You are on page 1of 10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sintesis Hemoglobin


Pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah adalah
hemoglobin, suatu protein yang mempunyai molekul 64.450. Hemoglobin
mengikat O2 menempel pada Fe2+ dalam heme, afinitas hemoglobin terhadap O2
dipengaruhi oleh pH, suhu dan konsentrasi 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) dalam
sel darah merah. 2,3-DPG dan H+ berkopetensi dengan O2 untuk berikatan
dengan Hb tanpa O2 (O2 teroksidasi), sehingga menurunkan afinitas Hb terhadap
O2 dengan menggeser posisi 4 rantai polipeptida.3
Hemoglobin dibentuk dari hem dan globin. Hem sendiri terdiri dari 4
struktur pirol dengan atom Fe di tengah nya, sedangkan globin terdiri dari 2
pasang rantai polopeptida. Pembuatan setiap rantai polipeptida ini di atur oleh
beberapa gen (gen regulator), sedangkan urutannya dalam rantai tersebut di atur
oleh gen struktural.4
Kalau suatu gen abnormal diturunkan dari salah satu orang tua
memerintahkan pembentukan Hb abnormal yakni, kalau inividu tersebut
heterozigot separuh dari Hb sirkulasi nya abnormal dan separuh nya normal.kalau
gen gen abnormal identik diturunkan dari orang tuanya, individu tersebut
homozigot dan semuanya Hb nya abnormal. Secara teoritis ada kemungkinan
diturunkan 2 Hb abnormal yang berbeda, satu dari ayah dan satu dari ibu. Pada
beberapa kasus penelitian tentang pewarisan dan distribusi geografik Hb abnormal
memungkinkan untuk memastikan asal dari gen mutan tersebut dan perkiraan
waktu terjadi mutasi. Secara umum mutasi yang berbahaya cendrung musnah,
tetapi gen mutan yang membawa ciri ciri kelangsungan hidup, akan tetap bertahan
dan menyebar dalam populasi. Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan
pembentukan hemoglobin, yaitu :3,4
1. Gangguan structural pembentukan Hb (Hb abnormal)
2. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin missal thalasemia.
2.2 Thalasemia
2.2.1 Definisi
Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh
berkurang nya sintesis salah satu rantai globin yang mengkombinasikan
hemoglobin (HbA, α 2 β 2). Disebut hemoglobinopathies, tidak terdapat
perbedaan kimia dalam hemoglobin. Nolmalnya HbA memiliki rantai polipeptida
α dan β, dan yang paling penting thalasemia dapat ditetapkan sebagai α - atau β -
thalassemia.5
Thalassemia alfa (α) disebabkan berkurang atau tidak adanya sintesis
rantai α yang disebabkan oleh mutasi gen globin α baik berupa delesi gen maupun
non-delesi (mutasi titik).
Thalassemia beta mayor terjadi karena defisiensi sintesis rantai ß sehingga
kadar Hb A(α2ß2) menurun dan terdapat kelebihan dari rantai α, sebagai
kompensasi akan dibentuk banyak rantai γ dan δ yang akan bergabung dengan
rantai α yang berlebihan sehingga pembentukan Hb F (α2γ2) dan Hb A2 (α2δ2)
meningkat.6
2.2.2 Epidemiologi
Penyebaran thalasemia meliputi daerah Mediterania, Afrika, Timur
Tengah, Asia tenggara termasuk Cina, Semenanjung Malaysia dan Indonesia.
Talasemia ß banyak ditemukan di Asia Tenggara, sedangkan Talasemia α banyak
ditemukan di daerah Timur jauh termasuk Cina.
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo sampai dengan akhir tahun
2008 terdapat 142 pasien talasemia mayor yang berobat jalan di Pusat Talasemia
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,% pada
talasemia ß homozigot, 6,5% pasien talasemia ßHbE serta 1,3% pasien talasemia
α. Sekitar 70-100 pasien baru datang setiap tahunnya.7
2.2.3 Klasifikasi
Di indonesia talasemia merupakan penyakit terbanyak di antara golongan anemia
hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler.
Secara molekuler thalasemia dibedakan atas :4
1. Thalasemia-α (gangguan pembentuakan rantai α).
2. Thalasemia-β (gangguan pembentukan rantai β).
3. Thalasemia- β-δ (gangguan pembentukan rantai β dan δ yang letak gen nya
diduga berdekatan ).
4. Thalasemia –δ (gangguan pembentukan rantai δ).
Secara Klinis thalasemia dibedakan atas : 5
Carier Hematologi normal
Talasemia Trait (a talasemia trait atau Anemia ringan dengan mikrositik dan
b talasemia trait) hipokromik
Hemoglobin H disease (a talasemia) Anemia hemolitik menuju ke berat
Hemoglobin H-Constant spring Ikterus dan splenomegali
Talasemia major Anemia berat, hepatosplenomegali
Talasemia intermedia Beberapa jenis talasemia tanpa terapi
transfusi

2.2.4 Patogenesis
Mutasi pada gen globin menyebabkan talasemia. Alpha talasemia
mempengaruhi gen alpha-globin. Beta talasemia mempengaruhi salah satu atau
kedua beta-globin. Mutasi ini mengakibatkan sintesis sebagian beta-globin yang
rusak yang merupakan sebuah komponen Hb, sehingga menyebabkan anemia.
Dalam minor beta talasemia, salah satu dari gen beta-globin mengalami
ketidaksempurnaan. Ketidaksempurnaan ini dapat diakibatkan karena tidak
adanya protein beta-globin (yaitu beta-zero talasemia) atau berkurangnya sintesis
protein beta-globin (beta-plus talasemia). Kerusakan genetic ini merupakan suaatu
mutasi missense atau nonsense dalam gen beta-globin, meskipun kerusakan
kadangkala terjadi karena hilangnya gen dari gen beta-globin dan daerah
sekitarnya juga telah dilaporkan.
Dalam beta talasemia mayor (homozygote beta talasemia), produksi rantai
beta-globin akan sangat terganggu, karena kedua gen beta-globin bermutasi.
Ketidakseimbangan yang sangat buruk dalam sintesis rantai globin (alpa>> beta)
mengakibatkan eritopoesis yang tidak efektif dan anemia hipokrom mikrositik
yang parah. Berlebihannya rantai alpa-globin yang rusak akan meyatu membentuk
presipitat yang merusak membrane sel darah merah sehingga mengakibatkan
hemolisis intravascular. Kerusakan precursor eritroid akan mengakibatkan
kematian intrameduler dan eritropoesis yang tidak efektif. Anemia yang parah
biasanya disebabkan oleh hiperplasi eritroid dan hematopoesis ekstrameduler.

2.2.5 Gejala klinis


1. Facies cooley
Terjadi keaktifan sumsum tulang yang luar biasa pada tulang muka dan
tulang tengkorak hingga nengakibatkan perubahan perkembangan tulang
tersebut dan umumnya terjadi pada anak usia lebih dari 2 tahun

2. Pucat yang berlangsung lama


Merupakan gejala umum pada penderita thalassemia, yang berkaitan
dengan anemia berat. Penyebab anemia pada thalassemia bersifat primer dan
sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang
tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan
yang sekunder mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem
retikuloendotelial dalam limpa dan hati.
3. Perut membuncit
Pada anak yang besar tampak perut yang membuncit akibat pembesaran
hati dan limpa. Hati dan limpa membesar akibat dari hemopoisis
ekstrameduler dan hemosiderosis. Dan akibat dari penghancuran eritrosit yang
berlebihan itu dapat menyebabkan terjadinya peningkatan biliribin indirek,
sehingga menimbulkan kuning pada penderita thalassemia dan kadang ditemui
trombositopenia.
4. Gagal tumbuh dan mudah terkena infeksi
5. Karena pendeknya umur eritrosit menyebabkan hiperurikemi dan gout
sekunder sering timbul
6. Sering terjadi gangguan perdarahan akibat rombositopenia maupun kegagalan
hati akibat penimbunan besi, infeksi dan hemapoiesis ekstramedular.
7. Bila pasien ini mencapai pubertas, akan timbul komplikasi akibat penimbunan
besi yaitu Keterlambatan menarke (pada anak perempuan) dan gangguan
perkembangan sifat seks sekunder akibat dari hemosiderosis yang terjadi pada
kelenjar endokrin. Selain pada kelenjar endokrin, hemosiderosis pada
pankreas dapat menyebabkan diabetes mellitus. Siderosis miokardium
menyebabkan komplikasi ke jantung.

2.2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
a. Pucat yang lama (kronis)
b. Terlihat kuning
c. Mudah infeksi
d. Perut membesar akibat hepatosplenomegali
e. Pertumbuha terhambat
f. Riwayat transfusi berulang.
g. Riwayat keluarga yang menderita talasemia
2. Pemeriksaan Fisis
a. Anemia/pucat
b. Ikterik ringan
c. Facies cooley pada anak lebih besar
d. Hepatosplenomegali tanpa limfadenopati
e. Gizi kurang/buruk
f. Perawakan pendek
g. Hiperpigmentasi kulit
h. Pubertas terlambat
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Darah tepi lengkap
i. Hemoglobin Anemia berat (Hb <3 g/dL atau 4 g/dL)
ii. Sediaan apus darah tepi (mikrositer, hipokrom, anisositosis,
poikilositosis, sel eritrosit muda/ normoblast, fragmentosit, sel target)
iii. Indeks eritrosit: MCV,MCH, MCHC ↓, RDW ↑
iv. Morfologi eritrosit: gambaran hemolitik (anisositosis, poikilositosis,
polikromasi, sel target, normoblas)
v. Dapat terjadi leukopenia dan trombositopenia
vi. Retikulosit ↑
vii. Hb F atau Hb A2 ↑
viii. Sumsum tulang → aktivitas eritropoesis ↑
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis
thalassemia α adalah darah perifer lengkap (Hb, MCV, dan MCH), gambaran
darah tepi, analisis Hb, dan analisis DNA. Pasien thalassemia mempunyai
nilai MCV yang rendah dan dikatakan bahwa nilai MCV 72 fl adalah nilai
yang sangat sensitif dan spesifik untuk diagnosis thalassemia.9
Gambar Alur diagnosis talasemia
2.2.7 Tatalaksana
Prinsip pengobatan pada pasien talasemia adalah :
1. terapi tranfusi darah untuk mencegah komplikasi dari anemia kronis
2. pencegahan dari resiko kelebihan besi akibat terapi transfusi
3. penatalaksanaan splenomegali

Umum10
1. Makanan gizi seimbang
2. Dietetik Makanan dan obat yang banyak mengandung zat besi sebaiknya
dihindari
3. Pemantauan tumbuh kembang

Khusus10
1. Dapat dicoba transplantasi sumsum tulang
2. PRC 10–15 mL/kgBB setiap 4 mgg → mengatasi anemia, sehingga kadar Hb
>10 g/dL
a. Transfusi darah pertama kali diberikan bila Hb <7 g/dL yang diperiksa 2×
berturutan dengan jarak 2 mgg atau Hb ≥7 g/dL disertai gejala klinis
(perubahan muka/facies Cooley, gangguan tumbuh kembang, fraktur
tulang, curiga hematopoetik ekstramedular)
b. Pada penanganan selanjutnya, transfusi darah diberikan Hb ≤8 g/dL
sampai kadar Hb 10–11 g/dL. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah
ada kelainan jantung, atau Hb <5 g/dL maka dosis untuk satu kali
pemberian tidak boleh >5 mL/kgBB dengan kecepatan tidak >2
mL/kgBB/jam. Sambil menunggu transfuse darah, diberikan O2 dengan
kecepatan 2–4 L/mnt
3. Kelasi besi diberikan bila kadar feritin serum >1.000 ng/mL dan saturasi
transferin >55% atau sudah 10–20× transfusi, untuk mengatasi kelebihan Fe
dalam jaringan tubuh
a. Desferioksamin.
 Dewasa dan anak 3 th: 30–50 mg/kgBB/hr, 5–7×/mgg s.k. selama 8–12
jam dengan syringe pump. Anak usia <3 th: 15– 25 mg/kgBB/hr.
 Pemakaian desferioksamin dihentikan pada penderita yang sedang
hamil, kecuali penderita gangguan jantung yang berat dan diberikan
kembali pada trimester akhir desferioksamin 20–30 mg/kgBB/hr
 Ibu menyusui tetap dapat menggunakan kelasi besi ini
b. Pada penderita tidak patuh/menolak pemberian desferioksamin dapat
diberikan:
 Deferipron/L1: 75–100 mg/kgBB/hr dibagi 3 dosis sesudah makan atau
 Deferasiroks/ICL 670: 20–30 mg/kgBB/hr dosis tunggal, 1×/hr
c. Terapi kombinasi (desferioksamin dan deferipron) diberikan pada
keadaan:
 Feritin >3.000 ng/mL yang bertahan min. 3 bl
 Kardiomiopati akibat kelebihan besi Atau
 Bila T2* MRI sesuai dengan hemosiderosis jantung (<20 milisekon)
d. Untuk jangka waktu tertentu (6–12 bl) bergantung pada kadar feritin dan
fungsi jantung saat evaluasi
4. Splenektomi Dilakukan bila terdapat hipersplenisme atau jarak pemberian
transfusi yang makin pendek
5. Asam folat: 2 × 1 mg/hr
6. Vitamin E: 2 × 200 IU/hr
7. Vitamin C: 2–3 mg/kgBB/hr (maks. 50 mg pada anak <10 th dan 100 mg pada
anak 10 th, tidak melebihi 200 mg/hr) dan hanya diberikan saat pemakaian
desferioksamin (DFO), tidak dipakai untuk penderita dengan gangguan fungsi
jantung

2.2.8 Pemeriksaan Pra Natal


Pada seorang ibu yang hamil, akan diperiksa darah tepi lengkap dan
analisis hemoglobin. Jika hasilnya normal, artinya tidak perlu ada tindakan apa-
apa. Namun jika hasilnya menunjukkan bahwa sang ibu pembawa sifat
thalasemia, maka sang suami harus juga diperiksa. Pemeriksaan yang dilakukan
yaitu sama seperti pada sang Ibu, pemeriksaan darah tepi lengkap dan analisis
hemoglobin. Sama seperti pada Ibu, jika sang suami tidak membawa gen
talasemia, maka pemeriksaannya dianggap sudah selesai.
Namun jika sang suamipun membawa gen thalasemia, pemeriksaan harus
dilanjutkan. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan analisis DNA
suami-isteri. Kemudian dilakukan pengambilan jaringan vili chorealis untuk
menganalisa DNA janin. Dari sini bisa diputuskan apakah janin tersebut normal,
atau menjadi pembawa sifat (heterozigot) ataupun menderita talasemia major
(penderita/homozigot). Kemungkinannya adalah 25% normal, 50% minor dan
25% mayor.
Pemeriksaan Pra Natal (sebelum kelahiran) yang disebutkan di atas
mengandung suatu resiko bahwa mungkin saja sang janin menderita talasemia
mayor. Ini merupakan suatu dilema yang sangat sulit untuk diputuskan, apakah
janin tersebut akan dilahirkan atau tidak. Untuk itulah lagi-lagi dianjurkan
hendaknya pemeriksaan kesehatan dilakukan sebelum menikah.
Maka akan bisa diketahui apakah salah satu atau dua-duanya pembawa gen
thalasemia. Namun dari sisi kedua pasangan tersebut, ini juga merupakan
dilema. Biasanya bila diketahui salah satu membawa sifat talasemia, maka pihak
keluarga pasangannya akan menolak melanjutkan hubungan tersebut (padahal
sebenarnya tidak perlu jika pasangannya normal).

You might also like