You are on page 1of 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai pihak telah banyak berupaya untuk meningkatkan kesehatan gigi dan

mulut, baik melalui program pemerintah, media massa, iklan atau penyuluhan di

pusat kesehatan, namun hasil yang signifikan belum terlihat.1 Dari penelitian Febriana

dkk. dari Universitas Indonesia, diketahui bahwa prevalensi ECC pada anak umur 0

sampai 3 tahun di DKI Jakarta ialah 52.7% dengan def-t rata-rata 2.85.2 Dari data

yang diperoleh Community Data Oral Epidemiology menyatakan anak-anak TK di

Indonesia mempunyai resiko karies besar, karena anak di perdesaan usia 4 hingga 5

tahun yang terkena karies sebanyak 95.9% dengan nilai dmft 7.98 sedangkan di

perkotaan 90.5%, dengan nilai dmft 7.92.3 Karies gigi adalah suatu penyakit kronis

yang ditandai dengan kerusakan gigi, bermula dari enamel gigi ke pulpa gigi.4 Pada

anak balita, karies yang sering terjadi adalah karies botol atau juga dikenal sebagai

Early Childhood Caries (ECC).5

ECC adalah istilah yang digunakan untuk mengambarkan karies yang muncul

pada gigi desidui anak 0 sampai 6 tahun. Istilah seperti nursing bottle mouth, bottle

mouth caries atau nursing caries biasanya digunakan untuk mengambarkan suatu

pola karies yang khas dimana gigi insisivus desidui atas dan gigi desidui molar atas

mengalami kerusakan yang parah.6 Gigi molar desidui bawah juga mengalami karies,

tidak demikian kondisinya pada gigi desidui insisivus bawah, sama sekali tidak

karies atau hanya sedikit yang rusak. Sebagian anak yang mengalami karies ektensif

10

Universitas Sumatera Utara


dan tidak mengikuti pola nursing caries dan sedikit lebih tua (3 atau 4 tahun) pada

waktu awal mulanya terbentuk karies, keadaan ini disebut ‘rampant caries’.

Bagaimanapun, tidak ada perbedaan yang menonjol antara ‘rampant caries’ dan

‘nursing caries’. Jadi, istilah Early Childhood Caries dianjurkan sebagai suatu istilah

yang sesuai dan lengkap untuk menggambarkan kedua-dua pola karies ini.7

Jumlah anak balita di Indonesia mencapai 30% daripada 250 juta lebih

penduduk Indonesia, sehingga diperkirakan balita yang mengalami kerusakan gigi

mencapai lebih dari 75 juta anak. Jumlah ini mungkin bertambah terus, karena pada

Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRT) pada tahun 1990 hanya 70% tapi

pada tahun 2000-an sudah mencapai 90% (Antara News, 31 Januari 2005). Besarnya

angka statistik ini bisa terjadi, karena kebanyakan orang tua tidak tahu pentingnya

menjaga gigi susu pada anak dan berpengaruh terhadap kesehatan tubuh anak secara

umum dalam masa pertumbuhannya. Kebanyakan mereka beranggapan bahwa gigi

susu tidak penting karena akan diganti lagi.3

ECC ialah penyakit kronis yang paling umum pada anak-anak, prevalensinya

lima kali lebih tinggi dari penyakit asma dan tujuh kali lebih tinggi dari penyakit

demam.5,8 Dari beberapa literatur penelitian yang telah dilaporkan menyatakan bahwa

indeks karies def-t pada anak usia 1 tahun sebesar 0.37, usia 2 tahun 2.77, usia 3

tahun sebesar 6.25 dan usia 4 tahun sebesar 9.52. Dari data-data di atas hampir

sepenuhnya adalah karies rampan serta ditemukan adanya aktifitas bakteri kariostat

yang tinggi.9

Etiologi Early Childhood Caries ialah multifaktorial dan faktor etiologi utama

adalah bakteri kariogenik, konsumsi karbohidrat dalam frekuensi tinggi, kelainan

11

Universitas Sumatera Utara


pada produksi saliva serta komposisi dan mineralisasi yang kurang pada jaringan

keras gigi. Faktor-faktor resiko ini berinteraksi sehingga mengakibatkan terjadi

penyakit karies.8 Terdapat banyak faktor resiko lain yang mengkontribusi kepada

perjalanan penyakit ini antara lain ialah cara pemberian makanan anak, sikap tentang

kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan oral ibu bapa, diet, status sosio-ekonomi,

gizi orang tua, kesehatan dan perilaku oral ibu bapa.10 Sikap itu merupakan kesiapan

atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksaan motif tertentu.

Pengetahuan merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Perilaku kesehatan oral pada dasarnya

adalah suatu respons individu terhadap stimulus yang berkaitan dengan kesehatan

oral. Respons pasif ialah pengetahuan, persepsi dan sikap dan respons aktif ialah

tindakan nyata atau practice. 11

Kartono (1986) menyatakan anak-anak yang berumur di bawah lima tahun,

pemeliharaan kesehataannya masih bergantung kepada orang tua, umumnya terutama

ibu lebih dekat anaknya, dengan demikian perilaku ibu mengenai kesehatan gigi

berperan penting bagi kesehatan anak pada umumnya dan kesehatan gigi anak secara

khususnya.13 Dengan ini, dapat dipahami bahwa perilaku ibu terhadap kesehatan gigi

akan mempengaruhi status kesehatan gigi anak dan dalam hal ini insidensi terjadinya

ECC pada anak.14

Prevalensi ECC pada anak usia 15 sampai 60 bulan di Posyandu di Bandung

ialah 56,78%, tetapi hubungan prevalensi ini dengan perilaku ibu belum diteliti di

Sumatera Utara, padahal ibu merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak,15

kondisi ini mendorong peneliti mengetahui hubungannya. Subjek diteliti dari anak

12

Universitas Sumatera Utara


dan ibu yang bertempat tinggal di Desa Ujung Rambung Kecamatan Pantai Cermin

Kabupaten Serdang Bedagai. Desa ini dipilih karena desa ini merupakan desa

percontohan realisasi kerjasama Fakultas Kedokteran Gigi USU dengan kabupaten

tersebut.

Desa Ujung Rambung berjarak lebih kurang 40 km dari kota Medan dan

penduduknya bekerja pada sektor pertanian, perkebunan, industri kecil dan sedang,

serta sektor jasa. Berdasarkan data statistik (2002), luas desa ini 3,28 km2. Jumlah

penduduk 3.212 jiwa dengan 499 KK, terdiri dari 1.225 pria, 1.017 wanita, 487 anak

laki-laki, dan 454 anak perempuan. Jumlah anak yang berusia 0-3 tahun lebih kurang

90 jiwa. Penelitian ini ditujukan pada populasi anak usia 0-3 tahun bersama dengan

ibunya. Kawasan ini jauh dari Puskesmas dan UKGS belum ada di kawasan ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah ada hubungan antara perilaku ibu mengenai kesehatan gigi anak

dengan derajat keparahan ECC anak?

2. Apakah ada kolerasi tingkat perilaku ibu mengenai kesehatan gigi anak

dengan indeks def-t anak?

3. Apakah ada perbedaan perilaku ibu terhadap kesehatan gigi anak dari

anak yang mengalami ECC dengan yang tidak mengalami ECC?

13

Universitas Sumatera Utara


1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Menganalisis hubungan antara perilaku ibu terhadap kesehatan gigi anak

dengan derajat keparahan ECC anak.

2. Menganalisis kolerasi tingkat perilaku ibu mengenai kesehatan gigi anak

dengan indeks def-t anak.

3. Menganalisis perbedaan perilaku ibu terhadap kesehatan gigi anak dari

anak yang mengalami ECC dengan yang tidak mengalami ECC.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat :

1. Manfaat untuk ilmu pengetahuan:

Memberikan informasi khususnya di bidang Ilmu Kedokteran Gigi Anak

mengenai hubungan antara perilaku ibu terhadap kesehatan gigi dengan terjadinya

ECC sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian

selanjutnya.

2. Manfaat untuk masyarakat:

Memberikan informasi pada ibu dan anaknya mengenai adanya hubungan

antara perilaku ibu terhadap kesehatan gigi dengan terjadinya ECC agar memotivasi

ibu dan anak untuk menjaga kebersihan rongga mulutnya.

14

Universitas Sumatera Utara


3. Manfaat secara Klinis:

Memberikan informasi tentang adanya hubungan antara perilaku ibu terhadap

kesehatan gigi dengan terjadinya ECC sehingga dapat dilakukan Dental Heatlh

Education dan upaya pencegahan karies pada ibu dan anak.

15

Universitas Sumatera Utara

You might also like