You are on page 1of 6

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

a. Pengertian ISPA
Menurut Ditjen PP&PL (2012) ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah
satu bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk
adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura). Penyakit saluran pernafasan
merupakan sumber penting pada status kesehatan yang buruk dan mortalitas di
kalangan anak kecil.

b. Epidemiologi
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek pada
balita di Indonesia diperkirakan terjadi 3-6 kali pertahun, artinya setiap balita rata-
rata mendapatkan serangan batuk dan pilek sebanyak 3-6 kali setahun. Di negara
berkembang, penyakit pneumonia merupakan 25% penyumbang kematian pada
anak terutama pada bayi berusia kurang dari dua bulan (Widoyono, 2008).
c. Penyebab penyakit ISPA
Penyebab penyakit ISPA terdiri lebih dari 300 jenis kuman, baik berupa bakteri,
virus, maupun riketsia. Pada negara berkembang, penyebab pneumonia pada balita
adalah bakteri, yakni Streptococcus pneumoniae dan haemophylus influenzae
(Maryunani, 2010). Menurut Widoyono (2008) penyakit ISPA dapat juga berasal
dari bakteri (Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus, dan lain-lain), virus (influenza, adenovirus,
sitomegalovirus), jamur (Aspergillus sp., Candida albicans, Histoplasma, dan lain-
lain).
d. Cara penularan penyakit ISPA
Penularan penyakit ISPA terjadi melalui udara, bibit penyakit masuk ke tubuh
melalui pernafasan, oleh karena itu ISPA termasuk dalam salah satu penyakit
golongan air borne disease. Penularan melalui udara yang dimaksudkan adalah
cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda
yang terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat menular juga
melalui kontak langsung, namun dengan menghirup udara yang telah
terkontaminasi oleh bibit penyakit menjadikan risiko penularan penyakit. Manusia
merupakan reservoir utama dan diperkirakan seluruh umat manusia memiliki
bakteri penyebab ISPA pada saluran pernafasannya. Oleh sebab itu, dalam keadaan
daya tahan menurun, penyakit ini bisa berkembang dengan baik pada anak-anak
maupun orang tua (Achmadi, 2012).

e. Klasifikasi penyakit ISPA


Menurut Ditjen PP&PL (2012) menyebutkan bahwa Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Klasifikasi pada anak usia 2 bulan hingga kurang dari 5 tahun
a) Pneumonia berat
b) Pneumonia
c) Batuk bukan pneumonia
2) Klasifikasi pada anak berusia ≤ 2 bulan
a) Pneumonia berat
b) Bukan pneumonia
f. Gejala penyakit ISPA
Menurut Ditjen PP&PL (2012) menyebutkan tanda dan gejala penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah sebagai berikut:
1) Gejala ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan mengalami ISPA ringan apabila ditemuan satu atau lebih
dari gejala-gejala sebagai berikut:
a) Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
b) Tidak ada napas cepat, frekuensi napas kurang dari 50 kali/menit pada anak
umur 2 - <12 bulan, dan kurang dari 40 kali/menit pada umur 12 bulan - <5 tahun
2) Gejala ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan mengalami ISPA sedang apabila ditemukan satu atau
lebih dari gejala-gejala sebagai berikut:
a) Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
b) Adanya napas cepat yakni 50 kali/menit atau lebih pada anak umur 2 - <12
bulan, dan 40 kali/menit atau lebih pada umur 12 bulan - <5 tahun
3) Gejala ISPA berat
Seorang anak dinyatakan mengalami ISPA berat apabila ditemuan satu atau lebih
dari gejala-gejala sebagai berikut:
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun atau sukar dibangunkan
d) Stridor pada waktu anak tenang
e) Gizi buruk
f) Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
g. Penanganan ISPA
Menurut Ditjen PP&PL (2012) tindakan yang perlu dilaksanakan untuk
penanganan ISPA antara lain:
1) ISPA ringan
Penatalaksanaannya cukup dengan tindakan penunjang tanpa pengobatan anti
mikroba.
2) ISPA sedang
Penatalaksanaannya perlu pengobatan anti mikroba namun tidak perlu dirawat di
rumah sakit atau puskesmas.
3) ISPA berat
Penatalaksanaannya memerlukan perawatan yang harus dilakukan oleh rumah sakit
atau puskesmas.

h. Faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi ISPA


Menurut Ditjen PP & PL (2012) faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi
peningkatan morbiditas dan mortalitas ISPA antara lain:
1) Status gizi balita
Asupan gizi seseorang dapat mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap infeksi.
Balita merupakan kelompok yang rentan terhadap berbagai permasalahan
kesehatan dan apabila asupan gizinya kurang maka akan sangat mudah terserang
oleh infeksi.
2) Imunisasi
Imunisasi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kekebalan tubuh agar
terhindar dari infeksi. Imunisasi yang lengkap terdiri dari vaksin polio, vaksin
campak, vaksin BCG, vaksin DPT, dan vaksin Toxoid Difteri. Imunisasi yang
tidak lengkap dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya penyakit ISPA
karena tubuh balita menjadi lebih rentan (Riyadi, 2009).
3) Polusi udara lingkungan
Polusi udara dapat menimbulkan penyakit ISPA dan dapat memperberat kondisi
seseorang yang sudah menderita pneumonia, terutama pada balita. Asap dapur
yang masih menggunakan kayu bakar dapat menjadi faktor penyebab polusi
apabila ventilasi rumah kurang baik dan tata letak rumah yang kurang sesuai.
Selain itu asap rokok yang terdapat pada udara rumah juga dapat menjadi salah
satu faktor penyebab ISPA. Pajanan di dalam ruangan terhadap polusi udara sangat
penting karena anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah
(WHO, 2012).
4) Perilaku hidup bersih dan sehat
Menurut Proverawati (2012) perilaku hidup bersih dan sehat menjadi salah satu
kebutuhan dasar yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi
perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga. Keluarga yang
melaksanakan PHBS dapat meningkatkan derajat kesehatan keluarga tersebut dan
anggota keluarganya menjadi tidah mudah sakit.
i. Upaya pencegahan penyakit ISPA
Bagian yang penting dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit menular
adalah dengan memutus rantai penularan. Pemutusan rantai penularan dapat
dilakukan dengan menghentikan kontak agen penyebab penyakit dengan pejamu.
Faktor pencegahan menitikberatkan pada penanggulangan faktor risiko penyakit
seperti lingkungan dan perilaku (Widoyono, 2008). Pencegahan ISPA dapat
dilaksanakan dengan upaya peningkatan kesehatan meliputi kegiatan imunisasi
agar kekebalan tubuh balita meningkat, perbaikan gizi, dan perbaikan lingkungan
pemukiman menjadi lebih sehat agar dapat memutuskan rantai penularan penyakit.
Peranan mayarakat sangat menentukan keberhasilan upaya penanggulangan ISPA
dan pneumonia. Masyarakat harus memahami deteksi dini dan cara mendapatkan
pertolongan (Maryunani, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen PP&PL. 2012. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta.


Ditjen PP&PL. 2012. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut.
Jakarta.
Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta: Trans
Info Media.
Proverawati, Atikah, Eni Rahmawati. 2012. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS). Yogyakarta: Nuha Medika.
Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

You might also like