You are on page 1of 8

PENDIDIKAN ISLAM DALAM PRESPEKTIF AL-GHAZALI DAN RELEVANSI

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Abstract :

Al-Ghazali adalah seorang intelektual agung yang bersifat generis dengan keahlian
yang multi dimensional, baik di bidang keagamaan, filsafat dan ilmu pengetahuan umum. Ia
adalah seorang pakar pendidikan yang luas pemikirannya. Bahkan ia pernah berkecimpung
langsung menjadi praktisi selain sebagai pemikir pendidikan, ia juga memikirkan soal-soal
pendidikan, pengajaran dan metode-metodenya. Namun, berbagai pandangan dan teori
pendidikannya tidak terhimpun dalam suatu kitab karena hampir didalam setiap kitabnya
tidak ada yang spesifik untuk membahas pendidikan meski hampir dalam setiap karyanya
selalu menyentuh aspek pendidikan.

Pendahuluan:

Pendidikan adalah topik bahasan yang sangat menarik untuk dibicarakan, karena
pendidikan adalah suatu hal yang tak asing untuk didengar, karena dalam kegiatan kehidupan
sehari-hari, bahkan seluruh kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan.
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sidiknas dalam pasal 1 disebutkan
bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekutan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, mengembangkan
segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran.
Dengan demikian, pendidikan tidak hanya membentuk insan yang cerdas, tetapi juga
berkepribadian atau berkarakter dan berakhlaq mulia. Oleh karena itu, pendidikan karakter
sangatlah diperlukan dalam kehidupan manusia saat ini, dimulai dari usia dinii hingga
dewasa.
Berbicara mengenai pendidikan karakter maka teringat akan tokoh muslim yang satu
ini, yaitu Imam Al Ghazali. Tentunya kita sudah tidak asing mendengar nama Imam Al
Ghazali. Imam Al-Ghazali adalah seorang guru besar sekaligus pemikir besar.1 Beliau adalah
Tokoh pendidikan muslim yang terkenal dengan konsep pendidikan akhlak. Al-Ghazali

1
Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Yogyakarta: 2003), hlm. 88
dalam karya-karyanya membahas tentang pendidik, anak didik dan berbagai kewajiban yang
melingkupinya.
Corak pemikiran Imam Ghazali didasarkan pada keagamaan yang cenderung berbau
tasawuf. Maka tidak heran jika beliau mempunyai tujuan pendidikan yang membentuk Insan
Purna yang diwarnai ajaran tasawuf dan budi pekerti luhur.

A. Riwayat Hidup Al-Ghazali


Imam al – Ghazali memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad
al – Ghazali. Beliau dilahirkan di Ghazaleh, sebuah kota kecil di Thus, salah satu kota di
Khurasan (Persia) pada pertengahan abad kelima hijriyah (450 H / 1058 M ), dan wafat di
Tabrisan, sebuah wilayah di Provinsi Tus, pada Jumadil Akhir tahun 505 H/ 1 Desember
1111 M.2 Beliau adalah salah seorang pemikir besar Islam yang dianugerahi gelar hujjat al –
Islam ( bukti kebenaran agama Islam ) dan zayn ad – diin ( perhiasan agama ).
Ayahnya seorang pemintal wool dan menjualnya sendiri di kota itu. 3 Diceritakan
bahwa ayahnya adalah seorang fakir yang saleh dia hanya makan dari hasil usahanya sendiri
dari pekerjaan memintal benang. Ayahnya selalu mengikuti majlis-majlis ahli ilmu (fuqaha)
dan selalu mengambil kebaikan dari para ulama tersebut. Apabila ia mendengarkan kajian
para ulama itu ia selalau menangis dan berdoa kepada Allah swt agar dikaruniahi seorang
nanak yang alim (faqih).
Al-Ghazali kecil dikenal sebagai anak yang rajin belajar dan haus ilmu, dia memulai
pendidikan di kota kelahirannya, Tus. Beliau memulai dengan mempelajari dasar
pengetahuan. Selanjutnya ia pergi ke kota yang dikenal sebagai pusat Ilmu pengetahuan
terpenting di dunia Islam, yaitu di Naisyafur dan Khurasan .Di Kota Naisyafur inilah al-
Ghazali berguru kepada Imam al-Haramain Abi al-Ma‟ali al-Juwainy, seorang Ulama yang
bermazhab Syafi‟i yang pada saat itu menjadi guru besar di Naisyafur.4

Di antara mata pelajaran yang dipelajari al-Ghazali di kota tersebut adalah teologi,
hukum Islam, filsfat, logika, tasawuf (sufisme), dan ilmu-ilmu alam. Ilmu-ilmu yang
dipelajarinya inilah yang kemudian mempengaruhi sikap dan pandangan ilmiahnya di
kemudian hari. Karena banyaknya keahlian yang secara prima dikuasai al-Gahzali, maka

2
Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Yogyakarta: 2003), hlm. 87
3
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali,Ihya „Ulum al-Din,Darussalam,Kairo Mesir, Jilid I,
2007,h.3.
4
Muhammad,Athiyyah al-Abrasy,Al-Tarbiyyah al-Islamiyyah wa Falsafatuha,Mesir, Isa al-Babi al-Halabi,
cet.3, 1975,h.273
tidaklah mengherankan jika kemudian ia mendapat bermacam gelar yang mengaharumkan
namanya, seperti gelar Hujjatul Islam (pembela Islam), Zain al-Din (sang ornament agama),
Syeikh al-Syufiyyi (Guru besar dalam Tasawuf), dan Imam al- Murabbin (Pakar bidang
Pendidikan).

Dalam sejarah filsafat telah menuliskan bahwa ternyata Al-Ghazali pernah merasa
ragu akan ilmu yang sudah dipelajarinya, karya2 yang sudah dibuatnya, misalnya mengenai
teologi, yang beliau pelajari dari Al-Juwaini. Dilanda keraguan itu, Al-Ghazali menderita
penyakit hingga 2 bulan yang sulit diobati, hingga tidak bisa melaksanakan tugas sebagai
guru besar. kemudian beliau meninggalkan Baghdad dan pergi ke damaskus untuk melakukan
uzlah, riyadhah, dan mujahadah. Kemudian ia pindah ke Bait al-Maqdis Palestina untuk
melaksanakan ibadah serupa, setelah itu tergerak hatinya untuk menunaikan ibadah haji dan
menziarahi maqam Rasulullah. Setelah pulang haji, beliau pulang ke kampung halamannya
ke Thus, dan dalam keraguan ini selama 10th, beliau membuat sebuah karya yang berjudul
Ihya’ U’lu Al-din (Menghidupkan kembali Ilmu-Ilmu Agama)

Al-Ghazali juga merasakan keraguan akan ilmu filsafat dan menjumpai argumen-
argumen yang dirasa menyimpang dari agama Islam, dan dalam keraguan itu beliau
menciptakan karya yang berjudul Maqasid Al-Fasafah (Pemikiran Kaum Filosof) karya ini
ditujukan untuk mengkritik karyanya yang berjudul Tahaful al-Falasifah (Kekacauan
Pemikiran Filosof-Filosof).5

B. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM PRESPEKTIF AL-GHAZALI


Dalam masalah pendidikan alGhazali lebih cenderung berpaham empirisme. Hal ini
antara lain disebabkan karena beliau sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadap anak
didik. Menurutnya seorang anak tergantung kepada orang tua dan orang yang mendidiknya.
Hati seorang anak itu bersih, murni, laksana permata yang sangat berharga sederhana dan
bersih dari gambaran apapun. Hal ini sejalan dengan hadis Rasulullah SAW yang
menegaskan bahwa Setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih, kedua orangtualah yang
menyebabkan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (H.R. Muslim). Sejalan dengan
hadist tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa baik buruknya naak tergantung dari peranan
orang tua dan lingkungan sekitarnya.

5
Harun Nasution,Ibid.h.43
Konsep pendidikan islam adalah proses transformasi nilai-nilai sesuai ajaran
islam yang berlandaskan Al-quran dan sunnah-sunnah Rasulullah. Menurut Al-Ghazali
pendidikan yang benar merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pendidikan
juga dapat mengantarkan manusia untuk menggapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Pendidikan juga sarana menebar keutamaan.

Secara singkat, pokok- pokok pemikiran pendidikan Al-Ghazali bisa diklasifikasikan


ke dalam tiga hal. Pertama, penjelasan tentang keutamaan ilmu, termasuk upaya
memperolehnya. Kedua, penggolongan ilmu pengetahuan. Ketiga, kewajiban-kewajiban
pokok bagi seorang guru dan anak didik.6

1. KEUTAMAAN ILMU

Ilmu dan pengetahuan dalam pandangan Al-Ghazali adalah bersifat relatif (nisbi).
Beliau menyandarkan pendapatnya ini pada sebuah anekdot tentang sekelompok orang buta
yang memperdebatkan seekor gajah. Menurutnya, tidak semua hakikat bisa dicapai denghan
akal, karena ada hakikat yang merupakan wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh akal, yaitu
Rabbani7. Meskipun demikian, Al-Ghazali tidak menolak jika tujuan pendidikan ditujukan
juga untuk kepentingan duniawi dan intelektual

Al-Ghazali mengatakan bahwa orang yang berakal sehat adalah orang yang dapat
menggunakan dunia untuk tujuan akhirat, sehingga orang tersebut derajatnya lebih tinggi
disisi Allah dan lebih luas kebahagiannya di akhirat. Ini menunjukkan bahwa tujuan
pendidikan menurut al-Ghazali tidak sama sekali menistakan dunia, melainkan dunia itu
hanya sebagai alat.

Lebih lanjut al-Ghazali menjelaskan bahwa tujuan mempelajari ilmu pengetahuan


semata-mata untuk ilmu pengetahuan itu sendiri seperti yang dia katakannya :

“Apabila engkau melakukan penyelidikan atau penalaran terhadap ilmu


pengetahuan, maka engkau akan melihat kelezatan ilmu itu, oleh karena itu
tujuan mempelajari ilmu pengetahuan adalah untuk ilmu pengetahuan itu
sendiri”8

6
Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Yogyakarta: 2003), hlm. 87
7
Ibid hal 91
8
Zainuddin,Seluk-Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali,Jakarta, Bumi Aksra,1991,h.42-43
2. PENGGOLONGAN ILMU PENGETAHUAN

Al-Ghazali membagi ilmu pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu:

 Ilmu yang tercela, sedikit atau banyak. Ilmu tidak ada manfaatnya baik di dunia
maupun di akhirat, seperti ilmu nujum, sihir, dan ilmu perdukunan. Bila ilmu ini dipelajari
akan membawa mudharat bagi yang memilikinya maupun orang lain, dan akan meragukan
Allah SWT.

 Ilmu yang terpuji, sedikit atau banyak, misalnya ilmu tauhid, dan ilmu agama. Bila
ilmu ini dipelajari akan membawa orang kepada jiwa yang suci bersih dari kerendahan dan
keburukan serta dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
 Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu, dan tidak boleh didalami, karma dapat
membawa kepada goncangan iman, seperti ilmu filsafat.
Dari ketiga kelompok ilmu tersebut, Al-Ghazali membagi lagi menjadi dua bagian dilihatdari
kepentingannya, yaitu:
1. Ilmu yang fardhu (wajib) untuk diketahui oleh semua orang muslim, yaitu
ilmu agama.
2. Ilmu yang merupakan fardhu kifayah untuk dipelajari setiap muslim, ilmu
dimanfaatkan untuk memudahkan urusan duniawi, seperti : ilmu hitung, kedokteran,
teknik, dan ilmu pertanian dan industri.

3. KEWAJIBAN- LEWAJIBAN POKOK BAGI SEORANG GURU DAN ANAK


DIDIK

Profesi keguruan menurut Al-Ghazali merupakan profesi yang paling mulia dan
paling agung dibandingkan dengan profesi yang lain. Dengan profesinya itu, seorang guru
menjadi perantara antara manusia (dalam hal itu murid) dan penciptanya, ALLAH SWT.9

Menurut Al-Ghazali, seorang guru haruslan mencintai muridnya dengan sepenuh


hatinya selayaknya anak kandungnya sendiri, dan seorang guru tidak perlu mengharapkan

9
Ibid, hal 93
imbalan atas apa yang diajarkan, karna upah sesungguhnya dari seorang guru adalah wujud
terbentuknya anak didik yang bisa mengamalkan ilmu yang telah diajarkannya. Selain itu
guru harus senantiasa mendorong muridnya umntuk dselalu menuntut ilmu yang bermanfaat.
Menurut Al-Ghazali, seorang guru harus bisa menjadi contoh yang baik kepada muridnya,
berlapang dada, dan murah hati, dan pastinya berakhlaq terpuji, dan selanjutnya guru harus
bisa menanamkan keimanan kedalam pribadi anak didiknya sehingga akal pikiran anak didik
tersebut akan dijiwai oleh keimanan itu. 10

Sejalan dengan tujuan pendidikan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah
SWT, maka belajar termasuk ibadah. Dengan dasar pemikiran ini, maka seorang murid yang
baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Seorang murid harus memulyakan guru dan bersikap rendah hati.


 Harus saling menyayangi dan tolong-menolong sesama teman.
 Mempelajari bermacam-macam ilmu dari tiap-tiap ilmu tersebut.
 Seorang murid harus berjiwa bersih, terhindar dari perbuatan hina dan tercela.
 Seorang murid hendaknya mendahulukan mempelajari yang wajib.
 Seorang murid hendaknya mempelajari ilmu secara bertahap.
 Seorang murid hendaknya mengetahui nilai setiap ilmu yang dipelajarinya.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa Al-Ghazali


adalah tokoh pemikir pendidikan yang memiliki ilmu dan ide-ide yang sangat hebat dan
ilmunya lmu Pengetahuan adalah sumber untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Kebahagiaan itu tidak dapat diperoleh tanpa adanya ilmu pengetahuan mengenai
caranya memperoleh kebahagiaan tersebut, maka peran ilmu pengetahuan sangatlah penting
bagi kehidupan. Sementara itu, ilmu pengetahuan hanya dapat diperoleh melalui pendidikan.
Dengan ilmu pengetahuan akan menjadikan manusia menjadi makhluk yang mulia dan
terhormat dibandingkan makhluk lainnya

10
Nata, Abuddin. 1997. “rekonstruksi Pendidikan Islam dalam peradaban Industrial”. Dalam Muslih USA dan
Ade Wijdan SZ (peny). Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial. Yogyakarta: UII.
DAFTAR PUSTAKA

Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: 2003)

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali,Ihya „Ulum al-


Din,Darussalam,Kairo Mesir, Jilid I, 2007

Muhammad,Athiyyah al-Abrasy,Al-Tarbiyyah al-Islamiyyah wa Falsafatuha,Mesir,


Isa al-Babi al-Halabi, cet.3, 1975

Zainuddin,Seluk-Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali,Jakarta, Bumi Aksra,1991

Nata, Abuddin. 1997. “rekonstruksi Pendidikan Islam dalam peradaban Industrial”.


Dalam Muslih USA dan Ade Wijdan SZ (peny). Pendidikan Islam dalam Peradaban
Industrial. Yogyakarta: UII.

You might also like