Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis
A.1. Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh basil Mycobacterium tuberculosis. TB biasanya menyerang paru-paru (TB
paru), tapi juga dapat menyerang organ lain (TB ekstra paru).1 Paru-paru
merupakan gerbang masuk utama bagi basil Mycobacterium tuberculosis, yang
dapat menyebabkan infeksi fokal pada lokasi dimana basil ini terdeposit setelah
terhirup.14 TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibandingkan
organ lainnya.2
Terdapat beberapa istilah lain yang perlu diketahui dalam memahami
penyakit TB. Infeksi Mycobacterium tuberculosis yang masih dapat ditahan oleh
sistem imun sehingga tidak bermanifestasi klinis disebut infeksi TB laten,
sementara jika sudah menimbulkan manifestasi klinis dengan konfirmasi isolasi
organisme Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan disebut TB aktif.15
5
6
tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya
penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alkohol. Komponen antigen
ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan
protein. Karakteristik antigen Mycobacterium tuberculosis dapat diidentifikasi
dengan menggunakan antibodi monoklonal.16
Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan penyakit TB kembali aktif. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai
parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula
memfagositasi, kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.2
Sifat lain dari kuman ini adalah aerob. Menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga
bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit TB.2
A.3. Epidemiologi
Pada tahun 2011, terdapat 8,7 juta kasus TB (range, 8,3 juta-9 juta) di
seluruh dunia, atau 125 kasus per 100.000 penduduk. Dari seluruh kasus tersebut,
0,5 juta diantaranya adalah anak-anak, dan 2,9 juta (range, 2,6 juta-3,2 juta)
terjadi pada wanita. Sebagian besar kasus ditemukan di Asia (59%) dan Afrika
(26%). Negara-negara dengan jumlah kasus terbesar adalah India (2-2,5 juta),
China (0,9-1,1 juta), Afrika Selatan (0,4-0,6 juta), Indonesia (0,4-0,5 juta), dan
Pakistan (0,3-0,5 juta). India dan China masing-masing tercatat mengalami kasus
TB sebesar 26% dan 12% dari seluruh kasus TB di dunia.1
Jumlah pasien TB di Indonesia diperkirakan sekitar 5,8% dari total jumlah
pasien TB di dunia. Setiap tahun ada 429.370 kasus baru dengan kematian 62.246
orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 102 per 100.000 penduduk. Hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1995 menunjukkan bahwa
penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan
nomor satu dari golongan penyakit infeksi.3
7
lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap
tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu
proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar
1%, berarti 10 orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. Menurut
WHO, ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan
perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif. Hanya sekitar 10% yang
terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara
100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 infeksi TB dan 10% diantaranya (100
orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien
TB BTA positif.3
A.6. Patogenesis
Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar. Partikel infeksi ini dapat menetap
dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada sinar ultraviolet, ventilasi,
dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat bertahan berhari-
hari sampai berbulan-bulan.2
Patogenesis TB pada individu imunokompeten yang belum pernah terpajan
berpusat pada pembentukan imunitas selular yang menimbulkan resistensi
terhadap organisme dan menyebabkan terjadinya hipersensitivitas jaringan
terhadap antigen. TB primer merupakan bentuk penyakit yang terjadi pada orang
yang belum pernah terpajan, sehingga tidak pernah tersensitisasi. Sumber
organism yang menyerang adalah eksogen.20 Pada patogenesis TB primer,
Mycobacterium tuberculosis akan masuk melalui saluran napas dan bersarang di
jaringan paru, dimana akan terbentuk suatu sarang pneumonik yang disebut sarang
primer atau afek primer. Sarang primer ini bisa timbul di bagian mana saja dalam
paru. Dari sarang primer, akan terlihat peradangan saluran getah bening yang
menuju hilus (limfangitis lokal) dan diikuti oleh pembesaran kelenjar getah
bening di hilus (limfadenitis regional).16 Sarang primer limfangitis lokal dengan
limfadenitis regional kemudian disebut sebagai kompleks primer (Ranke). Semua
proses ini memakan waktu 3-8 minggu.2 Kompleks primer ini selanjutnya dapat
sembuh tanpa meninggalkan bekas, sembuh dengan meninggalkan bekas (antara
lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus), atau bahkan dapat
menyebar dengan berbagai cara. Penyebaran secara perkontinuitatum yaitu
menyebar kesekitarnya, secara bronkogen yaitu menyebar di paru bersangkutan
atau ke paru sebelahnya, dapat juga terjadi ke usus apabila kuman tertelan
bersama sputum, sedangkan secara hematogen dan limfogen berkaitan dengan
daya tahan tubuh, serta jumlah dan virulensi basil.16
Fase TB pascaprimer terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi,
alkohol, penyakit maligna, diabetes, Acquired Immunodeficiency Syndrome
(AIDS), dan gagal ginjal.2 TB pasca primer ini juga dapat terjadi akibat reinfeksi
eksogen karena berkurangnya proteksi yang dihasilkan oleh penyakit primer atau
10
A.7. Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita TB memerlukan suatu
definisi kasus yang meliputi empat hal, yaitu3:
11
1. Lokasi dan organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru.
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif
atau BTA negatif.
3. Riwayat pengobatan TB sebelumnya, pasien baru atau sudah pernah
diobati.
4. Status HIV pasien.
5. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat. Saat ini sudah tidak
dimasukkan dalam penentuan definisi kasus.
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah sebagai berikut3 :
1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai, untuk mencegah
pengobatan yang tidak adekuat (undertreatment), menghindari
pengobatan yang tidak perlu (overtreatment).
2. Melakukan registrasi kasus secara benar.
3. Standarisasi proses (tahapan) dan pengumpulan data.
4. Menentukan prioritas pengobatan TB, dalam situasi dengan sumber daya
yang terbatas.
5. Analisis kohort hasil pengobatan, sesuai dengan definisi klasifikasi dan
tipe.
6. Memonitor kemajuan dan mengevaluasi efektifitas program secara
akurat, baik pada tingkat kabupaten, provinsi, nasional, regional maupun
dunia.
Beberapa istilah dalam definisi kasus3:
1. Kasus TB: pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau
didiagnosis oleh dokter atau petugas TB untuk diberikan pengobatan TB.
2. Kasus TB pasti (definitif): pasien dengan biakan positif untuk
Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-
kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS)
hasilnya BTA positif.
12
5. Malaise
Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise yang
sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam
dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur.
A.9. Diagnosis
Diagnosis TB paru diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
SPS. Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2
spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil
jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium. Diagnosis TB Paru pada orang
dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis
utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis.3
16
A.10. Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.3
A.11. Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.2
Komplikasi dini dapat berupa pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis,
usus, Poncet’s arthropathy. Komplikasi lanjut, seperti obstruksi jalan napas atau
SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat atau
fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.2
B. Anemia
B.1. Definisi
B.2. Etiologi
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh berbagai
penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena gangguan pembentukan
eritrosit, kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan), serta proses penghancuran
eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).22
B.3. Epidemiologi
Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik
maupun di lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 150 juta
orang menderita anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik. Di
Indonesia, Husaini dkk memberikan gambaran prevalensi anemia pada tahun 1989
sebagai berikut22 :
B.4. Patogenesis
Manifestasi klinis anemia adalah hipoksia jaringan. Mekanisme kompensasi
penurunan kadar perfusi oksigen dapat mencegah atau memperbaiki anoksia
jaringan. Sel darah merah juga membawa karbondioksida dari jaringan ke paru
dan membantu distribusi nitrit oksida ke seluruh tubuh. Hipoksia jaringan terjadi
apabila tekanan oksigen pada kapiler darah terlalu rendah untuk menyediakan
22
B.5. Klasifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan faktor morfologik sel darah
merah dan indeksnya ataupun berdasarkan etiologi.21
B.5.a. Berdasarkan faktor morfologik sel darah merah dan indeksnya
1) Anemia normokromik normositik
Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta
mengandung jumlah Hb normal. MCV dan MCHC normal atau normal
rendah.21 Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut,
hemolisis, penyakit kronis yang meliputi infeksi, gangguan endokrin,
gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, dan penyakit-penyakit
metastasis infiltratif pada sumsum tulang.13
2) Anemia normokromik makrositik
Memiliki sel darah merah lebih besar dari normal tetapi
normokromik karena konsentrasi Hb normal dan MCV meningkat, serta
23
B.7. Diagnosis
Evaluasi pasien dengan anemia memerlukan pemeriksaan riwayat pasien dan
fisik secara hati-hati. Riwayat nutrisi terkait obat atau konsumsi alkohol dan
riwayat keluarga harus diketahui. Hal lain yang perlu diketahui termasuk paparan
terhadap agen toksik atau obat dan gejala terkait dengan penyakit lain seringkali
berkaitan dengan anemia, seperti perdarahan, kelelahan, malaise, demam,
kehilangan berat badan, berkeringat pada malam hari, dan gejala sistemik lainnya.
Pada pasien anemia, pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan peningkatan denyut
jantung, kekuatan denyut nadi meningkat, dan bunyi murmur sistolik. Kulit dan
membran mukosa terlihat pucat bila kadar Hb 8-10 g/dL.13
Hitung darah rutin diperlukan sebagai evaluasi anemia terutama
pemeriksaan kadar Hb, hematokrit, dan indeks darah merah yaitu MCV dengan
satuan femtoliter, MCH dengan satuan pikogram per sel, dan MCHC dengan
satuan gram per desiliter.13
25
B.9. Pengobatan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pasien anemia
adalah sebagai berikut22 :
1) Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang
telah ditegakkan terlebih dahulu.
2) Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan.
3) Pengobatan anemia dapat berupa :
a) Terapi untuk keadaan darurat seperti misalnya pada perdarahan akut
akibat anemia aplastik yang mengancam jiwa pasien, atau pada
anemia pasca perdarahan akut yang disertai hemodinamik
b) Terapi suportif
27
terjadi produksi sitokin yang berlebihan karena kerusakan jaringan akibat infeksi,
inflamasi, atau kanker. Sitokin tersebut dapat menyebabkan sekuesterasi makrofag
sehingga mengikat lebih banyak zat besi, meningkatkan destruksi eritrosit di
limpa, menekan produksi eritropoietin oleh ginjal, serta menyebabkan
perangsangan yang inadekuat pada eritropoiesis di sumsum tulang. Beberapa
penelitian membuktikan bahwa masa hidup eritrosit memendek pada sekitar 20-
30% pasien. Aktivasi makrofag oleh sitokin menyebabkan peningkatan daya
fagositosis makrofag tersebut dan sebagai filter limpa (compulsive screening),
menjadi kurang toleran terhadap perubahan atau kerusakan minor dari eritrosit.25
Kekurangan nutrisi dan sindroma malabsorpsi dapat memperparah kondisi
anemia. Pengamatan pada pasien TB yang mengalami anemia menunjukkan tidak
adanya zat besi pada sumsum tulang dan sama halnya pada sel darah merah yang
didistribusikan ke sirkulasi, hal ini mengarahkan bahwa kekurangan zat besi
merupakan kemungkinan penyebab dari anemia pada pasien TB.12
Kejadian anemia cenderung meningkat seiring usia, terutama usia di atas 60
tahun. Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh penyakit kronik, status gizi yang
buruk, penurunan fungsi sumsum tulang, dan rendahnya kadar vitamin B12 serum.
Dalam konteks ini, usia dapat menjadi faktor risiko anemia pada TB. Di sisi lain,
gangguan homeostatis zat besi menjadi berkembang dengan meningkatnya
penyerapan dan retensi zat besi di dalam sistem retikuloendotelial pada infeksi
kronik seperti TB. Oleh karena zat besi merupakan faktor pertumbuhan yang
penting untuk Mycobacterium tuberculosis, kondisi retensi zat besi pada sistem
retikuloendotelial dianggap sebagai salah satu mekanisme pertahanan tubuh,
terkait hal ini telah banyak dilakukan penelitian untuk membuktikannya. Efek dari
retensi zat besi mungkin akan lebih bermakna pada wanita dengan TB karena
wanita lebih memungkinkan untuk kekurangan zat besi dibandingkan laki-laki.
Hal ini juga dapat menjelaskan bahwa jenis kelamin wanita merupakan salah satu
faktor risiko anemia.12
29
D. Kerangka Teori
Mycobacterium
tuberculosis
Tuberkulosis
Peningkatan Sekuestrasi
produksi sitokin makrofag
E. Kerangka Konsep
Derajat
Klasifikasi
berdasarkan Indeks
Sel Darah Merah