You are on page 1of 15

STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV AIDS

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN HIV/AIDS

oleh
Kelompok G

Nurul Hidayah 162310101144


Cirila Ari Pratiwi 162310101161
Vio Nadya Permatasari 162310101173
Mutiara Dwi Elvandi 162310101181

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat-Nya,
sehingga kami bisa menyelesaikan tugas Keperawatan HIV/AIDS. Tugas ini kami
susun dengan sebenar-benarnya. Diluar dari kelebihan, kami sadar bahwa masih ada
kekurangan. Oleh karena itu, besar harapan kami agar tugas ini menjadi sarana
edukatif bagi setiap pembaca dan saya ucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Ns. Rifa’i, S. Kep., M.Kep., selaku PJMK mata kuliah HIV/AIDS yang
memberikan dukungan penuh.
2. M. Nur Khamid, S.KM., M.Kes selaku dosen mata kuliah HIV/AIDS

3. Seluruh keluarga dan teman-teman kelas D Fakultas Keperawatan Universitas


Jember yang selalu memberikan doa dan dorongan dalam mengerjakan tugas
ini.

Akhir kata semoga tugas ini bisa bermanfaat untuk meningkatkan mutu
kesehatan masyarakat luas.

Jember, 16 Maret 2019

Penulis

DAFTAR ISI

ii
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................1
1.3 Tujuan.................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Strategi Pencegahan Penularan HIV Melalui CST........................3
2.2 Keefektifan Dan Keberhasilan Program CST................................5
2.3 Kekurangan Dan Kelemahan CST..................................................6
2.4 Kontribusi Perawat Dalam Program CST......................................8
DAFTAR PUSTAKA
...........................................................................................................................
12

iii
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah HIV merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia bahkan
negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS dan
menyebabkan munculnya masalah krisis yang bersamaan. HIV (Human
Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia lalu menimbulkan AIDS. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Sindrom)
adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang tergolong
kepada kelompok retroviriade
Menurut WHO kualitas hidup adalah presepsi individu tentang harkat
danmartabatnya didalam konteks budaya dan sistem nilai yang berhubungan
dengantujuan dan tergetan hidup. Sementara menurut Nasronudin (2007) kualitas
HidupODHA merupakan berfungsinya keadaan fisik, Psikologis, Sosial dan
Spiritualsehingga dapat hidup produktif seperti orang sehat dalam
menjalankankehidupannya.
Terdapat beberapa rumah sakit rujukan untuk perawatan dan pengobatan bagi
ODHA. Rumah sakit tersebut ialah rumah sakit yang mempunyai layanan kusus bagi
penderita yakni Klinik VCT ( Voluntory Conseling and Testing ) yaitu konseling dan
tes secara sukarela, Care support and treatment (CST) yang mempunyai arti
dukungan dalam pelayanan, perawatan dan pengobatan, hingga konsultasi terkait
infeksi opurtunistik.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana strategi pencegahan penularan HIV melalui Care support and
treatment (CST) pada level nasional dan global?
b. Bagaiana keefektifan dan keberhasilan program Care support and treatment
(CST)?
c. Apa saja kekurangan dan kelemahan Care support and treatment (CST)?
2

d. Bagaimana kontribusi perawat dalam program Care support and treatment


(CST)?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui strategi pencegahan penularan HIV melalui Care support
and treatment (CST) pada level nasional dan global
b. Untuk mengetahui keefektifan dan keberhasilan program Care support and
treatment (CST)
c. Untuk mengetahuikekurangan dan kelemahan Care support and treatment
(CST)
d. Untuk mengetahui kontribusi perawat dalam program Care support and
treatment (CST)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


3

2.1. Stategi Pencegahan HIV/AIDS pada level Nasional dan Global


a. StrategiPencegahan HIV/AIDS pada level Nasional
Pada awalnya, mayoritas program penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia
mengacu pada berbagai program yang pernah dilakukan di berbagai negara dan
pedoman yang dikeluarkan oleh WHO. Terminologi yang dipakai pun mengacu pada
terminologi WHO, seperti care, support and treatment (CST). Pada 2010-an istilah
CST dalam dokumen SRAN Penanggulangan HIV dan AIDS 2010–2014 disebut
dengan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (PDP). Tujuan dari program PDP ialah
penguatan dan pengembangan layanan kesehatan serta koordinasi antar-layanan
dengan beberapa target, yakni :
1) Tersedianya layanan kesehatan yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat;
2) 100 % ODHA yang memerlukan pencegahan dan pengobatan IO dapat
mengakses layanan kesehatan sesuai kebutuhan;
3) Memberikan pengobatan ARV kepada orang terinfeksi HIV yang
membutuhkan sesuai dengan standar WHO untuk kualitas hidup yang lebih
produktif;
4) Pengembangan perawatan komunitas untuk memberikan dukungan psikologis
dan sosial;
5) Meningkatkan kapasitas ODHA melalui pendidikan dan pelatihan bagi ODHA
Untuk melihat kinerja program dan capaiannya, beberapa laporan dari instansi
terkait di-review. Laporan situasi perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia tahun
2013 dari Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, menunjukan hasil sebagai berikut: •
Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan menurut faktor risiko heterokseksual cenderung
meningkat tahun 2010–2013; • Persentase AIDS yang dilaporkan menurut risiko dari
tahun 1987 sampai dengan September 2013 adalah 60,9% heteroseksual dan 17,4 %
penasun; • Persentase AIDS yang dilaporkan menurut faktor risiko pada Juli–
September 2013 mayoritas adalah heteroseksual (81,9%). Laporan tersebut
mengindikasikan bahwa penularan HIV dan AIDS melalui hubungan seks masih
4

tinggi sampai saat ini, walaupun banyak program yang sudah dilaksanakan. Progam
PDP saat ini sudah menunjukkan kemajuan. Jumlah rumah sakit, puskesmas dan
klinik layanan meningkat pesat sejalan dengan meningkatnya temuan kasus. Berbagai
kebijakan dibuat untuk memperbaiki penyediaan layanan. Kebijakan yang
berhubungan dengan PDP mayoritas dikeluarkan oleh Kemenkes, kementerian dan
badan teknis yang menjadi anggota KPAN. Kebijakan dari Kemenkes berupa UU
Kesehatan, Permenkes, Kepmenkes dan Surat Edaran dan Instruksi Menkes. Di
tingkat daerah ada juga keputusan kepala dinkes di tingkat provinsi dan kabupaten/
kota. Penjangkauan dan pendampingan Program penjangkauan dan pendampingan
saat ini bisa dibilang masih minim sehingga tidak kalah penting untuk diperhatikan.
Minimnya program penjangkauan dan pendampingan bisa menurunkan kualitas
program. Sejak kasus AIDS pertama di Indonesia tahun 1987 di Bali yang diikuti
dengan meningkatnya penemuan kasus tidak terlepas dari upaya pendampingan dan
penjangkauan oleh kelompok masyarakat sipil. Seperti kasus di Bali, penjangkauan
dan pendampingan dipelopori oleh Yayasan Kerthi Praja untuk WPS dan Yayasan
Citra Usadha Indonesia untuk homoseksual. Selanjutnya, Yayasan Hati-Hati mulai
menjangkau kelompok penasun. Kegiatan ini direplikasi oleh lembaga lain di
beberapa wilayah di Indonesia. Sangat disadari bahwa upaya LSM ini digerakkan
oleh orang-orang yang peduli dan didukung oleh donor. Program mereka dirancang
dengan mengutamakan penjangkauan dan pendampingan sebagai ujung tombak.
Hasilnya nyata, mereka yang rentan terkena HIV terpapar informasi dan mulai
mengakses layanan.

b. Strategi Pencegahan HIV/AIDS pada level Global


Sejalan dengan perkembangan program, kegiatan penjangkauan dan
pendampingan selalu mendapat pro dan kontra dari berbagai pihak. Saat ini kegiatan
lapangan dikoordinir oleh Community Organizer. Sedangkan kegiatan penjangkauan
dan pendampingan disederhanakan dengan pembagian KIE, pendistribusian material
pencegahan, dan perujukan ke layananan kesehatan. Bentuk dan pola program KIE
5

dengan memanfaatkan penyuluhan massal dan edutainment menjadi pilihan saat ini.
Pelaksanaannya pun hanya pada waktu tertentu, seperti pada bulan Desember
menjelang Hari AIDS Sedunia. Program penjangkauan dan pendampingan merupakan
langkah awal dan pintu masuk untuk upaya pencegahan dan perawatan. Sayangnya,
program penjangkauan dan pendampingan tereduksi dengan pembagian materi
pencegahan saja, semisal kondom dan pelicin.

2.2 Kefetifan Program CST/PDP


PDP merupakan singkatan dari perawatan, dukungan dan pengobatan (Care,
Support and Treatment), adalah suatu layanan terpadu dan berkesinambungan untuk
memeberikan dukungan baik aspek manajerial, medis, psikologis maupun sosial
untuk mengurangi atau menyelesaikan permasalahan yang dihadapi ODHA selama
perawatan dan pengobatan. Layanan PDP baru berkembang di Indonesia sejak
program 3 by 5 diluncurkan WHO pada tahun 2004. Meskipun layanan PDP dengan
skala kecil telah berjalan di kota besar sejak munculnya kasus HIV/AIDS,
pemerataan layanan PDP ke masyarakat berjalan secara bertahap (Mujiati dkk, 2012).
PDP dinilai efektif dibeberapa tempat dengan didukungnya surat organisasi yang
sesuai. PDP dinilai efektif karena dapat mengurasi isolasi bagi penderita,
meningkatkan dukungan sosial, mengurangi stiga, membantu berbagai pengalaman,
membantu orang untuk melihat bahwa hidup dengan HIV adalah mungkin, penderita
dapat mengontrol dirinya dengan hidup yang lebih ehat, dan dapat meningkatkan
kualitas hidup ODHA (KPA, Sumatra Utara, 2007)

2.3 Kelebihan dan kekurangan program CST/PDP


A. Kelebihan :
Layanan PDP di Indonesia memang dilaksanakan lebih belakangan daripada
layanan pencegahan. Namun sesuai dengan makin banyaknya orang yang terinfeksi
HIV maka layanan PDP makin dibutuhkan masyarakat. Tersedianya obat ARV
generik juga mempercepat layanan PDP karena salah satu komponen layananPDP
adalah layanan ARV. Layanan obat ARV generik memperkuat PDP yang selama ini
6

lebih diutamakan pada layanan infeksi oportunisik, layanan obat simtomatik,


pendampingan, dan dukungan. Layanan obat ARV di Indonesia meningkat sejak
penggunaan obat ARV generik yang didatangkan dari India dan Thailand. Karena
obat ARV generik harganya hanya sekitar 5 % dari harga obat paten maka sebagian
masyarakat mampu menjangkaunya. Apalagi dengan kebijakan pemerintah Indonesia
untuk memproduksi obat ARV generik di Indonesia maka pengadaan obat ARV
generik lebih berkesinambungan serta harganya semakin murah.
B. Kekurangan :
a. Sebagian infeksi HIV terdiagnosis pada keadaan tahap lanjut, tak jarang
ODHA mempunyai infeksioprtunistik berat bahkan infeksi oportunistik yang
lebih dari satu. Dengan demikian angka kematian perawatan di rumah sakit
masih tinggi.Angka kematian perawatan di salah satu rumah sakit di Jakarta
Barat mencapai 30% dan sebagian besar kematian terjadi pada awal
perawatan sebelum penderita memperoleh ARV.
b. Biaya untuk diagnosis dan terapi infeksi oportunistik mahal dan sebagian
besar biaya ini masih ditanggung oleh ODHA dan keluarga. Pada umumnya
perusahaan asuransi tidak bersedia memberikan penggantian biaya untuk
kasus AIDS.
c. Infeksi HIV di kalangan penguna narkoba semakin meningkat. Pada pengguna
narkoba suntikan selain infeksi HIV juga terdapat ko-infeksi Hepatitis C dan
B, serta terdapatnya infeksi pneumonia dan infeksi endokarditis bakteri.
Keadaan ini mempersulit penatalaksanaan karena tak jarang seorang ODHA
yang dirawat menderita berbagai infeksi oportunistik disertai pula ko-infeksi
hepatitis.
d. Kemampuan layanan PDP masih beragam. Terdapat unit layanan yang sudah
mempunyai pengalaman luas dalam PDP namun juga terdapat unit layanan
yang baru memulai layanan PDP. Selama ini sistem dukungan untuk
meningkatkan mutu layanan belum terprogram dengan baik.
e. Layanan AIDS pada anak masih belum mendapat perhatian yang memadai.
f. Agar mampu memberikan layanan PDP pada anak maka diperlukan SDM
yang berpengalaman, fasilitas laboratorium yang mencukupi serta obat ARV
7

untuk anak. Tenaga dokter yang mampu mendiagnosis dan melakukan terapi
pada anak yang terinfeksi HIV masih sedikit dan terbatas di kota besar.
Pemeriksaan viral load dan CD4 yang dibutukan untuk diagnosis dan terapi
HIV pada anak harganya mahal dan masoh harusemnjadi beban keluarga.
Obat ARV khusus anak belum tersedia sehingga masih menggunakan obat
ARV dewasa demhgam penyesuaian dosis.
g. Kerjasama rumah sakit dengan LSM di berbagai unit layanan belum terbina
dengan baik. Ada kecenderungan saling merasa benar sendiri dan
menyalahkan pihak lain. Situasi ini harus dirubahsehingga terjadi kerjasama
yang menguntungkan demi terwujudnya layanan yang bermutu.
h. Dukungan pengadaan fasilitas dan peralatan medik untuk menerapkan
kewaspadaan universalmasih minim. Di banyak unit layanan, sarung tangan
yang amat esensial sebagai barier dalam kewaspadaan universal tidak tersedia
cukup.
i. Kurangnya komunikasi antara pembuat kebijakan dengan pelaksana di
lapangan. Dukungan untuk pelaksana di lapangan baik berupa dukungan
finansial maupun teknik yang pada umumnya diberikan oleh lembaga donor
atau LSM internasional masih kurang terkoordinasi sehingga membingungkan
petugas di lapangan.
j. Dalam hal pelaporan, pelaksana layanan PDP dimintakan laporan oleh
berbagai pihak yaitu Departemen Kesehatan (Depkes), lembaga donor dan
WHO. Sewajarnya laporan hanya diserahkan pada satu instansi saja dan
lembaga lain yang memerlukan dapat berhubungan dengan Depkes tanpa
turun langsung ke lapangan.
k. Manajemen logistik (perencanaan, pengadaan obat ARV, pendistribusian, dan
pemantauan) belum tertata dengan baik sehingga masih dialami adanya
kekurangan obat, kelebihan obat, atau terlambatnya distribusi.

2.4 Kontribusi Perawat dan Inovasi pada CST


a. Care (Perawatan)
8

Implemetasi perawatan bersifat komprehensif berkesinambungan yaitu perawatan


yang melibatkan jaringan sumberdaya dan pelayanan dukungan secara holistik,
komprehensif dan luas untuk ODHA maupun keluarganya dan menghubungkan
antara perawatan di rumah sakit dengan perawatan di rumah secara timbal balik
sepanjang perjalanan penyakit (KPA, 2007).
Perawatan komprehensif berkesinambungan ini meliputi :
1. tata laksana klinis
2. perawatan pasien
3. edukasi
4. pencegahan
5. konseling
6. perawatan paliativ
7. dukungan sosial
Dalam hal ini care atau perawatan untuk ODHA ini, perawat berperan sebagai
care giver, educator dan konselor.
b. Support (Dukungan)
Dukungan merupakan pengobatan aspek psikologis klinis dan sosial. Upaya
dapat berupa konseling psikoterapi oleh konselor dan psikoreligi oleh pemuka agama
sesuai keyakinan ODHA. Masyarakat khususnya populasi beresiko perlu diberikan
edukasi yang benar tentang HIV/AIDS berupa penyuluhan dan diskusi terbuka,
termasuk menghilangkan stigma dan diskriminasi untuk mengurangi beban psikis,
stress dan depresi pada ODHA sebab ODHA juga memiliki hak-hak asasi. Dalam hal
ini perawat dapat menjadi konselor sekaligus educator bagi ODHA, keluarganya
maupun masyarakat secara umum.
Jika semua ODHA terjangkau mendapatkan akses layanan CST, dan negara
bersama rakyat memiliki visi dan misi yang sama dalam penanggulangan HIV/ AIDS
maka program ini akan mencapai puncak keberhasilan selaras dengan program
universal acces WHO.
c. Treatment (Pengobatan)
9

Pada dasarnya mencakup aspek medis klinis, psikologis klinis dan sosial.
Pengobatan medis klinis meliputi:
1.Pengobatan supportif
Mencakup penilaian gizi ODHA dari awal untuk mencegah gangguan nutrisi yang
memperburuk kondisi. Bila nafsu makan sangat menurun pertimbangkan pemberian
obat anabolik steroid.
2.Profilaksis infeksi oportunistik (IO)
Infeksi oprortunistik yang sering terjadi misalnya renitis, kebutaan bahkan ensefalitis
akibat cyto megalo virus, tuberkulosis, toksoplasmosis, PCP, jamur kandida.
Pengobatan profilaksis IO bisa didapatkan di RS Rujukan khusus penanganan
HIV/AIDS.
3.Terapi Antiretroviral (ARV)
ARV berfungsi memperlambat perjalanan penyakit, meningkatkan jumlah sel CD4
dan mengurangi jumlah virus dalam darah. Pertimbangan memulai ARV adalah jika
CD4 berjumlah 200-350/mm3. Sebelum memulai terapi ARV, ODHA perlu
mendapatkan konseling kepatuhan tentang cara penggunaan, efek samping, tanda
bahaya dan semua yang terkait dengan terapi agar tidak terjadi resistensi.
Berbagai inovasi dapat dilakukan pada program CST, salah satunya yang ada di
RSUD Bangil yang membuat terobosan kreatif dan inovatif dengan nama “ODHA
link”. Strategi yang digunakan ODHA link meliputi
1) online SMS 24jam (memberikan kartu nama dengan nomor telepon semua petugas
VCT, CST dan Farmasi kepada Puskesmas, LSM, KPA, kelompok risti, layanan
klinik Spesialis, dan ruangan rawat inap; masyarakat dapat bertanya mengenai
HIV/AIDS, follow up pasien yang akan test, test berkelanjutan untuk pasien
indeterminate, pasien resiko tinggi, serta pasien yang memulai dan yang sudah
mendapat ART);
2) delivery service (memberi kemudahan pasien dengan ART yang rumahnya jauh,
sibuk bekerja, sedang sakit, berhalangan karena suatu hal, biaya transfortasi dan malu
untuk mengambil obat di poli CST); dan
10

3) high acces (kegiatan rutin dan berkesinambungan berupa penyuluhan, promosi,


edukasi, pelatihan, ketrampilan, dan mobile visit). Kegiatan ini dilaksanakan supaya
masyarakat lebih mengerti tentang penyakit HIV, bagaimana penularannya dan
pengobatan penyakitnya. Masih banyak masyarakat tidak paham tentang penyakit ini,
karena menganggap penyakit yang memalukan dan menjijikkan harus
disembunyikan, sehingga mereka makin tidak mengerti, malu memeriksakan diri, dan
tidak mau berobat (JIPP Jatim, 2016
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Program penanggulangan AIDS di indonesia mempunyai 4 pilar, yang
semuanya menuju pada paradigma Zero new infection, Zero AIDS related death and
Zero Discrimination. Empat pilar tersebut adalah pencegahan (prevention) yang
meiputi pencegahan penularan HIV melalui transmisi seksual dan alat suntik,
pencegahan di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, pencegahan HIV dari
ibu ke bayi (Prevention Mother to Child Transmission atau PMTCT), pencegahan di
kalangan pelanggan penjaja seks, dan lain-lain. Program PDP terutama ditujukan
untuk menurunkan angka kesakitan dan rawat inap, angka kematian yang
berhubungan dengan AIDS , dan meningkatkan kualitas hidup orang yang terinfeksi
HIV (berbagai stadium).

3.2 Saran
Menurut saya masih banyak hal-hal di indonesia yang perlu
diperbaiki,terutama untuk masalah kesehatan dan program kesehatan yang sedang
berjalan untuk tetap dilaksanakan dengan baik dan benar. Dan penulis menyadari
bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna.
11

DAFTAR PUSTAKA

Depkes.2016. Program Pengendalianhiv AIDS Dan Pimsfasilitaskesehatan Tingkat


Pertama.Http://Siha.Depkes.Go.Id/Portal/Files_Upload /
4__Pedoman_Fasyankes_Primer_Ok.Pdf.[Diaksessecara Online 17 Maret 2019
Pukul 08.17 WIB]

Institute Of Medicine (US). Committee On Envisioning A Strategy To Prepare For


The Long-Term Burden Of HIV/AIDS: African Needs And US Interests,
&Briere, R. (2011). Preparing For The Future Of HIV/AIDS In Africa: A
Shared Responsibility. National Academies Press.

JIPP Jatim. 2016. ODHA-LINK. Http://Jipp.Jatimprov.Go.Id/?Page=Database_


Detail&Id=8 [Diakses Secara Online Pada 16 Maret 2019 Pukul 14.55 WIB].

KPA. 2007. Care Support Treatment (CST) . Https://Kpa-Provsu.Org/Cst.Php.


[Diakses Secara Online Pada 16 Maret 2019 Pukul 14.40 WIB].

KPA. 2007. Care Support Treatment (CST) . Https://Kpa-Provsu.Org/Cst.Php.


[Diakses Secara Online Pada 16 Maret 2019 Pukul 14.40 WIB].

Mujiati, Dkk. 2012. Evaluasi Pelaksanaan Layanan Perawatan, Dukungan Dan


Pengobatan (Pdp) Hiv-Aids Di Jawa Barat Dan Papua Tahun 2012.
Https://Media.Neliti.Comdiakses Pada 14 Maret 2019
12

You might also like