Professional Documents
Culture Documents
Tujuan asesmen adalah untuk melihat kondisi anak saat itu. Dalam rangka menyusun suatu
program pembelajaran yang tepat sehingga dapat melakukan layanan pembelajaran secara
tepat.
Tujuan Asesmen
Menurut Robb
Memperoleh data yang relevan, objektif, akurat dan komprehensif tentang kondisi
anak saat ini
Mengetahui profil anak secara utuh terutama permasalahan dan hambatan belajar
yang dihadapi, potensi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan khususnya, serta daya
dukung lingkungan yang dibutuhkan anak
Menentukan layanan yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan
khususnya dan memonitor kemampuannya.
Menurut Salvia dan Yesseldyke seperti dikutif Lerner (1988: 54)
Asesmen dilakukan untuk lima keperluan yaitu :
Penyaringan (screening)
Pengalihtanganan (referal)
Klasifikasi (classification)
Perencanaan Pembelajaran (instructional planning)
Pemantauan kemjuan belajar anak (monitoring pupil progress)
Berdasarkan hasil kajian dari teori-teori diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa :
“Asesmen dilakukan untuk mengetahui keadaan anak pada saat tertentu (Waktu dilakukan
asesmen) baik potensi-potensinya maupun kelemahan-kelemahan yang dimiliki anak sebagai
bahan untuk menyusun suatu program pembelajaran sehingga dapat melakukan layanan /
intervensi secara tepat.
Ruang Lingkup
Motorik
Kognitif
Emosi
Perilaku adaptif
Bahasa
Masalah-masalah Akademik
Perbedaan antara asesmen pendidikan, asesmen medis, asesmen sosiokultural dan asesmen
psikologis bisa dilihat dari aspek-aspek sebagai berikut :
Tujuannya
Ruang lingkup
Asesornya.
Untuk mengadakan asesmen bagi ABK tidak bisa hanya satu asesmen, tetapi harus lengkap
agar informasi yang diperoleh tentang anak ABK dapat diketahui dengan lengkap, baik
informasi pendidikan, informasi medis, informasi sosiokultural ataupun informasi psikologis
anak tersebut dan selanjutnya dapat memudahkan dalam membuat program pembelajaran
bagi anak tersebut
Istilah identifkasi anak dengan kebutuhan khusus dimaksudkan merupakan suatu usaha
seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah
seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social,
emosional/tingkah laku) dalam pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-
anak lain seusianya (anak-anak normal).
Setelah dilakukan identifikasi, kondisi seseorang dapat diketahui, apakah
pertumbuhan/perkembangannya termasuk normal atau mengalami kelainan/pe nyimpangan.
Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada
menemukan (secara kasar) apakah seorang anak tergolong anak dengan kebutuhan khusus
atau bukan. Maka biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering
berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuhnya, gurunya, dan pihak-
pihak yang terkait dengannya. Sedangkan langkah berikutnya, yang sering disebut asesmen,
bila diperlukan dapat dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog,
orthopedagog, therapis, dan lain-lain.
Dalam istilah sehari-hari, identifikasi sering disebut dengan istilah penjaringan, sedangkan
asesmen disebut dengan istilah penyaringan.
Tujuan Identifikasi
Secara umum tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak
mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris
neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya (anak-anak normal), yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan
program pembelajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.
Dalam rangka pendidikan inklusi, kegiatan identifikasi anak dengan kebutuhan khusus
dilakukan untuk lima keperluan, yaitu: (1) penjaringan (screening), (2) pengalihtanganan
(referal), (3) klasifikasi, (4) perencanaan pembelajaran, dan (5) pemantauan kemajuan
belajar.
1. Penjaringan (screening)
Penjaringan dilakukan terhadap semua anak di kelas. Pada tahap ini identifiksi berfungsi
menandai anak-anak mana yang menunjukkan gejala-gejala tertentu, kemudian
menyimpulkan anak-anak mana yang mengalami kelainan/penyimpangan tertentu, sehingga
tergolong anak dengan kebutuhan khusus.
2. Pengalihtanganan (referral)
Kedua, ada anak yang perlu dirujuk ke ahli lain terlebih dulu (referal) seperti psikolog,
dokter, orthopedagog (ahli PLB), dan/atau therapis, baru kemudian ditangani oleh guru.
Proses perujukan anak oleh guru ke tenaga professional lain untuk membantu mengatasi
masalah anak yang bersangkutan disebut proses pengalihtanganan (referral). Jika tenaga
professional tersebut tidak tersedia dapat dimintakan bantuan ke tenaga lain yang ada seperti
Guru Pembimbing Khusus (Guru PLB) atau Konselor.
3. Klasifikasi
Pada tahap klasifikasi, kegiatan identifikasi bertujuan untuk menentukan apakah anak yang
telah dirujuk ke tenaga professional benar-benar memerlukan penanganan lebih lanjut atau
langsung dapat diberi pelayanan pendidikan khusus.Apabila berdasar pemeriksaan tenaga
professional ditemukan masalah yang perlu penanganan lebih lanjut (misalnya pengobatan,
therapy, latihan-latihan khusus, dan sebagainya) maka guru tinggal mengkomunikasikan
kepada orang tua siswa yang bersangkutan. Jadi guru tidak mengobati dan/atau memberi
therapy, melainkan sekedar meneruskan kepada orang tua tentang kondisi anak yang
bersangkutan. Guru hanya akan membantu siswa dalam hal pemberian pelayanan pendidikan
sesuai dengan kondisi anak. Apabila tidak ditemukan tanda-tanda yang cukup kuat bahwa
anak yang bersangkutan memerlukan penanganan lebih lanjut, maka anak dapat
dikembalikan ke kelas semula untuk mendapatkan pelayanan pendidikan khusus.
Kegiatan klasifikasi ini memilah- milah mana anak dengan kebutuhan khusus yang
memerlukan penanganan lebih lanjut dan mana yang langsung dapat mengikuti pelayanan
pendidikan khusus di kelas reguler.
4. Perencanaan pembelajaran
Pada tahap ini, kegiatan identifikasi bertujuan untuk keperluan penyusunan program
pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI). Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi. Setiap
jenis dan gradasi (tingkat kelainan) anak dengan kebutuhan khusus memerlukan program
pembelajaran yang berbeda satu sama lain.
Kemajuan belajar perlu dipantau untuk mengetahui apakah program pembelajaran khusus
yang diberikan berhasil atau tidak. Apabila dalam kurun waktu tertentu anak tidak mengalami
kemajuan yang signifikan (berarti), maka perlu ditinjau lagi beberapa aspek yang berkaitan.
Misalnya apakah diagnosis yang kita buat tepat atau tidak, Program Pembelajaran Individual
(PPI) yang kita susun sesuai atau tidak, bimbingan belajar khusus yang kita berikan sesuai
atau tidak, dan seterusnya.
Sebaliknya, apabila dengan program khusus yang diberikan, anak mengalami kemajuan yang
cukup signifikan maka program tersebut perlu diteruskan sambil
memperbaiki/menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada.
Dengan lima tujuan khusus di atas, identifikasi perlu dilakukan secara terus menerus oleh
guru, dan jika perlu dapat meminta bantuan dan/atau bekerja sama dengan tenaga
professional terkait.
Sekian untuk tulisan kali ini, tunggu kelanjutan tulisan mengenai identifikasi anak
berkebutuhan khusus ini. Semoga bermanfaat.