You are on page 1of 15

HEMATOLOGI II

Nama : Hastya Tri Andini


NIM : B1A017081
Rombongan :I
Kelompok :5
Asisten : Persona Gemilang

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hematologi adalah ilmu tentang darah dan jaringan pembentuk darah yang
merupakan salah satu sistem organ terbesar dalam tubuh makhluk hidup. Darah
membentuk 6%-8% dari berat tubuh total dan terdiri dari sel-sel darah yang
tersuspensi di dalam suatu cairan yang disebut plasma. Tiga jenis sel darah utama
adalah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan trombosit. Cairan
plasma membentuk 45%-60% dari volume darah total, sel darah merah
menempati sebagian besar volume sisanya (Sacher dan Richard, 2000).
Darah merupakan jaringan yang terdiri dari sel yang sudah terspesialisasi
dalam menjalankan fungsi fisiologis tubuh. Darah terdiri dari trombosit, eritosit,
dan leukosit, dimana darah sendiri mengalir didalam sistem sirkulasi yang terdiri
atas arteri, vena, kapiler, dan jantung. Darah berfungsi sebagai transport substansi
seperti nutrisi, gas, dan hormon, dan berbagai hal yang menjaga kehomeostatisan
tubuh (Simamora et al., 2017).
Sel darah merah mempunyai konsentrasi internal yang dijaga agar sel
darah merah dapat berfungsi optimal. Kondisi pada lingkungan eksternal yang
berbeda, sel darah akan menunjukan respon sel berupa pengkerutan atau
pembengkakan. Respon sel darah merah dapat dipelajari dengan menempatkan
darah di dalam medium hipotonik, isotonik atau hipertonik. Struktur sel darah
dapat menjadi abnormal akibat dari perubahan media lingkungan, hal ini terjadi
karena adanya aliran meteri dari media lingkungan ke dalam selnya. Praktikum
kali ini kita akan melakukan pengamatan konsentrasi, bentuk dan struktur sel dan
waktu pembekuan darah pada manusia (Paulsen, 2000).
Apabila terjadi luka, akan berlangsung proses pembekuan darah. Dimulai
ketika bagian tubuh terluka, maka trombosit akan pecah dan mengeluarkan enzim
trombokinase. Dibantu dengan faktor antihemofilia akan membantu sintesis
protombin dan dengan pengaruh ion kalsium dan vitamin K dalam darah, enzim
trombokinase akan mengubah protrombin menjadi trombin, selanjutnya trombin
akan mengaktivkan protein darah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin.
Terbentuknya benang-benang fibrin menyebabkan luka tertutup sehingga tidak
mengeluarkan darah secara terus menerus (Schmidt, 1997).

B. Tujuan
Tujuan praktikum hematologi kali ini adalah untuk:
1. Memahami respon sel darah merah terhadap berbagai macam media yang
mempunyai konsentrasi osmotis berbeda dan mengetahui konsentrasi internal
sel darah merah.
2. Memahami bentuk dan struktur sel dan membandingkan bentuk dan struktur
sel darah katak dan manusia.
3. Memahami proses pembekuan darah dan menentukan lamanya waktu
pembekuan darah pada manusia.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum hematologi II ini adalah


gunting, lancet, spuit, pinset, pembuluh kaca kapiler, pipet isap, syring,
kapas, mikroskop cahaya, object glass dan cover glass.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum hematologi II ini adalah
larutan NaCl (0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,9% dan 1,0%, darah katak, darah manusia
(Homo sapiens), alkohol 70%, dan antikoagulan: Na-sitrat/EDTA.

B. Cara Kerja

a. Pengamatan Konsentrasi Sel Darah


1. Darah dari hewan uji diambil, kemudian diteteskan pada object glass, lalu
tambahkan NaCl dan ditutup menggunakan cover glass, dan diamati di
bawah mikroskop.
2. Amati bentuk dari sel darah (min. 5)
b. Pengamatan Struktur Sel Darah Merah
1. Darah dari hewan uji diambil, kemudian diteteskan pada object glass, lalu
tambahkan NaCl (0,6% untuk darah katak dan 0,9% untuk darah manusia.
2. Amati perbedaan struktur sel darah merah pada katak dan manusia.
c. Pengamatan Kadar Hemoglobin
1. Jari dibersihkan dengan alkohol 70%.
2. Setelah alkohol mongering jari ditusuk dengan lancet steril atau lancet
sekali pakai.
3. Pipa kapiler ditempelkan ke tetesan darah yang keluar dari jari.
4. Dengan interval waktu 1 menit pembuluh kaca kapiler dipotong sedikit
demi sedikit sampai terlihat fibrin yang terbentuk ditandai dengan
potongan kapiler yang tetap menempel atau menggantung setelah
dipatahkan.
5. Waktu diperlukan darah untuk membeku dicatat, yaitu waktu sejak jari
dilukai hingga kapiler yang dipatahkan tetap menggantung.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1 Pengamatan Konsentrasi Sel Darah Merah


Kalkulasi Deskripsi
Kelompok konsentrasi
Katak Manusia Katak Manusia
1 21,78 11,88 0,2% Lisis Lisis
2 6,1 5,48 0,4% Krenasi Krenasi
3 21,45 13,2 0,6% Normal Lisis
4 18,88 11,55 0,9% Krenasi Normal
5 28 4,62 1,0% Krenasi Krenasi

Tabel 3.2 Waktu Pembekuan Darah


Kelompok Clotting time
1 >7 menit
2 >7 menit
3 7 menit
4 2,27 menit
5 2,11 menit

Data Perhitungan
1. Perhitungan sel darah merah manusia
D x Kalibrasi
Sel ke 1 = 1 x 3,3 = 3,3 μm
Sel ke 2 = 1,5 x3,3 = 4,95 μm
Sel ke 3 = 2 x 3,3 = 6,6 μm
Sel ke 4 = 1 x 3,3 = 3,3 μm
Sel ke 5 = 1,5 x 3,3 = 4,95 μm
Total = sel ke 1+2+3+4+5 = 23,10 = 4,62 μm
5 5
2. Perhitunga sel darah katak
d1  d 2
x kalibrasi
2
Sel ke 1 = 1 + 0,5 x 2 = 1,5 μm
2
Sel ke 2 = 3/2 x 2 = 3 μm
Sel ke 3 = 3/2 x 2 = 3 μm
Sel ke 4 = 3,5/2 x 2 =3,3 μm
Sel ke 5 = 3/2 x 2 = 3 μm
Total = sel ke 1+2+3+4+5 = 14,14 = 2,8 μm
5 5

Gambar 3. 1 Sel Darah Merah Katak Gambar 3.2 Sel Darah Merah pada
Konsentrasi 0,2 % Manusia pada Konsentrasi 0,2

Gambar 3. 3 Sel Darah Merah Katak Gambar 3.4 Sel Darah Merah pada
Konsentrasi 0,4 % Manusia pada Konsentrasi 0,4 %

Gambar 3. 5 Sel Darah Merah Katak Gambar 3.6 Sel Darah pada Manusia
Konsentrasi 0,6 % Konsentrasi 0,6 %
Gambar 3.7 Sel Darah Merah Katak Gambar 3.8 Sel Darah Merah Manusia
Konsentrasi 0,9 % Konsentrasi 0,9 %

Gambar 3. 9 Sel Darah Merah Katak Gambar 3.10 Sel Darah Merah Manusia
Konsentrasi 1 % Konsentrasi 1 %

Gambar 3. 9 Sel Darah Merah Katak Gambar 3.10 Sel Darah Merah Manusia
Konsentrasi 1 % Konsentrasi 1 %
B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan rombongan I diperoleh data yaitu darah


manusia dengan konsentrasi larutan 0,2% memiliki ukuran sel darah merah rata-
rata sebesar 11,88 μm, konsentrasi 0,4% sebesar 5,48 μm, konsentrasi 0,6%
sebesar 13,20 μm, kosentrasi 0,9% sebesar 11,44 μm, konsentrasi 1,0% sebesar
4,62 μm diameter sel darahnya. Sedangkan darah katak dengan konsentrasi 0,2%
memilki diameter sel darah sebesar 21,78 μm, 0,4% sebesar 6,10 μm, 0,6%
sebesar 21,45 μm, 0,9% sebesar 18,88 μm dan konsentrasi 1% sebesar
2,8 μm. Pengamatan kali ini didapatkan hasil yang bervariasi. Menurut Wulangi
(1993), seharusnya makin tinggi konsentrasi NaCl maka diameter sel darah merah
makin besar dan sebaliknya. Karena air yang terdapat di luar sel darah merah ke
dalam sel. Sehingga menyebabkan sel darah merah mengalami lisis kecuali pada
konsentrasi 0,6% pada katak maka sel dalam keadaan normal begitupun pada
manusia bila konsentrasi 0,9% maka sel darah dalam keadaan normal.
Berdasarkan pengamatan waktu beku darah, didapatkan hasil waktu beku
darah pada kelompok 1 adalah lebih dari 7 menit, kelompok 2 adalah lebih dari 7
menit, kelompok 3 adalah 7 menit, kelompok 4 adalah 2,27 menit dan kelompok 5
adalah 2,11 menit. Menurut Jati (2007) waktu normal untuk pembekuan darah
adalah 3 - 8 menit. Perbedaan waktu pembekuan darah pada masing-masing
individu sampel dapat disebabkan oleh adanya perbedaan kadar glukosa dalam
darah serta perbedaan kekentalan darah. Selain itu, keberadaan faktor-faktor yang
berperan dalam pembekuan darah seperti vitamin K juga sangat berpengaruh serta
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, stress, kondisi lingkungan, klainan
genetis, dan pengaruh fisiologis lainnya
Struktur sel darah merah sendiri sangat mudah berubah jika konsentrasi
didalam darah berbeda dengan di lingkungan. Hal ini terjadi karena adanya
peristiwa osmosis, yaitu proses perpindahan zat pelarut tinggi menuju zat pelarut
rendah. Pada percobaan kita membuat eritosit dalam keadaan hipotonis dengan
memberikan larutan NaCl. Hipotonis sendiri merupakan keadaan dimana
konsentrasi larutan di sel lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungan,
sebaliknya dengan hipertonis yang konsentrasi larutan sel lebih tinggi
dilingkungan, dan isotonis memiliki konsentrasi yang sama antara sel dengan
lingkungan luarnya (Yuwono, 2001). Pada penelitian yang dilakukan Tan, et al.
(2010) dengan memakai alat dimana didapatkan komparasi dimana pada
hipotonik memiliki kondisi deformasi yang besar pada sel, sedangkan pada
keadaan hipertonik hanya mengalami deformasi yang kecil. Meurut Kahar (2017)
penambahan larutan hipertonis dan hipotonis dapat menyebabkan sel mengalami
kerusakan. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena
penambahan larutan NaCl hipotonis) maka medium tersebut akan masuk ke dalam
eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel
eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada
di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan
bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada
medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium
luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi).
Berdasarkan gambar hasil pengamatan, struktur sel darah manusia sangat
berbeda dengan sel darah pada katak. Sel darah pada manusia
berbentuk bulat pipih pada kedua sisinya tanpa adanya inti sel sedangkan sel
darah pada katak bentuknya oval dengan inti sel yang besar dibagian
tengah. Eritrosit pada manusia berbentuk kepingan bikonkaf yang diratakan dan
diberikan tekanan di bagian tengahnya, dengan bentuk seperti “barbell” jika
dilihat secara melintang. Bentuk ini (setelah nuklei dan organelnya dihilangkan)
akan mengoptimisasi sel dalam proses pertukaran oksigen dengan jaringan tubuh
disekitarnya. Bentuk sel sangat fleksibel sehingga dapat dengan mudah untuk
memasuki pembuluh kapiler yang sangat kecil. Eritrosit biasanya berbentuk
bundar. Sedangkan eritrosit pada katak memiliki ukuran yang lebih besar daripada
eritrosit manusia. Eritrosit dewasa berbentuk lonjong atau bulat panjang, pipih
dan memiliki inti. Eritrosit yang dimiliki katak termasuk eritrosit yang terbesar
dibandingkan hewan vetebrata lainnya. Dengan adanya inti pada eritrosit katak
maka dapat memperkecil ruang bagi hemoglobin karena oksigen yang dibutuhkan
oleh katak tidak hanya diikat oleh sel darah merah di paru-paru, melainkan dari
oksigen yang berdifusi melewati kulit mereka (Watson, 1997).
Pembekuan darah disebut sebagai koagulasi, dimana faktor-faktor
mempengaruhi koagulasi yaitu garam kalsium sel yang membebaskan
trombokinase, trombin, protorombin, dan fibrin yang terbentuk dari fibrinogen.
Mekanisme pembekuan darah dimulai dari pembuluh darah yang pecah, kemudian
trombosit mengeluarkan tromboplastin bersama dengan ion Ca yang
mengaktifkan trombin yg merupakan enzim pengubah fibrinogen menjadi fibrin.
Trombin adalah enzim yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin inilah
yang berfungsi menjaring sel-sel darah merah menjadi gel atau menggumpal
(Evelyn, 1989). Menurut Malik et al. (2015) mekanisme koagulasi adalah penting
untuk mencegah tubuh kehilangan darah akibat kerusakan pembuluh darah.
Mekanisme ini dapat menimbulkan keadaan patologis apabila terus menerus
diaktifkan akibat kerusakan pembuluh darah pada banyak tempat. Proses koagulasi di
dalam tubuh dapat diimbangi melalui proses antikoagulasi. Pemberian
antikoagulasi pada penderita penyakit tromboemboli berfungsi untuk mencegah
pembekuan darah dengan jalan menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan
darah (Lessy et al., 2013). Terkait dengan waktu pembekuan darah, Ikehara et al.
(2015) menyatakan bahwa pengobatan plasma lebih pendek waktu pembekuan
darah keseluruhan dibandingkan dengan koagulasi alami. Plasma memainkan
peran dalam stimulasi pada kedua trombosit untuk agregat dan faktor koagulasi
untuk melepaskan aktivitas proteolitik, yang mempercepat proses koagulasi darah
alami.
Menurut Dwi (2011), ada 13 faktor yang dapat mempengaruhi proses
pembekuan darah, antara lain sebagai berikut:
1. Faktor I (Fibrinogen).
Sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein plasmanya dan diubah
menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini menyebabkan masalah
pembekuan darah afibrinogenemia atau hypofibrinogenemia.
2. Faktor II (Prothrombin).
Sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma dan diubah menjadi
bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh pembelahan dengan mengaktifkan faktor X
(Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen trombin kemudian memotong ke
bentuk aktif fibrin. Kekurangan faktor ini menyebabkan hypoprothrombinemia.
3. Faktor III (Jaringan Tromboplastin)
Koagulasi faktor yang berasal dari beberapa sumber yang berbeda dalam tubuh,
seperti otak dan paru-paru. Jaringan Tromboplastin penting dalam pembentukan
prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi ekstrinsik.
Disebut juga faktor jaringan.
4. Faktor IV (Kalsium).
Sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase pembekuan darah.
5. Faktor V (Proaccelerin)
Sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan panas, yang hadir
dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik dan ekstrinsik
koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan prothrombin trombin
yang aktif. Kekurangan faktor ini menyebabkan sifat resesif autosomal, mengarah
pada kecenderungan berdarah yang langka yang disebut parahemophilia, dengan
berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator globulin.
6. Faktor VI.
Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V, tetapi
tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis
7. Faktor VII (Proconvertin).
Sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabildan panas dan
berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak
dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X.
Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau
diperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam
kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi faktor
akselerator dan stabil.
8. Faktor VIII (Antihaemophilic factor).
Sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan berpartisipasi dalam
jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak (dalam konser dengan faktor von
Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah resesif
terkait-X sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic globulin dan
faktor antihemophilic A.
9. Faktor IX (Tromboplastin Plasma komponen).
Sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan terlibat dalam jalur
intrinsik dari pembekuan.Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi faktor X. hasil di
hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan faktor antihemophilic B.
10. Faktor X (Stuart faktor).
Sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan berpartisipasi dalam
baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai
jalur umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk kompleks dengan
kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal ini dapat
membelah dan mengaktifkan prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor ini
dapat menyebabkan gangguan koagulasi sistemik. Disebut juga Prower Stuart-
faktor. Bentuk yang diaktifkan disebut juga thrombokinase.
11. Faktor XI.
Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil yang terlibat dalam
jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX. Lihat
juga kekurangan faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.
12. Faktor XII (Hageman faktor)
Faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak dengan kaca atau
permukaan asing lainnya dan memulai jalur intrinsik dari koagulasi dengan
mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan kecenderungan
trombosis.
13. Faktor XIII
Fibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah faktor koagulasi yang merubah fibrin
monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut dalam
urea, fibrin yang memungkinkan untuk membentuk pembekuan darah.
Kekurangan faktor ini memberikan kecenderungan seseorang hemorrhagic.
Disebut juga fibrinase dan protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga
disebut transglutaminase.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:


1. Sel darah akan membesar ketika diberikan larutan hipotonis, keriput jika
diberikan larutan hipertonik, dan normal ketika diberikan larutan isotonis. Hal
ini dikarenakan sifat osmoritas pada sel dengan larutan.
2. Sel darah pada katak berukuran besar, berinti, dan lonjong, sedangkan pada
manusia berukuran kecil, bulat bikonkaf, dan tidak berinti. Hal ini
dikarenakan alam dan aktifitas manusia dan katak yang berbeda, dimana
manusia lebih efisien mengikat oksigen di paparan oksigen yang tinggi dan
aktifitas yang tinggi pula.
3. Waktu yang normal menit, dan kita mendapati abnormalitas mencapai menit
dalam pembekuan darah. Hal ini dimungkinkan oleh tidak terpenuhinya
faktor-faktor pada pembekuan darah yaitu fibrinogen trombin, prothrombin,
tromboplastin, kalsium, proaccelerin, koagulasi, proconvertin, anthemophilic
faktor, komponen tromboplastin, stuart faktor, faktor antihemophilic C,
hageman faktor, dan faktor penstabil.
DAFTAR PUSTAKA

Dwi, Jo. 2011. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis. Bandung:
Evelyn, F., 1989. Fisiologi Manusia untuk Paramedis. Surabaya : Sinar Wijaya.
Ikehara, S., Hajime, S., Kenji, I., & Fiends., 2015. Plasma Blood Coagulation
Without Involving the Activation of Platelets and Coagulation Factors.
Plasma Process and Polym, (12) 1, pp. 1348–1353
Jati, W. 2007. Aktif Biologi. Jakarta: Ganeca exact.

Kahar, H., 2017. Pengaruh Hemolisis Terhadap Kadar Serum Glutamate Pyruvate
Transaminase (SGPT) Sebagai Salah Satu Parameter Fungsi Hati. The
Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist, (2) 1, pp. 38-
46.

Lessy, Armiyanti, Darus, S. P., & Gerung G., 2013. Uji Aktivitas Antikoagulan Pada
Sel Darah Manusia dari Ekstrak Alga Coklat Turbinaria Ornata. Jurnal
Pesisir dan Laut Tropis. 2(1), pp. 21-27.
Malik, M. I., Ellyza, N., & Asterina., 2015. Hubungan Hiperglikemia dengan
Prothrombin Time pada Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aloksan.
Jurnal Kesehatan Andalas, (4) 1, pp. 182-189.

Paulsen, D. F., 2000. Histology and Cell Biology: Examination and Board Review.
Singapura: Mc Graw-Hill Books.

Sacher R. A., & Richard A. M. 2000. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan


Laboratorium. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Schmidt, K., 1997. Animal Physiology Adaptation and Environment. USA:
Cambridge University Press.

Simamora, R. D., Edwin, B., A. & Ari A., 2017. Kesesuaian Tipe Tensimeter
Air Raksa dan ensimeter Pegas Terhadap Pengukuran Tekanan
Darah pada Usia Dewasa, Jurnal Kedokteran Diponegoro, (6) 2,
pp: 1208-1216.

Tan, Y., Sun, D., Huang, W., & Wang, J., 2010, Mechanical Characterization of
Human Red Blood Cell Under Different Osmotic Conditions by Robotic
Manipulation With Optical Tweezers. Biomedical Enginceering, 57 (7) :
1816-1825.

Watson, R., 1997. Anatomi Dan Fisilogi Untuk Perawat, Edisi 10. Jakarta :
EGC.

Wulangi, K. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Yogyakarta: UGM press.

Yrama Widya.
Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan I. Purwokerto: Fakultas Biologi UNSOED.

You might also like