You are on page 1of 13

REFERAT

PSIKOTERAPI

Disusun oleh :
ANIS JULIANTI (2014730010)
CITRA PUTRI IRAWAN
DHEA HANDY
FITRI MAHARI A.S
M. RIZKY SETIAWAN

Pembimbing :
dr. Prasila Dermawan,Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK STASE INTERNA


RSIJ SUKAPURA JAKARTA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah kepada kita, terutama kepada penulis sehingga laporan kasus ini
dapat terselesaikan. Dalam laporan kasus ini penulis mengangkat judul
“Psikoterapi” yang sekaligus merupakan tugas kepaniteraan dibagian Ilmu
Penyakit Dalam untuk proses belajar di RSJI Klender. Dalam penyusunan
laporan ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan juga
banyak menemui berbagai macam hambatan dan kesulitan karena masih
terbatasnya ilmu pengetahuan yang penulis miliki, namun berkat adanya
bimbingan, bantuan serta pengarahan dari berbagai pihak maka, penulis dapat
menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu dengan
terselesaikannya penyusunan laporan kasus ini penulis mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini terutama kepada
yang terhormat dr. Prasila Dermawan,Sp.KJ, selaku tutor pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, bantuan, serta pengarahan.

Semakin penulis mempelajari kasus dan literatur mengenai


masalah ini, semakin penulis sadar bahwa banyak sekali yang belum penulis
ketahui. oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua
pihak guna menyempurnakan laporan ini.
Jakarta, Mei 2019

Penulis
PSIKOTERAPI

I. PENDAHULUAN

Dalam perspektif bahasa, psikoterapi berasal dari kata psyche dan therapy. Kata
psyche berarti jiwa, sedangkan therapy yang berarti penyembuhan. Jika digabungkan
psikoterapi mempunyai arti penyembuhan jiwa. Psikoterapi merupakan salah satu
modalitas terapi yang terandalkan dalam tatalaksana pasien psikiatri disamping
psikofarmaka dan terapi fisik. Sebetulnya dalam kehidupan sehari-hari, prinsip-
prinsip dan beberapa kaidah yang ada dalam psikoterapi ternyata juga digunakan,
antara lain dalam konseling, pendidikan dan pengajaran, atau pun pemasaran. 1,2
Dalam praktek, psikoterapi dilakukan dengan percakapan dan observasi.
Percakapan dengan seseorang dapat mengubah pandangan, keyakinan serta
perilakunya secara mendalam, dan hal ini sering tidak kita sadari. Beberapa
contohnya, antara lain seorang penakut, dapat berubah menjadi berani, atau, dua
orang yang saling bermusuhan satu sama lain, kemudian dapat menjadi saling
bermaafan, atau, seseorang yang sedih dapat menjadi gembira setelah menjalani
percakapan dengan seseorang yang dipercayainya. Bila kita amati contoh-contoh
itu, akan timbul pertanyaan, apakah sebenarnya yang telah dilakukan terhadap
mereka sehingga dapat terjadi perubahan tersebut. Pada hakekatnya yang
dilakukan ialah pembujukan atau persuasi. Caranya dapat bermacam-macam,
antara lain dengan memberi nasehat, memberi contoh, memberikan pengertian,
melakukan otoritas untuk mengajarkan sesuatu, memacu imajinasi, melatih, dsb.
Pembujukan ini dapat efektif asal dilakukan pada saat yang tepat, dengan cara
yang tepat, oleh orang yang mempunyai cukup pengalaman. Pada prinsipnya
pembujukan ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dalam berbagai bidang, dan
dapat dilakukan oleh banyak orang. 2,3
Dalam dunia kedokteran, komunikasi antara dokter dengan pasien
merupakan hal yang penting oleh karena percakapan atau pembicaraan merupakan
hal yang selalu terjadi diantara mereka. Komunikasi berlangsung dari saat
perjumpaan pertama, yaitu sewaktu diagnosis belum ditegakkan hingga saat akhir
pemberian terapi. Apa pun hasil pengobatan, berhasil atau pun tidak, dokter akan
mengkomunikasikannya dengan pasien atau keluarganya; hal itu pun dilakukan
melalui pembicaraan. Dalam keseluruhan proses tatalaksana pasien, hubungan
dokter-pasien merupakan hal yang penting dan sangat menentukan, dan untuk
dapat membentuk dan membina hubungan dokter-pasien tersebut, seorang dokter
dapat mempelajarinya melalui prinsip-prinsip psikoterapi. 2,3

II. DEFENISI
Psikoterapi merupakan sarana untuk memeriksa pikiran yang bersifat
disfungsional, perasaan, dan perilaku dengan tujuan untuk mengubah pikirian
dengan interaksi yang sistematis antara klien dan terapis dengan menggunakan
prinsip-psinsip psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam
tingkah laku, pikiran, dan perasaan klien dan membantu klien mengatasi tingkah
laku yang abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidupnya sehingga
4
klien dapat berkembang sebagai seorang individu.

III. PRINSIP PRINSIP UMUM PSIKOTERAPI


Psikoterapi dilakukan dengan cara percakapan atau wawancara
(interview). Dalam suatu wawancara, tidak dapat dipisahkan antara sifat terapeutik
dan penegakan diagnosis. Biasanya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
mengandung kedua aspek tersebut, yaitu untuk mengoptimalkan hubungan
interpersonal dengan pasien (sifat terapeutik), dan untuk melengkapi data dalam
usaha menegakkan diagnosis. Dalam melakukan psikoterapi, wawancara harus
lebih mengutamakan aspek terapeutiknya, data yang diperlukan akan berangsur
terkumpul dengan kian membaiknya hubungan interpersonal yang terjalin antara
dokter dengan pasiennya, sehingga berartinya suatu wawancara tergantung dari
sifat hubungan terapis dengan pasiennya tersebut. 2,3
Dalam melakukan wawancara, hendaknya kita juga melakukan observasi
secara menyeluruh dengan teliti. Sambil mengajukan pertanyaan, kita juga
mengamati dan turut serta (sebagai participant observer) dalam proses yang
sedang berlangsung pada saat dan situasi tersebut (“the here and now”). Yang kita
amati yaitu : apa yang terjadi pada pasien, apa yang terjadi pada pewawancara
atau terapis sendiri, serta apa yang terjadi di antara terapis dan pasiennya. Dalam
berhadapan dengan pasien, dokter atau terapis mempengaruhi pasien dengan sikap
dan perkataannya, dari menit ke menit, saat ke saat. Dalam hal ini, yang perlu
diperhatikan sebetulnya bukan hanya apa yang kita bicarakan, tetapi juga
bagaimana cara kita melakukannya, kapan (saat atau waktu yang tepat) kita
mengungkapkan hal tertentu yang ingin kita sampaikan,dan bagaimana hubungan
antara si penolong (dokter atau terapis) dan yang ditolong (pasien) tersebut. Hal-
hal tersebut dapat membuat pasien menjadi lebih tenang atau sebaliknya menjadi
tegang, lebih terbuka atau tertutup, lebih percaya atau pun curiga, sehingga dapat
disimpulkan bahwa selalu ada pengaruh terapeutik maupun kontraterapeutik, dan
tidak pernah netral sama sekali, karena setiap orang mempunyai latar belakang
kepribadian dan pengalaman hidup yang berbeda-beda, yang mempengaruhi cara
pandang, cara berpikir dan menghayati segala sesuatu. 2,3,5
Hal yang sebaliknya juga perlu diingat, bahwa wawancara bukan hanya
menghasilkan pengaruh dokter atau terapis atas pasien, namun juga pengaruh
pasien terhadap dokternya. Sang dokter, sadar atau tidak, akan terpengaruh oleh
sikap dan perkataan pasien, yang akan tercermin dalam sikap, perasaan dan
perilakunya sendiri. Dipacu oleh sikap dan perilaku pasien terhadapnya (ditambah
lagi dengan kehidupan fantasinya sendiri), dokter atau terapis dapat menjadi
tenang, tegang, santai, kuatir, terbuka, tertutup, bosan, sedih, kesal, malu,
terangsang, dll. Perasaan-perasaan tersebut turut menentukan apa yang
dikatakannya kepada pasien (atau tidak dikatakannya) dan bagaimana ia
mengatakannya. Untuk dapat mengatasi hal ini seorang dokter atau terapis perlu
belajar untuk memantau perasaan-perasaan reaktifnya tersebut, agar ucapan-ucapan
dan sikapnya terhadap pasien sedapat-dapatnya beralasan profesional dan sedikit
mungkin tercampur dengan unsur-unsur yang berasal dari respons emosional
subyektifnya sendiri. Agar tujuan terapeutik tercapai, hendaknya senantiasa
diusahakan agar dokter dapat menciptakan dan memelihara hubungan yang optimal
antara dokter dan pasien. Dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada
pasien, senantiasa harus dipertimbangkan bilamana dan bagaimana kita akan
menanyakan hal tersebut. Bila konteksnya kurang tepat, misalnya : pasien justru
dapat merasa tersinggung atau dipermalukan oleh pertanyaan kita (nyata atau tidak
nyata), pasien mungkin akan menolak atau menyangkal, atau akan membuat-buat
jawabannya.2,3,6
IV. JENIS JENIS PSIKOTERAPI
Menurut konsep teoretis tentang motivasi dan perilaku, psikoterapi dapat
dibedakan menjadi: psikoterapi perilaku atau behavioral (kelainan mental-
emosional dianggap teratasi bila deviasi perilaku telah dikoreksi), psikoterapi
kognitif, psikoterapi analitik, dinamik,intrapersonal,dan humanistik . Psikoterapi
kognitif dan perilaku banyak bersandar pada teori belajar, sedangkan psikoterapi
dinamik berdasar pada konsep-konsep psikoanalitik Freud dan pasca-Freud.2,3
1. Psikodinamik (psikoanalitik) psikoterapi adalah di mana seorang terapis
psikoanalisis akan mendorong klien untuk mengatakan apa pun yang
terjadi melalui pikirannya. Hal Ini akan membantu klien untuk menyadari
makna tersembunyi atau pola dalam apa yang klien lakukan atau katakan
yang mungkin berkontribusi terhadap masalahnya. Klien akan diberikan
waktu untuk berpikir dan berbicara tentang perasaannya tentang diri
sendiri dan orang lain (terutama keluarga dan orang-orang
terdekat). Biasanya klien akan membahas apa yang terjadi dalam hidup
klien saat ini, apa yang telah terjadi di masa lalu, bagaimana masa lalu
dapat mempengaruhi bagaimana Anda merasa, berpikir dan berperilaku
sekarang.7
2. Terapi perilaku kognitif adalah suatu bentuk psikoterapi dengan
cara membantu klien dalam mengatasi masalah yaitu dengan mengubah
cara klien berperilaku. Sebagai contoh, klien mungkin perlu untuk
mengatasi rasa takut, atau fobia. Terapis akan membantu klien secara
bertahap, dengan menggunakan lebih banyak waktu untuk situasi yang
sedang klien rasakan, seperti rasa takut, penggunaan waktu yang lebih
lama akan membantu klien merasa lebih nyaman dan santai dalam terapi
ini.4,7
3. Terapi kognitif analitis adalah suatu bentuk pengobatan di mana seorang
terapis membantu pasien untuk memahami hal-hal yang tidak beres di
masa lalunya dan mengeksplorasi bagaimana untuk memastikan bahwa
mereka tidak bersalah pada waktu yang akan datang.8
4. Terapi interpersonal adalah suatu bentuk psikoterapi untuk pengobatan
untuk depresi. Hal ini bertujuan untuk membantu klien untuk memahami
bagaimana masalah yang dihadapinya, dan membantu klien untuk
mengetahui bagaimana memperkuat hubungan antar sesama dan
menemukan bagaimana cara yang lebih baik untuk mengatasi masalah.7,9
5. Terapi humanistik adalah suatu bentuk psikoterapi yang berfokus untuk
mengenali kemampuan manusia dalam bidang-bidang seperti kreativitas,
pertumbuhan pribadi, dan pilihan. Tujuan utamanya adalah untuk mencari
tahu bagaimana individu memandang diri mereka sendiri dan untuk
mengenali pertumbuhan, pengarahan diri sendiri, dan tanggung
jawab. Metode ini membantu klien dalam upaya untuk mengenali
kekuatan mereka dengan pengalaman dan pemahaman. 10

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, psikoterapi terbagi atas :


psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif, dan psikoterapi rekonstruktif.2
1. Psikoterapi Suportif. Psikoterapi suportif berfokus pada penggunaan
langkah-langkah langsung untuk memperbaiki gejala, mengembangkan,
dan meningkatkan harga diri, dan dukungan fungsi ego dan mekanisme
pertahanan adaptif. Bentuk terapi ini bertujuan untuk membantu pasien
supaya lebih baik dalam mengatasi gejala dan memecahkan masalah,
bukan untuk mencapai perubahan perilaku yang mendasar. Sementara
teknik yang mendukung dapat digunakan sebagai bagian dari modalitas
lainnya, faktor-faktor pasien seperti krisis yang parah, kecemasan miskin
dan toleransi frustrasi, kurangnya pikiran psikologis dan kapasitas untuk
pengamatan-diri, pikiran dan perilaku tidak teratur, kecerdasan terbatas,
gangguan realitas, afektif miskin dan kontrol impuls, dan gangguan
kemampuan relasional menghalangi terapi lebih ekspresif. Psikoterapi
suportif adalah bentuk yang paling banyak dipraktekkan dari psikoterapi
individu. Cara atau pendekatan: bimbingan, reassurance, terapi kelompok.
2,4,11

2. Psikoterapi Reedukatif. Bertujuan untuk mengubah pola perilaku dengan


meniadakan kebiasaan (habits) tertentu dan membentuk kebiasaan yang
lebih menguntungkan. Prinsipnya adalah dengan belajar. Cara atau
pendekatan yaitu dengan terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga,
psikodrama. Pasien yang diterapi dengan cara ini memiliki gangguan jiwa
yang dianggap berasal dari pengalaman belajar yang salah (ex: tempat
tinggi menakutkan, kucing berbahaya, dll), sehingga perlu diajarkan
kembali bahwa semua itu tidak berbahaya.2,12
3. Psikoterapi Rekonstruktif. Bertujuan untuk tercapainya tilikan (insight)
akan konflik-konflik nirsadar, dengan usaha untuk mencapai perubahan
luas struktur kepribadian seseorang. Cara atau pendekatan: Psikoanalisis
klasik, psikoterapi berorientasi psikoanalitik atau dinamik. Terapis
menggunakan pendekatan psikoanalitik (cara Freud dan non-Freud)
sehingga memerlukan waktu yang panjang. Terapis akan membantu pasien
untuk mengenal proses nirsdar yang mendasari gejalanya, melalui analisis
yang sistematik terhadap kata-kata pasien, mekanisme defensifnya,
analisis mimpi, serta simbolisasi dari suatu hal yang buruk di masa lalu.
Contoh: pada pasien dengan gejala takut gelap, terapis membantu pasien
untuk berpikir, merenung dan menggali apa sebenarnya yang ia takutkan
(bisa jadi gelap tersebut adalah simbolisasi dari suatu hal buruk di masa
lalu).2,12
Berdasarkan dalamnya, psikoterapi terbagi atas psikoterapi yang bersifat
superficial dan mendalam. 2
1. Superficial, yaitu yang menyentuh hanya kondisi atau proses pada
permukaan, yang tidak menyentuh hal-hal yang nirsadar atau materi yang
direpresi.2
2. Mendalam (deep), yaitu yang menangani hal atau proses yang tersimpan
dalam alam nirsadar atau materi yang direpresi.2
Berdasarkan teknik yang digunakan, psikoterapi dibagi menurut teknik
perubahan yang digunakan, antara lain psikoterapi ventilatif, sugestif, persuasi,
reassurance,bimbingan, penyuluhan,dan penerapan. 2,4
1. Ventilasi
Psikoterapi ini memebrikan kebebasan kepada pasien untuk
mengemukakan isi hatinya. Dengan demikian pasien merasa lega dan
keluhannya berkurang. Sikap terapis yaitu menjadi pendengar yang baik
dan penuh perhatian. 2,4
2. Persuasi
Dilakukan dengan cara menerangkan secara masuk akal tentang gejala-
gejala penyakit klien yang timbul akibat cara berpikir, perasaan, dan
sikapnya terhadap masalah yang dihadapinya. Terapis berusaha
membangun,mengubah, dan menguatkan impuls tertentu serta
membebaskannya dari impuls yang menganggu secara masuk akal dan
sesuai isi nurani, serta berusaha meyakinkan pasien dengan alasan yang
masuk akal bahwa gejalanya akan hilang.2,4
3. Psikoterapi reassurance
Psikoterapi jenis ini berusaha meyakinkan kembali kemapuan pasien untuk
menghadapi masalahnya. Sikap terapis ialah meyakinkan secara tegas
dengan menunjukkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh pasien. Topik
pembicaraan ialah pengalaman pasien yang berhasil nyata.2,4
4. Psikoterapi sugestif
Psikoterapi ini menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa gangguannya
akan hilang. Sikap terapis adalah meyakinkan dengan tegas bahwa gejala
pasien akan hilang. Topik pembicaraan, gejala gejala bukan karena
kerusakan oraganik/fisik dan timbulnya gejala gejala tersebut tidak logis.2,4
5. Bimbingan
Psikoterapi ini diberikan dengan penuh wibawa dan pengertian. Caranya
dengan memberikan nasehat kepada pasien.2,4
6. Penyuluhan
Penyuluhan akan membantu pasien untuk memahami dirinya secara lebih
baik. Sikap terapis menyampaikan secara halus dan penuh kearifan.2,4
7. Penerapan
Psikoterapi dapat diterapkan pada gangguan psikotik, gangguan somatis,
dan gangguan penyesuaian.2,4
Berdasarkan setting-nya, psikoterapi terdiri atas psikoterapi individual dan
kelompok (terdiri atas terapi marital/pasangan, terapi keluarga, terapi
kelompok).2,7
1. Terapi individual.
2. Terapi marital atau pasangan diindikasikan bila ada problem di antara
pasangan, misalnya komunikasi, persepsi.2,7
3. Terapi keluarga,dilakukan bila struktur dan fungsi dalam suatu keluarga
tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bila salah satu anggota keluarga
mengalami gangguan jiwa, akan mempengaruhi keadaan dan interaksi
dalam keluarga dan sebaliknya, keadaan keluarga akan mempengaruhi
gangguan serta prognosis.2,7

V. PROSES PSIKOTERAPI
Dalam psikoterapi, begitu banyak variabel yang berperan sehingga kita
dapat kehilangan arah dan terhalang oleh faktor-faktor yang mempengaruhi
proses, baik dari sisi pasien, dokter maupun sifat hubungan antara dokter-
pasien.2
Dari sisi pasien, faktor yang dapat mempengaruhi proses, antara lain
adanya motivasi, fenomena transferensi, resistensi, mekanisme defensi, dsb.
Transferensi adalah suatu distorsi persepsi pada pasien, yang secara nirsadar
menganggap seorang terapis sebagai figur yang bermakna pada masa lalunya. Bila
hal ini diketahui/disadari oleh terapis, justru dapat digunakan sebagai alat atau
sarana untuk mencapai tujuan psikoterapi. Resistensi (berbeda dengan definisi
menurut ilmu kedokteran umum - yang berarti daya tahan organisme terhadap
penyakit) yaitu perlawanan pasien terhadap usaha-usaha untuk mengubah pola
perilakunya, memberikan suatu tilikan, membuat unsur nirsadar menjadi sadar.
Mekanisme defensi, yaitu mekanisme nirsadar untuk mengelakkan pengetahuan
sadar tentang konflik dan ansietas yang berkaitan dengan hal itu.2,3,4
Dari pihak dokter atau terapis, hal yang sama dapat pula dialami, yaitu
kontra-transferensi (salah persepsi terapis terhadap pasiennya), resistensi, dsb.,
disertai teknik dan ketrampilan yang dimiliki oleh sang terapis, turut
mempengaruhi proses terapi. Secara garis besar, untuk psikoterapi yang
terstruktur, terdapat kerangka umum yang terencana, sehingga seseorang dapat
lebih terarah dan mantap dalam usaha untuk mencapai tujuan terapeutik yang
bermakna. Kerangka kerja umum tersebut hendaknya cukup luwes dan luas
(holistik), yang dapat mencakup berbagai orientasi dan disiplin. Adapun kerangka
proses psikoterapi tersebut :2,4,5

1. Fase Awal:2
Tujuannya membentuk hubungan kerja dengan pasien. Tugas Terapeutik : 1.
Memotivasi pasien untuk menerima terapi, 2. Menjelaskan dan menjernihkan
salah pengertian mengenai terapi (bila ada), 3. Meyakinkan pasien bahwa terapis
mengerti penderitaannya dan bahwa terapis mampu membantunya, 4. Menetapkan
secara tentatif mengenai tujuan terapi.
Resistensi pada pasien dapat tampil dalam bentuk: 1. Tidak ada motivasi terapi
dan tidak dapat menerima fakta bahwa ia dapat dibantu, 2.Penolakan terhadap arti
dan situasi terapi, 3. Tidak dapat dipengaruhi, terdapat hostilitas dan agresi,
dependensi yang mendalam, dan 4. Berbagai resistensi lain yang menghambat
terjalinnya hubungan yang sehat dan hangat.
Masalah kontratransferensi dalam diri terapis, antara lain: 1. Tidak mampu
bersimpati, berkomunikasi dan saling mengerti secara timbal balik,2. Timbul
iritabilitas terhadap penolakan pasien untuk terapi dan terhadap terapis, 3. Tidak
mampu memberi kehangatan kepada pasien, dan 4. Tidak dapat menunjukkan
penerimaan dan pengertian terhadap pasien dan masalahnya.
2. Fase Pertengahan:2
Tujuannya: menentukan perkiraan sebab dan dinamik gangguan yang dialami
pasien, menerjemahkan tilikan dan pengertian (bila telah ada), menentukan
langkah korektif. Tugas terapeutik: 1.Mengeksplorasi berbagai frustrasi terhadap
lingkungan dan hubungan interpersonal yang menimbulkan ansietas. Bila
melakukan psikoterapi dinamik, gunakan asosiasi, analsisi karakter, analisis
transferensi, interpretasi mimpi. Pada terapi perilaku, kita menilai faktor-faktor
yang perlu diperkuat dan gejala-gejala yang perlu dihilangkan. 2. Membantu
pasien dalam mengatasi ansietas yang berhubungan dengan problem kehidupan.
Resistensi pada pasien dapat tampil dalam bentuk: 1. Rasa bersalah terhadap
pernyataan dan pengakuan adanya gangguan dan kesulitan dalam hubungan
interpersonal dengan lingkungan, 2. Tidak mau, atau tidak mampu (bila ego
lemah), menghadapi dan mengatasi ansietas yang berhubungan dengan konflik,
keinginan dan ketakutan
Masalah kontratransferensi dalam diri terapis dapat berupa: 1.Terapis mengelak
dari problem pasien yang menimbulkan ansietas dalam diri terapis; 2. Ingin
menyelidiki terlalu dalam dan cepat pada fase permulaan, 3. Merasa jengkel
terhadap resistensi pasien.
3. Fase akhir: 2
Tujuannya yaitu: terminasi terapi. Tugas terapeutiknya antara lain: 1.
Menganalisis elemen-elemen dependensi hubungan terapis – pasien; 2.
Mendefinisikan kembali situasi terapi untuk mendorong pasien membuat
keputusan, menentukan nilai dan cita-cita sendiri. 3. Membantu pasien mencapai
kemandirian dan ketegasan diri yang setinggi-tingginya.
Resistensi pada pasien dapat berupa: 1. Penolakan untuk melepaskan
dependensi; 2. Ketakutan untuk mandiri dan asertif
Masalah kontratransferensi pada terapis: 1. Kecenderungan untuk mendominasi
dan terlalu melindungi pasien; 2. Tidak mampu mengambil sikap/peran yang non
direktif sebagai terapis.
VI. EFEKTIVITAS PSIKOTERAPI

Dari berbagai penelitian statistik yang telah dilakukan, ternyata di antara


sekian banyak bentuk dan jenis psikoterapi yang ada, tidak satu pun terbukti lebih
unggul daripada yang lain. Perbaikan terapeutik yang dicapai, ditentukan oleh
faktor-faktor:2
- tujuan yang ingin dicapai
- motivasi pasien
- kepribadian dan ketrampilan terapis
- teknik yang digunakan
VII. KESIMPULAN
Psikoterapi adalah cara cara atau pendekatan yang menggunakan teknik
teknik psikologik untuk menghadapi ketidakserasian atau gangguan mental.
Psikoterapi menggarap hal hal yang dasar dan rasional, serta nirsadar dan
irasional. Gejala gejala yang tampak secara klinis pada pasien, menggambarkan
perilakunya menghadapi hidup. Apabila ingin menyembuhkan jiwa atau mencari
jalan untuk kesembuhan jiwa, kita harus memahami hal-hal yang mempengaruhi
seseorang sejak masa dini hingga kini.
Dalam melakukan psikoterapi, hendaknya kita mengoptimalkan fungsi
mendengar dengan seksama (theraupeutic or empathic listening) dan
mengoptimalkan hubungan terapeutik (theraupetic alliance). Kita jangan
berpreokupasi pada tujuan yang ingin dicapai (misanya harus memberikan saran
apa bagi pasien). Semakin kita mendengar, kian jelas apa yang harus kita lakukan.

You might also like