisme tubuh.[3] Status gizi sebagai derajat ekspresi terhadap pemenuhan
kebutuhan fisiologi. Gangguan gizi akan terjadi jika pemenuhan fisiologis ini
4

tidak terpenuhi atau terpenuhi berlebihan dalam kurun waktu tertentu, sehingga
bermanifestasi dalam bentuk gangguan gizi, baik masalah kelebihan gizi maupun
kekurangan gizi.[4]
Keseimbangan gizi perlu dijaga untuk mengusahakan agar anak dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal. Akan tetapi, ketika sakit hal tersebut sering kali
tidak dapat dilakukan akibat adanya masalah kesulitan makan yang ditandai
dengan anak tampak enggan untuk makan. Anak yang sakit dapat kehilangan
nitrogen yang dapat menyebabkan penurunan berat badan dan kemungkinan
kekurangan gizi.[5]
Pada kasus gizi kurang, individu akan lebih rentan terhadap infeksi akibat
menurunnya kekebalan tubuh terhadap invasi patogen. Pertumbuhan yang baik
dan status imunologi yang memadai akan menghasilkan tingkat kesehatan yang
baik.[6]
Anak dibawah lima tahun adalah kelompok umur yang sangat rentan terhadap
berbagai penyakit infeksi dan membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi
dibandingkan kelompok umur yang lain. Hal ini disebabkan masih tingginya
angka kematian karena ISPA terutama pada bayi dan balita.[6]
Anak dengan batuk atau sukar bernapas mungkin menderita pneumonia atau
infeksi saluran pernapasan yang berat lainnya. Akan tetapi sebagian besar anak
batuk yang datang ke Puskesmas/fasilitas pelayanan kesehatan lainnya hanya
menderita infeksi saluran pernapasan yang ringan. Anak-anak yang sakit serius
dengan gejala batuk atau sukar bernapas yang membutuhkan pengobatan dengan
antibiotik, yaitu pneumonia (infeksi paru) yang ditandai dengan napas cepat dan
mungkin juga tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.[1]
Kejadian ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di
Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%). Di fasyankes , ISPA meru-
pakan urutan pertama dari 10 besar penyakit terbanyak. Pada tahun 2013
mencapai 39,94%, Pada tahun 2014 mencapai 40,35% dan pada tahun 2015
mencapai 84,42 %.[7] Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Infeksi
5

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita Di RSUD Undata Palu Ruangan
Katelia Tahun 2014 – 2016.

METODE
Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik observa-
sional dengan menggunakan pendekatan secara cross sectional yaitu mempelajari
korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (sekali waktu) dengan
menggunakan data sekunder berupa rekam medik (RM) pasien.
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien balita yang berumur 1-5 tahun yang
rawat inap di RSUD Undata Palu Ruangan Katelia tahun 2014-2016.Sumber data
yang di ambil adalah data sekunder yakni rekam medis pasien. Pengambilan
sampel yaitu dengan teknik purposive sampling. Jumlah sampel pada
penelitian ini sebanyak 66 rekam medis yang telah memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
Pengolahan data ini dilakukan dengan cara editing, coading, tabulation,
cleaning, entry, describing, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) melalui
tahapan analisis univariat dan bivariat.

HASIL
1. Analisis Univariat
Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan usia balita di RSUD Undata Palu
Ruangan Katelia tahun 2014 – 2016
Usia (Bulan) Jumlah (N) Persentase (%)
12-23 34 51,5%
24-35 17 25,8%
36-47 10 15,2%
48-59 5 7,6%
Total 66 100%
6

Berdasarkan tabel 1. dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien balita


yang dirawat di RSUD Undata Palu dengan usia 12-23 bulan sebanyak 34
orang (51,5%), usia 24-35 bulan sebanyak 17 orang (25,8%), usia 36-47
bulan sebanyak 10 orang (15,2%), dan jumlah pasien usia 48-59 bulan
sebanyak 5 orang (7,6 %).

Tabel 2. Distribusi sampel berdasarkan penderita ISPA dan tidak ISPA


RSUD Undata Palu Ruangan Katelia tahun 2014 - 2016
Penderita ISPA Jumlah (N) Persentase (%)
Ya 46 69,7%
Tidak 20 30,3%
Total 66 100%

Berdasarkan tabel 2. dapat dilihat bahwa jumlah pasien balita yang


menderita ISPA sebanyak 46 orang (69,7%) dan 20 orang (30,3%) tidak
mengalami ISPA.

Tabel 3. Distribusi sampel berdasarkan status gizi balita di RSUD


Undata Palu Ruangan Katelia tahun 2014 - 2016
Status Gizi Jumlah (N) Persentase (%)
Berlebih 1 1,5%
Baik 51 77,3%
Kurang 10 15,2%
Buruk 4 6,1%
Total 66 100%

Berdasarkan tabel 3. dapat dilihat bahwa status gizi pada balita sebagian
besar pasien berstatus gizi baik sebanyak 51 orang (77,3%), gizi berlebih
sebanyak 1 orang (1,5%), gizi kurang sebanyak 10 orang (15,2%), dan gizi
buruk sebanyak 4 orang (6,1%).
7

2. Analisis Bivariat
Tabel 4. Hubungan status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di
RSUD Undata Palu Ruangan Katelia tahun 2014 - 2016

ISPA Total
STATUS P
GIZI N(+) % N(-) % Jumlah % VALUE

KURANG 7 15,2% 7 35% 14 21,2%


BAIK 39 84,8% 13 65% 52 78,8% 0,071
TOTAL 46 100% 20 100% 66 100%
Berdasarkan tabel 4. Dari hasil analisis data dengan menggunakan
program SPSS menggunakan uji Chi-Square diperoleh bahwa tidak ada
hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di RSUD
Undata Palu Ruangan Katelia tahun 2014 - 2016. Hal ini juga didukung
dengan uji statistik dimana nilai p > nilai α yaitu 0,071 artinya H0 diterima
dan H1 ditolak.

PEMBAHASAN
Berdasarkan data dari tabel 4.1 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian
besar pasien balita yang dirawat di RSUD Undata Palu dengan usia 12-23
bulan sebanyak 34 orang (51,5%), usia 24-35 bulan sebanyak 17 orang
(25,8%), usia 36-47 bulan sebanyak 10 orang (15,2%), dan jumlah pasien
usia 48-59 bulan sebanyak 5 orang (7,6 %). Dari hasil penelitian bahwa
pasien balita yang dirawat di RSUD Undata Palu paling banyak yang berusia
12-23 bulan sebanyak 34 orang (51,5%). Hal ini sudah sesuai bahwa balita
yang berumur 1-<2 tahun cenderung memiliki daya tahan tubuh yang rendah,
hal ini dikarenakan balita yang berumur 1-<2 tahun, sistem imunitas alami
belum berfungsi dengan baik dan sistem saluran pernapasan juga belum
berfungsi dengan optimal, sehingga balita yang berumur 1-<2 tahun sangat
mudah sekali mengalami sakit.[8] Hal ini juga sejalan dengan Riskesdas pada
8

tahun 2013 bahwa balita penderita pneumonia terbanyak pada usia 12 hingga
35 bulan dengan period prevalence 2,6/mil.[9]
Berdasarkan data dari tabel 4.2, dapat dilihat bahwa jumlah pasien balita
yang menderita ISPA sebanyak 46 orang (69,7%) dan 20 orang (30,3%) tidak
mengalami ISPA.
Status gizi dalam penelitian ini diukur berdasarkan perbandingan berat
badan balita menurut umur (BB/U) berdasarkan standar antropometri penilaian
status gizi anak. Berdasarkan data dari tabel 4.3, dapat dilihat bahwa status gizi
pada balita sebagian besar pasien berstatus gizi baik sebanyak 51 orang
(77,3%), gizi berlebih sebanyak 1 orang (1,5%), gizi kurang sebanyak 10 orang
(15,2%), dan gizi buruk sebanyak 4 orang (6,1%). Hasil penelitian ini sesuai
dengan data dari Dinas Kesehatan Kota Palu tahun 2016 bahwa status gizi baik
pada balita mencapai (96,0%), gizi kurang terdapat (2,57%), gizi buruk
terdapat (0,15%) dan gizi berlebih terdapat (0,85%).[7]
Gizi baik adalah keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrisi
sehingga berpengaruh terhadap daya tahan tubuh dan respon imunologik
terhadap penyakit, sedangkan gizi buruk merupakan status kondisi seseorang
yang kekurangan nutrisi atau nutrisi di bawah standar rata-rata.[10]
Konsumsi gizi pada seseorang dapat menentukan tercapainya tingkat
kesehatan bila tubuh berada dalam tingkat kesehatan gizi yang optimum.
Dalam kondisi demikian tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya
tahan tubuh yang sangat tinggi.[11]
Status gizi pada anak sangat penting, karena status gizi yang baik akan
meningkatkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh anak, sehingga anak tidak
mudah terkena penyakit infeksi. Semakin rendah status gizi balita maka
semakin rendah pula daya tahan tubuh balita, maka semakin rentan balita untuk
terinfeksi.[11]
Status gizi yang baik pada balita sangat diperlukan karena dapat terhindar
dari penyakit-penyakit seperti ISPA. Status gizi baik dapat dicapai jika asupan
gizi balita sesuai dengan kebutuhannya. Status gizi baik terbukti
mempengaruhi pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan intelektual,
9

meningkatkan produktivitas, serta menurunkan angka kesakitan dan


kematian.[12]
Berdasarkan data pada tabel 4.4 terlihat bahwa pada pasien balita yang
memiliki status gizi kurang sebanyak 7 orang (15,2%) menderita ISPA dan
sebanyak 7 orang (35%) balita dengan status gizi kurang tidak menderita ISPA,
dan balita yang memiliki status gizi baik sebanyak 39 orang (84,8%) yang
menderita ISPA dan 13 orang (65%) yang tidak menderita ISPA. Dari hasil
analisis data diperoleh bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan
kejadian ISPA pada balita di RSUD Undata Palu Ruangan Katelia tahun 2014 -
2016. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p > nilai α yaitu
0,071 artinya H0 diterima dan H1 ditolak.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang sebelumnya dilakukan
oleh Nani (2012) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara
status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah Kerja UPTD
Kesehatan Luwuk Timur, Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah
tahun 2012.
Namun, walaupun tidak terdapat hubungan bermakna antara status gizi
dengan kejadian ISPA pada balita di RSUD Undata Palu Ruangan Katelia
tahun 2014 - 2016, tetapi tidak menutup kemungkinan status gizi balita akan
berubah, karena status gizi balita juga bisa dipengaruhi oleh pola asuh, tingkat
sosial ekonomi masyarakat, pendidikan, dan pengetahuan Ibu.
Dari penelitian ini terdapat yang berstatus gizi baik tetapi terkena ISPA.
Hal ini disebabkan oleh faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA
pada balita seperti pemberian ASI, keteraturan pemberian vitamin A, polusi
udara, sosial ekonomi, imunisasi ,kepadatan dalam rumah dan BBLR. Selain
itu didapatkan juga balita yang berstatus gizi kurang tetapi tidak terkena ISPA.
Hal tersebut bisa terjadi kemungkinan karena faktor lingkungan tempat
tinggalnya yang tidak ada yang menderita ISPA meskipun status gizinya
kurang, atau bisa dikarenakan mereka sudah mendapatkan imunisasi yang
lengkap sehingga mereka mempunyai kekebalan tubuh terhadap serangan
infeksi sehingga tidak mudah terkena ISPA.[6]
10

Penyakit ISPA pada balita disebabkan oleh beberapa faktor salah


satunya status gizi balita, gizi yang baik menyebabkan adanya keseimbangan
nutrisi didalam tubuh balita sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit
infeksi termasuk ISPA.[13]

KESIMPULAN
1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian
ISPA pada balita di RSUD Undata Palu tahun 2014 – 2016 berdasarkan
analisis data dimana nilai p > nilai α (0,05) yaitu 0,071.
2. Total pasien balita yang mengalami ISPA sebanyak 46 orang dimana rata-rata
yang berumur 12-23 bulan sebanyak 34 orang sebagian besar balita memiliki
kategori status gizi baik sebanyak 51 orang.

SARAN
1. Bagi Pemerintah dan Lembaga Kesehatan
Diharapkan kepada pemerintah dan lembaga kesehatan agar lebih
memperhatikan keadaan status gizi didaerahnya, dengan memberikan
penyuluhan kepada ibu rumah tangga tentang pentingnya mengetahui status
gizi anak.
2. Bagi Masyarakat
Diharapkan untuk mencegah faktor resiko terjadinya Infeksi Saluran
Pernapasan Akut dan melihat adanya status gizi kurang dan buruk maka
peneliti menyarankan kepada masyarakat untuk memberikan makanan
tambahan kepada anak balita yang mengalami kekurangan gizi.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan kepada peneliti agar melanjutkan
penelitian mengenai hubungan pemberian kapsul vitamin A dengan kejadian
ISPA pada balita.
11

DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Perna-
pasan Akut. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2012.
2. Mariza, A., Trinaswati. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Terjadinya
Ispa pada Bayi (1-12 Bulan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Rajabasa Indah
Bandar Lampung. Jurnal Kesehatan. Universitas Malahayati B. Lampung.
2013.
3. Somantri, B. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di
Puskesmas Melong Asih Kota Cimahi. Jurnal Keperawatan Aisyiyah. Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah. 2015.
4. Yuwono, SR . Buku Saku Asuhan Gizi Di Puskesmas. Kementrian Kesehatan
RI Dan WHO Indonesia. Jakarta . 2012.
5. Suandi . Diet Anak Sakit Gizi Klinik Edisi 2, Jakarta : EGC. 2012.
6. Hadiana, SY. 2013. Hubungan Status Gizi terhadap terjadinya Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Puskesmas Pajang. Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013.
7. Dinas Kesehatan Kota Palu. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah.
2016.
8. Puspitasari, DA. 2015. Faktor Risiko Pneumonia Pada Balita Berdasarkan
Status Imunisasi Campak Dan Status Asi Eksklusif. Jurnal Berkala
Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga,
Surabaya. 2015.
9. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI. 2013.
10. Soeditama. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi, Jilid I . Jakarta :Dian
Rakyat. 2010.
11. Hayati, S. Gambaran Faktor Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) Pada Balita Di Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung. Universitas Bina
Sarana Informatika, Bandung. 2014.
12

12. Febrianto, W. Status gizi berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di
Wilayah Kerja Puskemas Wonosari I Kabupaten Gunungkidul 2014. Jurnal
Gizi Dan Dietetik Indonesia . STIKES Alma Ata Yogyakarta. 2015.
13. Chandra. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC. 2007.

You might also like