You are on page 1of 33

KEJANG DEMAM

A. ANATOMI FISIOLOGI SARAF

Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater disingkirkan,
di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis terlihat gyrus, sulkus,
dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri membagi hemisfer serebri
menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus (Moore & Argur, 2007). Seperti terlihat
pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1. Serebrum (Otak Besar)


Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer. Hemisfer
kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer kiri berfungsi
untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing hemisfer terdiri dari
empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah lobus
frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan lobus temporal (CDC, 2004).
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus
parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis
yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis (Sylvian).
Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik thalamus
yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan
somatik (Ellis, 2006).

b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan
dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari
Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otot-otot,
gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area asosiasi)
yang mengontrol aktivitas intelektual (Ellis, 2006).

c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital oleh
garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral. Lobus
temporal berperan penting dalam kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara (Ellis, 2006).
d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus ini
berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Ellis, 2006).
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area
yang punya fungsi masing-masing.

2. Serebelum (Otak Kecil)


Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Serebelum terletak di
bagian bawah belakang kepala, berada di belakang batang otak dan di bawah lobus
oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum adalah pusat tubuh dalam
mengontrol kualitas gerakan. Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi
otot dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan
serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil,
gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya (Clark, 2005).
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan
memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol tekanan
darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur. Bila terdapat
massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul berupa muntah, kelemahan otat
wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika
bangun (CDC, 2004). Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial III
dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal
mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur
gerakan tubuh dan pendengaran (Moore & Argur, 2007).
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan
medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN) V
diasosiasikan dengan pons (Moore & Argur, 2007).
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang
akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di fossa
kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN
VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons dan medulla (Moore & Argur,
2007).

(https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fayumuliadewi13.files.
wordpress.com )
B. DEFINISI KEJANG DEMAM
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling
sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan
kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan
peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak
mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi pada 2-5
% populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan
jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia <> 3 tahun. (Nurul Itqiyah, 2008)

C. ETIOLOGI
Penyebab kejang demam menurut Buku Kapita Selekta Kedokteran belum diketahui
dengan pasti, namun disebutkan penyebab utama kejang demam ialah demam yag tinggi.
Demam yang terjadi sering disebabkan oleh :
1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
2. Gangguan metabolic
3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media, bronchitis.
4. Keracunan obat
5. Faktor herediter
6. Idiopatik.
(Arif Mansjoer. 2010)
D. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi

CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid

dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat

dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium

(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion

K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron

terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di

luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran

dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan

bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan

potensial membran ini dapat diubah oleh :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

b.Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran

listrik dari sekitarnya

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3

tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang

dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah

keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari

ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan

listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran

sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam
yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya

kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi

hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,

hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat

yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme

otak meningkat
PATHWAY

Infeksi bakteri Rangsang mekanik dan biokimia.

Virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan&elektrolit

perubahan konsentrasi ion

Reaksi inflamasi di ruang ekstraseluler

Resiko Infeksi

Proses demam

Ketidakseimbangan kelainan neurologis

Hipertermia potensial membran perinatal/prenatal

ATP ASE

Resiko kejang berulang

difusi Na+ dan K+

Pengobatan perawatan

Kondisi, prognosis, lanjut kejang resiko cedera

Dan diit

Defisit pengetahuan keluarga kurang dari lebih dari 15 menit

15 menit

perubahan suplay

Tidak menimbulkan Darah ke otak

gejala sisa

resiko kerusakan sel

Neuron otak

Gangguan Perfusi jaringan cerebral


E. MANIFESTASI KLINIS
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :

a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit


b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :

a. Kejang lama > 15 menit


b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau
kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi
dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin
tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada
bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari
18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
b.BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi
kepala.

G. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan

a. Pengobatan fase akut

Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang

diberikan melalui interavena atau indra vectal.

Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).

Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20

menit.

b. Turunkan panas

Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.

Kompres air PAM / Os

c. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,


walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada

kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau

bila kejang demam berlangsung lama.

d. Pengobatan profilaksis

Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan

profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis

intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.

e. Penanganan sportif

1) Bebaskan jalan napas

2) Beri zat asam

3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit

4) Pertahankan tekanan darah

2. Pencegahan

a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri

diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.

b. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi

Dapat digunakan :

Penobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis

Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis

Diazepam : (indikasi khusus)


H. TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Aktivitas atau Istirahat
Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
b.Sirkulasi
Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi
dan pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya
Perubahan dalam berhubungan
d.Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
2) Makanan atau cairan
3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang
e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat
trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
f. Kenyamanan
1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
2) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
g.Pernafasan
1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat
peningkatan sekresi mulus
2) Fase posektal : Apnea
h.Keamanan
1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan
sosialnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot
2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot
b. Integritas Ego
1) Pelebaran rentang respon emosional
c. Eleminasi
Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter
Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia
d. Makanan atau cairan
1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)
2) Hyperplasia ginginal
e. Neurosensori (karakteristik kejang)
1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon
efektifitas yang tidak menentu yang mengarah pada fase area.
2) Kejang umum
Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag
peningkatan keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine
3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam,
lemah kalau mental dan anesia
4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan
5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir
15 menit tdak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif
f. Kenyamanan
Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati
Perubahan pada tonus otot
Tingkah laku distraksi atau gelisah
g. Keamanan
Trauma pada jaringan lunak
Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan sel neuron otak
3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas

4. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh


5. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan
dengan kurangnya informasi.

III. INTERVENSI KEPERAWATAN


No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor suhu tubuh sesering mungkin

berhubungan keperawatan selama 2. Monitor warna kulit

dengan proses 2x24 jam diharapkan 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR

infeksi tidak terjadi hipertermi 4. Monitor penurunan tingkat kesadaran

atau peningkatan suhu 5. Tingkatkan sirkulasi udara dengan

tubuh dengan kriteria membatasi pengunjung

hasil: 6. Berikan cairan dan elektrolit sesuai

a. Suhu tubuh dalam kebutuhan

rentan normal (36,5- 7. Menganjurkan menggunakan pakaian


37oC) yang tipis dan menyerap keringat

b. Nadi dalam rentan 8. Berikan edukasi pada keluarga tentang

normal 80-120x/menit kompres hangat dilanjutkan dengan

c. RR dalam rentan kompres dingin saat anak demam

normal 18-24x/menit 9. Kolaborasi dengan dokter dalam

d. Tidak ada perubahan pemberian obat penurun panas

warna kulit dan tidak

ada pusing.

2. Gangguan perfusi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR

jaringan cerebral keperawatan selama 2. Catat adanya penginkatan TD

berhubungan 2x24 jam diharapkan 3. Monitor jumlah dan irama jantung

dengan kerusakan pasien tampak tidak 4. Monitor tingkat kesadaran

neuromuskular lemah, tidak pucat, kulit 5. Monitor GCS

otak tidak kebiruan dengan

kriteria hasil:

a. TD sistole dan

diastole dalam batas

normal 80-100/60

mmHg

b. RR normal 20-30

x/menit

c. Nadi normal 80-90

x/menit
d. Suhu normal 36-37

derajat celcius

e. GCS 456

3. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang aman

cedra tindakan keperawatan untuk pasien

berhubungan selama 2x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan dan keamanan

dengan spasme diharapkan masalah tidak pasien

otot ekstermitas menjadi aktual dengan 3. Menghindarkan lingkungan yang

kriteria hasil: berbahaya

a. Tidak terjadi 4. Memasang side rail tempat tidur

kejang 5. Menyediakan tempat tidur yang

b. Tidak terjadi nyaman dan bersih

cedra 6. Membatasi pengunjung

7. Memberikan penerangan yang cukup

8. Menganjurkan keluarga untuk

menemani pasien

9. Mengontrol lingkungan dari

kebisingan

10. Edukasi tentang penyakit kepada

keluarga.

4. Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep 1. Batasi pengunjung


penurunan 3x 24 jam infeksi 2. Bersihkan lingkungan pasien secara
imunitas tubuh terkontrol, status imun benar setiap setelah digunakan pasien
adekuat 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
KRITERIA HASIL : merawat pasien, dan ajari cuci tangan
a. Bebas dari tanda yang benar
dangejala infeksi. 4. Anjurkan pada keluarga untuk selalu
b. Keluarga tahu tanda- menjaga kebersihan klien
tanda infeksi. 5. Tingkatkan masukkan gizi yang cukup
c. Angka leukosit 6. Tingkatkan masukan cairan yang cukup
normal (9000– 7. Anjurkan istirahat
12.000/mm3) 8. Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang tanda
dan gejala infeksi dan segera untuk
melaporkan keperawat kesehatan
9. Pastikan penanganan aseptic semua
daerah IV (intra vena)
10. Kolaborasi dalam pemberian therapi
antibiotik yang sesuai, dan anjurkan
untuk minum obat sesuai aturan.
.
5. Setelah di lakukan 1. Informasi keluarga tentang kejadian

Kurangnya tindakan keperawatan kejang dan dampak masalah, serta

pengetahuan selama 2x24 jam beritahukan cara perawatan dan

keluarga tentang keluarga mengerti pengobatan yang benar.

penanganan maksud dan tujuan 2. Informasikan juga tentang bahaya yang

penderita selama dilakukan tindakan dapat terjadi akibat pertolongan yang

kejang perawatan selama kejang. salah.

berhubungan kriteria hasil : 3. Ajarkan kepada keluarga untuk

dengan kurangnya a. Keluarga memantau perkembangan yang terjadi

informasi. mengerti cara akibat kejang.


penanganan 4. Kaji kemampuan keluarga terhadap

kejang dengan penanganan kejang.

b. Keluarga

tanggap dan

dapat

melaksanakan

peawatan

kejang.

c. Keluarga

mengerti

penyebab tanda

yang dapat

menimbulkan

kejang.
I. CONTOH KASUS
a. PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
Nomor RM : 01-41-42-57 Tanggal Masuk RS : 12/4/2009
Nama Klien : An. RE Tanggal Pengkajian : 14/4/2009
Nama Panggilan : An.R
Tempat Tanggal Lahir : Sleman, 26/5/2008
Umur : 10 bulan.
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Bahasa yang Dimengerti : Jawa
Orang Tua/Wali
Nama Ayah/Ibu : Bp. M/Ibu R
Pekerjaan Ayah/Ibu : Swasta/Guru
Pendidikan : SLTA/SPG
Alamat : Sumberadi, Mlati, Sleman

II. Keluhan Utama


Panas, suhu tubuh 38 °C.

III. Riwayat Kesehatan Saat Ini


Satu HSMRS anak demam, tidak muntah, tidak batuk, tidak pilek, kemudian
diberi paracetamol ½ sendok teh tetapi demam masih tinggi.
HMRS anak muntah 2 kali seperti yang dimakan tidak muncrat, BAB encer 1
kali, demam tinggi, tidak ada edema. Anak kejang saat di UGD selam 2 menit,
berhenti dengan diazepam 5 mg suspensi dan 2 kali dumin suspensi masuk.

IV. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


1. Prenatal
Sebelumnya ibu KB suntik selama 9 bulan. Selama hamil ibu kontrol rutin
setiap 4 minggu di dokter Sp.OG tiap bulan sejak usia kehamilan 2 bulan,
tidak imunisasi, USG, mendapat suplemen tambah darah dan vitamin.
Selama hamil tidak mengalami masalah, tidak mual muntah berlebihan, tidak
demam, tidak ada edema dan tidak mengalami hipertensi.

2. Perinatal dan Post Natal


Anak lahir spontan pervaginam di dokter Sp.OG pada usia kehamilan 9
bulan 10 hari, presentasi kepala, ketuban jernih, setelah lahir anak langsung
menangis. Gerak aktif, tidak biru dan tidak kuning. Berat badan lahir 3400
gr panjang badan 52 cm. Post natal anak kontrol dan mendapat imunisasi di
Puskesmas

3. Penyakit yang pernah diderita : Sebelumnya anak belum pernah


menderita penyakit berat.

4. Hospitalisasi/operasi : Sebelumnya anak belum pernah


dirawat di RS atau mengalami tindakan operasi.

5. Injury : Anak belum pernah mengalami


kecelakaan sebelumnya.

6. Alergi : Tidak ada riwayat alergi.

7. Imunisasi : Hepatitis B 1 kali, BCG 1 kali pada


usia 2 minggu, DPT 4 kali pada usia 2, 3, 4 bulan, Polio 3 kali pada usia 2, 3,
4 bulan, campak pada usia 9 bulan.

V. Riwayat Sosial
1. Pengasuh : Anak diasuh oleh kedua orang tuanya.
2. Hubungan dengan anggota keluarga : Hubungan anak dengan anggota
keluarga yang lain baik. Selama dirawat di RS anak sering dijengauk oleh
saudara.
3. Hubungan dengan teman sebaya : Oleh ibu anak sering diajak
bermain dengan teman sebayanya.

VI. Riwayat Keluarga


1. Sosial ekonomi : Anak tinggal dengan orang tua dan
saudara kandung di rumah sendiri ayah bekerja dibidang swasta dan ibu
bekrja sebagai guru TK. Pendapatan perbulan ± Rp 1.000. 000,-

2. Lingkungan rumah : Anak menempati rumah dengan


dinding tembok, lantai tegel, ventilasi dan penerangan cukup, kamar mandi
dan jamban sendiri, sumber air minum dari sumur.

3. Penyakit keluarga :
a. Ayah dan ibu memiliki riwayat alergi makanan
b. Sepupu anak dari pihak ayah pernah mengalami kejang demam
c. Nenek dari ayah dan ibu memiliki riwayat hipertensi
d. Kakek dari ibu memiliki riwayat penyakit jantung

VII. Tingkat Perkembangan Saat Ini (DDST-II)


1. Personal sosial :
Anak dapat tersenyum mulai usia 2 bulan
Anak dapat mengenal orang tua muali usia 3 bulan

2. Adaptif motorik halus :


Anak dapt menggenggam mulai usia 2 bulan
Anak dapat memindahkan benda mulai usia 5 bulan

3. Bahasa :
Anak dapat mengoceh mulai usia 2 bulan
Anak dapat bicara 2 suku kata mulai usia 9 bulan
4. Motorik Kasar :
Anak dapat miring mulai usia 3 bulan, Anak dapat tengkurap muali usia 4
bulan, Anak dapat merangkak mulai usia 6-7 bulan, Anak dapat duduk mulai
usia 7 bulan, Anak dapat berdiri muali usia 7 bulan
Interpretasi : tingkat perkembangan sesuai dengan usia.

VIII. Pola Kesehatan Klien Saat Ini


1. Nutrisi : klien terpasang sonde, diet cair: energi
880 kkal/hari, protein 24 gram/hari. Kemampuan mengisap bayi mulai
membaik. Berdasarkan z-score, status nutrisi klien baik.

2. Cairan : ubun-ubun tidak cekung, kebutuhan


cairan 800 cc/hari. Cairan diberikan perseonde, oral dan perinfus, muntah 1
kali.

3. Aktivitas : tidak ada batasan dalam beraktifitas.

4. Tidur dan istirahat : an. R tidur mulai jam 08.00 hingga


jam 06.00, kadang tertidur kembali. Siang tidur 3-4 jam/hari.

5. Eliminasi : urine spontan, BAB lunak 1 kali.


Output ± 120 cc/hari

IX. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum
Tingkat kesadaran : compos mentis
Nadi: 124 x/m Suhu: 38,2 °C RR: 30 x/m
BB: 8 kg TB: 77 cm LK: 45 cm
2. Kulit : turgor baik, tidak ada ptechie dan
diaperras

3. Kepala : bersih, ubun-ubun belum


menutup.

4. Mata : tidak ada edema palpebra, konjungtiva


tidak pucat, scelera tidak ikterik.

5. Telinga : kebersihan baik, tidak ada


pengeluaran cairan.

6. Hidung : terpasang sonde.

7. Mulut : mukosa lembab, tidak ada iritasi


mukosa.

8. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah


bening.

9. Dada : Simetris, tidak ada ketinggalan gerak

10. Paru-paru : perkusi sonor, bunyi napas vesikular.

11. Jantung : Auskultasi S1 tunggal, S2 split tdk


konstan, tidak ada bising.

12. Abdomen : bentuk soepel, tidak ada distensi.

13. Anus dan rectum : tidak ada iritasi pada mukosa.


14. Muskuloskeletal : kekuatan otot baik, pergerakan tidak
terbatas.

D. Pemeriksaan Diagnostik

Tanggal Jenis Hasil Satuan Nilai Interpretasi


normal
12 Darah rutin
April WBC 13,37 103/µ L 4,8-10,8 Naik
2009 RBC 5,1 106/µ L 4,2-5,4 Normal
HGB 12 g/dL 12-16 Normal
HCT 37,6 % 37-47 Normal
MCV 73,7 fL 79-99 Rendah
MCH 23,5 pg 27-31 Rendah
MCHC 31,9 g/dL 33-37 Rendah
PLT 219 103/µ L 150-450 Normal
Kimia
darah 133,5 mmol/L 137-145 Rendah
Na 4,05 mmol/L 3,1-5 Normal
K 106,4 mmol/L 98-107 Normal
Cl 2,38 mmol/L 2,1-2,54 Normal
Ca 145 mg/dL 80-140 Tinggi
GDS
Cairan otak Jernih
Kejernihan 0
Jumlah sel 0
Eritrosit 0
Leukosit
berinti 0
polimorf 0
Limfosit 0
Albumin 0
Percobaan 73 mg%
Pady 139
Kadar 122
protein
13 Glukosa Kuning
April Na keruh
2009 Cl 1.010
Urin rutin 7,0
Warna Normal
BJ -
pH -
uro -
Glukosa -
Protein
Bilirubin
Leukosit

X. Terapi Farmaka
1. Zinc 1 x 20 mg
2. Dialac 2 x 1 sachet
3. Paracetamol 10 mg/ kg BB k/p (3/4 cth).
4. Diazepam 0,3 mg/kg BB IV jika kejang (2,5 mg).
5. Diazepam 0,1 mg/kg BB per oral jika suhu > 38,5 °C (0,8 mg).
b. ANALISA DATA

Tgl/Jam Data Senjang Masalah Etiologi


14/4 ‘09 DS: Hipertermi Peningkatan
08.00 - Ibu klien mengatakan an. R metabolik
panas.
DO:
- Suhu axila 38,2 °C.
- Kulit merah.
- Kulit teraba hangat.

14/4 ‘09 DS: Risiko kekurangan Status


08.00 Ibu klien mengatakan anak volume cairan hipermetabolik
muntah 1 x dan BAB lunak 1 x
pagi ini.
DO:
Peningkatan suhu tubuh 38,2
°C.

14/4 ‘09 DS: Risiko cedera Fungsi regulatori


08.00 - biokimia
DO: (hipertermi dan
Demam, suhu 38,2 °C. konvulsi)
Riwayat kesehatan: Kejang
saat masuk rumah sakit.
c. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolik.
2. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status
hipermetabolik dan kehilangan cairan melalui rute normal.
3. Risiko cedera berhubungan dengan fungsi regulatori biokimia (hipertermi
dan konvulsi).

d. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa
Tgl/Jam Outcome Intervensi
Keperawatan
14/4 ‘09 Hipertermi Thermoregulation: Fever treatment
08.00 berhubungan Suhu tubuh dalam Monitor suhu sesering
dengan rentang normal. mungkin.
peningkatan Nadi dan RR dalam Monitor warna dan suhu
metabolik. rentang normal. kulit.
Tidak ada perubahan Monitor nadi dan RR.
warna kulit. Lakukan tapid sponge.
Berikan cairan intravena.
Tingkatkan sirkulasi udara.
Kolaborasikan pemberian
antipiretik.
Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam.

14/4 ‘09 Risiko Fluid balance dan Fluid management:


08.00 kekurangan Hydration: Timbang popok/pembalut
volume cairan Mempertahankan jika diperlukan.
berhubungan urine output sesuai Pertahankan catatan intake
dengan status dengan usia dan BB, BJ dan output yang akurat.
hipermetabolik urine normal, HT Monitor status hidrasi
dan kehilangan normal (kelembaban membran
cairan melalui Tekanan darah, nadi, mukosa, nadi adekuat).
rute normal. suhu tubuh dalam batas Monitor vital sign.
normal Monitor masukan
Tidak ada tanda- makanan/cairan dan hitung
tanda dehidrasi, intake kalori harian.
Elastisitas turgor kulit Lakukan terapi IV.
baik, membran mukosa Monitor status nutrisi.
lembab, tidak ada rasa Berikan cairan.
haus yang berlebihan Dorong masukan oral.
Berikan penggantian
nasogatrik sesuai output.
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan.
Tawarkan snack (jus buah,
buah segar).
14/4 ‘09 Risiko cedera Vital signs status: Vital signs monitoring:
08.00 berhubungan Temperatur dalam Monitor adanya
dengan fungsi rentang normal. hipertermia.
regulatori Catat tren dan fluktuasi
biokimia Knowledge: personal peningkatan suhu.
(hipertermi dan safety Monitor nadi dan
konvulsi). Mampu menjelaskan respirasi.
langkah-langkah
pencegahan risiko. Environment Management
Mampu menjelaskan Sediakan lingkungan
langkah-langkah yang aman untuk pasien
kedaruratan saat di Identifikasi kebutuhan
rumah. keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan
riwayat penyakit terdahulu
pasien
Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan

Discharge planning:
Identifikasi pengetahuan
keluarga.
Diskusikan dengan
keluarga tentang tatalaksana
post hospital.
Diskusikan dengan
keluarga untuk melakukan
rujukan ke pelayanan
kesehatan sehubungan
perawatan klien.
e. CATATAN PERKEMBANGAN

Tgl/Jam No. DK Catatan Keperawatan Evaluasi


14/4 ‘09 1 13.45
08.00 Memonitor tanda vital klien: suhu S:
axila 38,2 °C, rr 30 x/m dan nadi 124 Ibu klien mengatakan suhu kulit
x/m. Kulit kemerahan. an. R turun dari sebelumnya.
Memberikan tapid sponge. O:
Mengelola pemberian antipiretik Temperatur 37,6 °C.
paracetamol ¾ cth. Tidak ada kejang.
A:
09.00 Memotivasi ibu untuk tetap Hipertermi belum teratasi.
memberikan ASI atau cairan peroral P:
lainnya. Monitor perubahan tanda vital
ekstrim.
11.00 Memonitor tanda vital klien: suhu Berikan tapid sponge bila
axila 37,6 °C, rr 30 x/m dan nadi 124 panas.
x/m. Tingkatkan hidrasi.
Memotivasi keluarga untuk tetap
memberikan tapid sponge.
Menganjurkan ibu untuk
memasangkan pakaian tipis, menyerap
keringat dan memudahkan sirkulasi
udara.
14/4 ‘09 2 13.45
08.00 Memantau status hidrasi klien: turgor S:
kulit baik, klien muntah dan BAB 1 Ibu klien menyatakan an. R mau
kali. menetek.
Mengaff infus: daerah insersi flebitis. O:
Intake hingga jam 13.00 ± 120
Memberikan cairan/PASI personde cc.
09.00 20 cc. Output hingga jam 13.00 ±
Menghitung output urine ± 25cc. 85cc.
Mukosa mulut lembab.
Menghitung output urine ± 15 cc A:
11.00 dan feces ± 50 cc. Defisit cairan tidak terjadi.
Memberikan diet personde 60 cc P:
Monitor input-output.
Motivasi pemberian intake
peroral.

14/4 ‘09 3 09.45


09.30 Mendiskusikan dengan ibu klien S:
tentang antisipasi demam dan kejang. Ibu klien mengatakan sudah bisa
Menjelaskan kepada ibu penyebab melakukan antisipasi demam
kejang terdahulu. dan kejang.
Mendiskusikan dengan ibu O:
menanganan di rumah bila anak -
kembali demam tinggi serta terjadi A:
kejang. Pengetahuan ibu meningkat.
Memotivasi ibu untuk Injuri tidak terjadi.
memanfaatkan fasilitas kesehatan. P:
Monitor perubahan suhu.
14/4 ‘09 1 21.00
14.00 Memonitor tanda vital klien: suhu S:
axila 38 °C, rr 32 x/m dan nadi 180 Ibu klien mengatakan anak
x/m. kembali panas.
Memotivasi ibu untuk memberikan O:
tapid sponge. Temperatur 38,6 °C.
Tidak ada kejang.
21.00 Mengukur tanda vital klien: suhu A:
aksila 38,6 °C, rr 32 x/m dan nadi 178 Hipertermi belum teratasi.
x/m. P:
Memberikan tapid spnge. Monitor perubahan tanda
Mengelola pemberian antipiretik ¾ vital ekstrim.
cth. Tingkatkan hidrasi.

14/4 ‘09 2 21.00


14.00 Memantau status hidrasi klien: S:
turgor kulit baik, klien muntah tidak Ibu klien menyatakan an. R mau
ada dan BAB 1 kali. menetek.
Memberikan cairan/PASI O:
personde 40 cc. Intake sore hingga jam 21.00
Menghitung output urine ± 20cc. ± 255 cc.
Output sore hingga jam
Menghitung output urine ± 20 cc. 21.00 ± 120 cc.
16.00 Memberikan diet personde 60 cc Mukosa mulut lembab.
Tidak ada diare.
Memonitor pemberian ASI 60 cc. A:
Defisit cairan tidak terjadi.
Memberikan ASI 40 cc. P:
17.00 Mengelola pemberian dialac 1 Monitor input-output.
sachet. Motivasi pemberian intake
18.00 Memonitor pengeluaran urine ± peroral.
20cc.

Memberikan cairan/PASI 55 cc.


Memonitor out output urine ±
20cc.
20.00
Memonitor defekasi, ± 40cc.

You might also like