You are on page 1of 12

FUNGSI KEMORESEPTOR PADA UDANG

Nama : Hastya Tri Andini


NIM : B1A017081
Rombongan :I
Kelompok :5
Asisten : Persona Gemilang

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reseptor adalah neuron atau sel-sel ephitelium yang terspesialisasi, yang ini
terdiri dari sel itu sendiri atau dalam kelompok dengan jenis sel lain di dalam
organ, seperti organ sensori (mata dan telinga). Reseptor mendeteksi perubahan
beberapa variabel lingkungan internal hewan dalam setiap kontrol homeostasis.
Ekteroreseptor mendeteksi stimulus dari luar tubuh, seperti tekanan, panas, cahaya
dan bahan kimia. Interoreseptor mendeteksi stimulus dari dalam tubuh, seperti
tekanan darah dan posisi tubuh. Sel-sel reseptor mengubah energi stimulus
menjadi perubahan dalam potensial membran, kemudian menghantarkan sinyal ke
sistem saraf (Ville et al.,1988).
Macam-macam reseptor berdasarkan tipe stimulusnya antara lain
kemoreseptor, mekanoreseptor dan fotoreseptor. Kemoreseptor yaitu indera yang
distimulisasi oleh berbagai ion atau molekul kimia baik dalam bentuk gas maupun
cairan reseptor ini meliputi indera penciuman, perasa dan juga reseptor yang
memanta yang memantau konsentrasi oksigen dan karbondioksida.
Mekanoreseptor adalah organ indera yang distimulasi oleh suatu energi kinetik.
Organ-organ indera yang termasuk dalam kategori ini adalah organ yang
memantau fungsi-fungsi internal seperti tensi otot atau posisi sendi, dan tensi otot
atau posisi sendi, dan juga indera peraba, keseimbangan dan pendengaran.
Fotoreseptor adalah indera yang merespon energi elektromagnetik dan bentuk
foton. Indera yang termasuk dalam respon fotoreseptor yaitu organ penglihatan
(Storer, 1975).
Udang air tawar (Macrobrachium sp.) digunakan sebagai obyek pengamatan
untuk mengetahui fungsi kemoreseptor dan termasuk avertebrata yang termasuk
filum Arthropoda kelas Crustacea. Kemoreseptor ini meliputi indera penciuman,
indera perasa dan juga reseptor yang mengatur konsentrasi oksigen dan
karbondioksida. Kemoreseptor pada udang terdapat pada bagian antenulanya.
Mekanisme pakan hingga pada stimulus dimulai dari pakan yang alami. Fungsi
terpenting dari antenula adalah mendeteksi ada atau tidak adanya pakan atau
merespon kehadiran pakan yang memiliki aroma khas. Antenula pada crustacea
memiliki fungsi untuk mencari makanan, diantaranya adalah menangkap stimulus
kimia dan sebagai indera pembau. Antenula juga berfungsi untuk mengenali
lawan jenis, menghindari dari serangan atau gangguan yang diakibatkan oleh
organisme lain (predator) dan mempertahankan daerah teritorialnya (Storer,
1975).

B. Tujuan

Tujuan praktikum fungsi kemoreseptor pada udang air tawar


(Macrobrachium sp.) adalah untuk menentukan fungsi-fungsi kemoreseptor pada
udang air tawar.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah udang air tawar
(Macrobrachium sp.), pelet dan Tubifex sp.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah akuarium, stop watch
dan gunting.

B. Cara Kerja

Cara kerja yang digunakan dalam praktikum sistem sirkulasi adalah:


1. Diisi akuarium dengan air tawar bersih, lalu masukkan udang air tawar
(Macrobranchium sp).
2. Dilakukan ablasi antenula atau ablasi mata atau ablasi total pada udang. Pada
udang yang lain dibiarkan utuh sebagai kontrol.
3. Diberi pakan pelet atau Tubifex sp. ke dalam akuarium.
4. Seluruh penerangan pada ruangan dimatikan. Lalu segera tekan tombol mulai
pada stop watch.
5. Diamati gerakan udang air tawar dan catat waktu yang diperlukan bagi udang
pertama sejak pakan disajikan.
6. Diamati selama 20 menit. 10 menit pertama diamati dan dicatat gerakan dan
waktunya. 10 menit kedua diamati dan dicatat berapa kali terjadi gerakan saja.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1.Hasil Pengamatan Fungsi Kemoreseptor pada Udang Air Tawar yang
Diberi Pakan Pelet
Perlakuan Waktu Flicking Withdraw Wipping Rotation Feeding
- 56" 01'16" 02'02" 01'43"
10' (I)
Ablasi 36x 6x 6x 4x
Antennula 02'11" 10" 16" 09'12" 01'06"
10' (II)
7x 49x 8x 1x 2x
1'6" 19"
10'(I)
Ablasi 22x 9x
Mata 9'55" 39" 5'55" 33"
10' (II)
1x 5x 2x 3x
8’’ 4’’ 20’’ 28’’ 3’
10' (I)
Ablasi 3x 5x 9x 4x 4x
Total 7’44’’ 14’’ 2’’ 9’5’’ 5’’
10' (II)
2x 9x 2x 1x 3x
9’57” 5’47” 1’26” 3’45” 7’26”
10' (I)
1x 30x 4x 1x 1x
Kontrol
9’47” 18” 27” 1’1” 4’04”
10' (II)
2x 35x 26x 1x 3x
5’30’’ 3’19’’ 1’30’’ - 2’40’’
10'(I)
1x 7x 4x - 2x
Kontrol
1’29’’ 2’15’’ 0’13’’ 1’51’’ 4’40’’
10' (II)
11x 11x 4x 5x 3x

Tabel 3.2.Hasil Pengamatan Fungsi Kemoreseptor pada Udang Air Tawar yang
Diberi Pakan Tubifex sp.
Perlakuan Waktu Flicking Withdraw Wipping Rotation Feeding
27” 14” 2’14” 5’14”
10' (I)
Ablasi 7x 23x 10x 2x
Antennula 25” 13” 2’33” 35” 1’58”
10' (II)
4x 19x 6x 3x 3x
4’35” 3’27” 1’18” 1’27”
10' (I)
Ablasi 4x 4x 2x 4x
Mata 40” 4’50” 8’ 5’10”
10' (II)
5x 4x 1x 1x
28"
10' (I)
Ablasi 2x
Total 30"
10' (II)
15x
4’54” 26” 1’28” 4’20” 12’
10' (I)
2x 4x 5x 2x 9x
Kontrol
9’ 20’ 4’14” 48’ 2’43”
10' (II)
7x 6x 4x 3x 2x

Keterangan:
Flicking : Gerakan pelucutan antennula ke depan.
Withdraw : Gerakan pelucutan antennula ke belakang/bawah.
Wipping : Gerakan pembersihan antennula.
Rotation : Gerakan memutar antennula.
Feeding : Gerakan makan.
B. Pembahasan

Reseptor adalah neuron atau sel-sel ephitelium yang terspesialisasi, yang ini
terdiri dari sel itu sendiri atau dalam kelompok dengan jenis sel lain di dalam
organ, seperti organ sensori (mata dan telinga). Reseptor mendeteksi perubahan
beberapa variabel lingkungan internal hewan dalam setiap kontrol homeostasis.
Ekteroreseptor mendeteksi stimulus dari luar tubuh, seperti tekanan, panas, cahaya
dan bahan kimia. Interoreseptor mendeteksi stimulus dari dalam tubuh, seperti
tekanan darah dan posisi tubuh. Sel-sel reseptor mengubah energi stimulus
menjadi perubahan dalam potensial membran, kemudian menghantarkan sinyal ke
sistem saraf. Macam-macam reseptor pada udang berdasarkan tipe stimulusnya
antara lain kemoreseptor, mekanoreseptor dan fotoreseptor. Kemoreseptor yaitu
indera yang distimulisasi oleh berbagai ion atau molekul kimia baik dalam bentuk
gas maupun cairan reseptor ini meliputi indera penciuman, perasa dan juga
reseptor yang memanta yang memantau konsentrasi oksigen dan karbondioksida.
Mekanoreseptor adalah organ indera yang distimulasi oleh suatu energi kinetik.
Organ-organ indera yang termasuk dalam kategori ini adalah organ yang
memantau fungsi-fungsi internal seperti tensi otot atau posisi sendi, dan tensi otot
atau posisi sendi, dan juga indera peraba, keseimbangan dan pendengaran.
Fotoreseptor adalah indera yang merespon energi elektromagnetik dan bentuk
foton. Indera yang termasuk dalam respon fotoreseptor yaitu organ penglihatan
(Storer, 1975).
Gordon et al., (1977) menyatakan bahwa kemoreseptor pada hewan
berfungsi untuk mendekati dan mengetahui tempat hidupnya. Kemoreseptor juga
digunakan untuk mengenal keberadaan sesamanya dan hewan lain, serta
menunjukkan tingkah laku matang kelamin. Kemoreseptor juga erat kaitannya
dengan fungsi untuk mendeteksi adanya predator dan untuk mengetahui adanya
makanan. Hanya dengan stimulus berupa gas berkonsentrasi rendah, kemoreseptor
telah dapat mengenali stimulus tersebut.
Kemoreseptor merupakan organ indera yang distimulasi oleh berbagai ion
atau molekul kimia baik dalam bentuk gas maupun cairan. Meliputi indera
penciuman, perasa dan juga reseptor yang memantau konsentrasi oksigen dan
karbondioksida. Udang mempunyai 3 organ reseptor yang utama yang dapat
menerima rangsangan yang berbeda yaitu antena, maxillipeds (mulut), antennules,
dan pereiopoda (Kaki berjalan). Antennula dianggap sebagai organ sensorik
utama untuk penciuman kemoresepto, di luar flagellum, aesthetasc sensilla,
masing-masing dipersarafi oleh ratusan neuron reseptor penciuman yang
membangkitkan bau seperti pacaran yang dimediasi feromon, pengakuan sosial,
interaksi agonistik, agregasi, tanggapan alarm (Solari et al., 2017). Antennula
meupakan struktur sensori yang dapat bergerak untuk menerima dan mendeteksi
rangsangan dari luar. Organ tersebut berfungsi untuk mencari perlindunga,
mencari makan, mencari pasangan dan untuk menghindar dari predator (Epley et
al., 2015). Menurut Jayanto et al. (2015), fungsi kemoreseptor pada udang
(Crustacea), adalah sebagai berikut : Sebagai indera pembau, berperan dalam
mencari dan menemukan makanan, untuk mengetahui posisi tubuh, dan sebagai
media komunikasi antar hewan yaitu menangkap stimulus kimia berupa feromon
dari hewan lawan jenis.
Praktikum yang dilakukan yaitu dengan memberikan perlakuan yang
berbeda pada setiap udang yang akan diuji fungsi kemoreseptornya. Empat
perlakuan yang dilakukan, yaitu udang normal (kontrol), udang dengan ablasi
mata, udang dengan ablasi antennula, dan udang dengan ablasi total (mata dan
antennula) yang diuji fungsi kemoreseptornya selama 10 menit pertama dan 10
menit kedua. Hasil percobaan yang dilakukan, pada perlakuan ablasi antenulla
pada 10 menit pertama yang diberi pakan pelet tidak terjadi gerakan flicking, 36
kali withdraw, 6 kali wipping, 6 kali rotasi dan 4 kali feeding. 10 menit kedua
aktifitasnya yaitu 7 kali flicking, 49 kali withdraw, 8 kali wipping, 1 kali rotation
dan 2 kali feeding. Pada perlakuan ablasi mata pada 10 menit pertama yang diberi
pakan pelet tidak terjadi gerakan flicking, rotasi dan feeding, 22 kali withdraw, 9
kali wipping. 10 menit kedua aktifitasnya yaitu 1 kali flicking, 5 kali withdraw, 2
kali wipping dan 3 kali gerakan rotation tidak terjadi feeding. Pada perlakuan
ablasi total pada 10 menit pertama yang diberi pakan pelet terjadi 3 kali gerakan
flicking, 5 kali withdraw, 9 kali wipping, 4 kali rotasi dan 4 kali feeding. 10 menit
kedua aktifitasnya yaitu 2 kali flicking, 9 kali withdraw, 2 kali wipping, 1 kali
rotation dan 3 kali feeding. Pada perlakuan kontrol pertama pada 10 menit
pertama yang diberi pakan pelet terjadi 1 kali gerakan flicking, 30 kali withdraw,
4 kali wipping, 1 kali rotasi dan 1 kali feeding. 10 menit kedua aktifitasnya yaitu
11 kali flicking, 2 kali withdraw, 35 kali wipping, 26 kali rotation dan 3 kali
feeding. Pada perlakuan kontrol pada 10 menit pertama yang diberi pakan pelet
terjadi 1 kali gerakan flicking, 7 kali withdraw, 4 kali wipping, tidak terjadi rotasi
dan 2 kali feeding. 10 menit kedua aktifitasnya yaitu 11 kali flicking, 11 kali
withdraw, 4 kali wipping, 5 kali rotation dan 3 kali feeding. Hasil percobaan yang
dilakukan, pada perlakuan ablasi antenulla pada 10 menit pertama yang diberi
pakan tubifex tidak terjadi gerakan flicking, 7 kali withdraw, 23 kali wipping, 10
kali rotasi dan 2 kali feeding. 10 menit kedua aktifitasnya yaitu 4 kali flicking, 19
kali withdraw, 6 kali wipping, 3 kali rotation dan 3 kali feeding. Pada perlakuan
ablasi mata pada 10 menit pertama yang diberi pakan tubifex terjadi 4 kali
gerakan flicking, 4 kali withdraw, kali wipping, tidak terjadi rotasi dan 4 kali
feeding. 10 menit kedua aktifitasnya yaitu 5 kali flicking, 4 kali withdraw, 1 kali
wipping, 1 kali rotation dan tidak terjadi feeding. Pada perlakuan ablasi total pada
10 menit pertama yang diberi pakan tubifex terjadi tidak terjadi gerakan flicking,
withdraw, 2 kali wipping, tidak terjadi rotasi dan feeding. 10 menit kedua
aktifitasnya yaitu terjadi tidak terjadi gerakan flicking, withdraw, 15 kali wipping,
tidak terjadi rotasi dan feeding. . Pada perlakuan kontrol pada 10 menit pertama
yang diberi pakan tubifex terjadi 2 kali gerakan flicking, 4 kali withdraw, 5 kali
wipping, 2 kali rotasi dan 9 kali feeding. 10 menit kedua aktifitasnya yaitu 7 kali
flicking, 6 kali withdraw, 4 kali wipping, 3 kali rotation dan 2 kali feeding. Setiap
perlakuan yang dikenakan pada udang menghasilkan respon gerak yang berbeda-
beda. Gerakan antennula yang paling banyak yaitu pada udang normal
(kontrol). Hal ini terjadi karena keadaan fisologi udang yang masih sehat (tanpa
ablasi). Gerakan antennula yang dihasilkan berupa gerak flicking, wipping,
rotation dan withdraw. Perlakuan dengan ablasi total menyebabkan udang menjadi
stress, karena kondisi udang yang kehilangan mata dan antennula sebagai organ
penting. Udang lebih banyak merespon pakan tubifex dibanding pakan pelet, hal
ini dikarenakan Organisme pakan hidup biasanya memiliki warna yang jauh lebih
baik dari pada pakan buatan sehingga memicu gerakan mereka terus menerus
untuk mencari makanan (Noviyanti et al., 2014).
Setiap perlakuan yang dilakukan pada praktikum yaitu ablasi antennula
dan ablasi mata ataupun keduanya memiliki pengaruh pada udang, terutama
dalam hal mendeteksi makanan. Ketika antennula udang diablasi dengan cara
digunting, dan udang dimasukkan ke dalam akuarium, yang terjadi adalah tidak
terjadi gerakan antennula udang karena organ yang berfungsi sebagai reseptor
telah dihilangkan. Sedangkan pada perlakuan ablasi mata, udang masih merespon
pakan dengan melakukan gerakan-gerakan pada antennulannya. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Noviyanti et al. (2014) bahwa kemoreseptor pada udang
(antennula) merupakan suatu hal yang penting untuk mendeteksi adanya pakan,
maka apabila kemoreseptor tersebut dihilangkan hal yang terjadi adalah tidak
adanya respon udang terhadap makanan tersebut. Atikah et al. (2018),
membahkan bahwa ablasi mata udang tetap dapat mendeteksi adanya pakan
disekitar karena organ kemorestornya masih dalam keadaan utuh, sedangkan
apabila dilakukan ablasi total (ablasi mata dan antennula) maka udang tidak dapat
merespon pakan yang terdapat disekitarnya.
Pearson (1979), menyatakan bahwa cepat lambatnya fungsi reseptor
dipengaruhi oleh keadaan fisiologi udang, keadaan lingkungan, faktor kimia,
tekanan osmosis, dan cahaya. Mata pada udang tidak berfungsi untuk mengenal
bentuk, tetapi untuk mengenal sesuatu yang bergerak (Radiopoetro, 1977). Pakan
yang diberikan berpengaruh terhadap cepat lambatnya respon. Semakin banyak
pakan semakin cepat molekul kimia pakan berdifusi, sehingga semakin cepat
stimulus tersebut direspon udang. Antenula udang sangat sensitif terhadap aroma
dari molekul kimiawi yang dikeluarkan pakan. Rangsang yang berupa aroma
pakan diterima antenula yang di dalamnya terdapat rambut-rambut sensori yang
berfungsi sebagai reseptor. Reseptor akan menerima dan mengirimkan rangsangan
melalui urat syaraf dan tanggapan akan diberikan oleh alat tubuh yang disebut
efektor (Saktiyono, 1989).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa


kemoreseptor berfungsi untuk mendeteksi dan mengetahui adanya makanan, dan
tempat hidupnya, mengenal satu sama lain dengan menunjukkan tingkah laku masak
kelamin (mating), dan mendeteksi adanya musuh.
DAFTAR PUSTAKA

Atikah, I. D., Hartinah., & Wahidah., 2018. Teknik Pengelolaan Induk Udang
Vaname (Litopenaeus Vannamei Bonne) di PT Esaputlii Prakarsa Utama,
Barru, Sulawesi Selatan, Sinergitas Multidisiplin Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, (1) 1, pp: 1-6.
Epley, E. K., Sara, E. L., & Paul, A. M., 2015. Behaviorally-Selective
Chemoreceptor Lesions Reveal Two Different Chemically Mediated
Orientation Strategies In The Rusty Crayfish, Orconectes Rusticus,
JOURNAL OF CRUSTACEAN BIOLOGY, (35) 6, pp: 753-762.
Gordon, M. S. 1977. Animal Physiology. New York: Mc Millan Publishing Company
Ltd.

Jayanto, B. B., Abdul, R., Herry, B., & Faik, K., 2015. Pengaruh Pemberian Warna
pada Bingkai Dan Badan Jaring Krendet Terhadap Hasil Tangkapan Lobster
di Perairan Wonogiri, Jurnal Saintek Perikanan, (10) 2, pp : 68-73.
Nofiyanti, V. R., Subandiyon, & Suminto., 2014. Aplikasi Feeding Regimes yang
Berbeda Terhadap Tingkat Konsumsi Pakan Alami, Perkembangan Dan
Kelulushidupan Larva Udang Windu (Penaeus monodon), Journal of
Aquaculture Management and Technology, (3) 4, pp: 49-57.

Pearson, W. H., 1979. Thw Sords for Depotion and Behaviour in The Wungenes
Crabs Marine Laboratory. USA: Squim.

Radiopoetro., 1977. Zoologi. Jakarta: Erlangga.

Saktiyono., 1989. Biologi. Klaten: Intan Perwira.

Solari, P., Giorgia, S., Carla, M., Francesco, L., Francesco, P., Andrea, S., &
Roberto, C., 2017. Antennular Morphology and Contribution of Aesthetascs
in the Detection of Food-related Compounds in the Shrimp Palaemon
adspersus Rathke, 1837 (Decapoda: Palaemonidae), Jurnal BioL Bull, (1) 1,
pp: 1-12.
Storer, T.I., 1975. General Zoology. New York: Mc Graw Hill Book Company.

Ville, C.A, W.F. Walter & R.D. Barnes., 1988. General Zoology. London: WB.
Saunders Company, Inc.

You might also like