You are on page 1of 16

COVER

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi
2. Definisi
3. Epidemiologi
4. Etiologi
5. Faktor risiko
6. Klasifikasi Stroke
Stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu:
a. Stroke Iskemik Stroke Iskemik didefinisikan sebagai suatu sindrom yang berkembang
pesat dengan onset yang tiba-tiba atau akut, yang dikaitkan dengan defisit neurologi
non-epilepsi dengan batas gumpalan infark yang jelas pada jaringan otak di dalam area
pembuluh darah yang berlainan. Stroke iskemik berkembang melalui beberapa
mekanisme yaitu karena atherosclerosis, kardioemboli, dan oklusi pada pembuluh
darah kecil atau biasa dikenal dengan sebagai lacunar stroke (Williams, et al., 2013).
Stroke iskemik mendominasi terjadinya stroke yaitu sekitar 80%. Stroke iskemik
terjadi karena terganggunya suplai darah ke otak yang biasanya disebabkan karena
adanya sumbatan pembuluh darah arteri yang menuju otak. Stroke iskemik ini dapat
dibagi menjadi dua tipe utama, yaitu trombotik dan embolik. Stroke trombotik terjadi
ketika arteri tersumbat oleh pembentukan bekuan darah di dalamnya. Arteri
kemungkinan sudah rusak dikarenakan oleh endapan kolesterol (atherosclerosis).
Penyumbatan total kemungkinan selanjutnya terjadi dikarenakan diikuti penggumpalan
sel darah (trombosit) atau zat lainnya yang biasa ditemukan di dalam darah. Stroke
embolik yang juga merupakan tipe stroke iskemik yang kedua juga disebabkan oleh
gumpalan dalam arteri, tetapi dalam kasus ini bekuan atau embolus terbentuk di tempat
lain selain di otak itu sendiri. Bahan-bahan ini bisa menjadi bekuan darah (misal dari
jantung) atau dari lemak (misal dari arteri lain di leher – penyakit arteri karotis) (Silva,
et al., 2014).

b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik jarang terjadi dan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu
Intracerebral Hemorrhage (ICH) dan Subarachnoid Hemorrhage (SAH). ICH terjadi
karena adanya perdarahan di dalam otak dan biasanya sering terjadi karena tekanan
darah tinggi. Peningkatan tekanan yang tiba-tiba di dalam otak akibat perdarahan
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada sel-sel otak yang dikelilingi oleh pembuluh
darah.
SAH merupakan jenis stroke hemoragik yang terjadi karena adanya perdarahan
dibagian antara otak dan jaringan yang melindungi otak, atau biasa disebut dengan area
subarachnoid. Penyebab SAH antara lain bisa karena malformasi arteri vena,
gangguang perdarahan, cedera kepala, pengencer darah, dan pecahnya aneurisma.
Pecahnya aneurisma menjadi penyebab SAH yang sering terjadi (National Stroke
Association, 2016). Aneurisma yang pecah pada SAH berasal dari pembuluh darah
sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak. Arteri
yang pecah dan keluar ke ruang subarachnoid akan menyebabkan tekanan intra kranial
meningkat mendadak yang dapat mengakibatkan meregangnya struktur peka nyeri
sehingga timbul nyeri kepala hebat. Peningkatan tekanan intra kranial juga
mengakibatkan terjadinya vasospasme pembuluh darah serebral yang dapat
menyebabkan terjadinya disfungsi otak global (penurunan kesadaran, sakit kepala)
maupun fokal (hemiparesis, gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-lain) (Muttaqin,
2008).
Selain dari dua klasifikasi di atas, terdapat jenis stroke lain yaitu Transient Ischemic
Attacks (TIA). TIA yang biasa disebut dengan mini strokes merupakan gangguan
neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja dan
gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari
24 jam (Muttaqin, 2008). Kondisi yang terjadi pada TIA yaitu dimana bagian otak
mengalami kehilangan fungsinya sementara atau temporer dikarenakan adanya
gangguan singkat pada aliran darah otak lokal, berlangsung kurang dari 24 jam.
Pencegahan stroke sangat krusial atau penting sekali untuk yang terkena TIA meskipun
tidak menimbulkan kecacatan yang permanen tetapi hal ini merupakan sebuah tanda
peringatan yang sangat dari stroke yang akan datang (Silva, et al., 2014).
7. Patofisiologi stroke hemoragik
Ada dua bentuk CVA bleeding :

a. Perdarahan intra cerebral


Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi
dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal,
nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan
struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
b. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering
didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat
dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah
keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula
dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam
TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme
pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya
perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke
2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di
ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak
walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan
glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi
gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2
melalui proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah
otak.
8. Pathway stroke hemoragik
9. Gambaran klinis
WHO (2016) menjelaskan bahwa gejala umum yang terjadi pada stroke yaitu
wajah, tangan atau kaki yang tiba-tiba kaku atau mati rasa dan lemah, dan biasanya terjadi
pada satu sisi tubuh saja. Gejala lainnya yaitu pusing, kesulitan bicara atau mengerti
perkataan, kesulitan melihat baik dengan satu mata maupun kedua mata, sulit berjalan,
kehilangan koordinasi dan keseimbangan, sakit kepala yang berat dengan penyebab yang
tidak diketahui, dan kehilangan kesadaran atau pingsan. Tanda dan gejala yang terjadi
tergantung pada bagian otak yang mengalami kerusakan dan seberapa parah kerusakannya
itu terjadi. Serangan stroke dapat terjadi secara mendadak pada beberapa pasien tanpa
diduga sebelumnya. Stroke bisa terjadi ketika pasien dalam kondisi tidur dan gejalanya
baru dapt diketahui ketika bangun. Gejala yang dimiliki pasien tergantung pada bagian otak
mana yang rusak. Tanda dan gejala yang umumnya terjadi pada stroke atau TIA yaitu
wajah, lengan, dan kaki dari salah satu sisi tubuh mengalami kelemahan dan atau kaku atau
mati rasa, kesulitan berbicara, masalah pada penglihatan baik pada satu ataupun kedua
mata, mengalami pusing berat secara tiba-tiba dan kehilangan keseimbangan, sakit kepala
yang sangat parah, bertambah mengantuk dengan kemungkinan kehilangan kesadaran, dan
kebingungan (Silva, et al., 2014).
a. Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat ringanya
lesi dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang umum dijumpai
pada penderita stroke non hemoragik yaitu :
 Gangguan Motorik
- Tonus abnormal atau hipotonus maupun hipertonus
- Penurunan kekuatan otot
- Gangguan gerak volunter
- Gangguan keseimbangan
- Gangguan koordinasi
- Gangguan ketahanan
 Gangguan Sensorik
- Gangguan propioseptik
- Gangguan kinestetik
- Gangguan diskriminatif
 Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi
Pada gangguan kognitif akan muncul berbagai gangguan yaitu atensi,
memori, inisiatif, daya perencanaan dan cara menyelesaikan suatu masalah.
 Gangguan Kemampuan Fungsional
Gangguan yang timbul yaitu berupa gangguan dalam beraktifitas sehari-hari
seperti mandi, makan, ketoilet dan berpakaian.
b. Perdarahan Subarakhnoid
Akibat iritasi meningen oleh darah, maka pasien menunjukkan gejala nyeri kepala
mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat berat disertai fotofobia, mual, muntah,
dan tanda-tanda meningismus (kaku kuduk dan tanda Kernig). Pada perdarahan yang
lebih berat, dapat terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan gangguan kesadaran.
Pada funduskopi dapat dilihat edema papil dan perdarahan retina. Tanda neurologis
fokal dapat terjadi sebagai akibat dari:
- Efek lokalisasi palsu dari peningkatan tekanan intrakranial
- Perdarahan intraserebral yang terjadi bersamaan
- Spasme pembuluh darah, akibat efek iritasi darah, bersamaan dengan iskemia
c. Perdarahan Intraserebral Spontan
Pasien datang dengan tanda-tanda neurologis fokal yang tergantung dari lokasi
perdarahan, kejang, dan gambaran peningkatan tekanan intrakranial. Diagnosis
biasanya jelas dari CT scan (Price et al, 2006).
10. Dampak Stroke
Dampak yang umum terjadi setelah seseorang terkena stroke yaitu masalah pada
bagian fisiknya seperti kelemahan, mati rasa, dan kaku. Masalah fisik lainnya yang dapat
terjadi karena stroke yaitu dysphagia, fatigue (kekurangan energi atau keletihan), foot drop
(ketidakmampuan untuk mengangkat bagian depan kaki), hemiparesis, inkontinensia,
nyeri, kelumpuhan atau paralisis, kejang dan epilepsi, masalah tidur, spasme otot pada
tangan dan kaki, dan masalah pada penglihatan. Stroke juga menimbulkan dampak pada
emosional seperti terjadinya depresi dan pseudobulbar affect (PBA), dan dampak pada
proses berpikir dan rasa ingin tahu pasien yaitu aphasia, kehilangan memory, dan vascular
dementia (National Stroke Association, 2016).
Stroke akan menimbulkan kecacatan pada seseorang setelah terkena stroke. Kecacatan
yang ditimbulkan tergantung dari otak bagian mana yang terserang dan seberapa parah
kerusakan yang dialami. Seseorang yang terkena stroke juga akan menimbulkan dampak
seperti paralisis dan sukar mengontrol pergerakan, gangguan sensoris dan nyeri, aphasia
(masalah dengan berbahasa), masalah dengan perhatian dan ingatan, dan gangguan emosi
(Silva, et al., 2014).

11. Pemeriksaan Penunjang


a. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurism
atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial.
Pungsi lumbal diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau perdarahan
subarachnoid ketika CT scan negatif tapi kecurigaan klinis tetap menjadi acuan.
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
f. Siriraj Stroke Score
Siriraj Stroke Score = (2,5 X Derajat Kesadaran) + (2 X muntah) + (2 X sakit kepala)
+ (0,1 X tekanan darah diastol) – (3 X ateroma) – 12 .Apabila skor yang didapatkan <
1 maka diagnosisnya stroke non perdarahan dan apabila didapatkan skor ≥ 1 maka
diagnosisnya stroke perdarahan.
g. Algoritma Stroke Gadjah Mada

Apabila terdapat pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan kesadaran, nyeri
kepala dan terdapat reflek babainski atau dua dari ketiganya maka merupakan stroke
hemoragik. Jika ditemukan penurunan kesadaran atau nyeri kepala ini juga merupakan
stroke non hemoragik. Sedangkan bila hanya didapatkan reflek babinski positif atau
tidak didapatkan penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflek babinski maka
merupakan stroke non hemoragik.
12. Tatalaksana Farmakologi dan Pembedahan
Terapi dari stroke hemoragik bertujuan ganda yaitu meminimalkan cedera otak dan
membatasi komplikasi sistemik dari cedera otak yang terjadi. Terapi ditujukan pada
penghentian pendarahan, mencegah kerusakan neurologi lanjut, pengontrolan tekanan
darah, terapi simtomatik dan mencegah kekambuhan (Bernstein RA, 2007).
Manajemen awal, perhatian tertuju pada keadaan jalan nafas,pernapasan, dan
sirkulasi. Ketiganya harus diusahakan dalam keadaan baik (Bernstein RA, 2007).
Manajemen neurologis, penghentian perdarahan, ekspansi hematoma dalam 24 jam
pertama sesudah perdarahan intraparenchymal umumnya menyebabkan penurunan fungsi
neurologis pada lebih dari 40% pasien, dan hal ini merupakan pertanda outcome klinis yang
buruk. Dilakukan penurunan tekanan darah sistolik 20% dari 24 jam pertama, atau kurang
dari 160 mmHg. Diberikam labetalol atau nicardipine melalui intravena. Untuk mencegah
herniasi pada perdarahan intraparenchymal yang masif dapat dilakukan hemicraniectomy
(Bernstein RA, 2007).
Mencegah kerusakan neurologis lebih lanjut. Diberikan terapi osmotik seperti
manitol 0,25-1 g/kgBB bolus dan elevasi kepala 40 derajat untuk membantu mengurangi
tekanan intrakranial. Mencegah kekambuhan dengan memberikan obat antihipertensi
(Bernstein RA, 2007).
Indikasi pembedahan pada stroke hemoragik adalah jika perdarahan yang terjadi
dengan diameter lebih dari 3 cm atau adanya tanda klinis terjadinya kompresi batang otak
(Hennerici et al, 2005).

13. Tatalaksana Nutrisi


Tujuan dari tatalaksana nutrisi pada pasien stroke adalah untuk mencegah
malnutrisi, mempertahankan asupan energi dan nutrien yang adekuat akibat terjadinya
disfagia, penurunan kesadaran dan depresi dapat mempersulit asupan nutrisi pasien.
Pemantauan status hidrasi sangat penting untuk mempertahankannya tetap dalam kondisi
yang seimbang. Keseimbangan elektrolit perlu dijaga. Faktor resiko stroke juga perlu
diperhatikan dalam tatalaksana nutrisi yang diberikan. Asupan natrium perlu dibatasi untuk
mengontrol tekanan darah, mengurangi asupan lemak jenuh dan menjaga status gizi tetap
normal (Wirth et al, 2013).
14. Prognosa
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability,
discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi pada
stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih
buruk maka semua penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap
keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh secara
terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke. Bermawi, et al., (2000) mengatakan
bahwa sekitar 30-60 % penderita stroke yang bertahan hidup menjadi tergantung dalam
beberapa aspek aktivitas hidup sehari-hari. Dari berbagai penelitian, perbaikan fungsi
neurologik dan fungsi aktivitas hidup sehari-hari pasca stroke menurut waktu cukup
bervariasi. Suatu penelitian mendapatkan perbaikan fungsi paling cepat pada minggu
pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan pasca stroke.
Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang terjadi
pada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok ukur diantaranya outcome
fungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of life, serta mortalitas. Menurut
Hornig et al., prognosis jangka panjang setelah TIA dan stroke batang otak/serebelum
ringan secara signifikan dipengaruhi oleh usia, diabetes, hipertensi, stroke sebelumnya, dan
penyakit arteri karotis yang menyertai.
BAB III
LAPORAN KASUS
BAB IV
PENUTUP

Telah ditegakkan diagnosis stroke hemoragik e.c riwayat hipertensi pada pasien Tn.
KA berusia 50 tahun atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik. Faktor resiko pada pasien
dengan riwayat hipertensi yang tidak terkontrol merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya stroke hemoragik. Stroke dapat memberikan prognosis yang buruk karena dapat
mengakibatkan kerusakan otak yang ireversibel sampai menyebabkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA :

Bernstein RA. Cerebrovascular Disease. Hemorrhagic Stroke. In: Brust JCM. Current Diagnosis
& Treatment Neurology. USA : Mc Graw Hill. 2007.p.126-47.
Hennerici MG, Bogousslavsky J, Sacco R, Binder J, Chong J, Paciaroni M. Stroke. Philadelphia:
Elsevier Churchill Livingstoen.2005
Muttaqin, Arif. 2008. Konsep Teori Stroke Hemoragik. Diakses pada tanggal 12 April 2019
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/

National Stroke Association. High Blood Pressure Fact Sheet (database on the internet); 2016
Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2 Ed/6.
Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editor. Jakarta: EGC; 2005. BAB 53,
Penyakit Serebrovaskular; hal. 1106-1129.
Silva, G.S., Koroshetz, W.J., Gonzalez, R.G., et al. 2014. Causes of ischemic stroke. Acute
Ischemic Stroke, New York: Springer
Williams L, Wilkins. Heart Disease and Stroke Statistics: 2013 Update: A Report From the
American Heart Association. Hagerstown. 2013.
Wirth R, Smoliner C, Jager M, Warneckle T, Leishker AH, Dziewas R. Guidline clinical nutrition
in patient with stroke. Experimental & Translational Stroke Medicine 2013;5:1-11.

You might also like